Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada lapangan hidrokarbon setelah sekian lama diproduksikan akan mengalami penurunan
produksi karena tenaga untuk mengeluarkan fluida sudah berkurang. Berkurangnya tenaga
pendorong bisa dilihat dari sumur-sumur yang dipasang pompa ataupun gas lift pada sumur
semburan alam (natural flow) yang tidak dapat mengalir dengan sendirinya. Begitupun dengan
pompa atau gas lift lambat laun akan kering.
Sejalan dengan perkembangan waktu, sebagian besar perolehan minyak dengan tenaga
dorong alamiah relatif kurang efisien karena pada tahap ini hanya sebagian saja minyak yang dapat
terproduksi akibat penurunan tekanan tekanan reservoir dan terbatasnya tenaga pendorong
alamiah. Untuk mengatasi hal tersebut diupayakan usaha penambahan tekanan di reservoir,
sehingga perolehan minyak mengalami peningkatan kembali. Usaha ini dikenal dengan tahap
secondary recovery.
Pada sumur minyak berat/crude oil akibat terjadinya penurunan tekanan pada reservoir
mengakibatkan viskositas nya juga menurun. Pada saat viskositas menurun maka fluida susah
untuk mengalir, maka dari itu diperlukan metode sebagai pendorong minyak agar dapat
diproduksikan
Injeksi air (water flooding) merupakan salah satu metode perolehan minyak tahap
secondary recovery dengan menginjeksikan air ke dalam reservoir yang bertujuan memberikan
tambahan energi untuk meningkatkan perolehan minyak. Metode injeksi air sering digunakan pada
reservoir dengan mekanisme tenaga pendorong berupa aquifer yang aktif (water drive), hal ini
karena selain bahan injeksinya yang tersedia dalam jumlah yang melimpah, air relatif mudah
diinjeksikan dan memiliki efisiensi pendesakan yang lebih besar, sehingga akan menguntungkan
secara ekonomis.
Maka dari itu tugas akhir ini membahas Efektivitas Injeksi Air Pada Reservoir High
Viscosity Dengan Metode Simulasi Reservoir Mengunakan Simple Model.
1.2 Identifikasi Masalah
Pada daerah penelitian ada beberapa fenomena menarik yang akan dibahas, yaitu: Recovery
Factor yang akan didapat dengan menggunakan metode injeksi air.
1.3 Maksud dan Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah minyak yang dapat diproduksikan
dengan menggunakan injeksi air. Sedangkan tujuan dari penelitian untuk mengetahui efektivitas
dari injeksi air terhadap minyak yang memiliki viskositas yang tinggi.
BAB III
Dasar Teori

3.1 Pengertian Water Flooding


Secara umum, kegiatan eksploitasi terbagi menjadi tiga fase, yakni: primer, sekunder dan
tersier. Fase primer adalah fase dimana lapangan baru dikembangkan. Saat produksi mulai turun
seiring dengan penurunan tekanan pada reservoir, kegiatan eksploitasi masuk pada fase sekunder
dimana sumur minyak akan di-injeksikan air atau gas untuk memberikan tekanan tambahan ke
dalam reservoir dan mendorong minyak mengalir ke sumur-sumur produksi. Setelah fase
sekunder, kegiatan eksploitasi masuk fase tersier dan pada fase tersier inilah EOR akan diterapkan.
Pada tahapan sekunder (water flooding) air diinjeksikan kedalam reservoir untuk
memberikan energy tambahan untuk menambah perolehaan minyak. Air ini berperan sebagai
pengisi atau pengganti minyak yang terproduksi, selain itu dapat berperan sebagai media pendesak.
Air akan mendesak minyak mengikuti jalur-jalur arus (stream line) yang dimulai dari
sumur injeksi dan berakhir pada sumur produksi. Injeksi air (waterflooding) memiliki keuntungan
diantaranya yaitu:
1. Air tersedia dalam jumlah yang melimpah
2. Air relatif mudah diinjeksikan
3. Air mampu menyebar melalui formasi, dan
4. Air lebih efisien dalam mendesak minyak.
3.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengeruhi Water Flooding
Menurut Ahmed (2010) bahwa sebelum menentukan kandidat reservoir untuk dilakukan
water flooding, perlu diperhatikan karakteristik reservoir berikut ini:
1. Geometri Reservoir
Geometri reservoir mencakup masalah struktur dan stratigrafi reservoir. Hal ini berpengaruh
besar dalam menentukan dan memilih pola sumur yang akan digunakan. Operasi injeksi air
sangat baik dilakukan pada reservoir dengan kemiringan yang kecil, dimana faktor kemiringan
berpengaruh pada fraksi aliran jika rapat massa yang cukup besar antara fluida pendesak
dengan fluida yang didesak.
2. Fluid Properties
Sifat fisik fluida memberikan efek pada kesesuaian reservoir dalam pengembangan lebih lanjut
pada injeksi water flooding. Viskositas minyak mentah dianggap sebagai properti fluida paling
penting yang mempengaruhi tingkat keberhasilan injeksi water flooding. Viskositas minyak
berperan dalam menentukan mobilitas rasio dalam mengendalikan efesiensi penyapuan.
3. Kedalaman Reservoir
Kedalaman reservoir memiliki peran penting dalam aspek teknis dan keekonomisan suatu
projek injeksi water flooding. Tekanan maksimum akan meningkat seiring kedalaman tekanan,
dalam operasi waterflooding ada tekanan kritis (sekitar 1 psi/ft) yang jika melampaui air injeksi
kemungkinan akan memperluas penyebaran disepanjang rekahan atau membuat rekahan baru.
Hal ini menyebabkan channeling pada saat injeksi air atau memotong sebagian matriks
reservoir. Alhasil pada operasional gradient tekanan normal yang di ijinkan 0.75 psi/ft untuk
memberikan batas pencegahan pemisah tekanan.
4. Litologi Dan Property Batuan
Litologi dan property batuan yang mempengaruhi kemampuan dan keberhasilan pada injeksi
waterflooding yaitu:
 Porositas
 Permeabilitas
 Clay konten
 Net thickness
Dalam beberapa reservoir yang kompleks hanya sebagian kecil dari total porositas, seperti
porositas rekahan yang memiliki permeabilitas yang cukup efektif untuk injeksi air. Dalam
kasus ini akan berdampak kecil pada porositas matriks, yang mungkin bersifat Kristal,
granular, atau vugular. Reservoir dengan permeabilitas yang ketat memiliki masalah ketika
dilakukan injeksi air.
5. Saturasi fluida
Dalam menentukan kesesuaian reservoir untuk water flooding, saturasi minyak yang tinggi
adalah kriteria utama dalam keberhasilan. Perhatikan pada permulaan injeksi saturasi oil yang
tinggi memberikan peningkatan mobilitas oil, ini memberikan recovery factor yang lebih
besar.
6. Keseragaman Reservoir (Tingkat Heterogen Reservoir)
Keseragaman Reservoir adalah salah satu kriteria fisik utama dalam keberhasilan water
flooding, misalnya jika formasi tersebut mengandung lapisan dengan ketebalan terbatas
dengan permeabilitas yang sangat tinggi, aliran deras channeling akan mulai muncul dan
memotong. Tingkat Heterogenitas suatu lapisan sangat dipengaruhi oleh lingkungan
pengendapan yang akan berlanjut dengan mengikuti pendendapan itu sendiri. Adanya
lingkungan pengendapan ini akan dapat memberikan gambaran besar butir, bentuk atau pun
jenis packing dan juga distribusi penyebaran. Heterogenitas suatu reservoir ini sangat
berpengaruh terhadap sifat fisik batuan serta fluida reservoir dalam penentuan sumur injeksi
dan sumur produksi, efisiensi pendesakan dan penyapuan areal.
7. Tenaga Pendorong Primer Reservoir
Pada tenaga pendorong alami water drive yang kuat bukan menjadi kandidat yang baik karena
masuknya water influx. Namun beberapa kasus water drive dapat dilengkapi dengan injeksi air
untuk:
 Mendukung tingkat penarikan yang tinggi
 Lebih baik dalam mendistribusikan kesemua area lapangan untuk mencapai cakupan area
yang lebih seragam
 Volume masuknya yang lebih baik
3.2 Perencanaan Water Flooding
Analisa produksi pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui kinerja produksi suatu sumur.
Suatu sumur dapat diketahui kondisinya dengan cara mengamati kemampuan produksi suatu
sumur, serta identifikasi kerusakan sumur. Berdasarkan hasil analisa produksi, didapatkan solusi
untuk meningkatkan produksi secara optimal. Solusi dari hasil analisa produksi tersebut dapat
dijadikan acuan untuk menentukan langkah alternatif ke depan, yang juga didasari oleh indikasi
penurunan laju produksi (Decline Production) dan peramalan sumur (Hadi., 2015).
Dalam perencanaan water flooding ada dua pertimbangan yaitu teknis dan
keekonomisannya. Analisa ekonomis tergantung pada perkiraan proses water flooding itu sendiri.
Menurut G Paul Willhite ada lima langkah dalam merencanakan water flooding yaitu:
1. Evaluasi reservoir meliputi hasil-hasil produksi recovery primery
2. Pemilihan jumlah pola injeksi yang optimal
3. Estimasi laju injeksi dan produksi
4. Prediksi oil recovery untuk setiap perencanaan proyek injeksi air
5. Identifikasi variable-variabel yang menyebabkan ketidaktepatan analisa secara teknis
Analisa teknis produksi injeksi air dilakukan dengan memperkirakan jumlah dan kecepatan
fluida. Perkiraan diatas juga berguna untuk penyesuaian atau pemilihan peralatan sistim
pemeliharaan (treatment) fluida.
3.2.1 Penentuan Lokasi Sumur
Untuk memilih lokasi sebaiknya digunakan peta distribusi cadangan minyak tersisa. Pada
daerah yang jumlah cadangan minyaknya masih besar mungkin diperlukan lebih banyak sumur
produksi dari pada daerah yang jumlah minyak hanya tersisa sedikit. Peta isopermeabilitas juga
membantu dalam memilih arah aliran supaya penembusan fluida injeksi (breakthrough) tidak
terjadi terlalu dini. Pada umumnya dipegang prinsip bahwa sumur-sumur yang sudah ada sebelum
injeksi dipergunakan secara maksimal pada waktu berlangsungnya injeksi.(Ikatan Ahli Teknik
Perminyakan Indonesia, IATMI SM STT Migas Balikpapan.,2012).
3.2.2 Penentuan Pola Injeksi
Menurut Ahmed, (2010) Salah satu langkah awal perencanaan injeksi adalah dengan cara
memilih pola alirannya. Tujuannya adalah untuk memilih pola yang tepat untuk memberikan
kemungkinan kontak maksimal antara fluida dengan system crude oil. Pilihan ini dapat dicapai
dengan mengubah sumur produksi menjadi sumur injeksi atau melakukan pemboran infill sumur
injeksi. Ketika menentukan pola injeksi ada beberapa faktor yang diperhatikan:
1. Heteroginitas reservoir dan arah permeabilitas
2. Arah formasi fractures
3. Ketersedian fluida injeksi
4. Maximum oil recovery
5. Well spacing, produktivitas, dan injeksivitas.
Secara umum, pemilihan pola injeksi yang sesuai dengan reservoir tergantung pada jumlah
dan lokasi sumur yang ada. Dalam beberapa kasus, sumur produksi diubah menjadi sumur injeksi
sementara dikasus lain mungkin diperlukan mengeboran sumur injeksi baru. Pada dasarnya ada
empat jenis pola injeksi yang digunakan yaitu (Ahmed.,2010):
1. Pola Injeksi Irreguler
Topologi permukaan atau bawah permukaan dan atau penggunaan teknik slant-hole
drilling dapat mengakibatkan baik sumur produksi maupun sumur injeksi tidak terletak
secara seragam. Pada kondisi ini, daerah yang terpengaruh oleh sumur injeksi akan
berbeda dengan daerah pada sumur injeksi lainnya berada. Adanya patahan dan variasi
lokal porositas dan permeabilitas dapat pula mengakibatkan pola injeksi irregular.
Berikut ini adalah gambar 3.1 yang menunjukkan contoh pola irregular:

Gambar 3.1 Pola Injeksi Irregular


2. Pola Injeksi Peripheral
Dalam pola periphel, sumur injeksi terletak dibatas luar reservoir dan minyak didorang
kebagian dalam reservoir, seperti ditunjukan pada gambar 3.2 memberikan review yang
sangat bagus untuk menunjukan pola peripheral (Ahmed.,2010).

Gambar 3.2 Pola Injeksi Peripheral


Poin-poin utama dari karakteristik pola injeksi ini sebagai berikut:
 Pola peripheral umumnya menghasilkan oil recovery yang maksimal dengan
minimum air yang terproduksi.
 Pada umumnya air dapat menunda sampai hasil akhir
 Karena jumlah sumur injeksi lebih sedikit, perlu waktu lama bagi air yang
diinjeksikan untuk mengisi ruang yang tinggalkan.
 Untuk injeksi yang sukses, permeabilitas formasi harus cukup besar untuk
memungkinkan pergerakkan air yang diinjeksikan pada kecepatan yang diinginkan
dari sumur injeksi sampai kesumur produksi terakhir.
 Untuk menjaga sumur injeksi sedekat mungkin dengan waterflood tanpa melewati
oil yang bergerak, sumur produksi dapat diubah menjadi sumur injeksi
 Hasil dari peripheral flooding lebih sulit diprediksi
 Laju injeksi menjadi masalah karena sumur injeksi terus mendorong air lebih jauh
(Ahmed.,2010)
3. Pola injeksi regular
Berbagai macam pengaturan pola injeksi sudah diterapkan dalam proyek injeksi. Pola
yang paling umum seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.3 adalah sebagai berikut:
 Derict line drive
Pola injeksi dan produksi saling berhadapan satu sama lain. Pola ini
dikarakteristikan oleh dua parameter yaitu:
a) Jarak sumur bertipe sama
b) Jarak antara garis garis injector dan producer
 Staggered Line Drive
Sumur-sumur seperti berada dalam sebuah garis, tetapi injector dan producer tidak
saling berhadapan, tetaoi berpindah secara lateral.
 Five Spot
Pola ini merupakan pola spesial, dimana jarak antara semua sumur adalah konstan.
Empat buah sumur injeksi membentuk persegi dengan sumur produksi
ditengahnya.
 Seven Spot
Sumur sumur injeksi berada diujung hexagonal dengan sumur produksi berada
ditengah-tengahnya.
 Nine Spot
Pola injeksi ini hamper sama dengan pola five spot tetapi ditambah dengan adanya
sumur injeksi tambahan yang dibor dibagian tengah setiap sisi persegi. Pola injeksi
ini pada intinya terdiri dari delapan buah injector mengelilingi sebuah producer
(Ahmed.,2010).
Untuk pola injeksi inverted ada dalam pola five spot dan nine spot yang membedakan
dengan regular hanyalah terbaliknya jumlah sumur injeksi dan produksinya (Ahmed.,2010).

Gambar 3.3 Pola injeksi Reguler


4. Pola Injeksi Crestal dan Basal
Pada gambar 3.4 terlihat pola injeksi crestal injeksi dilakukan pada sumur-sumur yang
terletak dipuncuk struktur. Proyek-proyek injeksi gas biasa menggunakan pola injeksi
ini. Sedangkan pola basal, fluida diinjeksikan dibagaian bawah struktur. Kebanyakan
pola injeksi ini dipakai proyek injeksi air karena diutungkan dengan adanya gravity
segregation (Ahmed.,2010).

Gambar 3.4 Pola Injeksi crestel dan basal


2.4 Simulasi Reservoir
Simulasi adalah dari kata “simulate” yang berarti “as to assume the appearance of without
reality”. Simulasi reservoar didefinisikan sebagai proses memodelkan kondisi reservoar secara
matematik dengan mengintegrasikan berbagai data yang ada (geologi, geofisik, petropisik,
reservoar, produksi dan sebagainya) untuk memperoleh kinerja reservoir dengan teliti pada
berbagai kondisi sumur dan skenario produksi sehingga akan diperoleh perkiraan yang baik
terhadap rencana/tahapan pengembangan suatu lapangan selanjutnya (Joko.,2011).
Secara umum simulasi reservoir digunakan sebagai acuan dalam perencanaan manajemen
reservoir, antara lain sebagai berikut:
1. Memperkirakan kinerja reservoir pada berbagai tahapan dan metode produksi yang diterapkan
sembur alam (primary recovery) pressure maintenance reservoir energy maintenance
(secondary recovery) enhanced oil recovery (EOR)
2. Mempelajari pengaruh laju alir terhadap perolehan minyak dengan menentukan laju alir
maksimum (maximum efficient rate, MER)
3. Menentukan jumlah dan lokasi sumur untuk mendapatkan perolehan minyak yang optimum.
4. Menentukan pola sumur injeksi dan produksi untuk mengoptimalkan pola penyapuan.
5. Memperhitungkan adanya indikasi coning dalam menentukan interval komplesi yang optimum
serta pemilihan jenis sumur, vertikal atau horizontal.
6. Menganalisa akuifer dan pergerakan air pada proses pendorongan (Joko.,2011).
2.4.1 Tahapan Simulasi Reservoir
Tahapan-tahapan dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu simulasi reservoir adalah
sebagai berikut :
1. Mendefinisikan tujuan yang akan dicapai
2. Mengumpulkan, menganalisa dan mengolah data (geologi, geofisik, petropisik, reservoar,
produksi dan sebagainya)
3. Membuat model geologi-reservoir dan karakteristiknya.
4. Menyelaraskan volume hidrokarbon (initialisation) dan menyelaraskan kinerja model reservoir
dengan sejarah produksi (history matching).
5. Melakukan peramalan produksi dengan berbagai skenario pengembangan.(Joko.,2011).
2.4.2 Jenis Simulator Reservoir
Pemilihan model simulasi reservoir didasarkan pada kebutuhan atau hasil yang diinginkan
sebagai keluaran, karena dengan penggunaan simulasi yang tepat akan menjadikan simulasi yang
dilakukan efektif dan efisien. Simulasi reservoir dalam perkembangannya terdapat tiga jenis :
1. Black Oil Simulation
Simulasi reservoir jenis ini digunakan untuk kondisi isothermal, aliran simultan dari minyak,
gas dan air yang berhubungan dengan viscositas, gaya gravitasi dan gaya kapiler. Black oil
disini digunakan untuk menunjukkan bahwa jenis cairan homogen, tidak ditinjau komposisi
kimianya walaupun kelarutan gas dalam minyak dan air diperhitungkan.
2. Thermal Simulation
Simulasi ini banyak digunakan untuk studi aliran fluida, perpindahan panas maupun reaksi
kimia. Simulasi thermal banyak digunakan untuk studi injeksi uap panas dan pada proses
perolehan minyak tahap lanjut.
3. Compositional Simulation
Simulasi ini digunakan jika komposisi cairan atau gas diperhitungkan terhadap perubahan
tekanan. Simulasi jenis ini banyak digunakan untuk studi perilaku reservoir yang berisi
volatile-oil dan gas condensate (Yunita.,2017).

3.5 Klasifikasi Fluida Minyak Berat


Crude oil tipe-1 didefinisikan sebagai distribusi ukuran molekul dari total lilin, ditunjukkan
pada gambar 3.5. Banyak minyak mentah Afrika Barat termasuk dalam kategori ini, yang ditandai
dengan distribusi ukuran molekul bimodal. Namun, meskipun C-25 dan angka karbon yang lebih
rendah terwakili dengan baik, sebagian besar komponen lilin berada dalam kisaran berat molekul
yang lebih tinggi. Ekstrapolasi dari pengamatan ini menyiratkan bahwa minyak mentah dengan
titik tuang yang lebih tinggi mungkin dapat jatuh dalam tipe ini (Irani dkk.,2016).
Gambar 3.5 Crude Oil Tipe 1
Crude oil tipe 2 disajikan pada gambar 3.6. Distribusi bimodal tetap ada tetapi ada
pembalikan dalam kontribusi relatif oleh fraksi angka karbon rendah dan tinggi. Dominan dengan
jenis C-25+ memberikan grafik seperti punuk diakhir distribusi (Irani dkk, 2016).

Gambar 3.6 Crude Oil Tipe 2


Pada crude oil tipe 3 seperti ditunjukkan pada gambar 3.7. Tipe ini menuju pada kisaran
distribusi yang lebih sempit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7, dengan dua puncak grafik
yang berbeda dari crude oil tipe 2 digantikan oleh satu puncak tunggal di C-15-C-30, tetapi fraksi
C-30+ menurun. Crude oil Handil adalah contoh ekstrem, di mana hampir seluruh kontribusi
berasal dari bahan kisaran C-25-30 dan hanya kontribusi terbatas dari bahan C-30 +. Satu-satunya
pengecualian adalah minyak mentah Escravos yang memiliki puncak C-25-30 yang berbeda, tetapi
kontribusi yang sangat besar oleh komponen-komponen dengan jumlah karbon sangat tinggi.
Menurut Irani dkk, (2016) pada gambar 3.8 komposisi lilin dapat dipisahkan menjadi jenuh dengan
menggunakan HPLC (Irani dkk., 2016).

Gambar 3.7 Crude Oil tipe 3


Gambar 3.8 Analisa Komposisi Lilin.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, T. 2010. ”Reservoir Engineering Handbook 4th Edition”. Gulf Professional Publishing,
Oxford.
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, IATMI SM STT Migas Balikpapan. 2012. Pengantar
Studi Water Flood. Diakses Pada Tanggal: 7 Juni 2012. Tersedia pada:
https://iatmismmigas.wordpress.com/2012/06/07/pengantar-studi-water-flood/
Joko, P. 2011. “Pemodelan dan Aplikasi Simulasi Reservoir”. Diktat. Jurusan Teknik Perminyakan
Universitas Pembangunan Nasional.
Willhite, G, P. 1986. “Waterflooding”. Society Of Petroleum Engineers Richardson.
Yunita, L. 2017. “Pengembangan Lapangan “Y” Menggunakan Simulasi Reservoir”. Teknik
Perminyakan Fakultas Teknik Universitas 45 Proklamasi.

Anda mungkin juga menyukai