Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Aurelia Zara Adela

NIM : 171910501028
MATA KULIAH : Pembiayaan Pembangunan
Jenis tugas : Paper Mingguan

PENGARUH DANA BAGI HASIL TERHADAP BELANJA DAERAH PADA KABUPATEN DAN KOTA DI
INDONESIA

Reformasi yang bergulir pada tahun 1998 di Indonesia telah merumuskan perubahan
politik dan administrasi, salah satunya bentuk reformasi itu adalah perubahan bentuk
pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi. Atas perubahan ini
dikeluarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah karena sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi
daerah. Penyelenggaraan pemerintah melalui otonomi daerah dimaksudkan untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat
(Kusnandar, 2012).

Otonomi daerah lebih menekan terhadap peranan dan kemampuan pemerintah daerah
dalam pembangunan dan pengelolaan keuangan daerah yang diupayakan bertambah besar.
Pada dasarnya pengelolaan keuangan daerah yaitu pelaksanaan desentralisasi kewenangan
dalam penyelenggaraan urusan pemerintah di daerha, dimana pemerintah pusat memberi
kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mngurus rumah tangganya
sendiri, menggali pendapatan dan mengatur dana bagi pelayanan umum, serta berwenang
dalam pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD), merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan PERWAKILAN Rakyat
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan pertauran daerah (UU No. 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah).

Komponen terpenting dalam APBD yaitu belanja daerah. Dalam era desentralisasi fiscal
sekarang ini, dengan belanja daerah diharapkan adanya peningkatan pelayanan di berbagai
sektor terutama sektor publik. Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan, belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas
umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancer dalam periode tahun anggaran
bersangkutan.

Pada umunya pemerintah daerah mengenai hal belanja dan pembiayaan daerah masih
bergantung pada pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat dari sumber pendapatan yang dimiliki
daerah masih didominasi oleh sumbangan dan bantuan pemerintah pusat, dan ketergantungan
pemerintah daerah kepada pemerintah pusat setelah otonomi daerah pun masih cenderung
besar yaitu dengan mengandalkan pada sumber-sumber pendapatan yang berasal dari dana
perimbangan dan dana pinjaman. Dasril Munir (2004), yang menyatakan bahwa perananan/
kontribusi penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat dalam bentuk transfer, sumbangan
dan bantuan, bagi hasil pajak dan bukan pajak mendominasi susunan APBD. Pemerintah
daerah ditekan kejeliannya dalam pengalokasian sumber daya yang dimiliki, sumber daya
pendapatan dari daerah itu sendiri, maupun sumber daya penerimaan dari luar, berupa Dana
Perimbangan dari Pusat.

Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang asalnya dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) UNTUK MENDUKUNG PELAKSANAAN KEWENANGAN
Pemerintah Daerah dalam hal menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya untuk dapat
memberikan pelayanan publik dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyaraktnya. Dana
perimbangan ini terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi
Khusus (DAK). Dana Bagi Hasil merupakan salah satu komponen dari dana perimbangan yang
merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
berdasarkan angka presentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi (Ahmad, 2002).

Daerah yang mempunyai kekayaan alam dan penghasilan pajaknya akan memiliki
penerimaan daerah yang sumbernya dari hasil pengolahan sumber-sumber tersebut oleh
pemerintah pusat untuk membiayai belanja daerahnya dan hasil dari pengelolaan sumber daya
tersebut akan dialokasikan terhadap daerah-daerah dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH).
Wahyuni dan Priyo, (2009) menyebutkan bahwa “Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan sumber
pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah
daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memnuhi belanja daerah selain yang
berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sasaran dan tujuan kegiatan pembangunan dan
perekonomian daerah dalam rangka desentralisasi dapat diwujudkan dengan mengeluarkan
belanja daerah yang mana belanja dapat diterima dari Dana Bagi Hasil dan dikeluarkan dengan
anggaran, alokasi dan prosporsi yang tepat.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapai disimpulkan bahwa Dana Bagi Hasil yang
diterima setiap daerah digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah yang didalamnya
sudah termasuk belanja. Dalam berjalannya disetiap tahun, prosporsi Dana Bagi Hasil terhadap
penerimaan daerah masih cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya ketergantungan
pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah pusat. Namun, dalam waktu
kedepan dengan jangka panjang, ketergantungan semacam ini harus semakin kecil atau
menurun.
Fenomena yang terjadi, bagaimana gambaran terhadap belanja daerah tahun 2009-
2010 pada ketiga pemerintah kabupaten/kota di Indonesia yang dipilih dengan acak. Rata-rata
belanja daerah Kab. Simalungun cukup tinggi yaitu sekitar Rp. 964.253.228.000,00, Kab.
Simelue Rp. 351.148.662.000,00. Pada Kab. Simalungun belanja daerah belanja
daerahmengalami peningkatan. Sebaliknya pada Kabupaten Simelue, pengeluaran pada Pemda
dalam belanja daerah tersebut mengalami penurunan. Kemudian Dana Bagi Hasil yang didapat
pemerintah Kabupaten Simalungun menurun dari tahun 2009 ke 2010. Tetapi hal ini tidak
diiringi dengan bertambahnya pula jumlah pengeluaran belanja daerah pada kabupaten
tersebut. Sebaliknya Dana Bagi Hasil pemerintah Kabupaten Simelue mengalami kenaikan,
namun hal ini juga tidak seiring dengan belanja daerahnya yang mengalami penurunan.

Dana Bagi hasil mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah
diterima. Dan hal ini sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa Dana Bagi Hasil dapat
mendorong belanja daerah untuk kegiatan-kegiatan prioritas pembangunan nasional.
Presentase Dana Bagi Hasil cukup besar yaitu sebesar 35,8% yang dilihat dari Adjusted R
Squarenya. Ini menjelaskan bahwa pemerintah pusat dalam membiayai pengeluaran dan
belanja daerah. Namun, dalam waktu jangka panjang ketergantungan semacam ini harus
semakin mengecil. Pemerintah daerah yang memiliki DBH tinggi maka pengeluaran untuk
alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi, dan saat ini Dana Bagi Hasil memberikan
kontribusi atau yang dimaksud pengaruh yang kuat terhadap belanja daeraah pada kabupaten
dan kota di Indonesia. Dan berharap di daerah tersebut dapat lebih mengoptimalkan potensi
daerah yang dimilikinya untuk membiayai pengeluaran daerah berupa belanja daerah.

Anda mungkin juga menyukai