INTERMEDIET
Oleh : Yola Wulandari (E1I017030)
Mikroalga adalah kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam kelas alga,
diameternya antara 3-30 µm, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah
perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut fitoplankton. Morfologi mikroalga berbentuk
uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel-sel
komponennya. Hal itulah yang membedakan mikroalga dari tumbuhantingkat tinggi
(Romimohtarto, 2004).
Fitoplankton merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme di perairan. Dalam
dunia bioteknologi, beberapa jenis fitoplankton sudah mulai dijamah untuk di komersilkan dengan
berbagai jenis produk. Jenis fitoplankton yang telah dapat dibudidayakan antara lain Skeletonema,
Chaetoceros, Tetraselmis, Dunaliella, Isochrysis, Chlorella, Nannochloropis sp. dan Spirulina,
dari delapan jenis fitoplankton tersebut yang sering digunakan kegiatan pembenihan ikan laut yaitu
Nannochloropsis sp., karena mudah untuk dikultur secara semi ataupun massal, tidak
menimbulkan racun atau kerusakan di bak pemeliharaan larva, pertumbuhannya relatif cepat,
memiliki kandungan antibiotik dan memiliki kemampuan adsorbsi (Dianursanti dan Wijanarko,
2007).
Sebagian besar stadia awal larva ikan (finfish, non finfish), memerlukan pakan alami
fitoplankton atau zooplankton. De Pauw (1982); Fulks dan Main (1991) menyatakan bahwa
fitoplankton sangat dibutuhkan dalam kegiatan budidaya yang bersifat komersial, seperti pada
jenis ikan (larva dan atau dewasa), bivalvia dan moluska (larva, juvenil dan dewasa). Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pakan alami adalah ukuran yang sesuai dengan
bukaan mulut larva, mudah dicerna, tidak beracun, mudah dikultur secara massal dan mengandung
nutrisi tinggi (Brown, 1997; Fulks and Main, 1991).
Ketersediaan pakan alami harus dalam jumlah yang cukup, berkesinambungan dan tepat
waktu. Untuk dapat memenuhi target produksi tersebut, akan lebih mudah tercapai dengan
melakukan kultur fitoplankton. Salah satu jenis fitoplankton yang sering digunakan pada kegiatan
pembenihan ikan laut yaitu jenis Nannochloropsis oculata. Pertumbuhan N. Oculata dalam media
kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah
sel. Kepadatan sel dalam kultur N. Oculata digunakan untuk mengetahui pola per-tumbuhan jenis
fitoplankton tersebut. Berdasarkan pola pertumbuhan fitoplankton, maka waktu pemanenan
dilakukan saat fitoplankton mencapai puncak populasi.
Kebutuhan Nannochloropsis oculata. secara berkelanjutan sering menjadi masalah, karena
fitoplankton inirentanterhadap perubahan lingkungan seperti perubahan cuaca yang ekstrim,
nutrisi, pH dan salinitas dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroalga (Rudiyanti, 2011). Menurut
Muliono (2004), berkurangnya ketersedian fitoplankton Nannochloropsis oculata mempengaruhi
laju pertumbuhan rotifer menyebabkan terganggunya pertumbuhan larva ikan. Upaya yang
dilakukan agar pemberian pakan alami menjadi lebih efisien yaitu dengan menjadikan dalam
bentuk pasta.
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan kultur
Nannochloropsis oculata dengan skala laboratorium dan skala intermediet.
Praktikum mengenai Kultur Nannocloropsis oculata Skala Laboratorium dan Skala
Intermediet ini dilakukan di Laboratorium Perikanan, Laboratorium Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu. Praktikum ini dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2019-7 Oktober 2019
dimulai dari pengkulturan skala 20 ml, 1 Liter, 15 Liter, 40 Liter dan Pemanenan. Adapun alat
dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, bibit fitoplankton Nannochloropsis
oculata, air laut steril, iodin, aluminium foil, NaOH, karet gelang, pupuk Conway, plastic, aquades,
kain satin, air tawar, tissue, sabun anti bakteri, autoklaf, aerator, Erlenmeyer, jerigen, akuarium
(40 liter), mikroskop, timbangan digital, selang, ember, haemacytometry, handcounter,
mikroskop, botol duran, pipet tetes, ATK, laptop, aplikasi ms word dan excel serta alat
dokumentasi.
Beberapa langkah kerja yang dilakukan dalam praktikum mengenai Kultur Nannocloropsis
oculata Skala Laboratorium dan Skala Intermediet. Praktikum ini di awali dengan persiapan alat
dan bahan yang di perlukan, lalu melakukan sterilisasi alat dan bahan (air laut) menggunakan
autoklaf. Sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup,dalam hal ini adalah
mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma,virus) yang terdapat dalam suatu benda
(Syah, 2015). Sterilisasi alat kaca dilakukan dua tahapan yaitu pencucian dan dengan
menggunakan autoklaf. Alat dicuci dengan air bersih yang mengalir menggunakan sabun anti
bakteri. Lalu, alat dikeringkan menggunakan tissue. Setelah kering, alat di bungkus menggunakan
kertas dan dilapisi oleh plastic yang diikat oleh karet gelang. Alat dimasukkan ke dalam autoklaf
dan di beri tekanan uap 1 atm selama 15 menit.
Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan
dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan. Lama sterilisasi yang dilakukan
biasanya 15 menit untuk 121 derajat celcius (Marino and Benjamin, 1986). Untuk strelisasi bahan
(air laut) ada 2 metode. Pertama air laut sebanyak 200 ml dan air laut sebanyak 1 liter di sterilisasi
menggunakan autoklaf dan air laut sebanyak 15 dan 40 liter menggunakan iodine.
Selanjutnya, bibit Nannocloropsis oculata dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi
air laut steril 200 ml masing-masing dengan kepadatan 1x106 sel/ml. lalu, media ditambahkan
pupuk Conway sebanyak 0,5 ml/l yang sebelumnya dilakukan pengenceran. Dihitung air laut yang
diperlukan dalam satu akuarium untuk kultur Nannocloropsis oculata.Volume ini dapat dihitung
dengan menggunakan rumus pengenceran (Villegas, 1995):
VI x N1 =V2 x N2
Keterangan:
V1: Volume awal bibit Nannochloropsis oculata (L)
V2: Volume media kultur yang dikehendaki (L)
N1: Jumlah kepadatan awal bibit Nannochloropsis oculata (sel/mL)
N2: Jumlah kepadatan Nannochloropsis oculata yang dikehendaki (sel/mL)
Rumus penghitungan N. Oculata yang digunakan adalah metode Small Block (Metasari
dkk., 2012) karena ukuran N. Oculata berukuran 2-4 mikron. Rumus:
Penghitungan dalam pratikum ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk menperkecil kesalahan
dalam pengitungan. Lalu, media di simpan dan ditutupin dengan aluminum foil serta dialiri dengan
aerator.
Cara menggunakan haema adalah dengan memasukkan sample menggunakan pipet tetes.
Teteskan sample lebih kurang 3 tetes pada haema secara perlahan agar tidak ada gelembung udara
yang dapat mengganggu perhitungan. Setelah itu, letakkan haema pada miskroskop dengan
menggunakan perbesaran 10x10.
Setelah itu, media di pindahkan kembali ke akuarium yang bervolume 40 liter dan
ditambahkan pupuk Conway sebanyak 0,5 ml/l lalu dilakukan perhitungan selama 3 hari.
Setelah dilakukan perhitungan, pada hari ke-15 yaitu pada puncak eksponensial dilakukan
pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan menambahkan NaOH pada media agar
Nannochloropsis oculata mengendap untuk memudahkan pemanenan. Lalu, air yang ada di
permukaan disedot menggunakan aerator (untuk menyaring Nannochloropsis oculata). Air dialiri
di atas ember yang di lapisi oleh kain satin dan di diamkan selam 2 hari agar Nannochloropsis
oculata mengental dan membentuk pasta.
Gambar 6. Hasil Pemanenan Nannochloropsi oculata yang dijadikan pasta
5000000 (a)
0
D0 D1 D2 D3 D4 D5
Perhitungan kepadatan N. oculata dilakukan selama 5 hari terhitung pemasukkan bibit awal
yang berjumlah 106 sel/l. Berdasarkan grafik tersebut, laju pertumbuhan N. oculata pada media
volume 200 ml gr terus mengalami pertambahan sel dari hari ke hari nya. Pada (a) N. oculata
mengalami fase lag atau fase adaptasi yang terjadi pada hari ke-0 sampai hari ke-1. Pada (b) hari
ke-2 sampai hari ke-5 N. oculata terus mengalami pertambahan sel hingga mencapai rata-rata
111,3 x 104 sel/l.
Grafik Kepadatan Nannochloropsis oculata (1 Liter)
30000000
(b)
20000000
(a)
10000000
0
D0 D1 D2 D3 D4 D5
Pada media volume 1 liter, sama halnya pada volume 200 ml bahwa terdapat 2 fase yaitu
(a) fase lag dimana pada hari ke-0 jumlah sel yang dimasukkan berjumlah 86 x 104 sel/l hingga
hari ke-1 pertambahan sel hanya sedikit sehingga tidak terlalu signifikan. Lalu pada (b) fase lag
yang dimulai pada hari ke-2 hingga hari ke-5 sel terus bertambah secara teratur hingga mencapai
puncak pada hari ke-5 yaitu dengan kepadatan Nannochloropsis oculata 512 x 104 sel/l.
Menurut Arief dkk. (2004) dalam Restiada dkk. (2008), pertumbuhan populasi
Nannochloropsis oculata mencapai puncaknya untuk bisa dipanen rata-rata umur 4 sampai 7 hari.
Berdasarkan grafik kepadatan N. oculata volume 15 Liter, puncak tertinggi pertumbuhan sel
terjadi pada hari ke-4 yaitu berjumlah 602 x 104 sel/l. Namun berbeda dengan volume 200 ml dan
1 liter dimana fase lag terjadi hanya pada hari ke-0 hingga hari ke-1, pada volume 15 liter fase lag
terjadi pada hari ke-0 hingga hari ke-2.
Grafik Kepadatan Nannochloropsis oculata (40 Liter)
40000000
30000000
20000000
10000000
0
D0 D1 D2
Pada volume media 40 liter, perhitungan dilakukan 3 kali. Namun, fase yang ada hanyalah
fase eksponensial hal itu disebabkan laju pertumbuhan sel N. oculata pada saat pengenceran ke
media 40 liter dari 15 liter sangat cepat mengalami pembiakan. Pada hari terakhir (puncak), media
diberi larutan NaOH untuk pemanenan.
Pada laju pertumbuhana mikroorganisme, terdapat 4 fase antara lain, fase lag, fase
eksponensial, fase stasioner dan fase kematian.
a) Fase Lag/Adaptasi
Jika mikroba dipindahkan ke dalam suatu medium, mulamula akan mengalami fase adaptasi
untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya. Lamanya fase adaptasi ini
dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya:
1. Medium dan lingkungan pertumbuhan jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama
seperti medium dan lingkungan sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi.
Tetapi jika nutrient yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru berbeda dengan
sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim-enzim.
2. Jumlah inokulum jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi.
Fase adaptasi mungkin berjalan lambat karena beberapa sebab, misalnya:
i. Kultur dipindahkan dari medium yang kaya nutrien ke medium yang kandungan
nuriennya terbatas
ii. Mutan yang baru dipindahkan dari fase statis ke medium baru dengan komposisi
sama seperti sebelumnya.
c) Fase stationer
Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel
yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun
zat-zat nutrisi sudah habis. Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai
komposisi yang berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel
lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan-bahan kimia.
Fase kematian. Pada fase ini sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian karena
beberapa sebab yaitu: 1 nutrien di dalam medium sudah habis. 2 energi cadangan di dalam sel
habis. Kecepatan kematian bergantung pada kondisi nutrien, lingkungan, dan jenis mikroba.
Afif, Mufidah., Agustono, Sudarno dan Daruti Dinda Nindarwi. 2012. Teknik Kultur Chlorella Sp. Skala
Laboratorium Dan Intermediet Di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo Jawa
Timur . Journal Of Aquaculture And Fish Health. Vol. 7 No.2.
Dini, Ermavitalin., Sumarni Dwirejeki, Sri Nurhatika, Triono Bagus Saputro. 2019. Pengaruh Kombinasi
Cekaman Nitrogen Dan Fotoperiode Terhadap Biomassa, Kandungan Kualitatif Triasilgliserol
Dan Profil Asam Lemak Mikroalga Nannochloropsis Sp. Akta Kimindo. Vol. 4(1), 2019: 32-49.
Djarijah. A. S. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta.
Firgiandini, Eka. 2019. Kualitas Pasta Nannochloropsis sp. Isolat Lampung Mangrove Center berdasarkan
Uji Kandungan Karbohidrat Pada Skala Intermediet. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Purwitasari, Adinda Tri., Moch. Amin Alamsjah dan Boedi Setya Rahardja. 2012. Pengaruh Konsentrasi
Zat Pengatur Tumbuh (Asam-2,4- Diklorofenoksiasetat) Terhadap Pertumbuhan Nannochloropsis
Oculata Effect Of Concretration Of Growth Regulators (2.4- Dichlorophenoxyaceticacid) Against
The Growth Of Nannochloropsis Oculata. Journal of Marine and Coastal Science. 1(2), 61 – 70.
Sari, Indah Permata dan Abdul Manan. 2012. Pola Pertumbuhan Nannochloropsis Oculata Pada Kultur
Skala Laboratorium, Intermediet, dan Massal . Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan Vol. 4 (2).
Syah, Insan Sunan Kurniawan. 2015. Penentuan Tingkatan Jaminan Sterilitas Pada Autoklaf Dengan
Indikator Biologi Spore Strip . Departemen Farmasetika Dan Teknologi Farmasi. Universitas
Padjadjaran.
Octhreeani, Agatha Marline., Supriharyono, Prijadi Soedarsono . 2014. Pengaruh Perbedaan Jenis Pupuk
Terhadap Pertumbuhan Nannochloropsis Sp. Dilihat Dari Kepadatan Sel Dan Klorofil A Pada
Skala Semi Massal . Diponegoro Journal Of Maquares. Volume 3 (2). 102-108.
Widyaningrum, Nilam Fitri, Bambang Susilo, M. Bagus Hermanto. 2013. Studi Eksperimental
Fotobioreaktor Photovoltaic untuk Produksi Mikroalga (Nannochloropsis Oculata). Vol.1 No. 2.
Yani, A., S. Murwani, E. Rusyani. 2015. Kultur nannochloropsis sp. dan Pembuatan Pasta
nannochloropsis Sp. dengan Menggunakan Dosis Naohyang Berbeda Dibalai Besar Perikanan
Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis: 588-595.
Zumaritha, F. 2011. Pemanfaatan Karbondioksida (Co2) Untuk Kultivasi Mikroalga Nannochloropsis Sp.
Sebagai Bahan Baku Biofuel. Institut Pertanian Bogor. Bogor.