Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Dermatofitosis
Infeksi jamur pada kulit merupakan salah satu penyakit kulit yang umum
dijumpai. Pada infeksi kulit, infeksi superfisial yang disebabkan oleh dermatofita
disebut sebagai dermatofitosis. Istilah ini harus dapat dibedakan dari dermatomikosis
yang lebih mengarah kepada infeksi jamur pada kulit bagian dalam dan sistemik.
Gambar 2.3. Gambaran Dermatofita pada Pemeriksaan Mikroskop (A) Penampang Hasil
Kerokan Lesi Kulit Kepala dengan KOH yang Menunjukkan Hifa, (B) Hasil Kultur yang
Memperlihatkan Hifa, Makrokonidia, dan Mikrokonidia
Sumber: Sherris Medical Microbiology, 4th Edition, 2004
(A) ( B)
(C) (D)
Lesi pada kulit sendiri dimulai pada pola yang sama dan membesar
membentuk batas eritema yang tajam dengan penampakan kulit di tengah lesi
hampir seperti keadaan normal. Lesi multipel dapat menyatu membentuk pola
geometrik yang tidak biasa pada kulit. Lesi dapat timbul pada berbagai lokasi,
tapi pada umumnya pada lipatan kulit yang lembab dan berkeringat. Obesitas
dan penggunaan pakaian yang ketat dapat meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi pada bagian selangkangan dan di bawah payudara. Bentuk lain infeksi
yang melibatkan scaling dan pengelupasan kulit pada ibu jari kaki dinamakan
sebagai kaki atlet (athlete’s foot). Kelembapan dan perlecetan kulit dapat
menjadi sumber infeksi jamur.
Infeksi pada bantalan kuku pada awalnya menyebabkan diskolorasi
jaringan subungual, kemudian hiperkeratosis dan penampakan diskolorasi
pada penampang kuku (nail plate) oleh jamur penyebab infeksi terjadi.
Infeksi secara lamgsung pada penampang kuku jarang terjadi. Progresivitas
• Pemeriksaan mikroskopis
o Kulit dan kuku
Sampel kulit harus diambil dengan pengerokan batas lesi,
menggunakan ujung tumpul skapel ke arah luar. Spesimen kuku
• Prosedur kultur
Spesiasi jamur superfisial didasarkan atas karakteristik makroskopis,
mikroskopis, dan metabolik organisme tersebut. Sabouraud’s
Dextrose Agar (SDA) [Dextrose 40 g; agar 20 g; peptone 10 g; air
distilasi (pH 5,5) 1000 mL] merupakan medium isolasi yang paling
sering digunakan dan memberikan deskripsi morfologi yang baik.
Akan tetapi, kontaminan saproba tumbuh sangat cepat pada medium
ini sehingga mengaburkan penampakan jamur. Saproba ini dapat
dihambat dengan menambahkan cycloheximide (0,5 g/L) dan
Chloramphenicol (0,05 g/L). Produk-produk komersial agar ini adalah
Mycosel dan Mycobiotic. Medium Tes Dermatofita (DTM)
mengandung indikator pH fenol merah yang akan menjadi warna
kuning jika diuji pada saprofita dan berwarna merah jika diuji pada
dermatofita oleh karena aktivitas proteolitik dermatofita yang
meningkatkan pH menjadi 8. Identifikasi jamur ini dapat dipermudah
dengan penggunaan Potato Dextrose Agar (PDA), yang menstimulasi
produksi konidia dan pigmen. (Ryan et al., 2004)