Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH FARMASI KOMUNITAS

TEMA :

SWAMEDIKASI NYERI

DISUSUN OLEH :
KELAS E

Aprizka Sari 18344121


Febi Nurul Fadilah 18344086
Ira Nurmalasari 18344094
Syifa Nabilah 18344097

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


PROGRAM STUDI APOTEKER

JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Menurut World Health Organization (WHO), swamedikasi atau self-medication


merupakan pemilihan dan penggunaan obat tanpa resep dokter oleh seorang individu untuk
mengatasi gangguan atau gejala yang dialami. Obat yang digunakan tidak sebatas obat sintetis
melainkan juga obat herbal dan produk tradisional.

Menurut penelitian yang berjudul ‘Tingkat pengetahuan pasien dan rasionalitas swamedikasi di
tiga apotek kota panyabungan’, keluhan yang paling banyak dialami respondennya adalah nyeri
51,2%. Nyeri yang dialami responden seperti sakit kepala, sakit gigi, pegal-pegel dan nyeri haid.
(Harahap et al, 2017).

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Villako et al., (2012) tentang Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Pembelian Dan Konseling Obat Resep Dan Obat Tanpa Resep Di Tallin Estonia
menunjukkan bahwa obat tanpa resep yang dibeli konsumen selama 12 bulan paling banyak
adalah golongan analgesik (38%), diikuti obat batuk dan flu (21%) (Villako et al., 2012).

seringkali penggunaan obat untuk swamedikasi tidak sesuai dengan kriteria penggunaan obat
yang rasional, sehingga akan menyebabkan terjadinya keamanan yang kurang atau pengeluaran
biaya yang tinggi (Kristina et al., 2012).

Swamedikasi muncul didasari pemikiran pada masyarakat bahwa pengobatan sendiri dapat
menyembuhkan penyakit ringan tanpa melibatkan tenaga kesehatan (Kartajaya, 2011). Alasan
lainnya adalah karena keterbatasan biaya untuk berobat ke dokter, ketiadaan waktu untuk ke
dokter, dan akses ke pelayanan kesehatan yang minim (Atmoko dan Kurniawati, 2009).

Untuk melakukan swamedikasi dengan baik dan benar, masyarakat perlu


mengetahui informasi yang jelas dan terpecaya mengenai obat-obat yang digunakan.
Swamedikasi bermanfaat dalam pengobatan penyakit atau gejala penyakit ringan dan
hanya jika dilakukan dengan benar dan rasional dan berdasarkan pengetahuan yang cukup
tentang obat yang digunakan dan kemampuan mengenali penyakit atau gejala yang timbul..

Dalam makalah ini akan dibahas tentang swamedikasi nyeri, dimana bertujuan
memberikan pengetahuan dan informasi tentang pengobatan sendiri atau swamedikasi yang
dapat dilakukan untuk keluhan nyeri sehingga dihaarapkan dapat meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Patofisiologi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional dan tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual dan potensial ,nyeri terjadi bersama proses penyakit atau
bersama dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. (smelltzer,2001)

Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan gangguan di


tubuh seperti peradangan, infeksi dan kejang otot. Contoh : nyeri karena sakit kepala, nyeri
haid, nyeri otot, nyeri karena sakit gigi, dan lain-lain. Obat nyeri adalah obat yang
mengurangi nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan
pada ujung syaraf karena kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan antara lain :
a. Trauma, misalnya karena benda tajam, benda tumpul, bahan kimia, dan lain-lain.
b. Proses infeksi atau peradangan Penanggulangan dengan terapi non obat adalah: Tetap
aktif fokuskan pada pekerjaan anda
c. Kompres hangat pada nyeri otot
d. Gunakan obat penghilang nyeri
e. Bila nyeri berlanjut hubungi dokter Beberapa obat nyeri yang dapat digunakan pada
pengobatan sendiri, antara lain ibuprofen, asetosal dan parasetamol. Obat-obat
tersebut juga dapat digunakan untuk menurunkan panas. Ibuprofen memiliki terapi
antiradang lebih tinggi dibanding efek penurun panas, sedangkan asetosal dan
parasetamol efek penurun demamnya lebih tinggi dibanding efek anti nyeri (Depkes
RI,2007).
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multiple yaitu nosisepsi, sensitisasi
perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas. Nyeri disebabkan oleh
rangsangan kimiawi atau fisis dapat menyebaabkan kerusakan jaringan. Sel-sel jaringan
yang rusak akan melepaskan mediator nyeri. Mediator nyeri menimbulkan rangsangan pada
reseptor nyeri yang terdapat pada ujung-ujung saraf perifer. Rangsangan nyeri akan
diteruskan di pusat nyeri di otak. Kerusakan jaringan akan membebaskan histamine dan
serotonin menyebabkan pembentukan leukotriene bradikinin dan prostaglandin.
Mediator nyeri penting adalah amin histamine yang bertanggung jawab untuk
kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi, pengembangan mukosa, pruritus) dan nyeri.
Bradikinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino)yang dibentuk dari protein plasma.
Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat.
Menurut perkiraan zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung-saraf sensoris bagi rangsangan
nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-zat ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan
meningkatkan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan radang dan udema. Berhubung
kerjanya serta inaktivasinya pesat dan bersifat local, maka juga dinamakan hormon lokal.
Mungkin sekali zat-zat ini juga bekerja sebagai mediator demam (Collins, 2000).
Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar di kulit, otot,
tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jaras, yaitu
jaras nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan
neurotransmiternya substansi P (Ganong, 2003).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan
prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor )di ujung-ujung saraf bebasdi kulit,
mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-
kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP.
Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk
neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-
tengah. Dari thalamus impuls kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana
impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjaydan Rahardja, 2007).
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentuyang disebut mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas dikulit, mukosa, dan jarigan
lainnya. Nociceptor ini terdapat diseluruh jaringan danorgan tubuh, kecuali di system saraf
pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk
neuron dengan sinaps yang amat banyak melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum
tulang lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak
besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tan Hoan,1964).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di
jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan
oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain.
Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini
rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat
benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari
thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls
dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).
Penanganan rasa nyeri Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan
beberapacara,yakni :
 Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri pada perifer dengan
analgetika perifer.
 Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris, misalnya dengan
anestetika local.
 Blockade pusat nyeri di ssp dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan
anestetika umum. (Tan Hoan,1964)

II. Tatalaksana Terapi Nyeri

a. Terapi Farmakologi

Terapi secara farmakologis pada nyeri yang utama adalah analgesik non-opioid dan
OAINS (Obat Antiinflamsi Non Steroid), analgesika opioid, dan analgesika adjuvan.

i. Analgerik Non-Opioid dan Obat Anti-Inflamasi Non Steroid

Analgesik harus dimulai dengan agen analgesik yang paling efektif dan memiliki efek
samping paling sedikit. Acetaminophen, asam asetilsalisilat (aspirin), dan OAINS sering
lebih disukai daripada opiat dalam pengobatan nyeri ringan sampai sedang (Tabel 1).
Obat-obat ini (dengan pengecualian asetaminofen) mencegah pembentukan prostaglandin
yang diproduksi dalam menanggapi rangsangan berbahaya, sehingga mengurangi jumlah
impuls nyeri yang diterima oleh SSP. OAINS mungkin sangat berguna dalam
pengelolaan nyeri tulang terkait kanker. (DiPiro JT et al, 2008)

ii. Analgesik Opioid

Analgesik Opioid adalah obat yang menyerupai peptida opioid endogen dan
menyebabkan aktivasi reseptor opioid yang memanjang (biasanya reseptor µ) (Neal MJ,
2008).
Secara umum, opioid lebih efektif untuk mengobati sakit parah dibandingkan
analgesik nonopioid seperti OAINS. Opioid umumnya direkomendasikan untuk nyeri
dengan intensitas sedang hingga parah dan digunakan dalam sindrom nyeri kronis yang
sukar disembuhkan dengan agen dari kelas-kelas lain (Koda-Kimble MA et al, 2009).
Opioid menghasilkan analgesia oleh tiga mekanisme utama:
• Presynaptically, opioid mengurangi pelepasan di pemancar peradangan (misalnya,
tachykinin, asam amino rangsang, dan peptida) dari terminal aferen C- neuron serat
setelah aktivasi reseptor opioid.
• Opioid juga dapat mengurangi aktivitas neuron output, interneuron, dan dendrit di
jalur neuronal dengan cara hyperpolarization postsynaptic.
• Opioid juga menghambat aktivitas neuron melalui GABA dan enkephalin neuron di
substansia gelatinosa.
Opioid seringkali adalah langkah logis berikutnya dalam manajemen nyeri akut
dan nyeri kronis yang berhubungan dengan kanker. Opioid juga merupakan pilihan
pengobatan yang efektif dalam pengelolaan nyeri kronis nonkanker; Namun, ini terus
menjadi agak kontroversial (DiPiro JT et al, 2008).
iii. Analgesik ajuvan
Obat analgesik seringkali diresepkan bersamaan dengan obat lain untuk
meningkatkan analgesia atau untuk mengobati eksaserbasi nyeri. analgesik adjuvan
adalah agen farmakologis dengan karakteristik individu yang membuatnya berguna
dalam manajemen nyeri tapi itu biasanya tidak diklasifikasikan sebagai analgesik. Obat-
obat ajuvan paling sering digunakan dalam manajemen nyeri kronis, terutama ketika
dosis analgesik utama telah dioptimalkan atau ketika kondisi yang mendasarinya telah
berkembang dan tidak lagi memadai dikendalikan oleh agen analgesik utama.
b. Terapi Non-farmakologi

Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai terapi non-farmakologi saat menderita nyeri:
a. Istirahat dan Pengaturan Posisi
Kebanyakan nyeri neuromuskuloskeletal dapat dikurangi dengan pengaturan posisi
yang optimal. Nyeri akan bertambah parah apabila posisi yang ada pada penderita
tidak dalam posisi kesejajaran. Istirahat pada saat nyeri merupakan hal yang
pertama dilakukan saat sedang nyeri. Pengaturan posisi secara fisiologis sangat
membantu dalam menurunkan rasa nyeri. Pengaturan fisiologis akan membantu
meningkatkan aliran darah pada jaringan yang nyeri, baik akibat iskemia jaringan
atau sebab lain (Muttaqin A, 2008).
b. Teknik Relaksasi
Teknik relakasasi yaang dapt dilakukan untuk meredakan nyeri yaitu relaksasi
otot skeletal dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri dan
relaksasi napas abdomen dengan frekuensi lambat dan berirama(Muttaqin A, 2008).
c. Kompres
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif
pada beberapa keadaan. pemberian kompres dingin dalam bentuk kantong es (ice
pack) yakni sebuah kompres es yang dikemas dengan menggunakan sarung
tangan karet yang diisi batu es dan dibungkus dengan sesuatu yang bersih
seperti kain lap sekali pakai atau handuk sekali pakai. Nyeri dapat mereda
karena ice pack mengurangi prostaglandin yang memperkuat reseptor nyeri,
menghambat proses inflamasi, merangsang pelepasan endorfin sehingga
menurunkan transmisi nyeri melalui diameter serabut C yang mengecil serta
mengaktivasi transmisi serabut saraf sensorik A -beta yang lebih cepat dan
besar(Wenniarti, 2016).
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu
area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan
dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit(Muttaqin A, 2008).
d. Pijat
Secara naluri, manusia merespon sakit dan nyeri dengan menggosok-gosok area
tersebut. Terapi pijat mengembangkan reaksi ini menjadi cara untuk
menghilangkan rasa sakit dan ketegangan.
e. Penggunaan Aromaterapi
Aromaterapi selalu dihubungkan dengan hal-hal menyenangkan agar
membuat jiwa, tubuh dan pikiran merasa relaks.
III. SWAMEDIKASI
Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri. Swamedikasi
biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat,seperti demam nyeri,pusing,batuk,influenza,sakit maag,cacingan,diare,
penyakit kulit dan lain lain (Depkes RI, 2007).
Obat tanpa resep adalah obat untuk jenis penyakit yang pengobatannya dianggap dan
ditetapkan sendiri oleh masyarakat dan tidak begitu membahayakan jika mengikuti aturan
memakainya. Golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri adalah
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (SK Menkes NO.
2380/1983).

a. Obat-obat Sintetik (Wijoyo, 2011)


Penatalaksanaan terapi nyeri dan demam dapat dilakukan swamedikasi dengan obat
sintetik berikut:
1. Metampiron / Metamizole/Antalgin
Indikasi :
Metampiron sering digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang ringan hingga
sedang, seperti misalnya sakit kolik abdomen, nyeri haid, sakit kepala, sakit gigi,
sakit akibat kecelakaan, peradangan atau inflamasi, hingga manajemen nyeri setelah
operasi.
Kontraindikasi :
Metampiron tidak boleh diberikan kepada individu dengan kondisi sebagai berikut:
 Orang yang memiliki alergi terhadap derivat pirazolon.
 Memiliki kelainan bawaan berupa defisiensi enzim glukosa-6-fosfat-
dehidrogenase (G6PD).
 Penderita yang hipersensitif atau yang juga memiliki riwayat alergi terhadap
obat-obat golongan NSAID lain seperti aspirin, parasetamol, dan sebagainya.
 Bayi yang berusia dibawah 4 bulan atau bayi yang memiliki berat badan di
bawah 5 kg.
 Ibu hamil terutama 3 bulan pertama dan 6 minggu terakhir.
 Bagi yang memiliki tekanan darah rendah di bawah 100 mmHg. Karena
metampiron memiliki efek menurunkan tekanan darah.
Dosis Metampiron :
Dosis pada dewasa untuk menghilangkan rasa sakit atau nyeri adalah 500 mg sekali
minum, dan dapat diminum setiap 8 jam artinya 3 kali sehari. Pada anak-anak yang
memiliki berat badan setengah dari berat badan dewasa (20-30 kg) dapat
menggunakan antalgin dengan dosis setengah dari dosis dewasa di atas, yaitu 3×250
mg sehari tiga kali.
Jangan menggunakan obat ini dalam jangka waktu yang panjang, karena dapat
menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan. Jadi, apabila rasa sakit tak
kunjung reda atau hilang timbul, maka sebaiknya periksakan kondisi Anda ke
dokter.
Efek Samping :
Obat antalgin ini dapat menimbulkan beberapa efek samping, terutama apabila
diminum secara berlebihan dan dalam jangka waktu yang panjang. Beberapa efek
samping antalgin antara lain:
 Radang lambung rasa perih atau sakit pada uluhati (gastritis) alias sakit maag
 Hiperhidrosis keringat berlebih
 Retensi cairan dan garam dalam tubuh
 Reaksi alergi bagi mereka yang rentan atau sensitif, berupa gatal pada kulit,
kemerahan atau edema angioneurotik.
Pada pemakaian metampiron dalam jangka waktu panjang secara teratur,
metampiron dapat menimbulkan kasus agranulositosis. Untuk mendeteksi masalah
ini, diperlukan pemeriksaan darah secara teratur. Jika hal ini terjadi, maka
penggunaan obat ini harus segera dihentikan.
Perhatikan juga bahwa walaupun antalgin adalah obat pereda nyeri, namun obat ini
tidak untuk mengobati rasa nyeri otot pada gejala-gejala flu dan tidak untuk
mengobati kondisi rematik, lumbago, sakit punggung, bursitis, dan sindroma bahu-
lengan.
Harus hati-hati menggunakan antalgin pada penderita yang pernah mengalami
masalah pada pembentukan darah ataupun kelainan pada darah, juga hati-hati pada
pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
Apabila metampiron ini digunakan dalam jangka waktu yang panjang, maka perlu
dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan darah untuk deteksi dini masalah efek
samping yang mungkin berbahaya.

2. Ibuprofen (Depkes RI, 2007)


Kegunaan obat
Menekan rasa nyeri dan radang, misalnya dismenorea primer (nyeri haid), sakit
gigi, sakit kepala, paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.

Hal yang harus diperhatikan


• Gunakan obat dengan dosis tepat
• Hati-hati untuk penderita gangguan fungsi hati, ginjal, gagal jantung, asma dan
bronkhospasmus atau konsultasikan ke dokter atau Apoteker
• Hati-hati untuk penderita yang menggunakan obat hipoglisemi, metotreksat,
urikosurik, kumarin, antikoagulan, kortiko-steroid, penisilin dan vitamin C atau
minta petunjuk dokter.
• Jangan minum obat ini bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko
perdarahan saluran cerna.

Kontra Indikasi
Obat tidak boleh digunakan pada:
• Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif
• Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen
• Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk tonjolan pada
hidung)
• Kehamilan tiga bulan terakhir

Efek Samping
• Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, konstipasi (sembelit/susah
buang air besar), nyeri lambung sampaipendarahan.
• Ruam kulit, bronkhospasmus, trombositopenia
• Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat dihentikan
• Gangguan fungsi hati
• Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksi
• Anemia kekurangan zat besi

Bentuk sediaan
• Tablet 200 mg
• Tablet 400 mg

Aturan pemakaian
• Dewasa : 1 tablet 200 mg, 2 – 4 kali sehari,. Diminum setelah makan
• Anak :
1 – 2 tahun : ¼ tablet 200 mg, 3 – 4 kali sehari
3 – 7 tahun : ½ tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari
8 – 12 tahun : 1 tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari
tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7 kgDosis lazim
pediatric untuk rheumatoid arthritis
Usia 6 bulan – 12 tahun : 20 – 40 mg / kg bb / hari dibagi 3 atau 4 x pemberian.
Maksimum : 2,4 g / hari

3. Aspirin/asetosal/asam asetil salisilat (Depkes RI, 2007)


Indikasi:
Aspirin sering digunakan sebagai antipiretik, analgesik, pada demam reumatik
akut, artritis reumatoid. Selain itu, aspirin juga digunakan untuk mencegah
thrombus koroner bila digunakan pada dosis yang lebih kecil.
Mekanisme kerja:
Mekanisme kerja aspirin berhubungan dengan sistem biosintesi prostaglandin.
Obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi menjadi asam
arakhidonat terganggu. Aspirin terutama menghambat dengan mengasetilasi gugus
aktif serin 530 dari COX-1.
Kontraindikasi:
Aspirin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang diterapi antikoagulan.
Penderita hemofilia, trombositopenia, cacar air, dan gejala flu, hipersensitif
terhadap salisilat. Penderita alergi (termasuk asma), tukang lambung.
Efek samping:
Efek samping dari penggunaan aspirin adalah iritasi lambung, pendarahan
lambung / tukak lambung (terutama pemakaian lama), mual, muntah, reaksi
hipersensivitas (sesak napas, reaksi kulit), dapat terjadi berkurangnya jumlah
trombositopenia.
Dosis:
Dewasa : 500mg setiap 4 jam
Anak :
2 – 3 tahun : ½ - 1 ½ tablet 100mg, setiap 4 jam
4 – 5 tahun : 1 ½ - 2 tablet 100mg, setiap 4 jam
6 – 8 tahun : ½ - ¾ tablet 500mg, setiap 4 jam
9 – 11 tahun : ¾ - 1 tablet 500mg, setiap 4 jam
> 11 tahun : 1 tablet 500mg, setiap 4 jam
4. Paracetamol/para amino fenol/acetaminofen (Depkes RI, 2007)
Indikasi:
Parasetamol digunakan untuk meringankan nyeri ringan sampai sedang dari sakit
kepala, nyeri otot, periode menstruasi, pilek dan sakit tenggorokan, sakit gigi, sakit
punggung, dan reaksi terhadap vaksinasi (suntikan), dan untuk mengurangi demam.
Parasetamol juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat osteoartritis
(artritis yang disebabkan oleh kerusakan pada selaput sendi). Parasetamol adalah
termasuk kelas obat yang disebut anal gesik (penghilang nyeri) dan antipiretik
(penurun panas). Obat ini bekerja dengan mengurangi rasa sakit dan menurunkan
suhu tubuh.
Kontraindikasi:
Parasetamol tidak boleh diberikan pada orang yang alergi terhadap obat anti-
inflamasi non-steroid (AINS), menderita hepatitis, gangguan hati atau ginjal, dan
alkoholisme. Pemberian parasetamol juga tidak boleh diberikan berulang kali
kepada penderita anemia dan gangguan jantung, paru, dan ginjal.
Efek samping:
Efek samping parasetamol jarang ditemukan. Efek samping dapat berupa gejala
ringan seperti pusing sampai efek samping berat seperti gangguan ginjal, gangguan
hati, reaksi alergi dan gangguan darah. Reaksi alergi dapat berupa bintik – bintik
merah pada kulit, biduran, sampai reaksi alergi berat yang mengancam nyawa.
Gangguan darah dapat berupa perdarahan saluran cerna, penurunan kadar trombosit
dan leukosit, serta gangguan sel darah putih. Penggunaan parasetamol jangka
pendek aman pada ibu hamil pada semua trimester dan ibu menyusui.
Dosis:
Dewasa : 1 tablet (500mg) 3-4 kali sehari (setiap 4-6 jam)
Anak :
0 – 1 tahun : ½ - 1 sendok teh sirup, 3-4 kali sehari
1 – 5 tahun : 1 – 1 ½ sendok the sirup, 3-4 kali sehari
6 – 12 tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3-4 kali sehari
5. Asam Mefenamat
Indikasi :
Nyeri dan Inflamasi, Obat ini diindikasikan untuk penderita nyeri ringan sampai
sedang dan penyakit dengan peradangan, umumnya nyeri gigi, nyeri menstruasi,
nyeri otot atau sendi, dan nyeri setelah melahirkan.
Kontra Indikasi :
Hipersensitivitas terhadap asam mefenamat, aspirin atau NSAID lainnya. Penderita
penyakit pasien radang usus, ulkus aktif atau peradangan kronis pada saluran
pencernaan atas atau bawah, gagal ginjal. Sejarah reaksi asma, urtikaria, alergi tipe.
Pengobatan nyeri perioperatif dalam pengaturan operasi CABG.
Dosis dan Penggunaan :
Dewasa: 500 mg tiga kali sehari.
Anak> 6 bulan : 25 mg/kgBB sehari dalam dosis terbagi hingga 7 hari.
Harus diberikan bersama dengan makanan.
Efek Samping :
CHF, hipertensi, takikardia, sinkop, aritmia, vaskulitis, hipotensi, palpitasi; sakit
perut, muntah, dispepsia, konstipasi, diare, mual, mulas, GI perforasi, ulkus
peptikum, perut kembung; penurunan hematokrit, trombositopenia, anemia
hemolitik, anemia aplastik, agranulositosis, leukopenia, eosinofilia; sakit kepala,
pusing, gugup, mengantuk, insomnia, kegelisahan, kecemasan, kebingungan,
tremor, vertigo; penglihatan kabur, konjungtivitis, tinnitus, gangguan pendengaran;
fungsi abnormal ginjal, edema, proteinuria, sistitis; LFT ditinggikan, urtikaria,
ruam, pruritus, alopecia, keringat, photosensitivity, resp depresi, pneumonia,
demam, infeksi.
Berpotensi Fatal: Reaksi anafilaktoid, sindrom Stevens-Johnson, nekrolisis
epidermal toksik, dermatitis eksfoliatif, MI, stroke, perdarahan GI, penyakit kuning
dan hepatitis fulminan, nekrosis hati, dan gagal hati, toksisitas ginjal.
Perhatian :
Pasien dengan penyakit kardiovaskular atau faktor risiko untuk penyakit
kardiovaskular, riwayat perdarahan gastrointestinal atau tukak lambung, retensi
cairan atau gagal jantung. Ginjal dan penurunan fungsi hati. Kehamilan dan
menyusui.
Interaksi Obat :
Penggunaan bersamaan isoenziminhibitor CYP2C9 dapat mengubah keamanan dan
kemanjuran asam mefenamat. Dapat meningkatkan toksisitas methotrexate.
Mengurangi respon tekanan darahpada penggunaan inhibitor ACE atau antagonis
reseptor angiotensin II. Peningkatan risiko kejadian GI serius dengan aspirin. Dapat
mengurangi efek natriuretik furosemide atau diuretik thiazide. Mengurangi klirens
lithium ginjal dan kadar lithium plasma meningkat. Dapat meningkatkan efek
antikoagulan dari warfarin.
BAB III

STUDI KASUS

Gambaran Swamedikasi Analgesik Pada Lansia Dengan Nyeri Sendi Di Pelayanan Komunitas

Analgesik merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan secara swamedikasi
oleh pasien lansia. Keluhan yang mendorong pasien lansia menggunakan anlgesik secara
swamedikasi adalah nyeri sendi. Mengingat pentingnya swamedikasi analgesik yang tepat pada
nyeri sendi yang dialami oleh lansia, maka penelitian ini dilakukan sebagai penelitian
pendahuluan untuk memperoleh profil penggunaan analgesik dan gambaran pasien lansia yang
melakukan swamedikasi anlagesik pada nyeri sendi.

Penelitian ini dilakukan di salah satu apotek swasta di Denpasar yang memiliki pelayanan
khusus konsultasi, informasi dan edukasi obat bagi lansia selama bulan April-Juni 2018.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang menggunakan lembar
observasi untuk pengumpulan data. Penelitian ini melibatkan 87 sampel penelitian yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nyeri sendi lebih sering terjadi pada pasien lansia
yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 63,2% dengan rata-rata frekuensi swamedikasi
13,31 kali per bulan. Pasien lansia yang tidak sekolah sebesar 35,5% melakukan swamedikasi
analgesik dengan rata-rata frekuensi swamedikasi 15,87 kali per bulan Pasien lansia yang tinggal
sendiri melakukan swamedikasi analgesik pada nyeri sendi sebesar 56,35% dengan rata-rata
frekuensi swamedikasi 12,76 kali per bulan.

Golongan analgesik yang digunakan adalah analgesik kombinasi non-steroid


antiinflammantory drugs (NSAID) dan non-NSAID (58%) dengan jenis NSAID terbanyak yaitu
natrium diklofenak (28,7%) dan non-NSAID terbanyak yaitu dexamethasone (31%) untuk
mengatasi nyeri pada asam urat (72,4%).

Diskusi: Penelitian ini memberikan gambaran swamedikasi analgesik pada lansia dengan
nyeri sendi tanpa melihat dan menganalisa kekuatan hubungan yang mempengaruhi setiap
parameter.

Gambaran Analgesik yang Dibeli Pasien Lansia di Apotek


Tabel diatas menunjukkan gambaran analgesik yang dibeli pasien lansia di apotek untuk
mengatasi nyeri sendi. Sebagian besar pasien lansia membeli analgesik di apotek dengan keluhan
asam urat (72,4%) yang mana penegakkan diagnosa tersebut cenderung melalui pemeriksaan
mandiri (66,7%). Golongan analgesik yang cenderung digunakan adalah analgesik kombinasi
non-steroid antiinflammantory drugs (NSAID) dan non-NSAID (58%) dengan jenis NSAID
terbanyak yaitu natrium diklofenak (28,7%) dan non-NSAID terbanyak yaitu dexamethasone
(31%). Gambar 1 menunjukkan sumber informasi swamedikasi analgesik yang diperoleh pasien
lansia cenderung diperoleh dari kerabat/ 5 keluarga (44,8%). Walaupun pasien lansia yang
melakukan swamedikasi analgesik untuk nyeri sendi cenderung tinggal sendiri, namun untuk
memperoleh informasi masih cenderung bertanya pada kerabat/keluarga.

Sebagain besar pasien lansia pada penelitian ini membeli analgesik kombinasi (NSAID
dan nonNSAID). Pada saat membeli, pasien cenderung menggunakan kombinasi natrium
diklofenak dan dexamethasone. Sebagian besar pasien lansia tersebut mengetahui informasi
tersebut dari kerabat/keluarganya. Pasien lansia yang membeli kombinasi kedua obat tersebut
mengeluh mengalami nyeri sendi akibat asam urat tanpa adanya bukti pemeriksaan laboratorium.
Pasien lansia tersebut cenderung melakukan pemeriksaan mandiri seperti melakukan
pemeriksaan kadar asam urat secara instan pada pelayanan kesehatan seperti apotek. Hal tersebut
disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan pentingnya penegakkan diagnosa sebelum
menentukan pilihan terapi.

Berdasarkan penatalaksanaan asam urat yang dirilis oleh American Collage of


Rheumatology, untuk mengatasi nyeri sendi pada penderita asam urat harus diketahui terlebih
dahulu tingkat nyeri yang dialami oleh pasien melalui pemeriksaan kadar asam urat yang akurat
dan pemeriksaan fisik lainnya. Nyeri sendi yang bersifat ringan dapat digunakan terapi tunggal
NSAID atau kortikosteroid sistemik (Prednisone 0,5 mg/ kg berat badan per hari) atau kolkisin
oral. Pada keadaan nyeri sendi yang berat dapat digunakan kombinasi kolkisin oral dan NSAID
atau kolkisin oral dan kortikosteroid (Khanna et al., 2012). Pada penelitian ini, pasien cenderung
menggunakan kombinasi NSAID dan kortikosteroid (dexamethasone). Penggunaan
dexamethasone untuk mengatasi nyeri bukan merupakan pilihan yang tepat. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa penggunaan Prednisone merupakan pilihan utama dari golongan
kortikosteroid yang terbukti memiliki efektivitas yang tinggi untuk mengatasi nyeri sendi pada
penderita asam urat (Khanna et al., 2012; Xu, Liu, Guan, & Xue, 2016).

Contoh pelayanan swamedikasi di Apotek :

1. Ny. Lia berusia 65 tahun membeli obat ke apotek untuk mengatasi nyeri sendinya, beliau
mendapatkan obat Natrium diklofenak. Beliau mengkonsumsi obat tersebut selama 1 bulan
lebih. Setelah itu, beliau mengeluhkan perih pada lambung, mual dan muntah. Apa yang
terjadi? Mengapa beliau mengeluh sakit dan perih pada lambung?

Pembahasan : Pada kasus ini, pasien mendapatkan obat yang merupakan golongan NSAID.
Obat-obat ini digunakan untuk terapi penyakit inflamasi dan nyeri. Namun cara kerja obat-
obat NSAID tidak selektif dengan mengambat enzim COX-1 dan COX-2, dimana enzim ini
erperan dalam reaksi pembentukan prosaglandin. Karena enzim COX-1 berperan pda
pemeliharaan fungsi lambung dengan cara membentuk bikarbonat dan lendir dihambat maka
terjadi efek samping yaitu gangguan pada lambung. Maka, sebaiknya obat-obat pereda nyeri
tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang lama.

2. Seorang ibu berumur 27 tahun datang ke apotek dengan mengeluh nyeri pada bagian gigi
dan gusi. Dirasakan sangat nyeri dan sakit bila mengunyah makanan dan meminum
minuman dingin. Apa yang anda sarankan?

Pembahasan :
Pertama tanyakan apakah sedang mengkonsumsi obat lain, ada riwayat alergi, atau punya
gangguan lambung dll. Jika tidak, maka salah satu obat yang dapat digunakan adalah
Ibuprofen karena merupakan obat OWA, jadi bisa digunakan untuk swamedikasi. Dosis
yang digunakan ialah 200 – 400 mg secara oral setiap 4 – 6 jam atau bila diperlukan.
Jikasakit berlanjut segera hubungi dokter.

3. Adik perempuan anda, mengeluhkan sakit perut bagian bawah, terasa kram yang timbul
hilang pada saat yang bersamaan, ia menjadi sembelit. Terkadang juga merasa mual. Saat
ditanya, ia sedang menstruasi. Pengobatan apa yang anda pilih?

Pembahasan :

Plihannya adalah obat NSAID yakni : ibuprofen, asam mefenamat, kalium diklofenak,
ketoprofen, ketorolak. Karena dismenore disebabkan karena adanya peradangan pada
dinding rahim sat proses peluruhan ovum atau menstruasi.
Selain pengobatan dengan terapi farmakologi, dapat juga ditambahkan dengan terapi non-
farmakologi salah satunya ialah dengan metode kompress menggunakan ice pack dibagian
bawah perut. Nyeri dapat mereda karena ice pack mengurangi prostaglandin yang
memperkuat reseptor nyeri, menghambat proses inflamasi, merangsang pelepasan
endorfin sehingga menurunkan transmisi nyeri.

4. Seorang laki-laki datang ke apotek, dengan keluhan nyeri dikepala dan sakit di tenggorokan.
Dan suhu tubuh laki-laki tersebut adalah 38oc. Pengobatan apa yang bisa diberikan kepada
pasien tersebut?

Pembahasan :

Pemberian obat Acetaminophen (Paracetamol) dirasa merupakan pilihan obat yang tepat
untuk mengurangi nyeri serta menurunkan panas. Dimana indikasi dari paracetamol adalah
dapat meringankan rasa nyeri dan menurunkan panas. Untuk meredakan nyeri dan
menurunkan demam, dosis parasetamol dewasa 325 – 650 mg setiap 4 jam atau 500 mg
setiap 8 jam.
BAB IV
PEMBAHASAN

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan. Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan pemberian terapi non-
farmakologi (tanpa obat) dan terapi farmakologi (menggunakan obat-obat).
Penatalaksanaan terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan sendiri oleh penderita
nyeri atau dengan bantuan dan dukungan dari keluarga dekat yaitu istirahat dan pengaturan
posisi, teknik relaksasi, kompres, pijat, dan penggunaan aromaterapi.Penatalaksanaan nyeri
dengan terapi farmakologi dapat dilakukan dengan penggunaan analgesik. Analgesik merupakan
obat-obat yang diperuntukkan dalam meredakan rasa nyeri tanpa mengakibatkan hilangnya
kesadaran.
Golongan analgesik yang cenderung digunakan adalah analgesik kombinasi non-steroid
antiinflammantory drugs (NSAID), namun keluhan yang paling sering dialami adalah nyeri pada
lambung hal ini merupakan efeksamping dari NSAID.
Untuk pengobatan sendiri (swamedikasi), tidak semua obat-obatan tersebut dapat
digunakan. Obat-obat yang dapat diperoleh dan digunakan dalam swamedikasi hanya yang
tergolong dalam obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras yang masuk dalam daftar obat
wajib apoteker/ OWA(obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker yang disertai dengan
penjelasan).
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan:

1. Nyeri merupakan suatu perasaan tidak nyaman bagi individu dan merupakan mekanisme
protektif bagi tubuh apabila terdapat kerusakan jaringan. Mengakibatkan individu
bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri tersebut. Nyeri digolongkan ke dalam
tiga jenis utama yaitu, tertusuk, terbakar dan pegal.

2. Penatalakasanaan nyeri dapat dilakukan dengan cara non-farmakologi dan farmakologi.


Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan istirahat dan pengaturan posisi, teknik
relaksasi, kompres, pijat, dan penggunaan aromaterapi. Terapi farmakologi dapat
dilakukan dengan menggunaan obat-obatan analgetik.

3. Swamedikasi dapat dilakukan oleh pasien dengan informasi yang telah di dapatkan dari
apoteker. Dan dilakukan dengan metode yang tepat.

4. Golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri yaitu golongan obat bebas,
obat bebas terbatas dan obat wajib apotek

5. Masalah dalam penggunaan obat pada swamedikasi antara lain meliputi penggunaan obat
yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis. Masalah tersebut
biasanya dikenal dengan istilah penggunaan obat yang tidak rasional

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang 36 pasal 1 tahun 2009 tentang kesehatan


2. World Health Organization. The role of the pharmacist in self-care and self-medication
contents. Netherlands: The Hague; 1998.
3. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan Terapan Edisi 5.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2012.
4. Smelltzer, Suzanne C.2001 keperawatan medical bedahbrunnerdansuddart.edisi 8 vol 2.
Jakarta:buku kedokteran.
5. Mutmainah, Armirauf. Makalah analgetik dan antipireutik. Universitas Hasanuddin.
Makassar. 2016.
6. DepKes RI, 1983. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas,
Jakarta.
7. Villako, P., Volmer, D., dan Raal, A., 2012. Factors influencing purchase of and
counselling about prescription and OTC medicines at community pharmacies in Tallinn,
Estonia. Acta Pol Pharm, 9: 335–340.
8. Atmoko, W. dan Kurniawati, I., 2009, Swamedikasi: Sebuah Respon Realistik Perilaku
Konsumen Di Masa Kritis. Bisnis dan Kewirausahaan, 2 (3): 233–247.
9. Mutaqin A. Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Penerbit Salemna Medika. Jakarta. 2008. 523-527
10. Wenniarti, Muharyani PW, Jaji. Pengaruh Terapi Ice Pack Terhadap Perubahan Skala
Nyeri Pada Ibu Post Episiotomi. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.3 No. 1, Januari
2016 : 377-382
11. Wijoyo Y. Penggolongan Obat. Penerbit Citra Aji PArama. Yogyakarta. 2011
12. Depkes RI. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. 2017
13. Tan Hoan, dan Kirana Rahardja. 1964. Obat-Obat Penting Edisi Kelima. Jakarta: PT.
Gramedia.
14. Tjay dan K .Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting . Jakarta; PT Elex Media Komputindo.
15. Collins, S.L, et.al. 2000. Antidepressants and Anticonvulsants. PharmWkbl.
16. Ganong, William F, 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari
17. DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. Pharmacotherapy : A
Pathophysiologic Approach, Seventh Edition. The McGraw-Hill Companies. USA. 2008
18. Koda-Kimble MA, Young LY, Alldrege BK, Corelli RL, Guglielmo BJ, Kradjan WA,
Williams BR. Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs, Ninth Edition. Lippincott
Williams & Wilkins, USA. 2009.

Anda mungkin juga menyukai