Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan
kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit
dan asam basa dengan cara menyaring darah, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-
elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Fungsi primer ginjal adalah
mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam batas-batas normal. Ginjal
dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit.

1.2.Definisi
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya
secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke glomerulus dan
mengalami penyaringan melalui pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di sini air dan
zat-zat yang masih berguna yang terkandung akan diserap lagi dan akan terjadi penambahan
zat-zat sampah metabolisme lain. Hasil akhir dari proses ini adalah urin (air seni).
Gagal ginjal yang berkaitan dengan menurunnya fungsi ginjal secara progresif
ireversibel disebut gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik biasanya timbul beberapa tahun
setelah penyakit atau kerusakan ginjal, tetapi pada situasi tertentu dapat muncul secara
mendadak. Gagal ginjal kronik akhirnya menyebabkan dialysis ginjal, transplantasi, atau
kematian (Corwin, 1997).

Gambar 1. Kerusakan Ginjal


Secara fisiologis ginjal memiliki multifungsi untuk mengatur keseimbangan dalam
tubuh. Sebagai organ utama filtrasi, ginjal memiliki efek yang luar biasa, sehingga akan
mempertahankan sirkulasi tubuh dan mengeluarkan segala bentuk toksin. Oleh karena itu,
gangguan dalam proses filtrasi ini akan memicu gangguan yang sitemik maupun lokal. Gagal
ginjal akut merupakan gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak dengan tanda
gejaala khas berupa oliguria / anuria dengan peningkatan BUN (Blood Ureum Nitrogen) atau
kreatinin serum. Secara pergantian umum gagal ginjal akut juga disebut sebagai Acute Renal
Faiure (ARF) atau Acute Kidney Injury (AKI) (Graber, 2006 ; Wilcox, 2009).
Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan penurunan
secara cepat volume urin. Laju filtrasi glomerulus dapat secara tibatiba menurun sampai di
bawah 15 ml/menit. Gagal ginjal akut akan mengakibatkan peningkatan kadar serum urea,
kreatinin dan bahan-bahan yang lain. Walaupun sering bersifat reversibel, tetapi secara umum
mortalitasnya tinggi (Kenward dan Tan, 2003).

1.3. Etiologi
Berbagai macam penyebab dapat menimbulkan gangguan ginjal akut ini, tetapi pada
umumnya dapat digolongkan dalam 3 bagian besar yaitu:
1. Gangguan Ginjal Akut Prerenal
Penyebab prerenal (terjadi hipoperfungsi ginjal) akibat kondisi yang menyebabkan
berkurangnya aliran darah ginjal dan menurunnya filtrasi glomerulus. Keadaan
penipisan volume (hipovolemia seperti luka bakar dan perdarahan atau kehilangan
cairan melalui saluran pencernaan), vasodilatasi (sepsis dan anafilaksis), gangguan
fungsi jantung (infark miokardium, CHF, atau syok kardiogenik), dan terapi diuretik.
Hal ini biasanya ditandai dengan penurunan turgor kulit, mukosa membran kering,
penurunan berat badan, hiptensi, oliguri, atau anuria.
2. Gangguan Ginjal Akut Intrarenal
Penyebab Intrarenal (kerusakan aktual jaringan ginjal) akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi ini seperti : rasa terbakar, cedera akibat
benturan dan infeksi serta agens nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut
(ATN) dan berhentinya fungsi renal.
3. Gangguan Ginjal Akut Renal
Penyebab post renal terjadi akibat sumbatan atau gangguan aliran urine melalui saluran
kemih (sumbatan bagian distal ginjal). Tekanan di tubulus meningkat sehingga laju
filtrasi glomerulus meningkat. Hal ini biasanya ditandai dengan adanya kesulitan dalam
mengosongkan kandung kemih dan perubahan aliran kemih.
1.4. Patofisiologi Gagal Ginjal Akut
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung
kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau
ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki
sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang
berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
1. Gangguan Ginjal Akut Prerenal
Penurunan perfusi ginjal

Penurunan aliran darah ke ginjal

Penurunan LFG

Peningkatan fraksi dari filtrate yang direabsorbsi pada tubulus proximal

Penurunan flow urin

Retensi Natrium

Edema
2. Gangguan Ginjal Akut Intrarenal
Penurunan tekanan filtrasi dan konstriksi arteriol ginjal

Penurunan permiabilitas glomerulus

Peningkatan permeabilitas tubulus proksimal dengan kebocoran filtrat

Obstruksi aliran urin karena nekrotik sel-sel tubular

Peningkatan Natrium di macula densa

Peningkatan pembentukan renin-angiotensin

Vasokonstriksi pada tingkat glomerular

3. Gangguan Ginjal Akut Postrenal


Obstruksi saluran kemih

Urin statis, tidak dapat melewati saluran kemih

Kongesti

Tekanan retrograde melalui system koligentes dan nefron

Penurunan LFG

Peningkatan reasorbsi Na, air dan urea

Penurunan natrium dalam urin

Peningkatan kreatinin

Tekanan yang lama menyebabkan dilatasi system koligentes

Kerusakan nefron

1.5. Gangguan Ginjal Akibat Obat

(Dipiro, 2014)
1. Nekrosis Tubular Akut

Obat yang menyebabkan kerusakan sel epitel ginjal biasanya melalui toksisitas seluler
langsung atau iskemia. Kerusakan paling sering terjadi pada epitel tubulus proksimal dan
distal yang disebut nekrosis tubular akut saat degenerasi seluler dan penggelembungan dari
tubulus proksimal dan distal. Obat yang mempegaruhi Nekrosis Tubular Akut diantaranya :

a. Aminoglikosida
Patogenesis Aminoglikosida terkait Nekrosis Tubular Akut terutama disebabkan oleh
dosis obat tinggi mempengaruhi konsentrasi dalam sel epitel tubular proksimal, selanjutnya
dari oksigen reaktif spesies yang menghasilkan mitokondria, yang menyebabkan apoptosis
seluler dan nekrosis. Sehingga, saat sel yang mengelupas dari membran basal tubular
proksimal ke dalam lumen tubulus, dapat mengakibatkan penyumbatan tubular dan
kebocoran kembali filtrat glomerulus melintasi tubular yang rusak di epitel.
b. Cysplatin

Patogenesis nefrotoksisitas cisplatin berawal dari obat masuk dalam ginjal dan mengalami
penyerapan seluler dan akumulasi obat dalam sel epitel tubulus proksimal ke konsentrasi
yang bisa mencapai lima kali konsentrasi serum biasanya. Karena, paparan sel tubulus
cisplatin kemudian mengaktifkan serangkaian jalur sinyal sel, termasuk protein mitogen-
activated kinase (MAPK), sehingga terjadi cedera sel tubular dan kematian melalui nekrosis
dan apoptosis. Serentak produksi sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor-α (TNF-
α) dalam sel tubular mengaktifkan respon inflamasi, yang dapat memperburuk kerusakan
ginjal.

c. Amfoterisin B

Nefrotoksisitas amphotericin B terjadi terutama melalui mekanisme Toksisitas sel epitel


tubular langsung akibat interaksi amfoterisin B dengan ergosterol di membran sel, yang
menyebabkan permeabilitas membran sel tubular meningkat sehingga terjadi peroksidasi
lipid dan akhirnya sel tubulus proksimal mengalami nekrosis. Hal ini akan merusak sel
endotel dan mengakibatkan vasokontriksi arteriol afferent dan efferent glomerulus kemudian
terjadilah penurunan GFR dan pemicu terjadinya kerusakan ginjal atau oliguria.

2. Hemodynamically mediated kidney Injury


Cedera ginjal yang dimediasi secara hemodinamik umumnya mengacu pada penyebab
gagal ginjal akut akibatnya terjadi penurunan tekanan intraglomerular akut, termasuk keadaan
"prerenal" yang menyebabkan berkurangnya efektif aliran darah ginjal (mis.hipovolemia,
gagal jantung kongestif) dan obat-obatan yang mempengaruhi adalah renin-angiotensin
system. Obat yang mempegaruhi Hemodinamik diantaranya :
a. ACEI dan ARB
Cedera ginjal karena obat golongan ACEI atau ARB terutama akibat terganggunya
autoregulasi normal tekanan hidrostatik kapiler intraglomerular. Biasanya, ginjal mencoba
mempertahankan GFR oleh melebarkan arteriola aferen dan menyempitkan arteriol eferen
sebagai respons terhadap penurunan ginjal aliran darah. Selama keadaan aliran darah
berkurang, aparatus juxtaglomerular meningkatkan renin sekresi. Dimana renin-renin yang
ada mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, dan akhirnya angiotensin II diubah
oleh enzim pengubah angiotensin. Angiotensin II menyempitkan arteriol aferen dan eferen,
dengan efek yang lebih besar pada arteriol eferen, menghasilkan peningkatan tekanan
intraglomerular. Selain itu, prostaglandin ginjal, prostaglandin E2 pada khususnya,
dilepaskan dan menginduksi jaring pelebaran arteriole aferen, sehingga meningkatkan aliran
darah ke glomerulus inilah pemicu terjadinya kerusakn diginjal.
b. NSAID
Patogenesis AKI NSAID dan COX-2 yang terinduksi terletak pada gangguan normal
autoregulasi intraglomerular. Khususnya, NSAID menghambat cyclooxygenase (COX)
dengan mengkatalis sintesis prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi, termasuk
prostaglandin I2 (prostasiklin) dan E2, dari asam arakidonat. Prostaglandin ini disintesis di
korteks ginjal dan medula oleh pembuluh darah sel mesangial endothelial dan glomerular,
dan pengaruhnya terutama lokal dan menghasilkan jaring vasodilatasi arteriolar aferen.
Prostaglandin yang mengalami vasodilatasi memiliki aktivitas terbatas di keadaan normal
aliran darah ginjal, namun pada keadaan penurunan aliran darah ginjal, sintesisnya meningkat
dan perlindungannya untuk melawan iskemia ginjal dan hipoksia dengan cara melawan
vasokonstriksi arteriolar ginjal akibat angiotensin II, norepinephrine, endothelin, dan
vasopressin dapat diatasi. Dengan demikian, pemberian NSAID dalam berkurangnya aliran
darah ginjal akan terjadi peningkatan aktivitas prostaglandin, yang mengubah keseimbangan
normal pada vasokonstriktor ginjal, sehingga meningkatkan iskemia ginjal dan pengurangan
filtrasi glomerulus.
3. Intratubular Obstruction
Presipitasi kristal obat di lumens tubular distal dapat menyebabkan penyumbatan
intratubular, nefritis interstisial, dan menyebabkan ATN (Acute Tubular Necrocis).
Nephrolithiasis, pembentukan batu di dalam ginjal, hasil dari curah hujan kristal yang tidak
normal dalam sistem pengumpulan ginjal, berpotensi menyebabkan penyumbatan saluran
kemih dengan luka ginjal. Banyak obat telah terkait dengan perkembangan nefropati kristal.
Contoh Obatnya :
a. Acyclovir
Acyclovir adalah analog nukleosida purin asiklik yang aktif terhadap virus Herpes.
Ketika dikonsumsi dan diserap ke dalam sel, obat ini akan diubah menjadi acyclovir trifosfat.
Zat ini secara kompetitif akan menghambat dan menonaktifkan DNA-polimerase pada virus
kerpes. Ketika DNA-polimerase berhenti bekerja, maka proses sintesis benang DNA virus
akan terhenti juga. Dengan begitu virus tidak dapat memperbanyak diri. Proses ini
berlangsung dalam sel tangpa mengganggu proses intraselular lainnya. Namun apabila obat
ini diminum dalam dosis yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan ginjal, karena sebagian
dari obat ini akan terserap didarah dan darah yang bergabung dengan metabolit obat tersebut
akan terdistribusi diseluruh jaringan tubuh termasuk diginjal dan ginjal akan mengalami
penurunan fungsinya sehingga obat ini akan toksik ditubuh.
4. Glomerular Disease
Sangat berkaitan dengan kadar Proteinuria. Khususnya pada proteinuria rentang kadar
nephrotic sebagai ekskresi protein urin lebih besar dari 3,5 g / hari per 1,73 m2, dengan
penurunan tekanan GFR yang adalah tanda dan ciri dari luka glomerulus. Beberapa lesi
glomerular terjadi diikuti dengan timnbulnya penyakit, termasuk penyakit glomerulosklerosis
segmental fokal (FSGS), dan nefropati membranosa, yang kebanyakan mempengaruhi
kekebalan tubuh yang memicu kerusakan ginjal. Obat-obat yang mempengaruhi :
a. Lithium
Patogenesis tidak diketahui secara lengkap, namun kadar proteinuria rentang
nephrotic sebagai konsekuensi terapi menggunakan antibiotik lithium adalah sering dikaitkan
dengan infiltrasi interstisial T-limfositik, menunjukkan sel yang tidak teratur dimediasi dan
mengganggu kekebalan tubuh dan terjadi penurunan tekanan GFR sejak durasi terapi
sehingga ini sebagai pemicu kerusakan ginjal.
5. Tubulointerstitial nephritis
Nefritis tubulointerstitial mengacu pada penyakit dimana perubahan yang dominan
terjadi pada ginjal interstitium bukan tubulus. Ditandai dengan akut dan reversibel dengan
interstisial edema, dimana akan kehilangan fungsi ginjal yang normal dan gejala sistemik
atau kronis dan ireversibel, terkait dengan fibrosis interstisial dan minimal tanpa gejala
sistemik. Obat yang mempengaruhi :
a. AINs
Patogenesis sebagian besar kasus AIN dianggap sebagai hipersensitivitas alergi. Hal ini
didukung oleh fakta bahwa AIN ditandai sebagai interstisial difus atau fokus infiltrasi
limfosit, eosinofil, dan neutrofil polimorfonuklear. Granuloma dan nekrosis sel epitel tubular
relatif umum terjadi pada obat yang sifatnya penginduksi seperti AIN. Mekanisme yang
dimediasi oleh humoral dikaitkan dengan adanya antibodi yang bersirkulasi pada obat
Kompleks membran dasar membran hapten-tubular, sehingga serum darah rendah dan
pengendapan imunoglobulin G pada membran dasar tubular meningkat yang memicu
terjadinya kerusakan diginjal.
6. Renal vasculitis, thrombosis, dan Cholesterol emboli
Penyakit pembuluh darah ginjal yang diinduksi obat biasanya muncul sebagai
vaskulitis, mikroangiopati trombotik, atau emboli kolesterol. Vaskulitis ditandai dengan
pembengkakan dinding pembuluh darah, kapiler, atau glomerulus. Kemudian,
Mikroangiopati trombotik ditandai secara klinis oleh anemia hemolitik mikroangiopati,
dimana sel darah terfragmentasi, dan mengalami trombositopenia dan secara patologis terjadi
proliferasi endotel vaskular, diikuti pembengkakan sel endotel, dan trombin trombosit
intraluminal di pembuluh darah kecil terutama yang akan menyerang kapiler ginjal dan
serebral dan arteriol. Sedangkan, Emboli kristal kolesterol menginduksi endothelial yang
menyebabkan respon inflamasi, yang menyebabkan penyumbatan, iskemia, dan nekrosis
yang terkena pada pembuluh darah dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah
dimulainya terapi. Obat yang mempengaruhi :
a. Cyclosporin dan Tacrolimus
Obat ini keduanya sama-sama digunakan untuk penurunan penolakan transplantasi
ginjal. Ketika obat ini digunakan terikat dengan sel darah merah, dan nantinya akan
dimetabolisme didalam empedu, sebelum dimetabolisme karena obat ini sudah berikatan
dengan darah maka konsentrasi serum didalam darah menjadi meningkat, sedangkan
produksi empedu belum siap bekerja karena pasien masih dalam pasca operasi atau
transplantasi sehingga resiko kerusakan ginjal sangat besar terjadi.

Anda mungkin juga menyukai