Anda di halaman 1dari 2

Intimidasi Terhadap Guru dari Oknum Masyarakat

Oleh : Muhammad Tomi Arifianto, S.Pd.


SMP N Satu Atap Rinon

Permasalahan
Di pertengahan tahun ajaran 2016/2017 tepatnya pada akhir semester
pertama tahun 2017 kemarin, sebuah surat dikirimkan kepada kepala sekolah untuk
memecat bu Maya, seorang guru honorer dan pengelola kantin sekolah dengan
alasan kekerasan terhadap siswa, melakukan hal tidak senonoh dan tidak
menghormati petinggi desa. Surat itu ditanda tangani oleh dua orang geucik dimana
sekolah kami berdiri, yaitu geucik Alue Raya dan Rinon dan ada lampiran tanda
tangan persetujuan dari beberapa warga masyarakat untuk memecat bu Maya dari
SD Rinon. Di dalam surat itu dikatakan, apabila kepala sekolah tidak memecat guru
tersebut, maka jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, yang bertanggung jawab
adalah kepala sekolah.
Pihak sekolah bergerak cepat dengan memanggil bu Maryati yang diketahui
menyerahkan surat tersebut dan menanyakan perihal adanya surat tersebut.
Awalnya, beliau tidak mengakui, namun setelah diberitahu bahwa akan dilaporkan ke
pihak berwajib karena surat tersebut terdapat ancaman, beliau mau berbicara. Dari
informasi yang didapat, diketahui bahwa yang mengetik surat adalah bu Maryati atas
perintah kakaknya (pak Sekdes).
Penyelesaian
Untuk mengetahui hal yang sebenarnya terjadi dan fakta tentang tuduhan
yang di alamatkan, maka dewan guru SD-SMP mengundang masyarakat dan wali
murid dari kedua desa (Rinon dan Alue Raya) beserta komite sekolah untuk
meluruskan isi surat tersebut, karena ada beberapa warga masyarakat (wali murid
dan bukan wali murid) yang ikut menandatangani lampiran surat yang menyatakan
mendukung untuk memecat bu Maya. Rapat diadakan, Sekdes bersikeras untuk
memecat bu Maya namun warga kedua kampung membela bu Maya. Perdebatan
dan adu argument terjadi, semua tuduhan yang di alamatkan kepada bu Maya tidak
ada yang terbukti. Setelah diketahui bahwa tuduhan itu hanya dibuat-buat, mungkin
karena malu pak Sekdes meninggalkan rapat sebelum rapat itu selesai tanpa ada
permintaan maaf.
Hasil dari rapat tersebut memunculkan beberapa fakta:
1. Surat tersebut dibuat atas dasar inisiatif pribadi Sekdes karena ketidak sukaan
kepada guru-guru SD.
2. Geucik yang ikut menandatangani surat tersebut tidak mengerti akan isi
suratnya, karena geucik Rinon tidak bisa berbahasa Indonesia, dan geucik
Alue Raya tidak membaca isi suratnya. Beliau mengatakan, surat itu dikira
adalah surat jual beli sapi.
3. Warga tidak ada yang menandatangani lampiran persetujuan. Dengan
demikian beliau memalsukan tanda tangan itu.
4. Tidak ada kekerasan terhadap siswa.
5. Hubungan antara bu Maya dan wali murid dan juga warga baik-baik saja.
Dengan fakta yang ada, maka ibu Maya tidak perlu diberhentikan dari sekolah
dan bersih dari segala tuduhan. Pak Sekdes masih tidak mau minta maaf, namun ibu
Maya sebagai pihak yang dirugikan sudah memaafkan dan tidak membawa masalah
ini ke ranah hukum. Untuk berjaga-jaga, surat ancaman dan rekaman rapat masih
disimpan.
Dalam penyelesaian masalah di atas, sebenarnya bisa saja dewan guru
melaporkan kepada pihak yang berwajib karena intimidasi melanggar UU No. 14
tahun 2005, pasal 39 ayat 3, namun dewan guru memilih mengadakan pertemuan
dengan warga dan wali murid. Sehingga, mereka tahu mana yang benar dan mana
yang salah. Dengan dukungan dari warga masyarakat, maka sekolah dan guru akan
merasa aman dalam menjalankan tugasnya tanpa takut intimidasi dari oknum-oknum
tertentu.
Dengan demikian dapat disimpulkan, perlindungan guru yang pertama berasal
dari lingkungan sekolah: teman guru, kepala sekolah dan masyarakat. Hubungan
yang baik dengan wali murid dan warga masyarakat sekitar sekolah akan
meningkatkan dukungan dan rasa aman warga sekolah.

Anda mungkin juga menyukai