Anda di halaman 1dari 5

A.

Teori Belajar Gagne

Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan
manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan oleh
pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatannya
mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari sebelum ia mengalami
situasi dengan setelah mengalami situasi tadi. Belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor
dari luar siswa di mana keduanya saling berinteraksi.
Komponen-komponen dalam proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan sebagai S - R.
S adalah situasi yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan garis di antaranya
adalah hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat
kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana terjadi transformasi perangsang yang
diterima melalui alat dria. Stimulus ini merupakan input yang berada di luar individu dan respon adalah
outputnya, yang juga berada di luar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati.
Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. objek
tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, ketekunan,
ketelitian, disiplin diri, bersikap positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak langsung berupa
fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.
Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti simbol-simbol matematika.
Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan adalah ”+” dan
sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari dengan cara
menghafal, drill, latiahan, dan permainan.
Keterampilan (Skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh
suatu hasil tertentu. contohnya, keterampilan melakukan pembagian bilangan yang cukup besar,
menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah memperoleh
keterampilan jika ia telah dapat menggunakan prosedur atau aturan yang ada dengan cepat dan
tepat.keterampilan menunjukkan kemampuan memberikan jawaban dengan cepat dan tepat.
Konsep adalah ide abstrak yang memunkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu objek
dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak
tersebut. Contoh konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran. siswa dikatakan telah mempelajari
suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dan bukan contoh. untuk sampai ke tingkat
tersebut, siswa harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang termasuk
contoh dan yang bukan contoh.
Prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip
merupakan yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema. Contohnya,
teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat dari
dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-siku,
sudut dan sisi. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika ia dapat mengingat aturan,
rumus, atau teorema yang ada; dapat mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip
tersebut; serta dapat menggunakannya pada situasi yang tepat.
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan kejadian-
kejadian instruksi. Menurut Gagne, bukan hanya guru yang dapat memberikan instruksi kejadian-
kejadian belajarnya dapat juga diterapkan baik pada belajar penemuan, atau belajar di luar kelas,
maupun belajar dalam kelas. Tetapi kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne ditunjukkan
pada guru yang menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa-siswa. Kejadian-kejadian instruksi
itu adalah :
1. Mengaktifkan motivasi (activating motivation)
2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar
3. Mengarahkan perhatian (directing attention)
4. Merangsang ingatan (stimulating recall)
5. Menyediakan bimbingan belajar
6. Meningkatkan retensi (enhancing retention)
7. Melancarkan transfer belajar
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe belajar, dengan tipe
belajar yang rendah merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Hal tersebut akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat
tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di
dalamnya. Kondisi yang diperlukan buat berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus
(signal) secara serempak, stimulus-stimulus tertentu secara berulang kali. Respon yang timbul bersifat
umum dan emosional, selainnya timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
2. Rantai atau Rangkaian hal (Chaining)
Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik.
Chaining ini terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera
setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan ”contiguity”. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe
balajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan satuan pola S-
R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan
reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
3. Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang merupakan hubungan dari dua atau lebih
tindakan stimulus respon verbal yang telah dipelajari sebelumnya. Tipe paling sederhana dari belajar
rangkaian verbal adalah asosiasi antara suatu objek dengan namanya yang melibatkan belajar
rangkaian stimulus respon dari tampilan objek dengan karakteristiknya dan stimulus respon dari
pengamatan terhadap suatu objek dan memberikan tanggapan dengan menyebutkan namanya.
4. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Discrimination learning atau belajar menmbedakan sejumlah rangkaian, mengenal objek secara
konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua
peransang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang
dianggap sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses belajar ini adalah anak didik sudah
mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R). Contohnya:
anak dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga tanaman, binatang, dan lain-lain.
Guru mengenal anak didik serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di
antara anak-anak.
5. Belajar konsep (Concept Learning)
Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau kejadian dan mengelompokan
objek-objek atau kejadian-kejadian dalam satu kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah lawan
dari belajar dari diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk membedakan objek-objek
karena dalam karakteristik yang berbeda sedangkan belajar konsep mengelompokkan objek-objek
karena dalam karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum.
6. Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan (Rule learning) adalah kemampuan untuk merespon sejumlah situasi (stimulus) dengan
beberapa tindakan (Respon). Kebanyakan belajar matematika adalah belajar aturan. sebagai contoh,
kita ketahui bahwa 5 x 6 = 6 x 5 dan bahwa 2 x 8 = 8 x 2; akan tetapi tanpa mengetahui bahwa
aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x a. Kebanyakan orang pertama belajar dan
menggunakan aturan bahwa perkalian komutatif adalah tanpa dapat menyatakan itu, dan biasanya
tidak menyadari bahwa mereka tahu dan menerapkan aturan tersebut. Untuk membahas aturan ini,
harus diberikan verbal(dengan kata-kata) atau rumus seperti “ urutan dalam perkalian tidak
memberikan jawaban yang berbeda” atau “untuk setiap bilangan a dan b, a x b = b x a.
7. Pemecahan Masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena di dalamnya
terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama penggunaan aturan-aturan yang disertai proses analisis
dan penarikan kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan memecahkan masalah,
memberikan respon terhadap ransangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi
problematik. Tipe belajar ini memerlukan proses penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu
yang lama, tetapi dengan tipe belajar ini kemampuan penalaran siswa dapat berkembang. Dengan
demikian poses belajar yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung apabila proses belajar
fundamental lainnya telah dimiliki dan dikuasai.

Teori Dienes

Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-
cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget, dan
pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang
struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan mengkatagorikan
hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau
prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan
baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan
sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu,
akan makin jelas konsep yang dipahami anak, karena anak-anak akan memperoleh hal-hal yang
bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya itu.
Dalam mencari kesamaan sifat anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-
sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih anak-anak dalam mencari
kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaan struktur
dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya. Translasi ini tentu tidak boleh
mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula..
Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap
tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
1. Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari
permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak
berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama
permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan
struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya
dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang
warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan
yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi
tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah,
dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur
matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan
semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan
matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak
didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan
untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi
kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian
membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk
kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah,
serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat
kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat
ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk
permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan
semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada
kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta

mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota
kelompok).
4. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa
menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan
kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh
ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang
sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk
menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif
seperti berikut ini.
Segitiga Segiempat Segilima Segienam Segiduapuluhtiga
0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ..... diagonal ……. diagonal
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan
representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui
perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan
induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang
digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa
dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep
tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti
aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya,
anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang
berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat
dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen
identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes
menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran
konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar
konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus
dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain
dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai
penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi
konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya sesuai
dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat
struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap
konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat adanya
manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk
membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhadap konsep
yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep
tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang
terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu anak
didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya,
menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material
kongkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbolo - simbol
dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan
kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan
matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara
aktif dari pada hanya sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan
matematika ke satu bidang baru.
Dari sudut pandang tahap belajar, peranan guru adalah untuk mengatur belajar anak didik
dalam memahami bentuk aturan-aturan susunan benda walaupun dalam skala kecil. Anak didik pada
masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk kongkret dan mereka
memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan Anak harus mampu mengubah
fase manipulasi kongkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman
kongkretnya.

Anda mungkin juga menyukai