Sriwijaya (atau juga disebut Śrīivijaya; Jawa: ꦯꦿꦷ ꦮꦶꦗꦪ (bahasa Jawa:
Prasasti Talang Tuo merupakan prasasti Kerajaan Sriwijaya yang berisikan amanat
kepada kita semua bagaimana cara menata lingkungan hidup yang
berkesinambungan demi kemakmuran semua makhluk hidup. Dalam
perkembangannya, kini amanat sakral tersebut telah menjadi spirit bagi Gerakan
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan. Prasasti
Talang Tuo adalah peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan oleh Residen
Palembang Louis Constant Westenenk sekitar 17 November 1920 di Kaki Bukit
Siguntang. Wilayah ini kini dikenal sebagai Taman Bukit Siguntang di Palembang.
Prasasti ini, sekarang berada di Museum Nasional Indonesia dengan nomor
inventaris D.145.p.
Bila dikaji dari teks yang dibuat tahun 684 masehi ini, amanat bukan hanya ditujukan
kepada masyarakat Sumatera Selatan semata, melainkan juga masyarakat dunia,
yang bila dilihat dari pengaruh Sriwijaya adalah Asia Tenggara.
Prasasti Kota Kapur adalah prasasti Śrīwijaya yang pertama kali ditemukan, jauh
sebelum Prasasti Kedukan Bukit yang baru ditemukan di Palembang pada tanggal
29 November 1920, dan Prasasti Talang Tuwo yang ditemukan beberapa hari
sebelumnya yaitu pada tanggal 17 November 1920. Berdasarkan prasasti ini
Sriwijaya diketahui telah menguasai bagian selatan Sumatra, Pulau Bangka dan
Belitung hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah
melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum "Bhumi Jawa" yang tidak berbakti
(tidak mau tunduk) kepada Sriwijaya. Peristiwa ini cukup bersamaan waktunya
dengan perkiraan runtuhnya Taruma di Jawa bagian barat dan Holing (Kalingga) di
Jawa bagian tengah. Ada kemungkinan hal tersebut akibat serangan Sriwijaya.
Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat
Malaka, Selat Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
Masa kemunduran
Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, raja dari dinasti Chola di Koromandel, India
selatan, mengirim ekspedisi laut untuk menyerang Sriwijaya. Berdasarkan prasasti
Tanjore bertarikh 1030, Kerajaan Chola telah menaklukan daerah-daerah koloni
Sriwijaya, seperti wilayah Nikobar dan sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya
yang berkuasa waktu itu Sangrama-Vijayottunggawarman. Selama beberapa
dekade berikutnya, seluruh imperium Sriwijaya telah berada dalam pengaruh dinasti
Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola I tetap memberikan peluang kepada raja-
raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya.[43]
Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya berita utusan San-fo-ts'i ke Tiongkok tahun
1028.[44]
Faktor lain kemunduran Sriwijaya adalah faktor alam. Karena adanya pengendapan
lumpur di Sungai Musi dan beberapa anak sungai lainnya, sehingga kapal-kapal
dagang yang tiba di Palembang semakin berkurang.[45] Akibatnya, Kota Palembang
semakin menjauh dari laut dan menjadi tidak strategis. Akibat kapal dagang yang
datang semakin berkurang, pajak berkurang dan memperlemah ekonomi dan posisi
Sriwijaya.
EKS PAMALAYU
Jadi, sasaran Ekspedisi Pamalayu adalah inspeksi pada Kerajaan Melayu karena
dalam Nagarakretagama telah disebutkan bahwa kerajaan wilayah Melayu
merupakan daerah bawahan di antara sekian banyak daerah jajahan Majapahit, di
mana penyebutan Malayu tersebut dirujuk kepada beberapa negeri yang ada di
pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya
KERAJAAN SINGOSARI
ditulis Singhasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang
didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222.[1] Lokasi kerajaan ini sekarang
diperkirakan berada di daerah Singasari, Malang.
AWAL BERDIRI
Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan
Kadiri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu
adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh
pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu baru.
Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken
Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan
Kadiri.
Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kerajaan Kadiri melawan
kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang
mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Perang melawan Kerajaan Kadiri meletus di desa Ganter yang
dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan
Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu,
pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang
berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kerajaan Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau
pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah gelar
anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri
kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga
menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan Kerajaan Kadiri, Ken
Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari
(1272 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa.
Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk
menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi
bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan
Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap
telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang
dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada
tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta
agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas
oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan
Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara
lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
Nama gubernur jenderal ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Daendels, adalah gubernur
jenderal yang memerintah tahun 1808-1811. Pemerintahannya sendiri adalah sebagai
wakil Perancis di Indonesia. Belanda sendiri pada masa itu takluk oleh Perancis,
sehingga seluruh tanah jajahan Belanda jatuh ke tangan Perancis, salah satunya
Indonesia.
Pada masa itu pula, Inggris sedang berperang dengan Perancis, sehingga apabila Inggris
masuk ke Indonesia lalu menuju ke Pulau Jawa, itu adalah ancaman besar bagi Perancis.
Karena itu, tugas utama Daendels di Indonesia adalah mempertahankan pulau Jawa,
yang merupakan pusat pemerintahan, dari serangan Inggris.
1. Membuat jalan dari Anyer (daerah di Banten) hingga Panarukan (daerah di Jawa
Timur), yang biasanya disebut Jalan Raya Pos. Pembangunan jalan ini memakan
banyak biaya, dan tentunya pembangunan jalan ini memakan banyak korban jiwa.
Dikarenakan rakyat Indonesia dipaksa membuat Jalan Raya Pos non-stop.
2. Membangun dermaga di Surabaya.
3. Membangun pabrik senjata di Semarang, untuk produksi senjata.
4. Membangun benteng di Jakarta dan Surabaya, untuk pertahanan.
Penyimpangan di dalam Cultuurstelsel menuai kritik dari kaum liberal dan intelektual
Belanda. Selain itu, kesewenang-wenangan Van Den Bosch dalam pelaksanaan
Cultuurstelsel juga mendapat kritikan tersendiri.
Selain sistem tanam paksa, Van Den Bosch juga melakukan usaha untuk
memadamkan perlawanan Pangeran Diponegoro dan perlawanan Kaum Paderi di
Sumatra Barat. Perlawanan Diponegoro dapat berakhir pada tahun 1830, namun
perlawanan Kaum Paderi atau perang Paderi terus berlanjut hingga tahun 1837.
MASA JEPANG
Tiga A adalah propaganda Kekaisaran Jepang pada masa Perang Dunia II yaitu "Nippon
Pemimpin Asia", "Nippon Pelindung Asia" dan "Nippon Cahaya Asia". Gerakan Tiga A didirikan
pada tanggal 29 Maret 1942. Pelopor gerakan Tiga A ialah Shimizu Hitoshi. Ketua Gerakan Tiga
A dipercayakan kepada Mr. Syamsuddin. Gerakan Tiga A bukanlah gerakan kebangsaan
Indonesia. Gerakan ini lahir semata - mata untuk memikat hati dan menarik simpati bangsa
Indonesia agar mau membantu Jepang. Gerakan Tiga A pertama kali melakukan kegiatan
di Surabaya. Gerakan ini kurang mendapat perhatian rakyat, karena bukan gerakan kebangsaan
Indonesia. Oleh karena kurang berhasil menggerakkan rakyat Indonesia dalam membantu usaha
tentara Jepang, maka gerakan ini dibubarkan pada tahun 1943 dan digantikan oleh Putera.
CHUO
Pada tanggal 5 september 1943 Saiko Shikikan (Panglima Tertinggi Tentara Keenam
Belas) mengeluarkan Osamu Seirei No. 36 tentang pembentukan Chuo Sangi-in.
Chuo Sangi In adalah suatu badan yang bertugas mengajukan usul kepada pemerintah
serta menjawab pertanyaan mengenai soal-soal politik, dan menyarankan tindakan yang
perlu dilakukan oleh pemerintah militer Jepang. Badan ini dibentuk pada tanggal 1
Agustus 1943 yang beranggotakan 43 orang (semuanya orang indonesia) dengan Ir.
Soekarno sebagai ketuanya.
PETA
Tentara Sukarela Pembela Tanah Air atau PETA (郷土防衛義勇軍 kyōdo bōei giyūgun) adalah
kesatuan militer yang dibentuk Jepang di Indonesia dalam masa pendudukan Jepang. Tentara
Pembela Tanah Air dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 berdasarkan maklumat Osamu Seirei
No 44 yang diumumkan oleh Panglima Tentara Ke-16, Letnan Jendral Kumakichi Harada
sebagai Tentara Sukarela. Pelatihan pasukan Peta dipusatkan di kompleks militer Bogor yang
diberi nama Jawa Bo-ei Giyûgun Kanbu Resentai.
Tentara PETA telah berperan besar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Beberapa tokoh
nasional yang dulunya tergabung dalam PETA antara lain mantan presiden Soeharto dan
Jendral Besar Soedirman. Veteran-veteran tentara PETA telah menentukan perkembangan dan
evolusi militer Indonesia, antara lain setelah menjadi bagian penting dari pembentukan Badan
Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan
Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI) hingga akhirnya TNI. Karena hal ini, PETA banyak
dianggap sebagai salah satu cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia.