Anda di halaman 1dari 10

Masa Kejayaan nasional

Sriwijaya (atau juga disebut Śrīivijaya; Jawa: ꦯꦿꦷ ꦮꦶꦗꦪ (bahasa Jawa:

Sriwijaya); Thai: ศรีวช


ิ ยั ; Siwichai) adalah salah satu kemaharajaan bahari yang
pernah berdiri di pulau Sumatra dan banyak memberi pengaruh
di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang
dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa Barat dan
kemungkinan Jawa Tengah.[1][2] Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya"
atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan",[2] maka nama
Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang".
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang
pendeta Tiongkok dari Dinasti Tang, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi
Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.[3][4] Selanjutnya prasasti yang paling
tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan
Bukit di Palembang, bertarikh 682.
PRASASTI KEDUKAN BUKIT
Menurut Prasasti Kedukan Bukit, yang bertarikh 605 Saka (683 M), Kadatuan
Sriwijaya pertama kali didirikan di sekitar Palembang, di tepian Sungai Musi.
Prasasti ini menyebutkan bahwa Dapunta Hyang berasal dari Minanga Tamwan.
Lokasi yang tepat dari Minanga Tamwan masih diperdebatkan. Teori Palembang
sebagai tempat di mana Sriwijaya pertama kali bermula diajukan oleh Coedes dan
didukung oleh Pierre-Yves Manguin. Selain Palembang, tempat lain seperti Muaro
Jambi (Sungai Batanghari, Jambi) dan Muara Takus (pertemuan Sungai Kampar
Kanan dan Kiri, Riau) juga diduga sebagai ibu kota Sriwijaya. Berdasarkan observasi
sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin menyimpulkan bahwa pusat Sriwijaya
berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di
provinsi Sumatra Selatan sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini
dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.
PRASASTI TELAGA BATU
Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari
Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatra Selatan, pada
tahun 1935. Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara
garis besar isinya tentang kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan
di kedatuan Sriwijaya dan tidak taat kepada perintah dātu. Casparis berpendapat
bahwa orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang
berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya
sehingga perlu disumpah.
PRASASTI TALANG TU

Prasasti Talang Tuo merupakan prasasti Kerajaan Sriwijaya yang berisikan amanat
kepada kita semua bagaimana cara menata lingkungan hidup yang
berkesinambungan demi kemakmuran semua makhluk hidup. Dalam
perkembangannya, kini amanat sakral tersebut telah menjadi spirit bagi Gerakan
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan. Prasasti
Talang Tuo adalah peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan oleh Residen
Palembang Louis Constant Westenenk sekitar 17 November 1920 di Kaki Bukit
Siguntang. Wilayah ini kini dikenal sebagai Taman Bukit Siguntang di Palembang.
Prasasti ini, sekarang berada di Museum Nasional Indonesia dengan nomor
inventaris D.145.p.

Bila dikaji dari teks yang dibuat tahun 684 masehi ini, amanat bukan hanya ditujukan
kepada masyarakat Sumatera Selatan semata, melainkan juga masyarakat dunia,
yang bila dilihat dari pengaruh Sriwijaya adalah Asia Tenggara.

PRASASTI KOTA KAPUR

Prasasti Kota Kapur adalah prasasti Śrīwijaya yang pertama kali ditemukan, jauh
sebelum Prasasti Kedukan Bukit yang baru ditemukan di Palembang pada tanggal
29 November 1920, dan Prasasti Talang Tuwo yang ditemukan beberapa hari
sebelumnya yaitu pada tanggal 17 November 1920. Berdasarkan prasasti ini
Sriwijaya diketahui telah menguasai bagian selatan Sumatra, Pulau Bangka dan
Belitung hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah
melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum "Bhumi Jawa" yang tidak berbakti
(tidak mau tunduk) kepada Sriwijaya. Peristiwa ini cukup bersamaan waktunya
dengan perkiraan runtuhnya Taruma di Jawa bagian barat dan Holing (Kalingga) di
Jawa bagian tengah. Ada kemungkinan hal tersebut akibat serangan Sriwijaya.
Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat
Malaka, Selat Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.

Masa kemunduran

Serbuan kerajaan Chola

Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, raja dari dinasti Chola di Koromandel, India
selatan, mengirim ekspedisi laut untuk menyerang Sriwijaya. Berdasarkan prasasti
Tanjore bertarikh 1030, Kerajaan Chola telah menaklukan daerah-daerah koloni
Sriwijaya, seperti wilayah Nikobar dan sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya
yang berkuasa waktu itu Sangrama-Vijayottunggawarman. Selama beberapa
dekade berikutnya, seluruh imperium Sriwijaya telah berada dalam pengaruh dinasti
Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola I tetap memberikan peluang kepada raja-
raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya.[43]
Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya berita utusan San-fo-ts'i ke Tiongkok tahun
1028.[44]

Faktor lain kemunduran Sriwijaya adalah faktor alam. Karena adanya pengendapan
lumpur di Sungai Musi dan beberapa anak sungai lainnya, sehingga kapal-kapal
dagang yang tiba di Palembang semakin berkurang.[45] Akibatnya, Kota Palembang
semakin menjauh dari laut dan menjadi tidak strategis. Akibat kapal dagang yang
datang semakin berkurang, pajak berkurang dan memperlemah ekonomi dan posisi
Sriwijaya.
EKS PAMALAYU

Ekspedisi Pamalayu adalah sebuah diplomasi melalui operasi kewibawaan militer[1]


yang dilakukan Kerajaan Singhasari di bawah perintah Raja Kertanagara pada tahun
1275–1286 terhadap Kerajaan Melayu di Dharmasraya di Pulau Sumatra

Beberapa literatur menyebut sasaran Ekspedisi Pamalayu adalah untuk menguasai


negeri Melayu sebagai batu loncatan untuk menaklukkan Sriwijaya. Dengan
demikian, posisi Sriwijaya sebagai penguasa Asia Tenggara dapat diperlemah.
Namun pendapat ini kurang tepat karena pada saat itu kerajaan Sriwijaya sudah
musnah. Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 juga tidak pernah menyebutkan
adanya negeri bernama Sriwijaya lagi, tetapi melainkan bernama Palembang. Itu
artinya pada zaman tersebut, nama Sriwijaya sudah tidak dikenal lagi. Catatan dari
Dinasti Ming memang menyebutkan bahwa pada tahun 1377 tentara Jawa
menghancurkan pemberontakan San-fo-tsi. Meskipun demikian, istilah San-fo-tsi
tidak harus bermakna Sriwijaya. Dalam catatan Dinasti Song istilah San-fo-tsi
memang identik dengan Sriwijaya, tetapi dalam naskah Chu-fan-chi yang ditulis
tahun 1225, istilah San-fo-tsi identik dengan Dharmasraya. Dengan kata lain, San-
fo-tsi adalah sebutan bangsa Cina untuk pulau Sumatra, sebagaimana mereka
menyebut Jawa dengan istilah Cho-po.

Jadi, sasaran Ekspedisi Pamalayu adalah inspeksi pada Kerajaan Melayu karena
dalam Nagarakretagama telah disebutkan bahwa kerajaan wilayah Melayu
merupakan daerah bawahan di antara sekian banyak daerah jajahan Majapahit, di
mana penyebutan Malayu tersebut dirujuk kepada beberapa negeri yang ada di
pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya
KERAJAAN SINGOSARI

Kerajaan Singasari (Hanacaraka: ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦱꦶ ꦔ꧀ꦲꦱꦫꦶ ) atau sering pula

ditulis Singhasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang
didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222.[1] Lokasi kerajaan ini sekarang
diperkirakan berada di daerah Singasari, Malang.
AWAL BERDIRI
Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan
Kadiri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu
adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh
pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu baru.
Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken
Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan
Kadiri.
Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kerajaan Kadiri melawan
kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang
mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Perang melawan Kerajaan Kadiri meletus di desa Ganter yang
dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan
Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu,
pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang
berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kerajaan Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau
pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah gelar
anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri
kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga
menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan Kerajaan Kadiri, Ken
Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari
(1272 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa.
Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk
menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi
bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan
Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap
telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang
dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada
tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta
agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas
oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan
Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara
lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

Hubungan dengan Majapahit


Pararaton, Nagarakretagama, dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden
Wijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut.
Berkat bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni
oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit.
Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk
menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk
mengalahkan Jayakatwang di Kerajaan Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya
dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa.
Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan
Singhasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti
yang didirikan oleh Ken Arok.
MASA KEJAYAAN
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari
tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya
dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-
1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi,
kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian
kepulauan Filipina.[19] Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak
kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan
diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik,
Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan
Sunda sebagai permaisurinya.[21] Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai
perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan
pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan
dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang
untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara
keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak
terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan
Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga
kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam.[22] Tradisi menyebutkan bahwa
sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh
diri untuk membela kehormatan negaranya.
Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan/sumpah yang dikemukakan oleh Gajah
Mada pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit,
tahun 1258 Saka (1336 M).[1]
Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton, yang
berbunyi :
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada:
"Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring
Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Butuni, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Terjemahanny :
Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada,
"Jika telah menundukkan seluruh Nusantara dibawah kekuasaan Majapahit, saya
(baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura,
Haru, Butuni, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya
(baru akan) melepaskan puasa".
Dari isi naskah ini dapat diketahui bahwa pada masa diangkatnya Gajah Mada,
sebagian wilayah Nusantara yang disebutkan pada sumpahnya belum dikuasai
Majapahit.
VOC
Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde
Oostindische Compagnie atau disingkat VOC) yang didirikan pada tanggal 20
Maret 1602.[1] VOC adalah persekutuan dagang asal Belanda yang
memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena
ada pula Geoctroyeerde Westindische Compagnie yang merupakan persekutuan
dagang untuk kawasan Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan
multinasional pertama di dunia [2] sekaligus merupakan perusahaan pertama yang
mengeluarkan sistem pembagian saham.[
Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah persekutuan badan dagang saja,
tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas
serta hak-hak istimewa (octrooi).[1] Misalnya VOC boleh memiliki tentara, memiliki
mata uang, bernegosiasi dengan negara lain hingga menyatakan perang. [1] Banyak
pihak menyebut VOC sebagai negara di dalam negara. VOC memiliki enam bagian
(Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn,
dan Rotterdam.[4] Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII atau 17
tuan.[5] Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan
proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
Di kalangan orang Indonesia bahkan juga di Malaysia, VOC memiliki sebutan
populer Kompeni atau Kumpeni.[6] Istilah ini berasal dari kesalahan orang
Indonesia ketika mengucapkan compagnie dalam bahasa Belanda yang merujuk
pada makna perusahaan[7]. Tetapi rakyat Nusantara lebih mengenal Kompeni
sebagai tentara Belanda karena penindasannya dan pemerasan kepada rakyat
Nusantara yang sama seperti tentara Belanda.
JENDDRAL BERPENGARUH
Herman Willem Daendels (Memerintah tahun 1808-1811)

Nama gubernur jenderal ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Daendels, adalah gubernur
jenderal yang memerintah tahun 1808-1811. Pemerintahannya sendiri adalah sebagai
wakil Perancis di Indonesia. Belanda sendiri pada masa itu takluk oleh Perancis,
sehingga seluruh tanah jajahan Belanda jatuh ke tangan Perancis, salah satunya
Indonesia.
Pada masa itu pula, Inggris sedang berperang dengan Perancis, sehingga apabila Inggris
masuk ke Indonesia lalu menuju ke Pulau Jawa, itu adalah ancaman besar bagi Perancis.
Karena itu, tugas utama Daendels di Indonesia adalah mempertahankan pulau Jawa,
yang merupakan pusat pemerintahan, dari serangan Inggris.

Untuk mengerjakan tugas utamanya, Daendels mempunyai banyak kebijakan. Berikut


adalah kebijakan yang dibuat oleh Daendels,

1. Membuat jalan dari Anyer (daerah di Banten) hingga Panarukan (daerah di Jawa
Timur), yang biasanya disebut Jalan Raya Pos. Pembangunan jalan ini memakan
banyak biaya, dan tentunya pembangunan jalan ini memakan banyak korban jiwa.
Dikarenakan rakyat Indonesia dipaksa membuat Jalan Raya Pos non-stop.
2. Membangun dermaga di Surabaya.
3. Membangun pabrik senjata di Semarang, untuk produksi senjata.
4. Membangun benteng di Jakarta dan Surabaya, untuk pertahanan.

Semua kebijakan Daendels tersebut dilakukan untuk usahanya menghindari serangan


Inggris. Namun, raja-raja yang berkuasa di Jawa dan beberapa orang Belanda,
menganggap Daendels bersikap otoriter. Sehingga pada tahun 1811, Daendels dipanggil
pulang ke Belanda. Meskipun pada akhirnya Jalan Raya Pos selesai pembuatannya,
namun Inggris berhasil masuk ke Indonesia.
THOMAS STAMFERD RAFLES
Raffles, adalah Gubernur Jenderal Inggris yang memerintah pada tahun 1811-1816.
Dibuatnya Kapitulasi Tuntang, telah mengakhiri kekuasaan Belanda di Hindia
Belanda untuk sementara, dan Inggris berkuasa di Hindia Belanda.
Thomas Stamford Raffles membuat banyak kebijakan, yakni sebagai berikut,
1. Bidang Politik
Membentuk Pulau Jawa menjadi 16 karisidenan
Merubah sistem pemerintahan pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial
bercorak barat, jadi kedatangan Raffles juga membawa pengaruh barat, salah
satunya adalah sistem pemerintahan
2. Bidang Ekonomi
Mengenalkan mata uang
Menghapuskan pajak hasil bumi dan sistem penyerahan wajib
Sistem Landrente atau sewa tanah, jadi para petani atau penggarap tanah menyewa
tanah dari Inggris untuk digarap dan ditanami
3. Bidang Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Mendirikan Kebun Raya Bogor
Penemuan dan pemugaran Candi Borobudur
Penemuan tanaman Rafflesia Arnoldi
Menulis buku History of Java, berisi tentang sejarah Pulau Jawa pada masanya
Mendukung Bataviaach Genootschap yang merupakan perkumpulan budaya dan
ilmu pengetahuan
4. Bidang Sosial
Menghapus kerja rodi yang dibuat pada masa Daendels
Menghapus perbudakan
Kekuasaan Raffles di Indonesia resmi berakhir pada tahun 1816. Berakhirnya
kekuasaan Raffles juga merupakan berakhirnya Inggris di Indonesia.
Van Den Bosch (Memerintah pada tahun 1830-1834)
Bisa dibilang, Gubernur Van Den Bosch adalah gubernur jenderal yang terkenal
ketiga, setelah Herman Williem Daendels dan Thomas Stamford Raffle
Kebijakannya yang paling terkenal adalah Sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel.
Daendels sendiri membuat Sistem Tanam Paksa untuk mengisi kekosongan kas
Belanda akibat Perang Diponegoro dan Perang Kemerdekaan Belgia. Rakyat
dipaksa untuk menanam tanaman seperti kopi, lada, teh, dan tebu. Nantinya,
tanaman itu akan dipanen, kemudian diangkut dan dijual oleh Belanda.
Sayangnya, dalam praktek Cultuurstelsel, peraturan yang ditetapkan tidak sesuai
dengan prakteknya. Salah satu peraturan menyatakan bahwa rakyat yang tidak
memiliki tanah pertanian, wajib bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda
selama 66 hari atau seperlima tahun. Namun, rakyat yang tidak memiliki tanah
pertanian, tetap dipaksa untuk bekerja di perkebunan lebih dari 66 hari.

Penyimpangan di dalam Cultuurstelsel menuai kritik dari kaum liberal dan intelektual
Belanda. Selain itu, kesewenang-wenangan Van Den Bosch dalam pelaksanaan
Cultuurstelsel juga mendapat kritikan tersendiri.

Selain sistem tanam paksa, Van Den Bosch juga melakukan usaha untuk
memadamkan perlawanan Pangeran Diponegoro dan perlawanan Kaum Paderi di
Sumatra Barat. Perlawanan Diponegoro dapat berakhir pada tahun 1830, namun
perlawanan Kaum Paderi atau perang Paderi terus berlanjut hingga tahun 1837.

MASA JEPANG

PERJANJIAN KALIJATI adalah salah satu kesepakatan diplomasi yang


penting sepanjang sejarah tanah air. Perjanjian tersebut dilakukan oleh
Jepang dan Belanda ketika berada di Indonesia, tepatnya di Kecamatan
Kalijati, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.
Kemenangan Jepang terhadap Belanda pada Oktober 1942 memaksa
Belanda mengakui kekalahan atas Jepang.Pada 8 maret tahun 1942, kedua
belah pihak sepakat untuk membuat perjanjian yang diberi nama Perjanjian
Kalijati, adapun isi dari perjanjian tersebut adalah:

BELANDA MENYERAH TANPA SYARAT KEPADA JEPANG


Ditanda tanganinya perjanjian ini membuat Jepang secara resmi menjajah
Indonesia menggantikan posisi Belanda. Perbuatan ini membuat Jepang
mengikuti Perang Dunia II.

Tiga A adalah propaganda Kekaisaran Jepang pada masa Perang Dunia II yaitu "Nippon
Pemimpin Asia", "Nippon Pelindung Asia" dan "Nippon Cahaya Asia". Gerakan Tiga A didirikan
pada tanggal 29 Maret 1942. Pelopor gerakan Tiga A ialah Shimizu Hitoshi. Ketua Gerakan Tiga
A dipercayakan kepada Mr. Syamsuddin. Gerakan Tiga A bukanlah gerakan kebangsaan
Indonesia. Gerakan ini lahir semata - mata untuk memikat hati dan menarik simpati bangsa
Indonesia agar mau membantu Jepang. Gerakan Tiga A pertama kali melakukan kegiatan
di Surabaya. Gerakan ini kurang mendapat perhatian rakyat, karena bukan gerakan kebangsaan
Indonesia. Oleh karena kurang berhasil menggerakkan rakyat Indonesia dalam membantu usaha
tentara Jepang, maka gerakan ini dibubarkan pada tahun 1943 dan digantikan oleh Putera.

Pusat Tenaga Rakyat (disingkat Putera) adalah organisasi yang dibentuk


pemerintah Jepang di Indonesia pada 16 April 1943 dan dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir.
Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansyur. Tujuan Putera adalah untuk
membujuk kaum Nasionalis dan kaum Intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaganya
untuk kepentingan perang melawan Sekutu dan diharapkan dengan adanya pemimpin orang
Indonesia, maka rakyat akan mendukung penuh kegiatan ini. Dalam tempo singkat Putera dapat
berkembang sampai ke daerah dengan anggotanya adalah kumpulan organisasi profesi seperti:
Persatuan Guru Indonesia, Perkumpulan Pegawai Pos, Radio, dan Telegraf, Perkumpulan Istri
Indonesia, Barisan Banteng dan Badan Perantara Pelajar Indonesia, serta Ikatan Sport
Indonesia.

CHUO

Pada tanggal 5 september 1943 Saiko Shikikan (Panglima Tertinggi Tentara Keenam
Belas) mengeluarkan Osamu Seirei No. 36 tentang pembentukan Chuo Sangi-in.
Chuo Sangi In adalah suatu badan yang bertugas mengajukan usul kepada pemerintah
serta menjawab pertanyaan mengenai soal-soal politik, dan menyarankan tindakan yang
perlu dilakukan oleh pemerintah militer Jepang. Badan ini dibentuk pada tanggal 1
Agustus 1943 yang beranggotakan 43 orang (semuanya orang indonesia) dengan Ir.
Soekarno sebagai ketuanya.
PETA
Tentara Sukarela Pembela Tanah Air atau PETA (郷土防衛義勇軍 kyōdo bōei giyūgun) adalah
kesatuan militer yang dibentuk Jepang di Indonesia dalam masa pendudukan Jepang. Tentara
Pembela Tanah Air dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 berdasarkan maklumat Osamu Seirei
No 44 yang diumumkan oleh Panglima Tentara Ke-16, Letnan Jendral Kumakichi Harada
sebagai Tentara Sukarela. Pelatihan pasukan Peta dipusatkan di kompleks militer Bogor yang
diberi nama Jawa Bo-ei Giyûgun Kanbu Resentai.
Tentara PETA telah berperan besar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Beberapa tokoh
nasional yang dulunya tergabung dalam PETA antara lain mantan presiden Soeharto dan
Jendral Besar Soedirman. Veteran-veteran tentara PETA telah menentukan perkembangan dan
evolusi militer Indonesia, antara lain setelah menjadi bagian penting dari pembentukan Badan
Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan
Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI) hingga akhirnya TNI. Karena hal ini, PETA banyak
dianggap sebagai salah satu cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia.

Pemberontakan batalion PETA di Blitar


Pada tanggal 14 Februari 1945, pasukan PETA di Blitar di bawah pimpinan Supriadi melakukan
sebuah pemberontakan. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan dengan memanfaatkan
pasukan pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan PETA sendiri maupun Heiho.
Supriadi, pimpinan pasukan pemberontak tersebut, menurut sejarah Indonesia dinyatakan hilang
dalam peristiwa ini. Akan tetapi, pimpinan lapangan dari pemberontakan ini, yang selama ini
dilupakan sejarah, Muradi, tetap bersama dengan pasukannya hingga saat terakhir. Mereka
semua pada akhirnya, setelah disiksa selama penahanan oleh Kempeitai (PM), diadili dan
dihukum mati dengan hukuman penggal sesuai dengan hukum militer Tentara Kekaisaran
Jepang di Eevereld (sekarang pantai Ancol) pada tanggal 16 Mei 1945.
AKHIR KEKUASAAN JEPANG
Akhir 1944, posisi Jepang semakin terjepit akibat kekalahan-kekalahan yang dialami dalam
setiap medan pertempuran melawan Sekutu.
Perdana Menteri Koiso mengeluarkan Janji Kemerdekaan pada tanggal 7 September 1944
dalam sidang Parlemen Jepang di Tokyo.
Sebagai bukti dan tindak lanjut janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945, Letnan Jenderal
Kumakici Harada (pemimpin militer di Jawa) mengumumkan dibentuknya Dokuritsu Junbi
Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha- usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
dengan ketuanya Dr. K.R.T. Rajiman Wedyodiningrat. BPUPKI ternyata tidak bertahan lama.
Dalam perkembangan berikutnya, BPUPKI dibubarkan, lalu diganti dengan Dokuritsu Junbi
Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan ini diresmikan sesuai
dengan keputusan Jenderal Terauchi, yaitu seorang panglima tentara umum selatan, yang
membawahi semua tentara Jepang di Asia Tenggara pada tanggal 7 Agustus 1945.,
setelah mendengar berita penyerahan tanpa syarat Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15
Agustus 1945, kemerdekaan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia terwujud bukan atas
nama PPKI, melainkan atas nama Bangsa Indonesia itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai