Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang


ditemukan selama kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi
selama kehamilan, menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid
maternal. Hipertiroid adalah kelainan yang terjadi ketika kelenjar tiroid
menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan dari kebutuhan tubuh. 1
Disfungsi tiroid autoimun umumnya menyebabkan hipertiroidisme dan
hipotiroidisme pada wanita hamil. Kelainan endokrin ini sering terjadi pada
wanita muda dan dapat mempersulit kehamilan. Sekitar 90% dari hipertiroidisme
disebabkan oleh penyakit Grave, struma nodosa toksik baik soliter maupun
multipel dan adenoma toksik. Penyakit Grave pada umumnya ditemukan pada
usia muda yaitu antara 20 sampai 40 tahun, sedang hipertiroidisme akibat struma
nodosa toksik ditemukan pada usia yang lebih tua yaitu antara 40 sampai 60
tahun. Oleh karena penyakit Grave umumnya ditemukan pada masa subur, maka
hampir selalu hipertiroidisme dalam kehamilan adalah hipertiroidisme Grave,
walaupun dapat pula disebabkan karena tumor trofoblas, molahidatidosa, dan
struma ovarii. Prevalensi hipertiroidisme di Indonesia belum diketahui. Di Eropa
berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua penduduk dewasa. Hipertiroidisme lebih
sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki dengan ratio 5:1. Kekerapannya
diperkirakan 2 : 1000 dari semua kehamilan, namun bila tidak terkontrol dapat
menimbulkan krisis tiroid, persalinan prematur, abortus dan kematian janin.
Tiroiditis postpartum adalah penyakit tiroid autoimun yang terjadi selama tahun
pertama setelah melahirkan. Penyakit ini memberikan gejala tirotoksikosis
transien yang diikuti dengan hipotiroidisme yang biasanya terjadi pada 8-10%
wanita setelah bersalin. 2,3
Pengelolaan penderita hipertiroidisme dalam kehamilan memerlukan
perhatian khusus, oleh karena baik keadaan hipertiroidismenya maupun
pengobatan yang diberikan dapat memberi pengaruh buruk terhadap ibu dan janin.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tiroid


Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah
kartilago krikoid, anterior trakea. Pada orang dewasa beratnya lebih kurang
18 gram. Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri dan kanan yang
dipisahkan oleh isthmus. 1

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid

Masing-masing lobus kelenjar ini mempunyai ketebalan lebih kurang


2 cm, lebar 2,5 cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus terdiri dari lobuli
yang memiliki folikel dan parafolikel. Di dalam folikel ini terdapat rongga
yang berisi koloid dimana hormon disintesa. 1
Kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari arteri tiroidea superior
dan arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan percabangan
arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan
dari arteri subklavia. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapat suplai darah
yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri. Dipersarafi oleh saraf
adrenergik dan kolinergik. Saraf adrenergik berasal dari ganglia servikalis
dan kolinergik berasal dari nervus vagus. 1

2
2.2 Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan
sedikit kalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan
kalsitonin dihasilkan oleh parafolikel. Bahan dasar pembentukan hormon-
hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman.
Yodium yang dikonsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yodida) yang
masuk secara aktif ke dalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai
sumber energi. Proses ini disebut pompa iodida, yang dapat dihambat oleh
ATP- ase, ion klorat dan ion sianat.4
Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut
Tiroglobulin yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono
iodotironin (MIT) dan diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi reaksi
penggabungan antara MIT dan DIT yang akan membentuk Tri iodotironin
atau T3 dan DIT dengan DIT akan membentuk tetra iodotironin atau
tiroksin (T4). Proses penggabungan ini dirangsang oleh TSH namun dapat
dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metil kaptoimidazol.
Hormon T3 dan T4 berikatan dengan protein plasma dalam bentuk PBI
(Protein binding Iodine). 4
Fungsi hormon-hormon tiroid adalah mengatur laju metabolisme
tubuh, memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang, mempertahankan sekresi GH dan
gonadotropin, menambah kekuatan kontraksi otot dan menambah irama
jantung, merangsang pembentukan sel darah merah, dan metabolism
kalsium. 4

2.3 Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid


Terdapat 7 tahap pembentukan dan sekresi hormone tiroid, yaitu:1,4
1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada
bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap
berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif.

3
Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP.
Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai
20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi
perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida harus
dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh enzim
peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin yang terikat pada molekul
tiroglobulin (proses iodinasi). Satu iodium membentuk
monoiodotirosin (MIT). Dua iodium membentuk diiodotirosin (DIT).
Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodigum dalam
plasma.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, MIT dan DIT yang terbentuk akan
saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk
triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta
tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan
kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam
tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan
ke dalam koloid melalui proses eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut
kemudian disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di
dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila
ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin.
Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi
tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida.
6. Proteolisis

4
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin.
Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan
mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan
T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran
basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah
tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan
Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA).

Ada 3 macam kontrol terhadap fisiologi kelenjar tiroid : 1,4

1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)


Hormon ini merupakan tripeptida yang disintesis di hipotalamus.
Selain itu TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, dan juga
memberikan stimulasi minimal atas Follicle Stimulating Hormone
(FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).
2. TSH ( Thyroid Stimulating Hormone)
TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di
permukaan sel tiroid (TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek
hormonal yaitu peningkatan trapping, iodinasi, coupling, dan
proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormone
Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat
hipofisis. T3 selain berefek pada hipofisis juga pada tingkat
hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis
terhadap rangsangan TRH.

5
Gambar 2. Mekanisme Umpan Balik Fungsi Tiroid

2.4 Fisiologi Tiroid dalam Kehamilan


Hormon tiroid tetraiodotironin (T4) atau tiroksin dan triiodotironin
(T3) disintesis di dalam folikel tiroid. Thyroid-Stimulating Hormone
(TSH) merangsang sintesis dan pelepasan T3 dan T4, yang sebelumnya
didahului dengan pengambilan iodide yang penting untuk sintesis hormon
tiroid. Walaupun T4 disintesis dalam jumlah yang lebih besar, namun di
jaringan perifer T4 dikonversi menjadi T3 yang lebih poten melalui proses
deiodinasi. Selama kehamilan normal kadar Thyroid Binding Globulin
(TBG) dalam sirkulasi meningkat dan juga akhirnya T3 dan T4 ikut
meningkat. 2
Hormon tiroid penting untuk perkembangan otak bayi dan sistem
saraf. Selama trimester pertama kehamilan, fetus bergantung pada ibu
untuk menyediakan hormon tiroid melalui plasenta karena fetus tidak
dapat menghasilkan hormon tiroid sendiri sampai trimester kedua. Pada
minggu ke-10-12, kelenjar tiroid fetus mulai berfungsi namun fetus tetap
membutuhkan iodin dari ibu untuk menghasilkan hormon tiroid. TSH
dapat dideteksi dalam serum janin mulai usia kehamilan 10 minggu, tetapi

6
masih dalam kadar yang rendah sampai usia kehamilan 20 minggu yang
mencapai kadar puncak 15 uU per ml dan kemudian turun sampai 7 uU
per ml. Penurunan ini mungkin karena kontrol dari hipofisis yang mulai
terjadi pada usia kehamilan 12 minggu sampai 1 bulan post natal. Selama
trimester kedua dan ketiga, hormon tiroid disediakan oleh ibu dan fetus,
namun lebih banyak oleh ibu. 1,3
Selama usia pertengahan kehamilan, didalam cairan amnion dapat
dideteksi adanya T4 yang mencapai puncaknya pada usia kehamilan 25
sampai 30 minggu. Kadar T3 didalam cairan amnion selama awal
kehamilan masih rendah dan berangsur akan meningkat. Tetrayodotironin
(T4) didalam tubuh janin terutama dimetabolisir dalam bentuk reverse T3
(rT3), hal ini dapat disebabkan karena sistem enzim belum matang.
Reverse T3 meningkat terus dan mencapai kadar puncak pada usia
kehamilan 17 sampai 20 minggu. Kadar rT3 didalam cairan amnion dapat
dipakai sebagai diagnosis prenatal terhadap kelainan faal kelenjar tiroid
janin. Selama kehamilan, fungsi kelenjar tiroid maternal bergantung pada
tiga faktor independen namun saling terikat, yaitu (a) peningkatan
konsentrasi hCG yang merangsang kelenjar tiroid, (b) peningkatan
ekskresi iodide urin yang signifikan sehingga menurunkan konsentrasi
iodin plasma, dan (c) peningkatan Thyroxine-Binding Globulin (TBG)
selama trimester pertama, menyebabkan peningkatan ikatan hormon
tiroksin. Pada akhirnya, faktor-faktor ini bertanggung jawab terhadap
peningkatan kebutuhan tiroid 1,2
a. Human Chorionic Gonadotropin (hCG)
Seperti yang disebutkan di atas, Human Chorionic Gonadotropin
(hCG) merupakan hormon peptid yang bertanggung jawab untuk
produksi progesteron dalam konsentrasi yang adekuat pada awal
kehamilan, sampai produksi progesteron diambil alih oleh plasenta
yang sedang berkembang. Konsentrasi hCG meningkat secara dramatis
selama trimester pertama kehamilan dan menurun secara bertahap
setelahnya. Secara struktural, peptide hCG terdiri atas dua rantai,

7
sebuah rantai α dan rantai β, dimana rantai α dari hCG identik dengan
struktur yang membentuk TSH. Struktur yang homolog ini menjadikan
hCG mampu merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon
tiroid, namun tidak sekuat TSH.
Kadar TSH turun selama kehamilan trimester pertama, berbanding
dengan peningkatan hCG. Walaupun hCG sebagai stimulan kelenjar
tiroid, konsentrasi hormon tiroid bebas (tidak terikat) pada umumnya
dalam batas normal atau hanya sedikit di atas normal selama trimester
pertama. Efek perangsangan dari hCG pada kehamilan normal tidak
signifikan dan normalnya ditemukan pada pertengahan awal
kehamilan. Pada awal minggu ke-12 atau pada kondisi patologis
tertentu, termasuk hiperemesis gravidarum dan tumor trofoblastik,
konsentrasi hCG mencapai kadar maksimal yang akan menginduksi
keadaan hipertiroid dimana kadar tiroksin bebas meningkat dan kadar
TSH ditekan.
b. Ekskresi Iodin Selama Kehamilan
Konsentrasi iodine plasma mengalami penurunan selama
kehamilan, akibat peningkatan Glomerular Filtration Rate (GFR).
Peningkatan GFR menyebabkan meningkatnya pengeluaran iodine
lewat ginjal yang berlangsung pada awal kehamilan. Ini merupakan
faktor penyebab turunnya konsentrasi iodine dalam plasma selama
kehamilan. Kompensasi dari kelenjar tiroid dengan pembesaran dan
peningkatan klirens iodin plasma menghasilkan hormon tiroid yang
cukup untuk mempertahankan keadaan eutiorid. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa pembesaran kelenjar tiroid adalah hal yang
fisiologis, merupakan kompensasi adaptasi terhadap peningkatan
kebutuhan iodin yang berhubungan dengan kehamilan.
c. Thyroxine Binding Globulin
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan TBG
menyebabkan peningkatan ikatan tiroksin, yang merupakan faktor
ketiga yang mempengaruhi fungsi tiroid selama kehamilan. Hormon
tiroid dalam serum diangkut oleh tiga protein, yaitu Thyroxine Binding
Globulin (TBG), albumin, dan Thyroxine Binding Prealbumin (TBPA)

8
atau transtiretin. Dari ketiga protein tersebut, TBG memiliki afinitas
yang lebih tinggi terhadap tiroksin. Pada pasien tidak hamil, sekitar 2/3
dari hormon tiroksin diikat oleh TBG. Pada kehamilan normal, terjadi
peningkatan dari konsentrasi TBG sekitar dua kali lipat dari normal
selama kehamilan sampai 6-12 bulan setelah bersalin. Hal ini
menggambarkan peningkatan kadar hormon tiroksin total (TT4) pada
semua wanita hamil, namun kadar tiroksin bebas (FT4) dan indeks
tiroksin total (FTI) normal.
Untuk menjamin kestabilan kadar hormon bebas, mekanisme
umpan balik merangsang pelepasan TSH yang bekerja untuk
meningkatkan pengeluaran hormon dan menjaga kestabilan hemostasis
kadar hormon bebas. Peningkatan konsentrasi TBG merupakan efek
langsung dari meningkatnya kadar estrogen selama kehamilan.
Estrogen merangsang peningkatan sintesis TBG, memperpanjang
waktu paruh dalam sirkulasi, dan menyebabkan peningkatan
konsentrasi TBG serum. Estrogen juga merangsang hati untuk
mensintesis TBG dan menyebabkan penurunan kapasitas TBPA. Pada
akhirnya, proporsi hormon tiroksin dalam sirkulasi yang berikatan
dengan TBG meningkat selama kehamilan, dan dapat mencapai 75%.
Kadangkala perubahan hormonal ini dapat membuat pemeriksaan
fungsi tiroid selama kehamilan sulit diinterpretasikan.

2.5 Epidemiologi
Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1%.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave, yang 5-10 kali lebih sering
dialami wanita dengan puncaknya pada usia reproduktif. Prevalensi
hipertiroid dalam kehamilan 0,1-0,4%, 85% dalam bentuk penyakit Grave.
Sama halnya seperti penyakit autoimun lain, tingkat aktivitas penyakit
Grave dapat berfluktuasi saat trimester pertama dan membaik perlahan
setelahnya; dapat mengalami eksaserbasi tidak lama setelah melahirkan.
Walaupun jarang, persalinan, seksio sesarea, dan infeksi dapat memicu
hipertiroid atau bahkan badai tiroid (thyroid storm). 6

9
2.6 Etiologi
Hipertiroid dalam kehamilan dapat berupa penyakit Graves,
hiperemesis gravidarum, tirotoksikosis gestasional sementara, dan
kehamilan mola. Di antara keempat penyebab hipertiroid dalam
kehamilan, penyakit graves paling sering terjadi, sekitar 1 dari 500
kehamilan. 3
Penyakit graves merupakan kelainan autoimun kompleks dengan
tanda tirotoksikosis, oftalmopati (lid lag, lid retraction, dan eksoftalmus),
dan dermopati (miksedema pretibial). Hal ini dimediasi oleh
immunoglobulin yang merangsang tiroid. Pasien dengan riwayat penyakit
graves dimana cenderung terjadi remisi pada kehamilan dan relaps
kembali setelah bersalin. 5
Selain penyakit graves, hipertiroid dalam kehamilan juga dapat
disebabkan oleh hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum
ditandai dengan ditemukannya gejala muntah berlebihan pada awal
kehamilan yang menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi.
Pemeriksaan biokimia pada pasien ini menunjukkan hipertiroksinemia,
dengan peningkatan konsentrasi T4 serum dan penurunan konsentrasi TSH
serum yang ditemukan pada sebagian besar wanita hamil. Pemeriksaan
TSH serum membantu untuk membedakan hiperemesis yang berhubungan
dengan hipertiroksinemia dan kemungkinan penyebab lainnya.
Hipertiroksinemia ringan biasanya bersifat sementara, menurun pada
kehamilan minggu ke-18 tanpa terapi antitiroid. Namun, hipertiroksinemia
yang signifikan disertai dengan peningkatan T4 bebas dan TSH yang
rendah, dan penemuan klinik hipertiroid, memerlukan terapi obat
antitiroid. 1,2

2.7 Gejala Klinis


Wanita yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan tiroid atau
penyakit autoimun memiliki resiko yang lebih tinggi mengidap penyakit

10
hipertiroid. Gejala yang sering timbul biasa adalah intoleransi terhadap
panas, berkeringat lebih banyak, takikardi, dada berdebar, mudah lelah
namun sulit untuk tidur, gangguan saluran cerna, berat badan menurun
meskipun asupan makan cukup, mudah tersinggung, merasa cemas dan
gelisah. Selain itu dapat juga timbul tanda-tanda penyakit graves, seperti
perubahan mata, tremor pada tangan, miksedema pretibial dan pembesaran
kelenjar tiroid. 1

2.8 Diagnosis
A. Anamnesa
a) Keluhan utama/Gejala
Pada anamnesa hal yang perlu ditanyakan adalah gejala utama
yang dikeluhkan oleh pasien. Gejala yang sering dikeluhkan
adalah gejala sering letih, mual, muntah, kulit hangat, lembab dan
berkeringat.9 Penggalian informasi riwayat penyakit secara
mendetail diperlukan untuk membantu diagnosa apakah keadaan
ini merupakan keadaan fisiologis ibu hamil atau suatu hal
patologis. Kedua hal ini terkadang sulit untuk dibedakan.8
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Menggali informasi mengenai kapan pertama kali terjadinya
keadaan seperti yang dialami oleh pasien merupakan salah satu
petunjuk yang diperlukan. Apabila pasien sudah pernah
mengalami gejala yang sama sebelum kehamilan, maka
kecurigaan dapat diarahkan kepada Hipertiroid. Namun apabila
pasien mengalami kejadian seperti yang dikeluhkan untuk pertama
kali, maka diperlukan informasi dan observasi lanjutan untuk
dapat menegakkan diagnosa.8

c) Usia Kehamilan 1
Hal lain yang penting untuk diketahui adalah usia kehamilan ibu
saat keluhan muncul. Hal ini masih berhubungan dengan

11
penentuan apakah keadaan yang dialami oleh ibu hamil
merupakan suatu keadaan fisiologis (Hyperthyroid Gestasional)
atau memang merupakan gejala tirotoksikosis yang bersifat
patologis. Apabila usia kehamilan pasien saat ini terdapat pada
trimester 1 maka kecurigaan akan lebih ditekankan kepada
Hipertiroid Gestasional. Jika waktu awal mula munculnya keluhan
pada pasien terjadi setelah trimester 1 maka ada beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dan salah satunya adalah keadaan
tirotoksikosis dengan penyebab lain.
d) Riwayat Penyakit Keluarga 8
Salah satu informasi yang dapat dijadikan sebagai acuan proses
yang sedang terjadi adalah riwayat penyakit dalam keluarga
pasien. Apabila dalam keluarga pasien juga ada anggota keluarga
yang mengalami gangguan yang sama selama diluar kehamilan,
maka kecurigaan dapat diarahkan kepada Hipertiroid. Namun
riwayat keluarga yang diakui maupun disangkal keduanya tetap
membutuhkan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis.

B. Pemeriksaan Fisik 10
Pemeriksaan Fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik yang
meliputi pemeriksaan tanda-tanda hipertiroiditas secara sistemik dan
keadaan kelenjar tiroid secara spesifik serta kemungkinan etiologinya.

Pada pemeriksaan kelenjar fisik kelenjar tiroid dapat ditemukan:

12
Gambar 3. Pedoman Pemeriksaan Kelenjar Tiroid

C. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan yang paling penting untuk dilakukan pada
pasien hamil yang diduga mengalami gangguan Tiroid adalah
pemeriksaan kadar hormon tiroid dan tirotropik dalam darah. Pada
pemeriksaan darah beberapa hasil yang dicari meliputi:
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. TSH
Kadar TSH dalam darah merupakan salah satu faktor penting
dalam diagnosa dan tindaklanjut dari terapi yang dijalani oleh
pasien.9 Pada keadaan hamil, akan terjadi fluktuasi range nilai
normal TSH setiap trimester kehamilan. Secara umum wanita
hamil mengalami penurunan kadar TSH dalam darah
dibandingkan dengan seseorang dalam keadaan tidak hamil.
Berikut ini adalah range kadar TSH normal tiap trimester
kehamilan:8
Range kadar TSH normal dalam kehamilan

13
- Trimester 1 0.1 -2.5 mIU / L
- Trimester 2 0.2 – 3.0 mIU / L
- Trimester 3 0.3 – 3.0 mIU / L
Nilai normal TSH pada wanita tidak hamil adalah 0.4–4.0 mIU/L

Pada sebagian kecil wanita hamil, kadar TSH dapat menurun


hingga pada <0.01 mIU / L namun masih menunjukkan ciri
kehamilan normal. Penelitian tentang kadar TSH normal pada
kehamilan menunjukkan hasil yang bervariasi dari penelitian satu
dan lainnya, namun variasi angka rata-rata tersebut bukan variasi
perbedaan jumlah dan gejala klinis yang signifikan. Perbedaan
metode penelitian dan ras sampel yang diambil juga merupakan
salah satu faktor penting. Pengukuran kadar TSH, terutama pada
trimester ke 2 dan 3 penting untuk dilakukan dalam upaya
menegakkan diagnosis hipertiroid.8
2. FT4
Pengukuran kadar FT4 menunjukkan kadar yang sangat
bervariasi. FT4 merupakan hormon tiroid yang dapat masuk ke
dalam sel dan menjalankan fungsinya. Nilai normal dari FT4
adalah 12-30 pmol/L. Terjadinya peningkatan jumlah FT4 yang
dibarengi dengan penurunan jumlah TSH di bawah normal
adalah keadaan penting dalam mendiagnosis terjadinya
hipertiroid.11
3. TRab
Penghitungan kadar TSH Receptor Antibody adalah pemeriksaan
yang dilakukan untuk memastikan etiologi dari keadaan klinis
yang dialami oleh pasien. Dengan mendapatkan hasil positif
disertai dengan gejala yang mendukung, adanya TRab (+)
menunjukkan proses autoimunitas yang menjadi dasar keadaan
hipertiroid (Grave’s Disease).8

14
b) Pemeriksaan Sonografi
Peningkatan kadar TRab pada usia kehamilan minggu ke 22-26
meningkatan resiko terjadinya tirotoksikosis fetus. Untuk
mengetahui keadaan janin terkait tingginya kadar TRab, maka
dibutuhkan pemeriksaan USG untuk memeriksa keadaan janin yang
beresiko mengalami tirotoksikosis.`12

Tabel 1. Hipertiroid Gestasional


HIPERTIROID GESTASIONAL
Laboratoriu
Penyebab Gejala Tanda Keterangan
m
 Takikardi >
 Intoleran
100
pada
 ↑ Curah
panas  ↑↑ T4, FT4  Remisi
jantung
 ↓ Berat  ↓↓ TSH selama
Penyakit  ↑ Tekanan
badan  (+) anti- kehamilan
Graves nadi
 Palpitasi tiroid  Postpartu
 Bising
 ↑ antibody m flare
sistolik
Berkering
 Oftalmopati-
at
dermopati
Hiperemesi  Mual /  Keadaan  T4, FT4  Sembuh
s muntah eutiroid normal dalam 18
Gravidaru yang  Dehidrasi atau minggu
m berlebihan sedikit ↑ tanpa
 ↓ Berat  Tidak jelas terapi
badan peningkata
n T4
kecuali
hCG >
50.000
IU/L
 ↓ TSH
minimal
 ↑ hCG
 Ketonuria,
elektrolit
tidak

15
seimbang,
kelainan
hati dan
ginjal
 Evakuasi
 Hipertiroi
 Mual /
 Toksemia  ↑ T4, FT4 d
muntah
Kehamilan  Tidak ada  ↓ TSH menghilan
 Perdaraha
Mola perkembanga (ditekan) g sejalan
n trimester
n bayi  ↑↑↑ bhCG dengan
pertama
normalnya
bhCG
(Sumber : Prawirohardjo, S. 2011)

2.9 Langkah Diagnosis


Pada diagnosis hipertiroid dalam kehamilan, hal pertama yang perlu
didapat melalui anamnesa adalah informasi yang mengarahkan terhadap
keadaan tirotoksikosis. Setelah mengkonfirmasi gejala, usia kehamilan
merupakan salah satu informasi yang tidak kalah penting. Gejala-gejala
yang menyerupai keadaan hipertiroid pada trimester 1 kehamilan adalah
hal yang sering ditemui.8 Hal ini mengacu pada proses fisiologis
kehamilan dimana HCG memiliki efek tirotropin yang juga dapat
menginduksi meningkatnya produksi hormoin tiroid oleh kelenjar tiroid. 11
Namun apabila gejala tirotoksikosis ini terjadi pada trimester lanjut
kehamilan, maka kemungkinan lain perlu dipertimbangkan. Adanya onset
yang pernah terjadi sebelumnya dan riwayat keluarga positif dapat juga
dijadikan sebagai data penguat diagnosa bila ada dugaan pasien
mengalami hipertiroidisme.9
Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang
perlu dilakukan meliputi pemeriksaan terhadap keadaan tirotoksikosis
yang dikeluhkan pasien sebagai bentuk konfirmasi dan pemeriksaan
terhadap kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan
beberapa tanda definitif pada penyakit dengan tirotoksikosis seperti
Grave’s Disease. Apabila didapati tanda tirotoksikosis positif yang disertai

16
dengan ditemukannya perbesaran kelenjar tiroid beserta karakteristik-
karakteristik khususnya, dugaan hipertiroid dapat diperkuat.10
Setelah informasi melalui anamnesis didapatkan dan pemeriksaan
fisik telah menunjukkan hasil yang mendukung, pemeriksaan terakhir yang
perlu dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium. Dalam menegakkan
diagnosa hipertiroid dalam kehamilan, pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan meliputi pemeriksaan kadar TSH, FT4. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengukur aktivitas kelenjar tiroid dalam menghasilkan
tiroid.15 Pengukuran terhadap kadar antibodi reseptor (TRab) diperlukan
untuk menentukan etiologi tirotoksikosis yang dialami oleh pasien. TRab
yang positif menandakan pasien mengalami produksi hormon tiroid
berlebihan akibat antibodi reseptor. Pemeriksaan terhadap TRab
merupakan golden standard untuk diagnosis Grave’s disease.8 Menurut
guideline yang dikeluarkan oleh ATA (American Thyroid Association),
pengukuran terhadap TRab sebaiknya dilakukan pada usia 24-28 minggu
kehamilan. Kadar TRab yang meningkat 3 kali lipat memperkuat indikasi
untuk tindak lanjut terhadap keadaan tirotoksikosis fetal.13

17
Gambar 6. Alur Diagnosis Hipertiroid dalam Kehamilan

Apabila hasil test TRab negatif, namun pasien menunjukkan gejala


tirotoksikosis dan hasil pemeriksaan jumlah Tiroid dalam darah yang
meningkat, maka perlu dipertimbangkan apakah ada faktor lain yang dapat
mengakibatkan meningkatnya kadar hormon tiroid seperti keganasan atau
tambahan asupan hormon tiroid.8
Penegakan diagnosa tirotoksikosis fetus dapat dilakukan dengan
pemeriksaan sonografi dan cordosentesis. Pada bayi yang mengalami
tirotoksikosis akan menunjukkan hasil USG berupa:13
1. DJJ >160 x/menit, hasil persisten selama 10 menit
2. Maturasi tulang semakin cepat
3. Fetal Goiter
4. Terdapat gambaran vaskularisasi sentral20
5. Fontanel semakin cepat menutup
6. Gerakan janin berkurang

18
Tindakan Cordocentesis dapat dilakukan jika hasil USG masih
diragukan. Tindakan ini dilakukan untuk mengukur kadar hormon tiroid
dalam darah umbilikal. Meskipun diakui sebagai golden standard,
tindakan invasif ini kurang direkomendasi mengingat komplikasi yang
dapat muncul seperti perdarahan fetal, bradikardi, infeksi, dan kematian.13

2.10 Penatalaksanaan
Hipertiroid yang ringan (peningkatan kadar hormon tiroid dengan
gejala minimal) sebaiknya diawasi sesering mungkin tanpa terapi
sepanjang ibu dan bayi dalam keadaan baik. Pada hipertiroid yang berat,
membutuhkan terapi, obat anti-tiroid adalah pilihan terapi, dengan PTU
sebagai pilihan pertama. Tujuan dari terapi adalah menjaga kadar T4 dan
T3 bebas dari ibu dalam batas normal-tinggi dengan dosis terendah terapi
anti-tiroid. Target batas kadar hormon bebas ini akan mengurangi resiko
terjadinya hipotiroid pada bayi. Hipotiroid pada ibu sebaiknya dihindari.
Pemberian terapi sebaiknya dipantau sesering mungkin selama kehamilan
dengan melakukan tes fungsi tiroid setiap bulannya. Obat-obat yang
terpenting digunakan untuk mengobati hipertiroid (propiltiourasil dan
metimazol) menghambat sintesis hormon tiroid. Laporan sebelumnya
mengenai hubungan terapi metimazol dengan aplasia kutis, atresia
oesophagus, dan atresia khoana pada fetus tidak diperkuat pada penelitian
selanjutnya, dan tidak terdapat bukti lain menyangkut obat lain yang
berefek abnormalitas kongenital. Oleh karena itu, PTU sebaiknya
dipertimbangkan sebagai obat pilihan pertama dalam terapi hipertiroid
selama kehamilan dan metimazol sebagai pilihan kedua yang digunakan
jika pasien tidak cocok, alergi, atau gagal mencapai eutiroid dengan terapi
PTU. Kedua obat tersebut jarang menyebabkan neutropenia dan
agranulositosis. Oleh karena itu, pasien sebaiknya waspada terhadap
gejala-gejala infeksi, terutama sakit tenggorokan, dapat dihubungkan
dengan supresi sumsum tulang dan harus diperiksa jumlah neutrofil segera
setelah menderita. 1,2,7

19
Propiltiourasil dan metimazol keduanya dapat melewati plasenta.
Namun, PTU menjadi pilihan terapi pada ibu yang hipertiroid karena
kadar transplasentalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan metimazol.
TSH reseptor stimulating antibodi juga melalui plasenta dan dapat
mempengaruhi status tiroid fetus dan neonatus. 2
Tabel 2. Terapi Hipertiroid di dalam kehamilan

(Sumber : Marx, Helen, et al. 2008)

Wanita yang sedang dalam terapi antitiroid sebaiknya tidak


berhenti menyusui bayinya karena kedua obat anti tiroid tersebut aman.
Keduanya ada dalam air susu ibu (metimazole kadarnya lebih besar
dibandingkan PTU), tetapi hanya dalam konsentrasi yang lebih rendah.
Jika pasien mengkonsumsi lebih dari 15 mg karbimazol atau 150 mg
propiltiourasil sehari, bayi sebaiknya diperiksa dan mereka sebaiknya
tidak disusui sebelum ibunya mendapatkan terapi dengan dosis terbagi. 5
Beta-blocker khususnya propanolol dapat digunakan selama
kehamilan untuk membantu mengobati palpitasi yang signifikan dan
tremor akibat hipertiroid. Untuk mengendalikan tirotoksikosis, propanolol
20 – 40 mg setiap 6 jam, atau atenolol 50 -100 mg/hari selalu dapat
mengontrol denyut jantung ibu antara 80-90 kali per menit. Esmolol, β-
blocker kardio seleketif, efektif pada wanita hamil dengan tirotoksikosis

20
yang tidak berespon pada propanolol. Obat-obat ini hanya digunakan
sampai hipertiroid terkontrol dengan obat anti tiroid. 7
Pada pasien yang tidak adekuat diterapi dengan pengobatan anti-
tiroid seperti pada pasien yang alergi terhadap obat-obat, pembedahan
merupakan alternatif yang dapat diterima. Pembedahan pengangkatan
kelenjar tiroid sangat jarang disarankan pada wanita hamil mengingat
resiko pembedahan dan anestesi terhadap ibu dan bayi. Jika tiroidektomi
subtotal direncanakan, pembedahan sering ditunda setelah kehamilan
trimester pertama atau selama trimester kedua. Alasan dari penundaan ini
adalah untuk mengurangi resiko abortus spontan dan juga dapat
memunculkan resiko tambahan lainnya. 1,3
Pembedahan dapat dipikirkan pada pasien hipertiroid apabila
ditemukan satu dari kriteria berikut ini 2:
a. Dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan tinggi (PTU > 300 mg, MMI >
20 mg)
b. Hipertiroid secara klinis tidak dapat dikontrol
c. Hipotiroid fetus terjadi pada dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan
untuk mengandalikan hipertiroid pada ibu
d. Pasien yang alergi terhadap obat anti tiroid
e. Pasien yang menolak mengkonsumsi obat anti tiroid
f. Jika dicurigai ganas
Terapi radioiodin menjadi kontraindikasi dalam pengobatan
hipertiroid selama kehamilan sejak diketahui bahwa zat tersebut dapat
melewati plasenta dan ditangkap oleh kelenjar tiroid fetus. Hal ini dapat
menyebabkan kehancuran kelenjar dan akhirnya berakibat pada hipotiroid
yang menetap. 1

Tabel 3. Resiko dan komplikasi terapi hipertiroid di dalam kehamilan

21
(Sumber : Garry, Dimitry. 208)

2.7 Komplikasi
Hipertiroid yang tidak terkontrol, terutama pada pertengahan masa
hamil, dapat memicu beberapa komplikasi. Komplikasi maternal di
antaranya keguguran, infeksi, preeklamsia, persalinan preterm, gagal
jantung kongesti, badai tiroid, dan lepasnya plasenta. Komplikasi fetus dan
neonatus di antaranya prematur, kecil untuk masa kehamilan, kematian
janin dalam rahim, dan goiter pada fetus atau neonatus dan atau
tirotoksikosis. Pengobatan yang belebihan juga dapat menyebabkan
hipotiroid iatrogenik pada fetus. 1
Jika wanita dengan penyakit graves atau yang pernah diobati untuk
penyakit graves sebelumnya, antibodi tiroid-stimulating yang dihasilkan
ibu dapat melewati plasenta sehingga masuk ke dalam aliran darah fetus
dan merangsang tiroid fetus. Jika ibu dengan penyakit graves sedang
diobati dengan obat anti tiroid, hipertiroid pada bayi kurang bermakna
karena obat-obatan tersebut juga dapat melintasi plasenta. Namun, jika
ibunya diobati dengan pembedahan atau radioaktif iodin, kedua metode
terapi tersebut dapat menghancurkan seluruh tiroid, namun pasien masih
dapat memiliki antibodi dalam darahnya. 7

22
Pada kebanyakan kasus, bayi tetap eutiroid. Namun, pada sebagian
dapat terjadi hiper- atau hipotiroidisme dengan atau tanpa gondok.
Hipertiroidisme klinis terjadi pada sekitar 1% neonatus yang lahir dari
wanita dengan penyakit Graves. Jika dicurigai terjadi penyakit tiroid pada
janin maka tersedia sonogram untuk mengukur volume tiroid secara
sonogravis. Neonatus yang terpajan ke tiroksin ibu secara berlebihan
memperlihatkan gambaran klinis berikut. 1:
1. Janin atau neonatus dapat memperlihatkan tirotoksikosis gaitrosa
akibat penyaluran thyroid stimulating immunoglobulin melalui
plasenta. Hidrops non imun dan kematian janin pernah dilaporkan pada
tirotoksikosis janin.
2. Terpajannya janin ke tionamid yang diberikan kepada ibu dapat
menyebabkan hipotiroidisme graitosa. Jika dijumpai hipotiroidisme
maka janin dapat diobati dengan mengurangi obat antitiroid ibu dan
penyuntikan tiroksin intra-amnion jika diperlukan.
3. Janin dapat mengalami hipotiroidisme non-goitrosa akibat penyaluran
antibodi penghambat reseptor tirotropin ibu melalui plasenta.
4. Bahkan setelah ablasi kelenjar tiroid ibu, biasanya dengan iodium
radioaktif 81I, tetap dapat terjadi tirotoksikosis janin akibat penyaluran
antibodi perangsang tiroid melalui plasenta.
Krisis tirotoksik, yang juga disebut badai tiroid, merupakan sebuah
kegawatdaruratan medis yang dapat timbul akibat hipermetabolik yang
berlebihan. Kondisi ini jarang terjadi, hanya 1% dari wanita hamil dengan
hipertiroid, tetapi memiliki resiko gagal jantung. Badai tiroid didiagnosis
melalui kombinasi gejala dan tanda seperti hiperpireksia, takikardi yang
tidak berhubungan dengan demamnya, gagal jantung kongestif, disaritmia,
muntah, diare, dan perubahan mental termasuk cemas, bingung, dan
gelisah. Badai tiroid ini dapat muncul akibat infeksi, penghentian terapi
yang tiba-tiba, pembedahan, dan persalinan. 1
Pengobatannya meliputi pemberian cairan intravena, hidrokortison,
propanolol, iodin oral, dan karbimazol atau propiltiourasil dalam dosis
tinggi. Terapi badai tiroid terdiri dari rangkaian pengobatan berupa 1:

23
a. Terapi suportif secara umum sebaiknya dilakukan
b. Terapi spesifik :
1. PTU 1000 mg per oral atau melalui nasogastric tube. Dilanjutkan
dengan 200 mg per oral setiap 6 jam. Jika pemberian melalui oral
tidak memungkinkan, dapat digunakan metimazol suppositoria.
2. 1 jam setelah pemberian PTU, diberikan yodium untuk
menghambat pelepasan hormone tiroid. Dapat diberikan dalam
bentuk sodium iodide 500–1000 mg secara intravena setiap 8 jam,
atau saturated solution of potassium iodide (SSKI) 5 tetes per oral
setiap 8 jam, atau larutan lugol 10 tetes setiap 8 jam.
3. Dexamethasone 2 mg secara intravena setiap 6 jam untuk 4 dosis,
untuk mencegah konversi dari T4 menjadi T3 di jaringan perifer.
4. Propanolol 20-80 mg per oral setiap 4-6 jam.
5. Phenobarbital 30-60 mg per oral setiap 6-8 jam, diperlukan pada
gelisah yang berlebihan.
6. Fetus sebaiknya dievaluasi dengan tepat dengan USG atau
pemeriksaan nonstress tergantung umur kehamilan.

2.11 Pencegahan
Suplementasi iodin sebelum dan selama kehamilan dapat membantu
mencegah angka kejadian hipertiroid pada ibu hamil. Peningkatan kadar
hormon tiroid selama kehamilan menyebabkan peningkatan kebutuhan
iodin. Dengan pemberian suplementasi iodin pada ibu hamil baik sebelum
dan saat hamil akan membantu dalam menyediakan cadangan iodin. Hal
ini menyebabkan ibu hamil tidak akan mengalami kesulitan dalam adaptasi
terhadap peningkatan kebutuhan iodin untuk sintesis hormone tiroid.8
Defisiensi iodin pada ibu hamil akan menggangu sintesis hormon
tiroid. Hal ini akan menyebabkan peningkatan produksi TSH, hasilnya
akan meningkatkan ukuran tiroid. Selain itu suplementasi iodin telah
terbukti menurunkan angka kematian bayi, kreatinisme, hambatan dalam
pertumbuhan dan perkembangan.8
Pengendalian kadar tiroid pada ibu hamil akan lebih mudah
mencapai eutiroid bila sebelum hamil telah dilakukan operasi sub-

24
tiroidektomi. Namun hal ini tidak mengurangi kadar TRab dalam darah
dan tetap beresiko menyebabkan tirotoksikosis fetal.9
Kebutuhan iodine pada ibu hamil dianjurkan minimal sebesar 250 ug
per hari. Jumlah ini dapat didapatkan dengan suplementasi iodin 150 ug
dan sisanya dapat didapat melalui makanan yang mengandung yodium.8

2.12 Prognosis
Komplikasi obstetrik lebih banyak terjadi pada ibu hamil yang
memiliki hipertiroid dibandingkan yang tidak, terutama untuk ibu hamil
dengan hipertiroid tidak terkontrol. Selain itu ibu hamil yang terdeteksi
hipertiroid sebelum kehamilan memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan terdeteksi saat kehamilan.12

BAB III
KESIMPULAN

Kehamilan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap regulasi fungsi


tiroid pada wanita sehat dan pada pasien dengan kelainan tiroid. Pengaruh ini
perlu dikenali dengan seksama, didiagnosis dengan jelas, dan diterapi dengan
tepat. Kelainan fungsi tiroid terjadi dalam 1-2% kehamilan, namun kelainan
fungsi tiroid subklinik baik itu hipertiroid mungkin lebih banyak yang tidak
terdiagnosis jika tidak diskrining lebih awal.
Kehamilan meningkatkan kecepatan metabolisme, aliran darah, denyut
jantung, curah jantung, dan beberapa gejala subjektif seperti kelelahan, dan
intoleran terhadap panas yang dapat menunjukkan kemungkinan adanya
tirotoksikosis. Perubahan metabolik lain yang juga berefek pada aksis
hipotalamus-hipofisis-tiroid adalah rangsangan langsung hCG terhadap tiroid ibu

25
yang kemudian berakibat peningkatan metabolisme tiroksin. Penyebab utama
tirotoksikosis dalam kehamilan diantaranya penyakit Graves dan hipertiroid
gestasional non-autoimun.
Perjalanan penyakit Graves selama kehamilan berubah-ubah, dengan
kecenderungan membaik pada trimester kedua dan ketiga, dan mengalami
eksaserbasi selama masa postpartum. Perubahan ini merupakan akibat dari supresi
sistem imun selama kehamilan. Dampak buruk akibat hipertiroid dalam kehamilan
seperti resiko preeklamsia yang tinggi dan gagal jantung kongestif adalah
beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan pengendalian
kondisi yang rendah.
Wanita hamil dengan hasil TSI positif atau yang sedang menggunakan
obat anti tiroid sebaiknya diperiksa juga kemungkinan terjadinya kelainan fungsi
tiroid pada fetus. Perlu diingat dalam mengobati pasien hipertiroid bahwa semua
obat-obat anti tiroid dapat melewati plasenta dan dapat berefek terhadap fungsi
tiroid fetus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F. Gary, Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., Hauth, John
C., Rouse, Dwight J. & Spong, Catherine Y. eds. (2010) Williams
Obstetrics. 23rd. United States : The McGraw Hill Companies, Inc.
2. Girling, Joanna. (2008) Thyroid Disease in Pregnancy. The Obstetrician &
Gynaecologist, 10, pp. 237-243.
3. Inoue, Miho, Arata, Naoko, Koren, Gideon & Ito, Shinya. (2009)
Hyperthyroidism during Pregnancy. Canadian Family Physician, Vol 55
July, pp. 701-703.
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. 2001.
5. Garry, Dimitry. (2008) Penyakit Tiroid pada Kehamilan. CDK-206/ vol. 40
no. 7, th.
6. Prawirohardjo, S. 2011. Kehamilan dan Gangguan Endokrin dalam ilmu
kandungan Edisi Ketiga. Jakarta Pusat: Yayasan Bina Pustaka hl; 201-208

26
7. Marx, Helen, Amin, Pina & Lazarus, John H. (2008) Hyperthyroidism and
Pregnancy. British Medical Journal, Vol 336 March, pp. 663-667.
8. Green AS, Abalovich M, et al : Guidelines of the American Thyroid
Association for the Diagnosis and Management of Thyroid Disease During
Pregnancy and Postpartum. Thyroid vol 20 number 10 (1081-1128)p, 2011
9. Longo, Fauci, kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison’s : Principle of
Internal Medicine 18th ed. New York: McGraw-Hill, medical Pub.
Division, 2012.
10. Saki F, et. Al : Thyroid Function in Pregnancy and its Influences on
Maternal and Fetal Outcomes. Int J Endocrinol Metab vol 12 (4), 2009
11. Batra CM: Fetal and Neonatal Thyrotoxicosis. Indian Journal of Endocr
Metab vol 17 Supplement 1, 2008
12. Douglas G, Nicol F, Robertson C. Macleod’s Clinical Examination 12th
ed. China: Churchill Livingstone , 2009
13. Aggarawal N, Suri V, Singla R, Chopra S, Sikka P, Shah VN, Bhansali A.
Pregnancy outcome in hyperthyroidism: a case control study. Department
of Obstetrics and Gynaecology Chandigarh, India. 2009, 77(2):94-99

27

Anda mungkin juga menyukai