TEMA :
SWAMEDIKASI NYERI
DISUSUN OLEH :
KELAS E
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut penelitian yang berjudul ‘Tingkat pengetahuan pasien dan rasionalitas swamedikasi di
tiga apotek kota panyabungan’, keluhan yang paling banyak dialami respondennya adalah nyeri
51,2%. Nyeri yang dialami responden seperti sakit kepala, sakit gigi, pegal-pegel dan nyeri haid.
(Harahap et al, 2017).
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Villako et al., (2012) tentang Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Pembelian Dan Konseling Obat Resep Dan Obat Tanpa Resep Di Tallin Estonia
menunjukkan bahwa obat tanpa resep yang dibeli konsumen selama 12 bulan paling banyak
adalah golongan analgesik (38%), diikuti obat batuk dan flu (21%) (Villako et al., 2012).
seringkali penggunaan obat untuk swamedikasi tidak sesuai dengan kriteria penggunaan obat
yang rasional, sehingga akan menyebabkan terjadinya keamanan yang kurang atau pengeluaran
biaya yang tinggi (Kristina et al., 2012).
Swamedikasi muncul didasari pemikiran pada masyarakat bahwa pengobatan sendiri dapat
menyembuhkan penyakit ringan tanpa melibatkan tenaga kesehatan (Kartajaya, 2011). Alasan
lainnya adalah karena keterbatasan biaya untuk berobat ke dokter, ketiadaan waktu untuk ke
dokter, dan akses ke pelayanan kesehatan yang minim (Atmoko dan Kurniawati, 2009).
Dalam makalah ini akan dibahas tentang swamedikasi nyeri, dimana bertujuan
memberikan pengetahuan dan informasi tentang pengobatan sendiri atau swamedikasi yang
dapat dilakukan untuk keluhan nyeri sehingga dihaarapkan dapat meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Patofisiologi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional dan tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual dan potensial ,nyeri terjadi bersama proses penyakit atau
bersama dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. (smelltzer,2001)
a. Terapi Farmakologi
Terapi secara farmakologis pada nyeri yang utama adalah analgesik non-opioid dan
OAINS (Obat Antiinflamsi Non Steroid), analgesika opioid, dan analgesika adjuvan.
Analgesik harus dimulai dengan agen analgesik yang paling efektif dan memiliki efek
samping paling sedikit. Acetaminophen, asam asetilsalisilat (aspirin), dan OAINS sering
lebih disukai daripada opiat dalam pengobatan nyeri ringan sampai sedang (Tabel 1).
Obat-obat ini (dengan pengecualian asetaminofen) mencegah pembentukan prostaglandin
yang diproduksi dalam menanggapi rangsangan berbahaya, sehingga mengurangi jumlah
impuls nyeri yang diterima oleh SSP. OAINS mungkin sangat berguna dalam
pengelolaan nyeri tulang terkait kanker. (DiPiro JT et al, 2008)
Analgesik Opioid adalah obat yang menyerupai peptida opioid endogen dan
menyebabkan aktivasi reseptor opioid yang memanjang (biasanya reseptor µ) (Neal MJ,
2008).
Secara umum, opioid lebih efektif untuk mengobati sakit parah dibandingkan
analgesik nonopioid seperti OAINS. Opioid umumnya direkomendasikan untuk nyeri
dengan intensitas sedang hingga parah dan digunakan dalam sindrom nyeri kronis yang
sukar disembuhkan dengan agen dari kelas-kelas lain (Koda-Kimble MA et al, 2009).
Opioid menghasilkan analgesia oleh tiga mekanisme utama:
• Presynaptically, opioid mengurangi pelepasan di pemancar peradangan (misalnya,
tachykinin, asam amino rangsang, dan peptida) dari terminal aferen C- neuron serat
setelah aktivasi reseptor opioid.
• Opioid juga dapat mengurangi aktivitas neuron output, interneuron, dan dendrit di
jalur neuronal dengan cara hyperpolarization postsynaptic.
• Opioid juga menghambat aktivitas neuron melalui GABA dan enkephalin neuron di
substansia gelatinosa.
Opioid seringkali adalah langkah logis berikutnya dalam manajemen nyeri akut
dan nyeri kronis yang berhubungan dengan kanker. Opioid juga merupakan pilihan
pengobatan yang efektif dalam pengelolaan nyeri kronis nonkanker; Namun, ini terus
menjadi agak kontroversial (DiPiro JT et al, 2008).
iii. Analgesik ajuvan
Obat analgesik seringkali diresepkan bersamaan dengan obat lain untuk
meningkatkan analgesia atau untuk mengobati eksaserbasi nyeri. analgesik adjuvan
adalah agen farmakologis dengan karakteristik individu yang membuatnya berguna
dalam manajemen nyeri tapi itu biasanya tidak diklasifikasikan sebagai analgesik. Obat-
obat ajuvan paling sering digunakan dalam manajemen nyeri kronis, terutama ketika
dosis analgesik utama telah dioptimalkan atau ketika kondisi yang mendasarinya telah
berkembang dan tidak lagi memadai dikendalikan oleh agen analgesik utama.
b. Terapi Non-farmakologi
Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai terapi non-farmakologi saat menderita nyeri:
a. Istirahat dan Pengaturan Posisi
Kebanyakan nyeri neuromuskuloskeletal dapat dikurangi dengan pengaturan posisi
yang optimal. Nyeri akan bertambah parah apabila posisi yang ada pada penderita
tidak dalam posisi kesejajaran. Istirahat pada saat nyeri merupakan hal yang
pertama dilakukan saat sedang nyeri. Pengaturan posisi secara fisiologis sangat
membantu dalam menurunkan rasa nyeri. Pengaturan fisiologis akan membantu
meningkatkan aliran darah pada jaringan yang nyeri, baik akibat iskemia jaringan
atau sebab lain (Muttaqin A, 2008).
b. Teknik Relaksasi
Teknik relakasasi yaang dapt dilakukan untuk meredakan nyeri yaitu relaksasi
otot skeletal dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri dan
relaksasi napas abdomen dengan frekuensi lambat dan berirama(Muttaqin A, 2008).
c. Kompres
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif
pada beberapa keadaan. pemberian kompres dingin dalam bentuk kantong es (ice
pack) yakni sebuah kompres es yang dikemas dengan menggunakan sarung
tangan karet yang diisi batu es dan dibungkus dengan sesuatu yang bersih
seperti kain lap sekali pakai atau handuk sekali pakai. Nyeri dapat mereda
karena ice pack mengurangi prostaglandin yang memperkuat reseptor nyeri,
menghambat proses inflamasi, merangsang pelepasan endorfin sehingga
menurunkan transmisi nyeri melalui diameter serabut C yang mengecil serta
mengaktivasi transmisi serabut saraf sensorik A -beta yang lebih cepat dan
besar(Wenniarti, 2016).
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu
area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan
dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit(Muttaqin A, 2008).
d. Pijat
Secara naluri, manusia merespon sakit dan nyeri dengan menggosok-gosok area
tersebut. Terapi pijat mengembangkan reaksi ini menjadi cara untuk
menghilangkan rasa sakit dan ketegangan.
e. Penggunaan Aromaterapi
Aromaterapi selalu dihubungkan dengan hal-hal menyenangkan agar
membuat jiwa, tubuh dan pikiran merasa relaks.
III. SWAMEDIKASI
Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri. Swamedikasi
biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat,seperti demam nyeri,pusing,batuk,influenza,sakit maag,cacingan,diare,
penyakit kulit dan lain lain (Depkes RI, 2007).
Obat tanpa resep adalah obat untuk jenis penyakit yang pengobatannya dianggap dan
ditetapkan sendiri oleh masyarakat dan tidak begitu membahayakan jika mengikuti aturan
memakainya. Golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri adalah
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (SK Menkes NO.
2380/1983).
Kontra Indikasi
Obat tidak boleh digunakan pada:
• Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif
• Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen
• Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk tonjolan pada
hidung)
• Kehamilan tiga bulan terakhir
Efek Samping
• Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, konstipasi (sembelit/susah
buang air besar), nyeri lambung sampaipendarahan.
• Ruam kulit, bronkhospasmus, trombositopenia
• Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat dihentikan
• Gangguan fungsi hati
• Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksi
• Anemia kekurangan zat besi
Bentuk sediaan
• Tablet 200 mg
• Tablet 400 mg
Aturan pemakaian
• Dewasa : 1 tablet 200 mg, 2 – 4 kali sehari,. Diminum setelah makan
• Anak :
1 – 2 tahun : ¼ tablet 200 mg, 3 – 4 kali sehari
3 – 7 tahun : ½ tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari
8 – 12 tahun : 1 tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari
tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7 kgDosis lazim
pediatric untuk rheumatoid arthritis
Usia 6 bulan – 12 tahun : 20 – 40 mg / kg bb / hari dibagi 3 atau 4 x pemberian.
Maksimum : 2,4 g / hari
STUDI KASUS
Gambaran Swamedikasi Analgesik Pada Lansia Dengan Nyeri Sendi Di Pelayanan Komunitas
Analgesik merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan secara swamedikasi
oleh pasien lansia. Keluhan yang mendorong pasien lansia menggunakan anlgesik secara
swamedikasi adalah nyeri sendi. Mengingat pentingnya swamedikasi analgesik yang tepat pada
nyeri sendi yang dialami oleh lansia, maka penelitian ini dilakukan sebagai penelitian
pendahuluan untuk memperoleh profil penggunaan analgesik dan gambaran pasien lansia yang
melakukan swamedikasi anlagesik pada nyeri sendi.
Penelitian ini dilakukan di salah satu apotek swasta di Denpasar yang memiliki pelayanan
khusus konsultasi, informasi dan edukasi obat bagi lansia selama bulan April-Juni 2018.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang menggunakan lembar
observasi untuk pengumpulan data. Penelitian ini melibatkan 87 sampel penelitian yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nyeri sendi lebih sering terjadi pada pasien lansia
yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 63,2% dengan rata-rata frekuensi swamedikasi
13,31 kali per bulan. Pasien lansia yang tidak sekolah sebesar 35,5% melakukan swamedikasi
analgesik dengan rata-rata frekuensi swamedikasi 15,87 kali per bulan Pasien lansia yang tinggal
sendiri melakukan swamedikasi analgesik pada nyeri sendi sebesar 56,35% dengan rata-rata
frekuensi swamedikasi 12,76 kali per bulan.
Diskusi: Penelitian ini memberikan gambaran swamedikasi analgesik pada lansia dengan
nyeri sendi tanpa melihat dan menganalisa kekuatan hubungan yang mempengaruhi setiap
parameter.
Sebagain besar pasien lansia pada penelitian ini membeli analgesik kombinasi (NSAID
dan nonNSAID). Pada saat membeli, pasien cenderung menggunakan kombinasi natrium
diklofenak dan dexamethasone. Sebagian besar pasien lansia tersebut mengetahui informasi
tersebut dari kerabat/keluarganya. Pasien lansia yang membeli kombinasi kedua obat tersebut
mengeluh mengalami nyeri sendi akibat asam urat tanpa adanya bukti pemeriksaan laboratorium.
Pasien lansia tersebut cenderung melakukan pemeriksaan mandiri seperti melakukan
pemeriksaan kadar asam urat secara instan pada pelayanan kesehatan seperti apotek. Hal tersebut
disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan pentingnya penegakkan diagnosa sebelum
menentukan pilihan terapi.
1. Ny. Lia berusia 65 tahun membeli obat ke apotek untuk mengatasi nyeri sendinya, beliau
mendapatkan obat Natrium diklofenak. Beliau mengkonsumsi obat tersebut selama 1 bulan
lebih. Setelah itu, beliau mengeluhkan perih pada lambung, mual dan muntah. Apa yang
terjadi? Mengapa beliau mengeluh sakit dan perih pada lambung?
Pembahasan : Pada kasus ini, pasien mendapatkan obat yang merupakan golongan NSAID.
Obat-obat ini digunakan untuk terapi penyakit inflamasi dan nyeri. Namun cara kerja obat-
obat NSAID tidak selektif dengan mengambat enzim COX-1 dan COX-2, dimana enzim ini
erperan dalam reaksi pembentukan prosaglandin. Karena enzim COX-1 berperan pda
pemeliharaan fungsi lambung dengan cara membentuk bikarbonat dan lendir dihambat maka
terjadi efek samping yaitu gangguan pada lambung. Maka, sebaiknya obat-obat pereda nyeri
tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang lama.
2. Seorang ibu berumur 27 tahun datang ke apotek dengan mengeluh nyeri pada bagian gigi
dan gusi. Dirasakan sangat nyeri dan sakit bila mengunyah makanan dan meminum
minuman dingin. Apa yang anda sarankan?
Pembahasan :
Pertama tanyakan apakah sedang mengkonsumsi obat lain, ada riwayat alergi, atau punya
gangguan lambung dll. Jika tidak, maka salah satu obat yang dapat digunakan adalah
Ibuprofen karena merupakan obat OWA, jadi bisa digunakan untuk swamedikasi. Dosis
yang digunakan ialah 200 – 400 mg secara oral setiap 4 – 6 jam atau bila diperlukan.
Jikasakit berlanjut segera hubungi dokter.
3. Adik perempuan anda, mengeluhkan sakit perut bagian bawah, terasa kram yang timbul
hilang pada saat yang bersamaan, ia menjadi sembelit. Terkadang juga merasa mual. Saat
ditanya, ia sedang menstruasi. Pengobatan apa yang anda pilih?
Pembahasan :
Plihannya adalah obat NSAID yakni : ibuprofen, asam mefenamat, kalium diklofenak,
ketoprofen, ketorolak. Karena dismenore disebabkan karena adanya peradangan pada
dinding rahim sat proses peluruhan ovum atau menstruasi.
Selain pengobatan dengan terapi farmakologi, dapat juga ditambahkan dengan terapi non-
farmakologi salah satunya ialah dengan metode kompress menggunakan ice pack dibagian
bawah perut. Nyeri dapat mereda karena ice pack mengurangi prostaglandin yang
memperkuat reseptor nyeri, menghambat proses inflamasi, merangsang pelepasan
endorfin sehingga menurunkan transmisi nyeri.
4. Seorang laki-laki datang ke apotek, dengan keluhan nyeri dikepala dan sakit di tenggorokan.
Dan suhu tubuh laki-laki tersebut adalah 38oc. Pengobatan apa yang bisa diberikan kepada
pasien tersebut?
Pembahasan :
Pemberian obat Acetaminophen (Paracetamol) dirasa merupakan pilihan obat yang tepat
untuk mengurangi nyeri serta menurunkan panas. Dimana indikasi dari paracetamol adalah
dapat meringankan rasa nyeri dan menurunkan panas. Untuk meredakan nyeri dan
menurunkan demam, dosis parasetamol dewasa 325 – 650 mg setiap 4 jam atau 500 mg
setiap 8 jam.
BAB IV
PEMBAHASAN
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan. Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan pemberian terapi non-
farmakologi (tanpa obat) dan terapi farmakologi (menggunakan obat-obat).
Penatalaksanaan terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan sendiri oleh penderita
nyeri atau dengan bantuan dan dukungan dari keluarga dekat yaitu istirahat dan pengaturan
posisi, teknik relaksasi, kompres, pijat, dan penggunaan aromaterapi.Penatalaksanaan nyeri
dengan terapi farmakologi dapat dilakukan dengan penggunaan analgesik. Analgesik merupakan
obat-obat yang diperuntukkan dalam meredakan rasa nyeri tanpa mengakibatkan hilangnya
kesadaran.
Golongan analgesik yang cenderung digunakan adalah analgesik kombinasi non-steroid
antiinflammantory drugs (NSAID), namun keluhan yang paling sering dialami adalah nyeri pada
lambung hal ini merupakan efeksamping dari NSAID.
Untuk pengobatan sendiri (swamedikasi), tidak semua obat-obatan tersebut dapat
digunakan. Obat-obat yang dapat diperoleh dan digunakan dalam swamedikasi hanya yang
tergolong dalam obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras yang masuk dalam daftar obat
wajib apoteker/ OWA(obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker yang disertai dengan
penjelasan).
BAB V
KESIMPULAN
1. Nyeri merupakan suatu perasaan tidak nyaman bagi individu dan merupakan mekanisme
protektif bagi tubuh apabila terdapat kerusakan jaringan. Mengakibatkan individu
bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri tersebut. Nyeri digolongkan ke dalam
tiga jenis utama yaitu, tertusuk, terbakar dan pegal.
3. Swamedikasi dapat dilakukan oleh pasien dengan informasi yang telah di dapatkan dari
apoteker. Dan dilakukan dengan metode yang tepat.
4. Golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri yaitu golongan obat bebas,
obat bebas terbatas dan obat wajib apotek
5. Masalah dalam penggunaan obat pada swamedikasi antara lain meliputi penggunaan obat
yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis. Masalah tersebut
biasanya dikenal dengan istilah penggunaan obat yang tidak rasional
DAFTAR PUSTAKA