Anda di halaman 1dari 17

PEDOMAN PENANGANAN BAHAN

PEMERIKSAAN UNTUK
HISTOPATOLOGI

Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)


PEDOMAN PENANGGANAN BAHAN UNTUK PEMERIKSAAN PATOLOGI DAN SITOLOGI
Oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia

I. PENDAHULUAN

Diagnosis histopatologi dan sitologi, yang merupakan hasil interprestasi pemeriksaan


histopatologi dan sitopatologi, sampai saat ini masih merupakan “baku emas” bagi
diagnosis sebagian besar penyakit. Ketepatan diagnosis histopatologi dan sitopatologi
bergantung kepada :

1. Penanganan dan pengolahan bahan pemeriksaan yang lebih baik sehingga dapat
diinterprestasi serta dapat dikembangkanlebih lanjut untuk pemeriksaan molekuler
dan genetik
2. Kompetensi Dokter Spesialis PA

Penanganan bahan pemeriksaan yang baik dan benar merupakan tugas bersama antara
Rumah Sakit, klinis dan Sentra Diagnostik Patologi Anatomik.
Kompetensi Dokter Spesialis Patologi Anatomik menjadi kewenangan Kolegium Patologi
Anatomik
Mutu hasil proses jaringan sangat erat hubungannya dengan penanganan bahan
pemeriksaan yang benar sejak awal jaringan/ sel dan cairan dipisahkan dari tubuh. Tahap
ini dilakukan di kamar tindakan atau klinik, disebut sebagai penanganan pra – analtik.
Pada tahap ini kegiatan utamanya ialah melakukan pencatatan data pasien dan reservasi
jaringan/ sel pasca oprasi/ biopsi. Tahap selanjutnya, analtik, dilakukan setelah jaringan/
sel tiba di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi yang juga terdiri atas pencatatan data
bahan pemeriksaan dan pasien, yang selanjutnya diikuti oleh pengolahan bahan
pemeriksaan. Rumah Sakit atau institusi yang membawahi fasilitas tindakan atau Sentra
Diagnostik Patologi Anatomik juga memiliki tugas dan tanggung jawab mutu hasil
pengolahan sediaan, karena berbagai jenis reagen dan peralatan yang disediakan oleh RS
dan institusi yang seharusnya bermutu sesuai standar. Adalah hak pasien untuk mendapat
hasil pengolahan jaringan yang baik dan kewajiban pasien untuk membayar biaya
pengolahan jaringan tersebut.
Pedoman ini dibuat sebagai pegangan penanganan bahan untuk pemeriksaan patologi
dan sitopatologi serta menetapkan tugas dan tanggung jawab pad setiap tahap tindakan
penanganan bahan pemeriksaan.
II. HAKEKAT PENGOLAHAN BAHAN PEMERIKSAAN

Diagnostik histopatologi dan sitopatologi pada dasarnya adalah penilaian terhadap


gambar yang terdapat pada preperat histopatologi dan sitopatologi. Oleh karena itu,
tujuan akhir pengolahan bahan pemeriksaan ialah agar gambar yang terjadi pada
preperat benar – benar mencerminkan apa yang seharusnya tergambar pada bahan
pemeriksaan. Jadi pengolahan bahan pemeriksaan yang baik ialah pengolahan yang tidak
mengubah atau menghilangkan apa yang seharusnya ada pada bahan pemeriksaan.
Bahan pemeriksaan yang diolah ialah bahan pemeriksaan yang berasal dari tubuh pasien
yang masih hidup, sehingga ada kemungkinan terjadi perubahan, namun harus
diupayakan agar perubahan yang terjadi sekecil mungkin, suhingga tidak mempengaruhi
penilaian. Hal ini dapat tercapai melalui rangkaian kegiatan pengolahan yang secara
empiris terbukti baik.

III. PENANGANAN BAHAN PEMERIKSAAN PADA FASE PRA – ANALTIK

Penanganan bahan pemeriksaan yang dilaksanakan ditempat pengambilan bahan


pemeriksaan, dan menjadi TANGGUNG JAWAB PIHAK KLINIK. Tahap ini
merupakantonggak pertama yang merupakan syaratagar hasil pemrosesan bahan
pemeriksaan dan penanganan selanjutnya dapat berlangsung dengan baik. Tercakup
dalam tahap ini adalah :

A. Kelengkapan Identitas Pasien dan Keterangan Klinik Yang Relavan

1. Administrasi
Pengisisan formulir pengantar tentang pasien yang mencakup data :

 Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama, pekerjaan
 Keterangan klinik : lokasi dan ukuran lesi, durasi, keluhan lain yang berhubungan,
termasuk keterangan tentang penyakit atau pemeriksaan Patologi Anatomik
terdahulu, dan penyakit yang mudah menular atau perlu penanganan khusus
seperti AIDS, keterangan klinis khusus lainnya yang diperlukan (misal riwayat
obstetri ginekologi)
 Hasil pemeriksaan : diagnosis klinik serta pemeriksaan penunjang yang lain
seperti : data laboratorium klinik, ataupun radiologi yang berkaitan
 Status ekonomi : seperti asuransi, kelas rawat dll
2. Cara mendapatkan bahan
Keterangan tentang cara memperoleh bahan pemeriksaan seperti operasi, insisi,
eksisi, kerokan, sikatan, bilasan, apusan, fungsi biopsi aspirasi jarum halus (FNAB),
nekrosis. (Otpsi merupakan pelayanan patologi tersendiri)
3. Lokasi bahan/ organ
Dikemukakan bila ada pengambilan bahan secara khusus dan perlu penanganan
khusus seperti :
 Jenis jaringan tertentu
 Pemeriksaan radikalitas operasi
 Batas sayatan dan tanda khusus (misal memberi benang atau gambar jaringan
dengan keterannya)
4. Kondisi lesi
Misalnya berupa bentuk, benjolan, ukuran, konsistensi, terfiksir atau tidak, warna
dan tampilan jaringan saat operasi

B. Penanganan Jaringan dan Cairan/ Apusan Pasca Biopsi/ Oprasi


I. Penanganan Jaringan
1. Persiapan wadah yang besarnya sesuai dengan jaringan yang akan disimpan.
Sebaiknya jarangan tidak dipaksakan dimasukkan dalam wadah yang lebih kecil
dari ukuran jaringan, sehingga terjadi penekukan yang dapat merusak bentuk
jaringan.
2. Isi wadah dengan formalin 10% bufer dengan volume minimal 5 kali volume
jaringan
3. Masukkan sesegera mungkin jaringan segar ke dalam wadah formalin (kurang
dari 30 menit)
4. Jika jaringan berukuran besar misalnya mastektomi lakukan irisan sejajar
berjarak kira – kira 1 cm agar seluruh bagian jaringan terpapar formalin. Irisan
harus sedemikian rupa sehingga masih dapat dengan mudah dilakukan
rekontruksi oleh Spwsialis Patologi anatomik.
5. Beri label identitas pasien dan jenis jaringan yang diambil agar tidak tertukar,
segera dikirim ke sentra Diagnostik Patologi Anatomik disertai formulir
pengantar yang telah diisi lengkap.
6. Fiksasi
Fiksasi merupakan langkah yang sangat penting dan harus dilaksanakan dengan
sempurna menggunakan zak fisikator yang baik, karena sangat mempengaruhi
langkah selanjutnya dalam pengolahan jaringan
Tujuan fiksasi adalah :
 Mencegah terjadinya autolysis dan pengaruh bakteri
 Mempertahankan bentuk dan isi jaringan mendekati keadaan sebelum difiksasi
 Memungkinkan proses pengolahan jaringan selanjutnya berjalan dengan baik
 Mempertahankan komponen – komponen jaringan atau sel, (mengusahakan
agar sedikit mungkin molekul yang hilang pada proses selanjutnya)

Pada pengolahan jaringan dapat dipastikan ada unsur – unsur jaringan yang hilang
atau rusak. Fiksasi yang baik ialah yang memungkinkan unsur protein tetap ada
atau berkurangnya minimal. Unsur lipid akan selalu hilang kecuali menggunakan
teknik khusus (poton beku)

Ada banyak zat yang bisa dipakai untuk fiksasi, tetapi secara empiris terbukti
untuk pemeriksaan rutin (morfologi) dan immunohistokimia, zat formalin 10%
dengan PH sekitar 7 adalah yang optimun.

Untuk keperluan lain zat fiksasi yang baik antara lain :


Misalnya : - alkohol 96% untuk sediaan apus
- Ethanol/ methanol untuk asam nukleat

Volume zat fiksasi juga harus diperhatikan, yang baik adalah 1 berbanding 5
sampai 10 untuk jaringan. Konsentrasi formalin berpengaruh pada kecepatan
infiltrasinya. Konsentrasi tinggi, infiltrasinya cepat tetapi bagian jaringan yang
sudah terfiksasi menjadi keras dan menghambat penetrasi selanjutnya

Cara pembuatan zat fiksasi dengan formalin berdasar fosfat adalah sebagai berikut
:
Larutan formaldehade 40% ...................................................................... 100 cc
Aquadest ................................................................................................... 900 cc
Sodium dihidrogrn fosfat monohidrat ...................................................... 4.0 g
Disodium hidrogen fosfat anhidrat........................................................... 6.5 g
Daya penetrasi zat fikasatif ditentukan oleh faktor waktu dan besaran konstante
zat fiksatif :
Rumus : d = k √t
d : dalamnya penetrasi dalam mm
k : konstante zat fiksatif,
misalnya : formalin 10% = 0,78
glutaraldehyde = 0,25
acetic acid = 1,2
t : waktu dalam jam

II. Penanganan Cairan dan Apusan


1. Bahan apusan diapuskan pada gelas obyek, dan segera dimasukkan dalam
cairan fiksasi alkohol 96% minimal selama 30 menit. Sesudah 30 menit gelas
obyek dapat dikeringkan dan dikirim ke Sentra Diagnostik Patologi Anatomik.
2. Bahan cairan dapat dikirim sedera ke Sentra Diagnostik Patologi Anatomik
tanpa fiksasi (sesegera mungkin) atau dimasukkan dalam cairan fiksasi alkohol
50% (volume 1 : 1)
3. Bahan apusan sitologi aspirasi dapat dibiarkan kering dalam suhu udara kamar
(untuk pilasan Giemsa), kemudian dikirim ke Sentra Diagnostik Patologi
Anatomik (dengan keterangan yang jelas).
4. Bahan sputum sebaiknya dikirim segera di dalam wadah tertutup tanpa fikasi.

IV. PENANGANAN BAHAN PEMERIKSAAN PADA FASE ANALTIK

Ruang lingkup TAHAP ANALTIK dimulai sejak spesimenditerima di Sentra Diagnostik


Patologi Anatomik untuk dilakukan pengolahan bahan pemeriksaan sampai menjadi blok
parafin dan sediaan siap dibaca Spesialis Patologi Anatomik. Tanggung jawab atas segala
sesuatu yang berkaitan dengan mutu sediaan pada tahan ini adalah Spesialis Patologi
Anatomik dan teknisi. Tahap ini dapat dibagi atas penerimaan spesimen, pemotongan
dan pencatatan makroskopik, pengolahan secara manual atau dengan mesin serta
pembuatan blok parafin, pengolahan hingga pembuatan blok parafin yang sesuai standar
akan menghasilkan blok parafin yang siap/ layak untuk berbagai pulasan/ pemeriksaan
rutin dan canggih (immunohistokimia, hibridsi in – situ, PCR, tissue microarry, dan lain –
lain)
A. Tahap Penerimaan Spesimen
Pada saat menerima spesimen, setelah petugas loket menyelesaikan kelengkapan
administrasi berupa identitas pasien (nama lengkap, jenis kelamin, usia, jumlah
spesimen) kemudian akan diserahkan kepada teknisi kamar potong. Teknisi kamar
potong kembali memeriksa kesesuaian antara spesimen dengan keterangan dalam
formulirpengantar. Kemudian teknisi memeriksa apakah fiksasi sudah benar. Jika
belum benar maka harus segera melakukan perbaikan – perbaikan.

Cara fiksasi yang benar adalah :


1. Fiksasi berupa larutan formalin 10% bufer fosfat.
2. Volume fiksatif minimal 5x volume spesimen.
3. Jaringan besar dibuat sayatan sejajar dengan pisai tajam berjarak 0,5 – 1 cm agar
fiksatif merata pada seluruh bagian jaringan luar dan dalam.
4. Jaringan yang siap diproses adalah yang sudah terfikasi dengan sempurna (matang),
yaitu yang sudah keras konsistennya dan tidak berwarna kemerahan lagi (putih atau
coklat).

B. Tahapan Pemotongan dan Pencatatan Makroskopik


Pada prinsipnya, pemotongan dilakukan untuk mengambil bagian jaringan yang
representatif. Potongan dilakukan dengan tebal maksimum tidak melebihi tebal kaset
jaringan (Gambar 1), dan dimasukkan ke dalam kaset jaringan yang telah diberi nomor
sesuai nomor formulir (Gambar 2)

Banyak potongan yang akan diproses selanjutnya bergantung kepada jenis jaringan
dan besarnya jaringan. Ada beberapa organ yang memerlukan jumlah potongan
(sediaan) tertentu, misalnya :
- Prostat : 3-6 potongan
- Uterus : dibuat potongan dari
serviks, endometrium, myometrium
tumor dan bagian lain yang penting
untuk diagnosis.
- Usus : dibuat potongan-potongan
untuk menentukan jenis kelainan,
dalam infiltrasi, ujung ujung syatan,
nodul limfoid dan bagian lain yang
dianggap perlu.
Gambar 1. Pemotongan Makriskopik
Setelah dimasukan ke dalam kaset dan ditutup, kaset dimasukan ke dalam wadah yang
berisi formalin 10% bufer fosfat atau alkohol, karena kaset jaringan tersebut tidak
boleh dibiarkan kering oleh udara. Dalam hal bahan yang terdiri atas jaringan tulang,
diperlukan perlakuan tambahan dengan cara merendam tulang tersebut dalam cairan
dekalsifikasi, misalnya HNO3, EDTA untuk menghilangkan kalsiumnya. Lama
perendaman bergantung kepada jenis larutan dekalsifikasi.

Jika ternyata jaringan belum sempurna fiksasinya, kaset jaringan dimasukan dalam
wadah berisi formalin 10% bufer fosfat, namun jika sudah sempurna dimasukkan ke
dalam wadah berisi alkohol 70% (Gambar 2).

Gambar 2. Fiksasi buffer formalin

Setelah seluruh kaset jaringan terkumpul, dapat dilanjutkan diproses dalam mesin atau
secara manual. Dalam pengolahan, yang dilakukan adalah serangkaian prosedur untuk
mengganti unsur air dan fiksatif dalam jaringan dengan parafin agar diperboleh
penyatuan yang sempurna antara jaringan dengan parafin dalam satu blok. Jika
penyatuan tidak sempurna maka akan diperoleh blok parafi yang tidak homogen dan
akan mudah pecah dalam pemotongan atau proses selanjutnya. Penggantian dilakukan
dengan cara menarik air diganti oleh alkohol. Kemudian dilanjutkan dengan xylol yaitu
media perantara yang dapat larut dalam air dan parafin, sehingga alkohol digantikan
oleh xylol. Setelah itu direndam (impregnasi/infiltrasi) dalam parafin cair, sehingga
seluruh ruang jaringan yang semula berisi xylol diganti oleh parafin yang bertitik lebur
paling tinggi 60oC.

Pada saat jaringan di masukan ke dalam parafin cair, maka temperatur akan
mempengaruhi jaringan. Temperatur tinggi akan menyebabkan jaringan menjadi keras,
keriput dan rusak sehingga akan sulit di potong. Oleh karena itu sebaiknya di pakai
parafin yang titik leburnya 58oCdan tempertur parafinnya tidak melebihi 60oC. Waktu
yang diperlukan pada proses impregnasi ini bergantung kepada besarnya jaringan.
Untuk jaringan besar (sebesar 1 kaset), diperlukan waktu sekurang-kurangnya 3 jam.
Pengolahan dengan mesin dapat dilakukan denga siklus pendek untuk jaringan (biopsi)
atau siklus panjang untuk jaringan besar. Pada mesin biasanya wadah yang pertama
dapat diisi formalin untuk menyempurnakan fiksasi yang belum sempurna

Tahap DEHIDRASI

Tahap CLEARING

Tahap IMPREGNASI

Gambar 3. Pemrosesan jaringan

Dehidrasi dilakukan dengan alkohol konsentrasi bertahap untuk menarik seluruh


kandungan air dari sel dan jaringan dan TIDAK MENGGUNAKAN ACETON.
Kemudian dilakukan “clearing” dalam larutan xylol, untuk menarik alkohol keluar dan
memungkinkan parafin masuk ke dalam jaringan. Selanjutnya dilakukan
“impregnasi”dalam parafin cair dan jaringan siap untuk dibuat blok parafin.

Metode Prosesing Jaringan :

1. Peyempurnaan Fiksasi : Formalin 10% 0-3 jam


2. Dehidrasi : Alkohol 70% ½ jam
Alkohol 95% ½ jam
Alkohol 100% ½ jam
Alkohol 100% 1 jam
Alkohol 100% 1 jam
Alkohol 100% 1 jam
Alkohol 100&/xylol ½ jam
3. Clearing : Xylol 1 jam
Xylol 2 jam
4. Impregnasi : Parafin 2 ½ jam
Parafin 4 jam
C. Pembuatan Blok Parafin
Dalam pembutana blok parafin, sangat penting untuk diperhatikan orientasi jaringan
dengan benar sehingga akan diperoleh potongan sediaan yang representatif. Perlu
diperhatikan cara peletakan jaringan permukaan / mukosa (usus, endrometrium, buli,
ureter, pembuluh darah besar dan lai lain), dinding kista, dan kulit agar dapat
mempresentasikan seluruh lapisan yang ada secara utuh.

Melakukan “embedding” jaringan kerokan juga harus diyakini bahwa seluruh keping
jaringan berada dipermukaan sehingga akan muncul secara utuh dalam pemotongan
dengan mikrotom. Jangan lupa memeriksa apakah nomor pada blok parafin masih jelas
sebelum dipotong.

Gambar 3. Embedding

Gamabar 4. Pemotongan dengan Mikrotom


Sebelum dilakukan pemotongan blok paraffin didinginkan pada lempeng pendingin/ es
batu/ lemari es.
Pemotongan menggunakan mikrotom dilakukan dengan pisau yang tajam/disposible.

Gambar 5. Pita Potongan Tipis Blok Paraffin di Floatin Bath

Pita parafin dimekarkan dengan cara yang beragam, antara lain dengan menggunakan
penangas air atau ditempelkan langsung pada kaca benda yang telah dibasahi air
kemduian diletakkan pada lempeng penghangat dengan suhu 60 drjt C.

Gambar 6. Rehidrasi diperlukan karena pewarnaan yang dipakai adalah berbasis air.

Gambar 7. Ringkasan langkah pewarnaan.


Rujukan

1. Allen DC. Histopathology Reporting Guidlines for Surgical Cancer. London : Springer ;
2000
2. Hopwood D. Fixation and Fixiatives. In : Bancroft JD, Gamble M. (eds). Theory and
Practice of Histologicaltechniques. 5th Ed. Edinburgh; Churchill Livingstone; 2002. P 63
– 84
3. Anderson G, Bancroft J. Tissue Processing and Microtomy In : Bancroft JD, Gamble M.
(eds). Theory and Practice of Histologicaltechniques. 5 th Ed. Edinburgh; Churchill
Livingstone; 2002. P 85 - 109
4. Horbin RW. Theory of Staining and its Practocal Implications In : Gamble M. (eds).
Theory and Practice of Histologicaltechniques. 5 th Ed. Edinburgh; Churchill
Livingstone; 2002. P 109 - 23
5. Gamble M, Wilson I. The Hematoxylins and Eosin. In : Gamble M. (eds). Theory and
Practice of Histologicaltechniques. 5th Ed. Edinburgh; Churchill Livingstone; 2002. P
125 - 38
6. American Society of Clinical Oncology (ASCO) ; ASCO Patient guide HER2 Testing for
breast cancer. Jornal of Clinical oncology; 2007 January 1

METODE PROSESING MANUAL/ JALAN TANGAN

1. FORMALIN.................................................................................................... 20 Menit
2. ALKOHOL I .................................................................................................... 20 Menit
3. ALHOHOL II .................................................................................................. 20 Menit
4. ALKOHOL III .................................................................................................. 20 Menit
5. ALKOHOL IV.................................................................................................. 20 Menit
6. XYLOL I ......................................................................................................... 20 Menit
7. XYLOL II ....................................................................................................... 20 Menit
8. XYLOL III ...................................................................................................... 20 Menit
9. PARAFIN ...................................................................................................... 30 Menit
10. PARAFIN ....................................................................................................... 30 Menit

Dengan pemanasan 45 C, lama tiap tahap cukup 5’ (Bancroft)

REAGEN YANG DIPAKAI

 Formalin 37%
 Alkohol 96%
 Xylol
 Lilin Histoplast
1. PENGAMBILAN SPESIMEN JARINGAN

2. IRISAN JARINGAN UNTUK FIKSASI


3. PROSES FIKSASI

4. PROSES DEHIDRASI, CLEARING, & INFILTRASI PARAFIN


5. PEMBUATAN BLOK PARAFIN (EMBEDDED BLOCK)

Jika blok parafin diolah sesuia standar, maka siap untuk pemeriksaan lanjutan IHK, FISH
dan lain lain.

Pengiriman jaringan untuk IHK/FISH dapat berupa :


a. Jaringan basah dengan Formalin 10% buffer atau
b. Blok Parafin disertai sediaan HE
What is The Optimal Testing Algorithm for the Assessment of HER2 Status ?

Breast cancer specimen


(Invasive component)

HER2 testing by validated IHC


assay for HER2 protein
expression

Positive for HER2 protein Equivocal for HER2 protein Negative for HER2 protein
expression IHC 3+ (defined as exprssion IHC 2+ exprssion IHC 0 or 1+
uniform intense membrane
staining of > 30% of invasive cells

Test with validate assay for


HER2 amplivication

Positive for HER2 gane Equivocal HER2 gene amplification (Patient with HER2/ CEP17 Negative for HER2
amplification ratio = 2.0 where eligible for the adjuvant trastuzumab trials) gane amplification
Breast cancer specimen
(Invasive component)

HER2 testing by validated FISH


assay for HER2 gene
amplification

Positive for HER2 gene Equivocal for HER2 gene Negative for HER2 gene
amplification (FISH ratio > 2.2 or amplification (FISH ratio > 1.8- amplification (FISH ratio > 1.8 or
HER2 gene copy > 6.0) 2.2 or HER2 gene copy 4.6-6.0*) HER2 gene copy < 4.0)

Count additional cells for FISH or


retest, or test withHER2IHC

Equivocal HER2 gene amplification result (Patient with HER2/ CEP17


ratio = 2.0 were eligible for the adjuvant trastuzumab trials)

Anda mungkin juga menyukai