PENDAHULUAN
Indonesia dengan jumlah penduduk hampir 250.000.000 orang ternyata masih belum mampu
meyejahterakan penduduknya. Masih banyak orang-orang miskin yang butuh perhatian dari
pemerintah, tetapi belum mendapatkannya. Akhirnya banyak yang menjadi pengemis, pemulung,
bahkan menganggur.
Tetapi banyak juga yang memilih untuk tidak menyerah pada kemiskinan, seperti halnya para
pedagang asongan, yang menggelar lapak di pinggir jalan, atau PKL yang mendorong roda
berkilo-kilo meter jauhnya hanya demi sesuap nasi pada hari itu.
Puji syukur kehadirat Allah swt. karena berkat rahmat dan hidayahNya kami dapat mempunyai
kesempatan untuk melaksanakan kegiatan wawancara dengan pedagang buah di trotoar Jl. KHZ.
Mustofa Tasikmalaya. Kegiatan wawancara ini merupakan satu dari sekian tugas yang diberikan
dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk mengikuti Ujian Nasional 2016.
Adapun tujuan dari wawancara itu sendiri adalah untuk memperoleh informasi dari narasumber
mengenai topik pembicaraan. Kami mengambil sebuah topik Berdagang Makanan untuk Makan,
oleh karenanya kami mewawancarai seorang pedagang buah di trotoar.
Dengan terlaksananya kegiatan wawancara ini, harapan kami bisa memenuhi tugas Bahasa
Indonesia dan mendapatkan nilai yang baik.
B. Tujuan Wawancara
A. Narasumber
B. Pewawancara
Pewawancara (P): Assalaamu’alaykum. Selamat siang, pak, kami dari SMKN 2 Tasikmalaya
mau izin meminta waktunya sebentar untuk diwawancarai.
P: Iya, pak, kami ada tugas dari sekolah untuk mewawancarai bapak.
P: Alhamdulillaah. Kami mulai pertanyaannya ya, pak. Boleh tau identitas bapak? Nama tempat
tanggal lahir?
N: Alhamdulillah, sudah, jang. Anak bapak ada 3; satu masih SMP, yang dua lagi setelah lulus
SMA langsung bekerja.
N: Wah … sudah lama sekali, jang, kurang lebih sudah 15 tahun bapak berjualan buah.
P: Sudah lama sekali ya, pak. Apa pendapatan yang dihasilkan cukup untuk kehidupan sehari-
hari keluarga bapak, terutama membiayai anak sekolah?
N: Yah, jang, dicukup-cukupkan saja, mau bagaimana lagi rezekinya sudah seperti ini, diterima
saja.
P: Maksudnya, pak?
N: Begini, jang, kalau jadi orang itu harus merasa cukup dengan semua yang sudah diusahakan,
jangan meminta lebih kalau usahanya gak seberat apa yang diinginkan. Alhamdulillah kami
cukup dan selalu bersyukur.
N: Tidak banyak, jang, bersihnya bapak bisa dapat 20.000 saja. Itu pun jarang-jarang dan belum
termasuk uang retribusi.
N: Awalnya karena dulu, saat bapak nganggur, diajak tetangga yang sudah lebih dahulu jualan
buah keliling. Ya, bapak ikut aja.
P: Jadi pada awalnya, sebelum bapak berjualan buah di trotoar seperti ini, bapak berjualan buah
berkeliling?
N: Iya, jang. Sekarang juga masih keliling, tapi lebih lama di sini, di trotoar.
P: Pas pertama kali ikut jualan buah, apa bapak harus bayar dulu?
N: Alhamdulillah, tidak, jang. Bapak langsung diizinkan untuk membantu menjualkan buah.
P: Sehari bisa laku berapa buah, pak?
N: Tidak tentu. Kadang habis kadang sisa. Sekali berjualan, bapak biasa ambil 30 buah dengan
macam-macam jenis.
N: Banyak, jang, ada semangka, melon, nanas, pepaya, dan jambu air.
N: Kalau bapak sih biasa berjualan dari jam 8 pagi, pas toko-toko di sini buka, sampai jam 5
sore.
P: Terimakasih, pak, kami kira sudah cukup mengetahui. Maafkan kalau kami kurang sopan.
Semoga bapak dan keluarga bapak selalu diberikan kesehatan dan usahanya lancar.
A. Simpulan
Setelah wawancara dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa di Indonesia masih banyak orang-
orang seperti bapak Endang yang memilih untuk berjualan di pinggir jalan walaupun
pendapatannya tidak seberapa banyak. Retribusi yang disebutkan bapak Endang menurut kami
terlalu besar, belum lagi menurut informasi yang kami dapatkan ada juga uang untuk preman.
Dari bapak Endang kami belajar tentang usaha yang sebenaranya dan selalu merasa cukup atas
apa yang telah diusahakan saja.
B. Saran
Saran kami untuk bapak Endang adalah menambah jumlah buah dagangannya dan coba untuk
dimasukkan ke sekolah-sekolah.