Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keluhan pada punggung atau keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan
pada otot skeletal yang dirasakan dengan intensitas nyeri yang berbeda-beda, dari
nyeri yang ringan sampai nyeri yang sangat sakit. Otot yang menerima beban statis
secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan keluhan
berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon (Tarwaka, 2004).
Low back pain merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal akibat dari
ergonomi yang salah. Gejala utama low back pain adalah rasa nyeri di daerah
tulang belakang bagian punggung. Secara umum nyeri ini disebabkan karena
peregangan otot dan bertambahnya usia yang akan menyebabkan intensitas
olahraga dan gerak semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan otot-otot
punggung dan perut akan menjadi lemah (Umami et al., 2014).
Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah punggung
bawah yang disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang. Nyeri
punggung bawah dapat diikuti dengan cedera atau trauma punggung, tapi juga rasa
sakit dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif misalnya penyakit artritis,
osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan
cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang (Tatilu, 2014 dalam
Nurzannah 2015).
Low Back Pain (Nyeri Punggung Bawah) di Indonesia merupakan masalah
kesehatan yang nyata. Ia merupakan penyakit nomor dua pada manusia setelah
influenza (Tanjung,Rahajeng. 2005). Prevalensi nyeri punggung bawah pada
pemandu seperti supir, pengendara sepeda motor, atau penarik becak lebih tinggi
berbanding pekerjaan – pekerjaan lain, masalah nyeri punggung bawah yang
timbul akibat duduk lama menjadi fenomena yang sering terjadi saat ini. Pada
dasarnya keluhan nyeri dapat terjadi pada bangunan muskuloskeletal. Prevalensi

1
nyeri muskuloskeletal, termasuk Low Back Pain (nyeri punggung bawah), telah
dideskripsikan sebagai sebuah epide
mic (Rahmat HS, 2009).
Di Indonesia, angka kejadian pasti dari NPB tidak diketahui, namun
diperkirakan, angka prevalensi NPB bervariasi antara 7,6% sampai 37%. Masalah
NPB pada pekerja pada umumnya dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak
prevalensi pada kelompok usia 45-60 tahun dengan sedikit perbedaan berdasarkan
jenis kelamin (Widiayanti,et,all, 2009).
Dilihat dari data yang dikumpulkan dari penelitian Pusat Riset dan
Pengembangan Ekologi Kesehatan, Departemen Kesehatan. Penelitian ini
melibatkan 800 orang dari 8 sektor informal di Tanah Air. Hasilnya menunjukkan,
gangguan muskuloskeletal dialami oleh sekitar 31,6% petanikelapa sawit di Riau,
21% perajin wayang kulit di Yogyakarta, 18% perajin onix di Jawa Barat, 16,4%
penambang emas di Kalimantan Barat, 14,9% perajin sepatu di Bogor, dan 8%
perajin kuningan di Jawa Tengah. Perajin batu bata di Lampung dan nelayan di
DKI Jakarta adalah kelompok pekerja yang paling banyak menderita gangguan
muskuloskeletal, masing masingnya sekitar 76,7% dan 41,6%. Dan rata-rata
semua pekerja mengeluhkan nyeri di punggung, bahu,dan pergelangan tangan
(Herryanto, 2004). Di negara industri seperti Indonesia, nyeri punggung banyak
menyerang pekerja usia produktif sekitar 20-40 tahun (Arda, 2007). PT Semen
Tonasa ditemukan bahwa terdapat 46 orang (79,3%) menderita nyeri punggung
(Darfikal,2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 29 pekerja yang
menderita nyeri punggung, sebanyak 16orang (84,2%) yang masa kerjanya lama
(Ansar, 2010 dalam Saputra, 2012).
Orang yang mengemudi lebih dari 25.000 mil per tahun menghabiskan
waktu sekitar 22 hari untuk tidak bekerja yang disebabkan oleh nyeri punggung,
dibandingkan dengan 3 hari bagi pengemudi jarak dekat (BackCare-Uk charity
dalam Bull and Archard, 2007).
Kesenangan kita menyetir berkaitan dengan kecendrungan kita menghindari
olahraga. Seringkali kita memilih naik mobil daripada berjalan ke toko atau ke

2
sekolah atau ke tempat kerja. Walaupun dapat menghemat waktu, namun dalam
jangka panjang hal ini juga meningkatkan kemungkinan kita mengalami masalah
punggung dan masalah kesehatan lainnya. Sayangnya, beberapa orang tidak dapat
menghindari untuk menghabiskan waktu lama dengan duduk di dalam mobil
(misalnya pengemudi taksi, pengemudi bus, tenaga pemasaran). Getaran roda yang
konstan, membungkuk ke depan atau menggengam kemudi, duduk pada posisi
yang sama dan meregangkan badan untuk menginjak kopling atau melihat spion
semua hal tersebut menyebabkan ketegangan punggung. (Bull and Archard, 2007).
Berdasarkan pra survey yang dilakukan di PO. Puspa Jaya Jl. Soekarno Hatta
No.3 Bandar Lampung,pada tanggal 17 April 2018, terdapat 150 armada bus
Puspa Jaya dengan trayek Lampung-P.Jawa dengan 3 sopir dalam satu bus, yang
mana para sopir ini mulai mengemudikan bus pada pukul 13.00WIB sampai tiba di
tempat tujuan masing-masing. Pada kesempatan prasurvey awal ini dengan
melakukan wawancara pada 12 sopir bus Puspa Jaya yang sedang berada ditempat
didapatkan 9 (75%) sopir busyang mengalami nyeri punggung bawah yang
ditandai dengan: pegal dan kram di sekitar punggung bawah. Sedangkan 3 (25%)
sopir bus lainnya mengaku tidak mengalami nyeri punggung bawah. Keluhan
nyeri punggung bawah (low back pain) sering dirasakan pada para sopir bus ketika
melakukan ataupun setelah melakukan pekerjaannya. Hal ini yang mendasarkan
penulis untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan
keluhan low back pain.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Low back pain di Indonesia adalah penyakit yang nyata, LBP merupakan
penyakit nomor dua setelah influenza.
2. Low back pain merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal akibat dari
ergonomi yang salah. Gejala utama low back pain adalah rasa nyeri di daerah
tulang belakang bagian punggung.
3. Low Back Pain (Nyeri Punggung Bawah) di Indonesia merupakan masalah
kesehatan yang nyata. Ia merupakan penyakit nomor dua pada manusia setelah
influenza.

3
4. Di Indonesia, angka kejadian pasti dari NPB tidak diketahui, namun
diperkirakan, angka prevalensi NPB bervariasi antara 7,6% sampai 37%.
Masalah NPB pada pekerja pada umumnya dimulai pada usia dewasa muda
dengan puncak prevalensi pada kelompok usia 45-60 tahun dengan sedikit
perbedaan berdasarkan jenis kelamin.
5. Berdasarkan pra survey yang dilakukan pada tanggal 16 Maret 2018 di
Terminal Rajabasa terhadap 22 responden sopir angkot, 16 (%) responden
mengaku mengalami low back pain dan 6(%) mengaku tidak mengalami low
back pain.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi diatas rumusan masalah pada penelitian ini adalah
“faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan keluhan low back pain pada
sopir bus PO. Puspa Jaya kota Bandar Lampung Tahun 2018?”
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Low back pain
pada supir angkutan kota Rajabasa-TanjungKarang, Bandar Lampung.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui angka keluhan low back pain.
2. Mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian low back pain.
3. Mengetahui hubungan antara masa kerja dengan kejadian low back pain.
4. Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian low back
pain.
5. Mengetahui hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian low back
pain.
6. Mengetahui hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan kejadian
low back pain.
7. Mengetahui hubungan antara lama kerja dengan kejadian low back pain.

4
1.5. Manfaat Peneltian
1. Bidang Teoritis
Dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk kepentingan perkuliahan, dan
juga sebagai dasar dalam penelitian lanjut bagi mahasiswa yang ingin meneliti
lebih lanjut tentang penelitian ini.
2. Manfaat Aplikatif
a. Digunakan sebagai sarana untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu
yang secara teoritik diperoleh di perkuliahan serta untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Universitas
Mitra Lampung.
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan infomasi bagi para sopir bus Puspa
Jaya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keluhanlow back pain
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan produktivitas kerja secara
optimal.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
berhubungan dengan keluhan low back pain (nyeri punggung bawah) pada sopir bus
Puspa Jaya Bandar Lampung tahun 2018.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1.Muskuloskeletal
2.1.1.1. Gambaran Umum Muskuloskeletal
Keluhan Muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampa sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang
lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan
tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan
keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem
muskuloskeletal (Grandjean,1993; Lemasters, 1996). Secara garis besar keluhan
otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
ototmenerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap.Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit
pada ototmasih terus berlanjut.
Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan
danhasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot
rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung,
pinggang dan otot-otot bagian bawah. Di antara keluhan otot skeletal tersebut,
yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back
pain=LBP). Laporan dari the Bureau of Labour Statistics (LBS) Departemen
Tenaga Kerja Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 1982 menunjukkan
bahwa hampir 20% dari semua kasus sakit akibat kerja dan 25 % biaya

6
kompensasi yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan/sakit pinggang.
Besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti
belum diketahui. Namundemikian, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh NIOSH
menunjukkan bahwabiaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah mencapai
13 milyar US dolar setiap tahun. Biaya tersebut merupakan yang terbesar bila
dibandingkan dengan biaya kompensasi untuk keluhan/sakit akibat kerja lainnya.
(NIOSH, 1996). Sementara itu National Safety Council melaporkan bahwa sakit
akibat kerja yang frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit punggung, yaitu
22 % dari 1.700.000 kasus (Waters, et al, 1996a).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena konstraksi otot
yangberlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi
apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15 - 20% dari kekuatan otot
maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20 %, maka peredaran darah
ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya
tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993).
2.1.2.2. Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal
Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang
dapatmenyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal.
1. Peregangan Otot yang Berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya
seringdikeluhkan oleh pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan
tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan
beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan
tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa
sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan
dapatmenyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktivitas Berulang

7
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus
menerusseperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dsb.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus
menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3. Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan
posisibagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan
tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat,dsb. Semakin
jauh posisibagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula
resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada
umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak
sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis &
McCnville, 1996; Waters & Anderson, 1996 & Manuaba, 2000).
Di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh
adanyaketidak sesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh
pekerja. Sebagai negara berkembang, sampai saat ini Indonesia masih tergantung
pada perkembangan teknologi negara-negara maju, khususnya dalam pengadaan
peralatan industri. Mengingat bahwa dimensi peralatan tersebut didesain tidak
berdasarkan ukuran tubuh orang Indonesia, maka pada saat pekerja Indonesia harus
mengoperasikan peralatan tersebut, terjadilah sikap kerja tidak alamiah. Sebagai
contoh, pengoperasian mesin-mesin produksi di suatu pabrik yang diimpor dari
Amerika dan Eropa akan menjadi masalah bagi sebagian besar pekerja kita. Hal
tersebut disebabkan karena negara pengekspor di dalam mendesain mesin-mesin
tersebut hanya didasarkan pada antropometri dari populasi pekerja negara yang
bersangkutan, yang pada kenyataannya ukuran tubuhnya lebih besar dari pekerja kita.
Sudah dapat dipastikan, bahwa kondisi tersebut akan menyebabkan sikap paksa pada
waktu pekerja mengoperasikan mesin. Apabila hal ini terjadi dalam kurun waktu
yang lama, maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya cedera otot.

8
4. Faktor Penyebab Sekunder
a. Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai
contoh,pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang
lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini
sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.
b. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah.Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot
(Suma’mur, 1982).
c. Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaandan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit
bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977;
Pulat, 1992; Wilson & Corlett, 1992). Demikian juga dengan paparan udara yang
panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besarmenyebabkan
sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk
beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan
pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot.
Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun,
proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang
dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993).
5. Penyebab Kombinasi
Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila
dalammelakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam
waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas angkat angkut di
bawah tekanan panas matahari seperti yang dilakukan oleh para pekerja bangunan.

9
Di samping kelima faktor penyebab terjadinya keluhan otot tersebut di atas,
beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin,
kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga
dapatmenjadi penyebab terjadinya keluhan otot skelatal.
a. Umur
Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan bahwa pada
umumnyakeluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun.
Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan
terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada
umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko
terjadinya keluhan otot meningkat. Sebagai contoh, Betti’e, etal (1989) telah
melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan wanita dengan usia
antara 20 sampai dengan di atas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan,
punggung dan kaki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal
terjadi pada saat umur antara 20 - 29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan
sejalan dengan bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rerata
kekuatan otot menurun sampai 20 %. Pada saat kekuatan otot mulai menurun
maka resiko terjadinya keluhan otot akan meningkat. Riihimaki et al. (1989)
menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan
otot, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya
menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot.
b. Jenis Kelamin
Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang
pengaruhjenis kelamin terhadap resiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil
penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin
sangatmempengaruhi tingkat resiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara
fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Astrand &
Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga
dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e at al. (1989)

10
menunjukkanbahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60 % dari
kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini
diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994), Hales et
al.(1994) dan Johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan
otot antara pria dan wanita adalah 1:3. Dari uraian tersebut di atas, maka jenis
kelamin perlu dipertimbangkan dalam mendesain beban tugas.
c. Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan
merokokterhadap resiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli,
namun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya
keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan
merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi
pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Boshuizen et al. (1993) menemukan
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot
pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot. Hal ini
sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan
merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk
mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh
juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut
pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam
darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat
dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
d. Kesegaran Jasmani
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang
yangdalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat.
Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang
memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu
yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot.
Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh.
Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady et al. (1979) menyatakan

11
bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka resiko terjadinya keluhan
adalah 7,1 %, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2 % dan tingkatkesegaran
tubuh tinggi adalah 0,8 %. Hal ini juga diperkuat dengan laporanBetti’e et al.
(1989) yang menyatakan bahwa hasil penelitian terhadap para penerbang
menunjukkan bahwa kelompok penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang
tinggi mempunyai resiko yang sangat kecil terhadap resiko cedera otot. Dari uraian
di atas dapat digarisbawahi bahwa, tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan
mempertingi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan
dengan bertambahnya aktivitas fisik.
e. Kekuatan Fisik
Sama halnya dengan beberapa faktor lainnya, hubungan antara kekuatan
fisikdengan resiko keluhan otot skeletal juga masih diperdebatkan. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan, namun penelitian
lainnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik dengan
keluhan otot skeletal. Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH
menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang
melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja.
Bagi pekerja yang kekuatan ototnya rendah, resiko terjadinya keluhan tiga kali
lipat dari yang mempunyai kekuatan tinggi. Sementara itu, Betti’e etal. (1990)
menemukan bahwa pekerja yang sudah mempunyai keluhan pinggang mampu
melakukan pekerjaan seperti pekerja lainnya yang belum memiliki keluhan
pinggang. Terlepas dari perbedaan kedua hasil penelitian tersebut di atas, secara
fisiologis ada yang dilahirkan dengan struktur otot yang mempunyai kekuatan fisik
lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya. Dalam kondisi kekuatan yang
berbeda ini, apabila harus melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan
otot, jelas yang mempunyai kekuatan rendah akan lebih rentan terhadap resiko
cedera otot. Namun untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan
pengerahan tenaga, maka faktor kekuatan fisik kurang relevan terhadap resiko
keluhan otot skeletal.
f. Ukuran Tubuh (antropometri).

12
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan
massatubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot
skeletal. Vessy et al (1990) menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai
resiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Hal ini diperkuat oleh Werneret al
(1994) yang menyatakan bahwa bagi pasien yang gemuk (obesitas dengan masa
tubuh >29) mempunyai resiko 2,5 lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus
(masa tubuh <20), khususnya untuk otot kaki. Temuan lain menyatakan bahwa
pada tubuh yang tinggi umumnya sering menderita keluhansakit punggung, tetapi
tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan
pergelangan tangan. Apabila dicermati, keluhan otot skeletal yang terkait dengan
ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di
dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya.
Sebagai contoh, tubuh yang tinggi pada umumnya mempunyai bentuk tulang yang
langsing sehingga secara biomekanik rentan terhadap beban tekan dan rentan
terhadap tekukan, oleh karena itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap
terjadinya keluhan otot skeletal.
2.1.2.3. Langkah-Langkah Mengatasi Keluhan Muskuloselektal
Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health
Administration(OSHA), tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber
penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik ( desain stasiun dan alat
kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi kerja) (Grandjean, 1993; Anis
& McConville, 1996; Waters & Anderson, 1996; Manuaba, 2000; Peter Vi, 2000).
Langkah preventif ini dimaksudkan untuk mengeleminir overexertion dan mencegah
adanya sikap kerja tidak alamiah.
1. Rekayasa teknik
Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan
beberapaalternatif sebagai berikut:
a. Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini
jarangbisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang
mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.

13
b. Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru
yangaman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan
prosedurpenggunaan peralatan.
c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan
pekerja,sebagai contoh, memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan
ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran, dsb.
d. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko
sakit,
misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
2. Rekayasa manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan
sebagaiberikut :
a. Pendidikan dan pelatihan
Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami
lingkungandan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan
penyesuaian dan inovatifdalam melakukan upaya-upaya pencegahan
terhadap resiko sakit akibat kerja.
b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang
Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti disesuaikan
dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan, sehingga
dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.
c. Pengawasan yang intensif
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih
dini terhadap kumungkinan terjadinya resiko sakit akibat kerja. Sebagai
gambaran, berikut ini diberikan contoh tindakan untuk
mencegah/mengatasi terjadinya keluhan otot skeletal pada berbagai
kondisi/aktivitas seperti yang dijabarkan berikut ini.
1). Aktivitas angkat-angkut material secara manual
a) Usahakan meminimalkan aktivitas angkat-angkut secara manual
b) Upayakan agar lantai kerja tidak licin

14
c) Upayakan menggunakan alat bantu kerja yang memadai seperti crane,
d) kereta dorong, pengungkit, dsb.
e) Gunakan alas apabila harus mengangkat di atas kepala atau bahu
f) Upayakan agar beban angkat tidak melebihi kapasitas angkat pekerja
2). Berat bahan dan alat
a) Upayakan untuk menggunakan bahan dan alat yang ringan
b) Upayakan menggunakan wadah/alat angkut dengan kapasitas < 50 kg.
3). Alat tangan
a) Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai dengan lingkar
genggam pekerja dan karakteristik pekerjaan (pekerjaan berat atau
ringan).
b) Pasang lapisan peredam getaran pada pegangan tangan.
c) Upayakan pemeliharaan yang rutin sehingga alat selalu dalam kondisi
layak pakai.
d) Berikan pelatihan sehingga pekerja terampil dalam mengoperasikan
alat.
4). Melakukan pekerjaan pada ketinggian
a) Gunakan alat bantu kerja yang memadai seperti; tangga kerja dan lift.
b) Upayakan untuk mencegah terjadinya sikap kerja tidak alamiah dengan
menyediakan alat-alat yang dapat disetel/disesuaikan dengan ukuran
tubuh pekerja.
2.1.3. Low Back Pain (LBP)
2.1.3.1.DefinisiLow Back Pain
Nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan pada
punggungbawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal (punggung
bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya di sekitar daerah tersebut. Nyeri
punggung bawah dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari
luar punggung bawah misalnya penyakit atau kelainan pada pinggang, hernia
inguinalis, penyakit atau kelainan pada testis atau ovarium (Suma’mur P.K, 2009).

15
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang actual maupun potensial. Definisi keperawatan
tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan
individu/seseorang yang mengalaminya, yang ada kapanpun orang tersebut
mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah
bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh
karena itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien.Low
Back Pain atau Nyeri punggung bawah adalah suatu sensasi nyeri yang dirasakan
pada diskus intervertebralis umumnya lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1 (Lukman
dan Ningsih, 2009).
2.1.3.2. Etiologi Low Back Pain
Umumnya nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai
masalah muskuloskeletal. Nyeri terjadi akibat gangguan muskuloskeletal dapat
dipengaruhi oleh aktivitas. Penyebab lainnya meliputi: rengangan lumbosacral
akut, ketidakstabilan ligament lumbosakral dan kelemahan otot, osteoarthritis
tulang belakang, stenosis tulang belakang, masalah diskus intervertebralis,
perbedaan panjang tungkai. Pada lansia akibat fraktur tulang belakang,
osteoporosis atau metastasis tulang dan penyebab lain seperti gangguan ginjal,
masalah pelvis, tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal, dan masalah
psikosomantrik (Lukman dan Ningsih, 2009).
2.1.3.3. Patofisiologi Low Back Pain
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang
tersusun atas banyak unit yang kaku (vertebrae) dan unit fleksibel (diskus
intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai
ligament, dan otot paravertebralis. Konstruksi tersebut memungkinkan
fleksibilitas, sementara sisi lain tetap melindungi sumsum tulang belakang.
Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari
atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot
abdominal dan toraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak
pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah

16
postur, masalah struktur, dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang
dapat berakibat nyeri punggung.
Sifat diskusi intervertebralis adalah akan mengalami perubahan seiring
dengan pertambahan usia. Pada usia muda, diskus terutama tersusun atas
fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia, diskus akan menjadi
fibrokartilago yang padat dan tidak teratur. Degenerasi diskus merupakan
penyebab nyeri punggung yang biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1,
menderita stress mekanis paling berat dan perubahan degerasi terberat. Penonjolan
diskus (HNP) atau kerusakan sendi faset dapat mengakibatkan nyeri menyebar
sepanjang saraf tersebut. (Lukman dan Ningsih, 2009).
Pertimbangan Perawatan Intervensi Keperawatan
Di Rumah
Penatalaksanaan Nyeri 1. Mendiskusikan dengan klien mengenai metode peredaan
nyeri:Tirah baring terbatas dengan lutut fleksi untuk
mengurangi ketegangan pada punggung.
2. Pendekatan nonfarmakologis: distraksi, relaksasi,imajinasi,
kompres dingin (es), atau hangat, pengurangan stress atau
transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS).
3. Pendekatan farmakologis: agen antiinflamasi non steroid,
analgesik, relaksan otot.
Latihan 1. Mendorong klien melakukan latihan punggung untuk
meningkatkan fungsi, tekankan pada meningkatkan secara
bertahap waktu dan pengulangannya.
2. Lakukan latihan peregangan, pelenturan, dan penguatan.
Mekanika Tubuh Menginstruksikan klien untuk:
1. Mempraktikkan postur tubuh yang baik.
2. Menghindari memutar tubuh.
3. Mengangkat beban:
a. Menjaga beban tetap mendekati tubuh.
b. Melipat lutut dan menegangkan otot abdomen.
c. Menghindari menjangkau benda yang terlalu jauh.
d. Menggunakan penyokong dengan dasar luas.
e. Menggunakan brace untuk melindungi punggung.
Modifikasi Pekerjaan Mendorong klien untuk:
1. Menyesuaikan area pekerjaan untuk menghindari stress
pada pinggang.
2. Menyesuaikan tinggi kursi dan meja kerja.
3. Menggunakan penyangga lumbal saat duduk di kursi.
4. Menghindari berdiri lama dan tugas yang berulang-ulang.
5. Menghindari membungkuk, memutar, dan mengangkat
benda berat.
6. Meghindari pekerjaan dengan getaran terus-menerus.

Perbedaan/ Pengurangan 1. Mendiskusikan bersama klien tentang keterlibatan stress dan


Stress kecemasan pada ketegangan otot dan nyeri.

17
2. Mengekspresikan mekanisme penyelesaian masalah yang
efektif.
3. Mengajarkan teknik peredaan stress.
4. Merujuk klien ke klinik punggung.
Sumber : Smeltzer, 2002
Tabel 2.1. Penatalaksanaan Perawatan Di Rumah Untuk Nyeri Punggung Bawah

2.1.3.4. Klasifikasi Low Back Pain


LBP diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori berdasarkan durasi gejalanya
yaitu:
1. Low back pain akut merupakan nyeri yang timbul selama enam minggu
atau kurang. Hal ini ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara
tiba-tiba dan rentang waktu hanya sebentar, antara beberapa hari sampai
beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh.
2. Subakut Low back pain subakut merupakan nyeri yang dirasakan selama
6 sampai dengan 12 minggu.
3. Kronik Low back pain kronik merupakan nyeri yang timbul lebih dari 12
minggu.(Carey et al., 1995 dalamWijayanti, 2017).
Berdasarkan penelitian Fauzan (2013), klasifikasi LBP dibagi menjadi dua
berdasarkan kriteria utama yaitu :
1. Low back pain berdasarkan jenis nyeri
Low back pain berdasarkan jenis nyeri terdiri dari 6 macam jenis nyeri,
yaitu:
a. Nyeri punggung lokal Nyeri punggung lokal merupakan jenis nyeri yang
biasanya terletak di garis tengah dengan radiasi ke kanan dan ke kiri.
Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di bawahnya seperti fasia, otot-
otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan ligamen. Nyeri biasanya
menetap atau hilang timbul, pada saat berubah posisi nyeri dapat
bekurang ataupun bertambah dan punggung nyeri apabila dipegang
(Maizura, 2015).

18
b. Iritasi pada radiks Iritasi pada radiks ini disebabkan karena terjadi proses
desak ruang, maksudnya ialah ruang-ruang yang terdapat di foramen
vertebra atau ruang-ruang yang terletak di dalam kanalis vertebra ini
mengalami desakan antar ruang, sehingga akibat dari desakan tersebut
menyebabkan iritasi pada radiks dan timbullah sensasi nyeri.
c. Nyeri rujukan somatis Nyeri rujukan somatis merupakan nyeri yang
disebabkan karena iritasi pada serabut-serabut sensoris di permukaan
yang dapat dirasakan lebih dalam pada dermatom yang bersangkutan.
Dan juga sebaliknya, iritasi di bagian-bagian dalam dapat dirasakan di
bagian lebih superfisial.
d. Nyeri rujukan viserosomatis Nyeri rujukan viserosomatis merupakan nyeri
yang disebabkan karena Adanya gangguan pada alat-alat retroperitoneum,
intraabdomen atau dalam ruangan panggul yang dapat dirasakan di daerah
pinggang.
e. Nyeri karena iskemia Nyeri karena iskemia merupakan nyeri yang dapat
disebabkan karena adanya penyumbatan pada percabangan aorta ataupun
percabangan arteri iliaka komunis. Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa
nyeri pada klaudikasio intermittens yang dapat dirasakan di pinggang
bawah, di gluteus atau menjalar ke paha.
f. Nyeri psikogen Nyeri psikogen merupakan nyeri yang memiliki rasa nyeri
yang sakitnya sangat berlebihan dan tidak sesuai dengan distribusi saraf
dan dermatom sehingga menimbulkan reaksi wajah yang sering
berlebihan.
2. Low back pain berdasarkan faktor penyebab
Berdasarkan faktor penyebabnya LBP terdiri dari empat macam jenis nyeri
antara lain :
a. Low back pain spondilogenik Nyeri spondilogenik erupakan suatu sensasi
nyeri yang disebabkan karena adanya kelainan pada vertebra, sendi dan
jaringan lunaknya. Misalkan seperti spondilosis, osteoma, osteoporosis
dan nyeri punggung miofasial.

19
b. Low back pain viseronik Nyeri viseronik merupakan suatu sensasi nyeri
yang disebabkan karena adanya kelainan pada organ dalam, misalnya
kelainan ginjal, kelainan ginekologik dan tumor retropritoneal.
c. Low back pain vaskulogenik Nyeri vaskulogenik merupakan suatu sensasi
nyeri yang disebabkan karena adanya kelainan pembuluh darah, misalnya
pada aneurisma dan gangguan peredaran darah.
d. Low back pain psikogenik Nyeri psikogenik merupakan suatu sensasi
nyeri yang timbul karena adanya gangguan psikis seperti neurosis,
ansietas dan depresi (Fauzan, 2013).
2.1.3.5. Faktor-Faktor ResikoLow Back Pain
Nyeri Punggung sederhana dapat diperburuk atau dicetuskan oleh sejumlah
faktor, yaitu: postur tubuh yang buruk, kurang berolahraga, berdiri atau
membungkung dalam waktu lama, duduk di kursi yang tidak memiliki sandaran
punggung yang baik, tidur pada Kasur yang tidak sesuai, mengemudi dalam waktu
yang lama tanpa istirahat, kegemukan, hamil, mengangkat, menjinjing,
mendorong, atau menarik beban yang terlalu berat (Bull dan Archard, 2007).
1. Faktor Personal
a. Usia
Jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran responden sampai saat dilakukan
penelitian berdasarkan ulang tahun terakhir. Pada umumnya keluhan otot sekeletal
mulai dirasakan pada usia kerja 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan
pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan
ketahanan otot mulai menurun, sehingga resiko terjadi keluhan otot meningkat
(Tarwaka, 2004).
b. Masa Kerja
Masa kerja adalah lama seseorang bekerja dihitung dari pertama masuk
hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja ini menunjukan lamanya seseorang
terkena paparan di tempat kerja hinggan saat penelitian. Semakain lama masa kerja
seseorang, semakin lama terkena paparan ditempat kerja sehingga semakin tinggi

20
resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Between
Lutam, 2005) menyatakan bahwa resiko nyeri punggung sangat berhubungan
dengan lama kerja. Semakin lama bekerja, semakin tinggi tingkat resiko untuk
menderita nyeri punggung. Pekerja yang memiliki masa kerja > 5 tahun memiliki
tingkat resiko 7,26 kali lebih besar menderita nyeri punggung dibanding dengan
yang memilki masa kerja < 5 tahun. Jenis kelamin laki-laki dan wanita bekerja
dalam kemampuan fisiknya. Kekuatan fisik tubuh wanita rata-rata 2/3 dari pria.
Poltrast menyebutkan wanita mempunyai kekuatan 65% dalam mengangkat di
banding rata-rata pria. Hal tersebut disebabkan karena wanita mengalami siklus
biologi seperti haid, kehamilan, nifas, menyusui, dan lain-lain. Sebagai gambaran
kekuatan wanita yang lebih jelas, wanita muda dan laki-laki tua kemungkinan
dapat mempunyai kekuatan yang hampir sama (A.M. Sugeng Budiono, 2003:147).
Walaupun masih ada pebedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis
kelamin terhadap resiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian
secara signifikan menunjukan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat
resiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot
wanita memang lebih rendah dari pada pria (Tarwaka, 2004).
c. Kebiasaan Merokok
Perokok lebih beresiko terkena NPB dibandingkan dengan yang bukan
perokok. Diperkirakan hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan oksigen ke
cakram dan berkurangnya oksigen darah akibat nikotin terhadap penyempitan
pembuluh darah arteri. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan nyeri punggung
karena perokok memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan pada
peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang (Ruslan A Latif, 2007).
Pengaruh kebiasaan merokok terhadap resiko keluhan otot memiliki hubungan erat
dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakintinggi
frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan.
Boshuizen et al. (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok dengan keluhan otot. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan
kapasitas paru-paru yang diakibatkan adanya kandungan karbonmonoksida

21
sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai
akibatnya tingkat kesegaran menurun. Apabila yang bersangkutan melakukan
tugas yang menuntut pengerahan tenaga maka akan mudah lelah karena
kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat,
terjadi penumpukan asam laktat, dan akhirnya timbul nyeri otot (Tarwaka dkk,
2004).

d. Kebiasaan Olahraga
Pola hidup yang tidak aktif merupakan faktor resiko terjadinya berbagai
keluhan penyakit, termasuk didalamnya NPB. Aktivitas fisik merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan aktivitas otot pada periode waktu
tertentu (Tarwaka, 2004). Olahraga yang teratur juga memperbaiki kualitas hidup,
mencegah osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka serta penyakit lainnya,
olahraga sangat menguntungkan karena resikonya minimal. Program olahraga
harus dilakukan secara bertahap dimulai dengan intensitas rendah pada awalnya
untuk menghindari cedera pada otot sendi (Kurniawidjaja, 2011).
Kurangnya olahraga dapat menurunkan suplai oksigen ke dalam otot
sehingga dapat menyebakan adanya keluhan otot. Pada umumnya keluhan otot
lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya
mempunyai cukup waktu dalam istirahat dan melakukan aktivitas fisik yang
cukup. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh kesegaran tubuh. Pada orang
dewasa harus olahraga (diakumulasikan) 150 menit selama satu minggu, 150
menit ini bisa dibagi selama enam hari (setiap harinya hanya perlu olahraga 25
menit atau satu hari berolahraga selama 150 menit (Jansen, 2013).
e. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Berat badan yang berada dibawah batas minimum dinyatakan sebagai
kekurusan dan berat badan yang berada di atas batas maksimum dinyatakan
sebagai kegemukan. Laporan FAO dan WHO tahun 1985 bahwa batasan berat
badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan Body Mass Index (BMI). Di
Indonesia istilah ini diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT

22
merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan
berat badan normal dapat menghindari seseorang dari berbagai macam penyakit.
Menghitung IMT sangat mudah. Dengan menghitungnya, anda dapat
mengetahui apakah berat badan anda membuat anda beresiko mengalami nyeri
punggung atau tidak. Ambil pengukur tinggi badan, timbangan berat badan, dan
kalkulator, kemudian ikuti dua langkah dibawah ini:
1) Ukur tinggi badan (m), kuadratkan angka tersebut.
2) Timbang BB anda (kg), bagilah angka tersebut dengan angka yang anda
peroleh dari langkah pertama.
BMI/IMT = BB (kg)
Tinggi Badan (m2)
3) Bandingkan angka BMI anda dengan kategori berat badan yang tercantum
di bawah ini:
a) < 18,5 = berat badan kurang
b) 18,5-22,9 = berat badan normal
c) 23-29,9 = berat badan berlebih (kecendrungan obesitas)
d) 30 keatas = obesitas (Eleanor dan Bull, 2007)
2. Faktor Pekerjaan
a. Beban Kerja
Beban kerja adalah beban pekerjaan yang ditanggung oleh pelakunya baik
fisik, mental, maupun sosial (Suma’mur PK, 1996). Sedangkan menurut
(Notoatmodjo, 2007) beban kerja adalah setiap pekerjaan yang memerlukan otot
atau pemikiran yang merupakan beban bagi pelakunya, beban tersebut meliputi
beban fisik, mental ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sherly Novia Lestari tentang hubungan antara
beban kerja dengan keluhan punggung bawah (NPB) pada perawat RS.Roemani
Semarang menunjukan hubungan antara beban kerja dengan keluhan nyeri
punggung bawah pada perawat RS. Roemani Semarang dengan p = 0,003. Cara
Pengukuran denyut nadi sebagai indikator beban kerja adalah sebagai berikut :

23
1). Stopwatch disiapkan
2). Pergelangan tangan disiapkan untuk dipalpasi
3). Digunakan 2 jari tangan (2 atau 3 jari paling sensitif)
4). Ujung jari disiapkan di ujung arteri radialis sampai denyut maksimal
teraba
5). Denyut nadi dihitung menggunakan metode 10 denyut.
6). Denyut nadi dihitung sebelum bekerja dan sesudah bekerja
7).Hasil pengukuran dicatat dalam formulir yang telah disediakan
(Septiawan, 2013).
b. Lama Kerja
Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam.
Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga atau
masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari
kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya
terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan,
penyakit, dan kecelakaan. Dalam seminggu biasanya seseorang dapat bekerja
dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu terlihat kecenderungan untuk
timbulnya hal-hal negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam kerja seminggu ini dapat
dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung kepada berbagai faktor (Suma’mur P.K, 1996
dalam Septiawan, 2013).
Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit.
Sedangkan diantara waktu kerja harus disediakan istirahat yang jumlahnya antara
15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan
tersebut akan ditemukan hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja, gangguan
kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang dapat mengakibatkan
rendahnya tingkat produktivitas kerja (Tarwaka dkk, 2004).
b. Sikap kerja
Sikap kerja yang salah, canggung, dan di luar kebiasaan akan menambah
resiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal (Bridger, 1995). Sikap kerja

24
tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian tubuh bergerak
menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi,
semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada
umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja
(Grandjen, 2013 dalam Maizura, 2015).

Posisi Cara
Berdiri 1. Hindari berdiri dan berjalan lama.
2. Bila harus berdiri lama, istirahatkan salah satu kaki pada pijakan kecil
atau kotak untuk mengurangi terjadinya lordosis.
3. Hindari posisi kerja membungkung kearah depan.
Duduk 1. Stress pada punggung akan lebih besar pada posisi duduk dari pada
posisi berdiri.
2. Hindari duduk dalam waktu yang lama.
3. Duduk pada kursi dengan posisi punggung tegak dengan dukungan
punggung yang memadai.
4. Pergunakan pijakan kaki untuk memposisikan lutut lebih tinggi dari
pinggul bila perlu.
5. Hilangkan rongga pada punggung dengan cara duduk dengan posisi
“bokong ke depan”.
6. Hindari ekstensi lutut dan pinggul. Ketika mengendarai mobil, dorong
kursi kedepan agar terasa nyaman.
7. Pertahankan penyangga punggung.
8. Lindungi terhadap regangan ekstensi: meraih, mendorong, duduk
dengan tungkai lurus.
9. Duduk dan berjalan secara bergantian.
Berbaring 1. Istirahatkan tubuh pada waktu-waktu tertentu, karena kelelahan dapat
menyebabkan spasme otot punggung.
2. Letakkan papan yang keras di bawah kasur agar dapat mempertahankan
kesejajaran tubuh.
3. Hindari tidur tengkurap.
4. Ketika berbaring pada satu sisi, letakkan sebuah bantal di bawah kepala
dan sebuah lagi antara kedua tungkai, yang harus difleksikan pada
pinggul dan lutut.
5. Ketika terlentang, gunakan sebuah bantal di bawah lutut untuk
mengurangi lordosis.
Mengangkat 1. Saat mengangkat barang, jaga agar punggung tetap lurus dan angkat
beban sedekat mungkin dengan tubuh. Angkat dengan otot tungkai
besar, bukan dengan otot punggung.
2. Lindungi punggung dengan korset penyangga punggung ketika
mengangkat barang.
3. Jongkok dan pertahankan punggung tetap lurus bila akan mengambil
sesuatu di lantai.
4. Hindari memuntir batang tubuh, mengangkat di atas pinggang dan
menjangkau sesuatu untuk waktu yang lama.
Latihan 1. Latihan harian sangat penting dalam pencegahan masalah punggung.

25
2. Berjalan-jalan di luar rumah secara bertahap meningkatkan jarak dan
kecepatan berjalan sangat dianjurkan.
3. Lakukan latihan punggung yang dianjurkan dua kali sehari, tingkatkan
latihan secara bertahap.
4. Hindari gerakan melompat.
Sumber : Smeltzer, 2002
Tabel.2.2. Cara Berdiri, Duduk, Berbaring, Mengangkat Barang dan Latihan dengan
Benar

3. Faktor Lingkungan
a. Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh,
pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan
menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi
dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka dkk, 2004).
b. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka
dkk, 2004).
2.1.3.6. Pengobatan Low Back Pain
Penanganan nyeri punggung dapat dilakukan dengan berbagai cara
sepertimerubah gaya hidup, Terapi non obat, dan penyembuhan menggunakan
obat (Bull and Archard, 2007).
1. Merubah gaya hidup
a. Sedapat mungkin tetap bergerak aktif.
b. Menurunkan berat badan (bila kelebihan berat badan).
c. Belajar bagaimana membungkuk dan mengangkat benda dengan tepat.
d. Memperbaiki postur tubuh (atau menyesuaikan posisi duduk di mobil,
di meja kerja, di meja makan, di depan TV, atau posis tidur).
2. Terapi non obat

26
Fisioterapi, Osteopati dan chiropraktic merupakan bentuk terapi yang
melakukan manipulasi terhadap bagian tulang punggung untuk
meredakan nyeri punggung.
3. Penggunaan obat
a. Analgesia penghilang nyeri atau analgesik merupakan obat yang
bekerja dengan caramengganggu proses transmisi nyeri.
b. Nonsteroidal OTC: obat anti peradangan yang digunakan untuk
meringankan nyeri dan mengurangi peradangan.
c. Methocarbamol : merupakan obat relaksan otot yang berfungsi
meredakan kejang otot.
2.2. Penelitian Terkait
No Nama Judul Desain Sampel Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian
1 Mario Polo Faktor-Faktor Survei 100 pekerja - Dari jumlah sampel
W, Haeril Yang analitik furniture tersebut, pasien yang
A dan Berhubungan dengan mengalami LBP
Samuel Dengan Kejadian desain cross sebanyak 43 orang
Pala’langan Low Back Pain sectional (43%) dan yang tidak
Pada Pekerja study mengalami LBP
Furniture sebanyak 57 orang
(57%).
- Ada hubungan umur
dengan kejadian low
back pain p = 0,004.
- Tidak ada hubungan
merokok dengan
kejadian low back pain
p = 0,307.
- Ada hubungan
overweight dengan
kejadian low back pain
p = 0,011
- Ada hubungan antara
sikap dan posisi kerja
dengan kejadian low
back pain p = 0,00
2 Mei Faktor-Faktor Kuantitatif 33 orang - 31 responden (93.9%)
Sianturi, Yang dengan supir angkot yang mengalami
Mhd. Berhubungan metode keluhan low back pain
Makmur Dengan Keluhan survei dan yang tidak
Sinaga, Low analitik dan mengalami keluhan low
Kalsum Back Pain (Nyeri dengan back pain sebanyak 2
Punggung Bawah) desain cross responden (6.1%).
Pada Supir sectional - Tidak ada hubungan

27
Angkot usia dengan keluhan
Rahayu Medan low back pain (p =
Ceria 103 Di Kota 0,485).
Medan Tahun - Tidak ada hubungan
2015 masa kerja dengan
keluhan low back pain
(p = 1,000).
- Tidak memiliki
hubungan yang
bermakna pada lama
kerja dengan keluhan
low back pain (p =
0,085).
- Tidak memiliki
hubungan yang
bermakna antara
kebiasaan merokok
dengan keluhan low
back pain (p = 0,119).
- Tidak ada hubungan
IMT dengan keluhan
low back pain (p =
1,000).
3 Hery Masa Kerja dan penelitian 92 Orang - Ada hubungan
Koesyanto Sikap Kerja yang pengrajin yangbermakna antara
Duduk Terhadap digunakan tenun faktor usia dengan
Nyeri Punggung adalah sarung keluhan pada
observasional punggung, dengan p
analitik value sebesar 0,01.
dengan - Tidak ada hubungan
rancangan anatara masa kerja
cross dengankeluhan subjektif
sectional pada punggung dengan
nilaip value 0,432.

Tabel 2.3 Penelitian Terkait

28
2.3. Kerangka Teori

Faktor Personal
- Usia
- Masa Kerja
- Kebiasaan Merokok
- Kebiasaan Olahraga
- Indeks Masa Tubuh (IMT)

Faktor Pekerjaan
Low Back Pain (Nyeri Punggung
- Beban Kerja Bawah)
- Lama Kerja
- Sikap Kerja

Faktor Lingkungan
- Tekanan
- Getaran

Gambar 2.1. Kerangka Teori


Sumber : (Tarwaka, 2004), (Jansen, 2013), (Kurniawidjaja, 2011), (Suma’mur P.K,
1996 dalam Septiawan, 2013), (Bridger, 1995 dalam Rahmaniyah Dwi
Astuti, 2007).

29
2.4. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Usia

Masa Kerja

Kebiasaan Merokok
Low Back Pain (Nyeri
Punggung Bawah)
Kebiasaan Olahraga

Indeks Massa Tubuh


(IMT)

Lama Kerja

Gambar 2.2. Konsep penyebab keluhan low back pain

2.5. Hipotesis
Hipotesis berarti pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya.
Untuk menguji kebenaran sebuah hipotesis digunakan pengujian yang disebut
pengujian hipotesis (Hastono, 2016).
Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

30
1. Ada hubungan antara usia dengan kejadian low back pain pada sopir bus
Puspa Jaya Bandar Lampung Tahun 2018.
2. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan low back pain pada
sopir bus Puspa Jaya Bandar Lampung Tahun 2018.
3. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan low back pain
pada sopir bus Puspa Jaya Bandar Lampung Tahun 2018.
4. Ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan low back pain
pada sopir bus Puspa Jaya Bandar Lampung Tahun 2018.
5. Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan keluhan low back pain
pada sopir bus Puspa Jaya Bandar Lampung Tahun 2018.
6. Ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan low back pain pada
sopir bus Puspa Jaya Bandar Lampung Tahun 2018.

31
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah
penelitian ilmiah dengan menggunakan kriteria: berdasarkan fakta, bebas
prasangka, penggunaan prinsip analisa, menggunakan hipotesa, menggunakan
ukuran objektif dan menggunakan data kuantitatif atau yang dikuantitatifkan
(Apriana, 2014). Dengan desain cross sectional study, dimana pengumpulan data
variable independen dan dependen dilakukan pada waktu (periode) yang sama.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PO. Puspa Jaya Jl.Soekarno Hatta No.3 Bandar
Lampung, selama satu bulan, yaitu bulan Mei 2018.
3.3. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang di teliti
(Notoadmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sopir bus trayek
jurusan Lampung-P.Jawa yang berjumlah 50 orang sopir bus.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang di teliti (Notoadmojo,
2010). Menurut (Arikunto, 2006), apabila subjek kurang dari 100, lebih baik
diambil semuanya sehingga penelitiannya adalah penelitian populasi, jika besarnya

32
dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah total sampling yaitu pengambilan sampel dimana jumlah
sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Sehingga yang menjadi sampel
dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi sebebsar 50 orang.

Adapun kriteria sampel sebagai berikut:


a. Inklusi
1) Merupakan Sopir Bus yang bekerja di PO. Puspa Jaya
2) Berusia diatas 20 tahun.
3) Masa kerja > 1 tahun.
4) Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent.
b. Eksklusi
1) Bukan merupakan sopir bus yang bekerja di PO.Puspa Jaya.
2) Mengalami traum maupun penyakit tulang belakang.
3.4. Variabel
Variabel Independen pada penelitian ini adalah : umur, massa kerja,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, indeks massa tubuh (IMT) dan lama
kerja.
Variabel Dependen pada penelitian ini adalah keluhan nyeri punggung
bawah (low back pain).
3.5. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah batasan-batasan yang diamati dan diteliti untuk
mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel bersangkutan
serta pengembangan instrument atau alat ukur. Definisi operasional sangat
diperlukan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang
diamati atau diteliti (Notoadmodjo, 2010).

33
No Variabel Definisi Cara Alat Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur Ukur
1. Dependen Keluhan nyeri Observasi Kuesioner 1. Ya, mengalami Ordinal
Keluhan punggung yang keluhan
nyeri dimaksud 2. Tidak
punggung dalam mengalami
bawah (low penelitian ini keluhan
back pain) adalah setiap
sopir yang
mempunyai
keluhan nyeri
pada punggung
2. Independen Terhitung sejak Wawancara Kuesioner 1. 20-29 tahun Ordinal
Usia kelahiran 2. > 30 tahun
responden
sampai saat
dilakukan
penelitian
berdasarkan
ulang tahun
terakhir
3. Masa Kerja lama seseorang Wawancara Kuesioner 1. > 5 tahun Ordinal
bekerja 2. < 5 tahun
dihitung dari
pertama masuk
hingga saat
penelitian
berlangsung
4. Kebiasaan Keadaan Wawancara Kuesioner 1. Sering Ordinal
Merokok dimana 2. Jarang
merokok 3. Bukan Perokok
adalah suatu
aktivitas rutin
yang dilakukan
oleh pekerja
4. Kebiasaan Kegiatan Wawancara Kuesioner 1. Sering Ordinal
Olahraga olahraga dalam 2. Jarang
waktu 3. Tidak Pernah
seminggu
5 Indeks Massa IMT Pengukuran Kuesioner, 1. < 18,5 = berat Ordinal
Tubuh (IMT) merupakan alat Langsung Timbangan badan kurang
sederhana dan 2. 18,5-22,9 =
untuk Meteran berat badan
memantau normal
status gizi 3. 23-29,9 = berat
orang dewasa badan berlebih
khususnya (kecendrungan
berkaitan obesitas)
dengan 4. 30 keatas =
kekurangan dan obesitas
kelebihan berat
badan, maka

34
mempertahank
an berat badan
normal dapat
menghindari
seseorang dari
berbagai
macam
penyakit
6 Lama Kerja Lamanya Wawancara Kuesioner 1. 6 jam Ordinal
waktu bekerja
2. > 6 jam
sopir bus
perhari.
Tabel 3.1. Definisi Operasional Keluhan Low Back Pain

3.6. Etika Penelitian


Beberapa prinsip dalam pertimbangan etik meliputi: bebas eksplorasi,
kerahasiaan, bebas dari penderita, bebas menolak menjadi responden dan, perlu
surat persetujuan (informed consent). Untuk itu perlu mengajukan permohonan
izin kepada Kepala PO. Bus Puspa Jaya dan subyek yang akan diteliti dengan
berpedoman pada prinsip etik.
1. Informed Consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan ini akan diberikan kepada setiap responden yang
menjadi subyek penelitian dengan memberikan penjelasan tentang
maksud dan tujuan dari penelitian serta menjelaskan akibat-akibat yang
akan terjadi bila bersedia menjadi subyek penelitian. Apabila responden
tidak bersedia maka peneliti wajib menghormati hak-hak responden
tersebut.
2. Anonimity (tanpa nama)
Adalah tindakan merahasiakan nama peserta terkait dengan partisipasi
mereka dalam suatu objek riset (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini
kerahasiaan identitas subjek sangat diutamakan, sehingga peneliti sengaja
tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (kerahasiaan)

35
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
3.7 Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah
kuesioner yaitu sebagai alat bantu wawancara. Sebelum digunakan dalam
penelitian dilakukan uji instrumen.
3.7.1. Uji Instrumen
3.7.1.1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketetapan dan kecermatan alat ukur di dalam mengukur suatu data. Teknik yang
digunakan dengan korelasi product moment ®. Bila r hitung <r table maka Ho
diterima, artinya variable tidak valid.
3.7.1.2.Uji Reabilitas
Pengukuran reabilitas dilakukan dengan cara one shot atau di ukur sekali
saja. Pengukuran reabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu. Jadi
jika sebuah pertanyaan tidak valid, maka pertanyaan tersebut dibuang. Pertanyaan-
pertanyaan yang sudah valid kemudian baru secara bersama di ukur reabilitasnya
(Hastono, 2016).
Keputusan uji reabilitas adalah:
- Bila r alpha ≥ r tabel, maka pertanyaan tersebut reliable.
- Bila r alpha < r tabel, maka pertanyaan tersebut tidak reliable.
3.8. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan:
1. Editing Data
Meneliti setiap pertanyaan yang telah terisi: apakah lengkap, jelas, relevan
dan konsisten. Bila ada jawaban yang kosong, petugas pengumpulan data
bertanggung jawab untuk melengkapinya.
2. Coding

36
Merubah data, bentuk hurufmenjadi angka atau bilangan, gunanya untuk
mempermudah saat analisis dan entry data.
3. Processing
Setelah selesai melakukan editing dan pengkodean, data diproses dengan
cara memasukkan data dari kuesioner ke program komputer.
4. Cleaning Data
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry untuk
mencegah kesalahan entry data yang mungkin terjadi.
5. Tabulating
Merupakan kegiatan menyusun dan menghitung data hasil pengkodean
untuk kemudian disajikan dalam bentuk tabel.

3.9. Analisis Data


1. Analisis Univariat
Yaitu merupakan presentase data dari table masing-masing variabel menurut
jenis datanya. Data yang diperoleh dari tabulasi hasil penelitian kemudian dihitung
dalam tabel distribusi frekuensi (Hastono, 2016).
2. Analisis Bivariat
Yaitu menilai adanya hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen dengan memasukkan data dalam tabel silang (Hastono, 2016). Uji
statistik yang digunakan untuk membuktikan hipotesis adalah kai kuadrat (Chi-
Square) dengan α= 0,05.
Menentukan uji kemaknaan dengan kaidah keputusan sebagai berikut:
a. Nilai p (p value) ≤ 0,05 maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat.
b. Nilai p (p value) > 0,05 maka Ho gagal ditolak, yang berarti tidak ada
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

37

Anda mungkin juga menyukai