Anda di halaman 1dari 34

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan tentang Kelurahan

1. Pengertian Kelurahan

Lurah merupakan pimpinan dari Kelurahan sebagai Perangkat Daerah

Kabupaten atau Kota. Seorang Lurah berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada Camat.

Namun dengan keluarnya peraturan pemerintah NOMOR 73 TAHUN 2005

tentang kelurahan yang mana dalam rumusan pasal 3 menyatakan :

1. Kelurahan merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota yang

berkedudukan di wilayah kecamatan.

2. Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Lurah

yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota

melalui Camat.

3. Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat

oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari Pegawai Negeri Sipil.

Syarat-syarat lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. Pangkat/golongan minimal Penata (III/c).

b. Masa kerja minimal 10 tahun.

c. Kemampuan teknis dibidang administrasi pemerintahan dan memahami

sosial budaya masyarakat setempat.

Jika kita melihat rumusan pasal 3 RUU tentang kelurahan tersebut,

maka kelak jika disahkan luran tidak lagi di bawah camat, namun langsung

dibawah bupati. Pertanggungjawaban terhadap camat hanya merupakan

9
pertanggung jawaban administratif karena atasan dari luran adalah

Bupati/Walikota.

2. Tugas pokok

Tugas pokoknya dari kelurahan adalah menyelenggarakan

urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Selain

mengerjakan tugas pokoknya Lurah melaksanakan urusan pemerintahan

yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan kebutuhan

kelurahan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan

peningkatan akuntabilitas.

a. Dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya Lurah mempunyai tugas-

tugas pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;

b. Pemberdayaan masyarakat;

c. Pelayanan masyarakat;

d. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;

e. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; dan

f. Pembinaan lembaga kemasyarakatan

B. Tinjaua tentang Variabel terikat penelitian

1. Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah gangguan cara berfikir (cognitive), kemauan

(volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).

Gangguan jiwa adalah suatu perilaku klinis yang signifikan atau pola

sindrom psikologis yang ditemukan pada seseorang dan dikaitkan dengan

adanya distress (misalnya, gejala sakit) atau disabilitas (yaitu kerusakan

pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disabilitas (yaitu

kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai

10
peningkatan resiko kematian, rasa sakit, disabilitas, dan kehilangan

kebebasan (American Psychiatri Assosiation,1994). Penyimpangan yang

dialami penderita, mencakup penyimpangan pada pikiran, perilaku, dan

perasaan tersebut diakibatkan oleh stressor maupun abnormalitas otak,

yang menimbulkan penderitaan pada indivu dan hambatan melaksanakan

peran sosial.

Gangguan jiwa adalah suatu perubahan fungsi jiwa yang

menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan

penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan

peranan sosial (Keliat, 2012).

Di masa lalu penderita gangguan jiwa dianiaya, diasingkan, diejek

dan dipasung karena gangguan jiwa dipandang sebagai akibat kerasukan

setan, hukuman, ataupun pelanggaran norma yang ada. Gangguan jiwa

adalah pada fungsi mental yang meliputi emosi, pikiran, prilaku, perasaan,

motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik diri, dan persepsi sehingga

mengganggu dalam proses hidup di masyarakat (Nasir & Munith,

2011).

1.1 Penyebab Gangguan Jiwa

Penyebab gangguan jiwa adalah multikausal, dimana tidak

berasal dari satu penyebab. Faktor-faktor yang menyebabkan

gangguan jiwa dapat dipandang dalam tiga kategori (Videbeck,

2008).

Tiga kategori tersebut juga masing-masing memiliki sub-

kategori. Kategori tersebut adalah :

11
1) Faktor individual

Faktor ini meliputi stuktur biologis, ansietas, kekhawatiran

dan ketakutan, ketidakharmonisan dalam hidup.

2) Faktor internal

Faktor ini meliputi komunikasi yang tidak efektif,

ketergantungan yang berlebihan atau menarik diri dari

hubungan, dan kehilangan kontrol emosional.

3) Faktor sosial dan budaya

Faktor ini meliputi tidak ada penghasilan, kekerasan, tidak

memiliki tempat tinggal, kemiskinan dan diskriminasi.

1.2 Ciri-Ciri Gangguan Jiwa

Menurut Suliswati, dkk., (2005) ciri-ciri gangguan jiwa

terbagi menjadi tiga yaitu :

a. Perubahan yang berulang dalam pikiran, daya ingat, persepsi

yang bermanifestasi sebagai kelainan perilaku.

b. Perubahan yang menyebabkan tekanan batin dan penderitaan

pada individu sendiri dan orang lain di lingkungannya.

c. Perubahan perilaku, akibat dari penderitaan ini menimbulkan

gangguan dalam kehidupan sehari-hari, efisiensi kerja dan

hubungan dengan orang lain dalam bidang sosial ataupun

pekerjaan.

Adapun juga beberapa ciri gangguan jiwa yang dapat

diidentifikasi pada seseorang menurut (Keliat, dkk., 2005) adalah :

1) Marah tanpa sebab

2) Mengurung diri

12
3) Tidak kenal orang lain

4) Bicara kacau

5) Bicara sendiri dan

6) Tidak mampu merawat diri.

1.3 Jenis-Jenis Gangguan Jiwa :

Menurut Nasir & Muhith (2011) gangguan jiwa yang sering

ditemukan pada masyarakat adalah:

a. Skizofrenia

Jenis gangguan jiwa ini menunjukkan gejala utama dalam

gangguan fungsi kognitif (pikiran) berupa disorganisasi. Dengan

kata lain, gangguan jiwa ini mengenai pembentukan arus serta isi

pikiran. Selain itu ditemukan gejala gangguan persepsi, wawasan

diri, perasaan dan keinginan.

b. Depresi

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam

perasaan yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, tidak

bergairah, perasaan tidak berguna dan putus asa.Gangguan

ini sering ditemukan pada masyarakat dengan kesulitan ekonomi.

c. Cemas

Gejala ini merupakan komponen utama bagi semua gangguan

psikiatri, baik akut maupun kronis.Sebagian menjelma menjadi

gangguan panik, fobia, obsesi kompulsi dan sebagainya.

d. Bunuh Diri

Kasus bunuh diri di Indonesia meningkat seiring terjadinya

kasus ekonomi yang menjerat kehidupan sehari-hari mereka.

13
Bahkan yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya

pergeseran usia pelaku bunuh diri. Dahulu, pelaku bunuh diri

adalah usia dewasa, jarang sekali pada anak usia 12 tahun yang

melakukan bunuh diri.

1.4 Tanda-tanda Gangguan Jiwa

Menurut Yosep (2007) tanda dan gejala gangguan jiwa adalah

sebagai berikut :

a) Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,

cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), rasa

lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.

b) Gangguan kognisi pada persepsi : merasa mendengar

(mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh,

melempar, naik genteng, membakar rumah, padahal orang di

sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut

sebenarnya tidak ada, hanya muncul dari dalam diri individu

sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal

ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu atau

merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang

lain.

c) Gangguan kemauan : klien memiliki kemauan yang lemah

(abulia) susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku,

susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga

terlihat kotor, bau dan tidak rapi.

d) Gangguan emosi : klien merasa gembira yang

berlebihan (euforia). Klien merasa sebagai orang penting,

14
sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung Karno tetapi di

lain waktu iabisa merasa sangat sedih, menangis, tak

berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.

1.5 Penanganan Gangguan Jiwa

a. Terapi psikofarmaka

Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja

secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai

efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan

untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf

kualitas hidup klien (Hawari, 2001).

Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan,

diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas,

anti- insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian

lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic,

antidepressants dan psikomimetika (Hawari, 2001).

b. Terapi somatic

Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan

akibat gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat

mengganggu sistem tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini adalah

Electro Convulsive Therapy. (Townsend alih bahasa

Daulima,2006).

c. Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien

gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku

15
klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi

perilaku yang adaptif.

Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:

a. Terapi Individual

Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa

dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis

dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang

terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien.

Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan

tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur)

sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien

sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.

Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar

klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu

klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress)

emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam

memenuhi kebutuhan dasarnya.

b. Terapi Lingkungan

Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata

lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku

maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat

menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti

terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk

tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai

terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

16
c. Terapi Kognitif

Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan

sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien.

Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan

stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola

berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut.

d. Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada

seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment

unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu

melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini

adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa

melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.

Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang

dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota

keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan

demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas

diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-

masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari

solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan

meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang

seharusnya.

e. Terapi Kelompok

Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang

dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku

17
melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat

berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur.

Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien,

meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku

maladaptive.

f. Terapi Bermain

Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar

bahwa anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui

permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain

perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional

anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk

mengatasi masalah anak tersebut.

1.6 Rehabilitasi Gangguan Jiwa

a. Pengertian Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian

psikososial dan latihan vokasional sebagai usaha untuk

memperoleh fungsi dan penyesuaian diri yang optimal serta

mempersiapkan klien secara fisik, mental, sosial dan

vokasional untuk suatu kehidupan penuh sesuai dengan

kemampuannya (Nasution, 2006).

b. Tujuan Rehabilitasi

Maksud dan tujuan rehabilitasi klien mental dalam

psikiatri yaitu mencapai perbaikan fisik dan mental

sebesar-besarnya, penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas

maksimal dan penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan

18
dan sosial sehingga bisa berfungsi sebagai anggota masyarakat

yang mandiri dan berguna .

2. Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan

menafsirkan pesan (Rahmat, 2005).

Pendapat lain dikemukakan oleh Maramis (2004) persepsi adalah

daya mengenal barang, kualitas dan hubungan, dan perbedaan antara

hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah

panca inderanya mendapat rangsangan.

Rachmat (2005) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman

tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesannya. Persepsi ialah

memberikan makna pada stimulasi inderawi atau sensori stimulasi.

Menurut Walgito (2002) persepsi merupakan suatu proses yang oleh

penginderaan yaitu merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh

individu melalui responnya. Stimulus dilanjutkan ke susunan syaraf otak

dan terjadilah proses kognitif sehingga individu mengalami persepsi.

Persepsi adalah cara kita memandang dengan obyek, menafsirkan

sesuatu secara konkrit dan nyata dengan indera yang kita miliki

sebagai sesuatu rangsang.

2.1 Fungsi Persepsi

Ditinjau dari fungsinya, secara kognitif berfungsi untuk kontak

utama di manusia dan dunia. Secara emosional berfungsi untuk

19
membangkitkan perasaan dan merangsang tindakan-tindakan

tertentu (Baihaqi dkk, 2007)

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Maramis (2004) faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi adalah :

a. Kepercayaan

Kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam

mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan

keputusan dan menentukan sikap bagi objek sikap. Bila orang

percaya bahwa orang gangguan jiwa itu menakutkan dan

berbahaya bagi lingkungannya ,sikapnya masyarakat terhadap

seorang penderita gangguan jiwa akan negative ,dan

masyarakat akan cenderung menolak orang gangguan jiwa

berada disekitar lingkungan tempat tinggal.

b. Sikap

Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,

berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi ,

atau nilai (Rahmat,2000). Sikap merupakan kecenderungan

untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek

sikap. Sikap menentukan apakah seseorang akan pro atau

kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai,

diharapkan dan di inginkan; mengesampingkan apa yang tidak

diinginkan, apa yang harus dihindari. Bila seseorang

menganggap bahwa penderita gangguan jiwa itu menakutkan

dan membahayakan, maka ia akan setuju jika penderita

20
gangguan jiwa itu di pasung, berharap agar semua anggota

keluarganya menjauhi penderita gangguan jiwa.

c. Pendidikan (pengetahuan)

Pengetahuan membentuk kepercayaan (Rahmat, 2000)

pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki

seseorang, dalam hal ini informasi tentang gangguan jiwa.

Karena minimnya pengetahuan tentang gangguan jiwa ini, tidak

sedikit masyarakat yang salah persepsi yang berakibat

bertambah parahnya sang penderita gangguan jiwa.

d. Pelayanan kesehatan

Masyarakat memerlukan pelayanan mengenai kesehatan

jiwa, yang bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri,

dengan begitu masyarakat memahami apa itu gangguan jiwa

sehingga masyarakat tidak salah kaprah dalam

mempersepsikan penderita gangguan jiwa disekitarnya.

e. Lingkungan

Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan

atau mengecewakan kita, kan mempengaruhi kita dalam

lingkungan itu. Lingkungan dalam persepsi lazim disebut

sebagai iklim (Rahmat,2000).

f. Budaya

Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap bagaimana

seseorang berpersepsi terhadap suatu keadaan, di kalangan

masyarakat banyak sekali yang berpersepsi bahwa penderita

gangguan jiwa itu sesuatu yang tidak baik bahkan di suatu

21
kalangan masyarakat ada yang beranggapan bahwa gangguan

jiwa merupakan suatu penyakit kutukan, sehingga dari

kebudayaan yang ada itu memperlambat kesembuhan sang

penderita gangguan jiwa

2.3 Sifat Persepsi

Secara umum terdapat beberapa sifat persepsi menurut Baihaqi dkk

(2007), antara lain;

a. Bahwa persepsi timbul secara spontan pada manusia, yaitu

ketika seseorang berhadapan dengan dunia yang penuh dengan

rangsang. Indera manusia menerima rangsang kurang lebih 3

milyar per detik, 2 milyar diantaranya diterima oleh mata.

b. Persepsi merupakan sifat paling asli, merupakan titik tolak

perbuatan kesadaran manusia.

c. Dalam mempersepsikan tidak selalu dipersepsikan

keseluruhan, mungkin hanya sebagian, sedangkan yang lain

cukup dibayangkan.

d. Persepsi tidak berdiri sendiri, tetap dipengaruhi atau

tergantung pada konteks dan pemahaman. Konteks berarti

ciri dan objek yang dipersepsi, sedangkan pengalaman

berarti pengalaman-pengalaman yang dimiliki dalam kehidupan

sebelumnya.

e. Manusia sering tidak teliti sehingga sering keliru. Ini terjadi

karena sering ada penipuan dalam bidang persepsi. Suatu

tampak nyata padahal hanya bayangan misalnya,

fatamorgana atau pembiasan cahaya ketika melihat pensil

22
dimasukkan kedalam gelas. Selain itu ada juga yang disebut ilusi

persepsi yaitu persepsi yang salah sehingga keadaannya

berbeda dengan yang sebenarnya

f. Persepsi sebagian ada yang dipelajari dan sebagian ada yang

bawaan.

g. Yang sifatnya dipelajari dibuktikan dengan kuatnya pengaruh

pengalaman terhadap persepsi misal, kita sulit membedakan

sesuatu dengan melihat bentuk, ukuran, atau permukaannya

saja. Sedangkan yang sifatnya bawaan dibuktikan dengan

dimilikinya persepsi ketinggian.

h. Dalam persepsi sifat benda yang dihayati biasanya bersifat

permanen dan stabil, tidak dipengaruhi oleh penerangan, posisi,

dan jarak (permanent shade).

i. Persepsi bersifat, prospektif artinya mengandung harapan.

j. Kesalahan persepsi bagi orang normal, ada cukup waktu untuk

mengoreksi, berbeda dengan terganggu jiwanya.

2.4 Persepsi Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa

Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan

dari masyarakat. Untuk mempertahankan eksistensinya manusia perlu

berada bersama orang lain dan mengadakan interaksi sosial di dalam

kelompoknya. Kelompok ini dibedakan menjadi kelompok kecil

(keluarga) dan kelompok yang lebih luas (masyarakat). Masyarakat

merupakan sekelompok orang yang memiliki identitas sendiri dan

mendiami wilayah atau daerah tertentu ,serta mengembangkan

norma-norma yang harus dipatuhi oleh para anggotanya. Selain itu

23
masyarakat juga terdiri dari arti masyarakat secara luas yang

mengartikan bahwa masyarakat merupakan kumpulan dari individu-

individu yang saling berinteraksi, yang mempunyai tujuan

bersama dan yang cenderung memiliki kepercayaan, sikap dan

perilaku yang sama. (Sarwono,2007).

Persepsi masyarakat terhadap kesehatan mental berbeda di

setiap kebudayaan. Dalam suatu budaya tertentu, orang-orang

secara sukarela mencari bantuan dari para profesional untuk

menangani gangguan jiwanya. Sebaliknya dalam kebudayaan yang

lain, gangguan jiwa cenderung diabaikan sehingga penanganan akan

menjadi jelek, atau di sisi lain masyarakat kurang antusias dalam

mendapatkan bantuan untuk mengatasi gangguan jiwanya. Bahkan

gangguan jiwa dianggap memalukan atau membawa aib bagi

keluarga. Hal kedua inilah yang biasanya terjadi dikalangan

masyarakat saat ini. (http://rsjlawang.com/artikel_080512a.html).

Model kesehatan Barat memandang gangguan jiwa sebagai

suatu hal yang harus disembuhkan. Sehingga pelayanan kesehatan

jiwa cenderung berorientasi hanya pada gangguan jiwa yang

menimpa orang tersebut dan sering mengabaikan aspek-aspek yang

berkaitan dengan kehidupan dan kesejahteraan kliennya.

Sebaliknya di berbagai negara, gangguan jiwa dapat dipersepsi

secara holistik, dan memperhitungkan adanya kesulitan mental dan

spiritual yang dialami klien yang dapat menyebabkan gangguan

jiwa. Apabila seseorang tidak sampai pada tingkatan ini, mereka

24
seringkali tidak berani mencari bantuan sehingga diagnosanya akan

menjadi jelek dan memperburuk keadaannya.

Pada abad XX, kepercayaan bahwa gangguan jiwa disebabkan

oleh kekuatan supranatural seperti roh atau arwah masih dijumpai,

misalnya di Meksiko dan Filipina. Demikian juga di negara-negara

Afrika, Asia Tenggara, India, Siberia, Haiti, bahkan di Amerika Serikat.

Saat ini, di negara-negara barat dapat dibedakan pandangan tentang

terjadinya penyimpangan tingkah laku, yang salah satunya adalah

penjelasan magis yakni perilaku aneh atau menyimpang karena

kekuatan roh jahat (Gunawan 2018. http://www.tempo. co.id /medika )

Dalam masyarakat kita, ada beberapa keadaan yang merupakan

bentuk persepsi untuk individu dengan gangguan jiwa menurut

(Soewadi, 1997) yang dikutip Mubin,(2008). Pertama, keyakinan atau

kepercayaan bahwa gangguan jiwa itu disebabkan oleh guna-guna,

tempat keramat, roh jahat, setan, sesaji yang salah, kutukan, banyak

dosa, pusaka yang keramat, dan kekuatan gaib atau supranatural.

Kedua, keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan jiwa

merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Ketiga,

keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan jiwa merupakan

penyakit yang bukan urusan medis. Keempat, keyakinan atau

kepercayaan bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang

selalu diturunkan.

Menurut Rahmat (2004) persepsi dipengaruhi oleh

pengalaman, dimana seseorang yang telah mempunyai pengalaman

tentang hak-hak tertentu akan mempengaruhi kecermatan seseorang

25
dalam memperbaiki persepsi. Sedangkan menurut (Willis, 1976; Kolb

& Brodie, 1982) pada zaman pra sejarah masyarakat selalu

beranggapan bahwasanya suatu penyakit itu disebabkan oleh

kekuatan supranatural.

Pada mulanya, masyarakat dengan dasar pengetahuan yang

minim sekali, ditambah dengan dasar kepercayaan dan keyakinan

yang dimiliki, menganggap bahwa penyakit yang menimpanya sebagai

"murka dari Yang Maha Kuasa". Oleh sebab itu, tidak jarang

ditemukan masyarakat yang melaksanakan hajatan dengan berbagai

sajian untuk menyembuhkan orang sakit (Jafar et al, 1990)

Persepsi yang timbul di masyarakat disebabkan oleh gejala-

gejala yang dianggap aneh dan berbeda dengan orang normal.

Adanya persepsi ini juga berkaitan dengan faktor tradisi atau

kebudayaan dalam masyarakat yang masih percaya takhayul dan

tindakan-tindakan irrasional warisan nenek moyang. Selain itu,

persepsi tersebut muncul karena penyebab gangguan jiwa itu

sendiri dirasa sulit ditemukan. Bahkan, para ahli jiwa masih sering

berdebat tentang etiologi gangguan jiwa (Soewadi, 1999)

C. Tinjauan tentang variabel bebas penelitian

1. Faktor faktor yang Mempengaruhi Penerimaan

Penerimaan masyarakat terhadap gangguan jiwa dipengaruhi oleh

beberapa factor antara lain pengetahuan masyarakat, persepsi

masyarakat, dan sikap masyarakat (Scars,1999 dalam Adilamarta, 2011).

26
a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra

manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo dalam

Wawan, 2011).

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan tentang sakit dan

penyakit meliputi : penyebab penyakit, gejala atau tanda – tanda

penyakit, bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari

pengobatan, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara

pencegahannya.

Wawan (2011) mengutip dari Notoatmodjo (2003), Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan

yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat

pengetahuan, yaitu :

1) Tahu (Know) merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah dengan cara menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan.

2) Memahami (Comprehention) meliputi orang yang telah paham

terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

27
menyebutkan, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang

dipelajari.

3) Aplikasi (Application) dapat diartikan penggunaan hukum- hukum,

rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis), kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

menggambarkan, membedakan, memisahkan,mengelompokkan.

5) Sintesis (Syntesis) dengan dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat menyesuaikan, terhadap suatu teori atau

rumusan- rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation) merupakan penilaian–penilaian

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Faktor - faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Wawan

(2011), yaitu :

1) Faktor Internal

a) Pendidikan

b) Pekerjaan

c) Umur

d) Informasi

e) Pengalaman

f) Sosial ekonomi

2) Faktor Eksternal

a) Faktor Lingkungan

b) Kultur (Sosial, Budaya, Agama)

28
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa gangguan

jiwa disebabkan karena adanya gangguan oleh apa yang

disebut ”roh jahat” yang telah merasuki jiwa, sehingga seseorang

yang mengalami gangguan jiwa harus diasingkan atau dikucilkan dan

dipasung karena dianggap sebagai aib bagi keluarga. Kenyataan

tersebut tidak dapat dipungkiri, karena fenomena yang terjadi

memang merupakan gambaran nyata bagi sebagian besar

masyarakat, hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat

Indonesia taraf pendidikannya masih rendah (Salahuddin,2009).

Pengetahuan seseorang tentang gangguan jiwa mengandung

dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini

yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek

positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap

makin positif terhadap objek tertentu. Sikap masyarakat terhadap

pasien gangguan jiwa adalah menerima, mengucilkan,

membicarakan dan memandang pasien berbeda dengan masyarakat

(Setiawati, 2012).

Menurut Li Yu Song (2005), dalam penelitiannya mengatakan

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka sikap yang

ditunjukkannya kepada pasien gangguan jiwa pun semakin positif.

Hal tersebut didukung oleh Valerie (2011) yang menyebutkan bahwa

semakin tinggi pengetahuan seseorang mengenai ganggguan

jiwa maka level toleransi orang tersebut terhadap pasien gangguan

jiwa pun semakin tinggi

29
b. Sikap

Menurut Azwar (2011), sikap adalah perasaan mendukung atau

memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak

memihak (unfavourable) pada objek psikologis. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa sikap merupakan perasaan yang muncul

karena stimulus, kecenderungan untuk berespon positif atau negatif

terhadap objek, organisme atau situasi tertentu. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau

tingkah laku yang terbuka. Menurut Notoatmodjo (2007), tingkatan

sikap terbagi menjadi empat yaitu :

1) Menerima (Receiving)

2) Merespon (Responding)

3) Menghargai (Valuing)

4) Bertanggung jawab (Responsible)

Menurut Azwar (2011), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap manusia yaitu :

1. Pengalaman pribadi

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

3. Pengaruh kebudayaan

4. Media massa

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

6. Pengaruh faktor emosional

Stigma terhadap gangguan jiwa tidak hanya menimbulkan

konsekuensi negatif terhadap penderitanya, tetapi juga anggota

30
keluarganya. Beban stigma gangguan jiwa membuat penderita dan

keluarganya memilih untuk menyembunyikan kondisinya dari pada

mencaripertolongan bahkan stigma membuat pihak keluarga juga tak

memahami karakter anggota keluarga yang mengalami gangguan

jiwa. Keluarga jadi bersikap apatis dan sering mengelak bila diajak

konsultasi ke psikiater. Rasa malu yang sering menghantui benak

keluarga. Padahal dukungan keluarga sangat penting untuk upaya

penyembuhan penderita gangguan jiwa. (Syaharia,2008).

Sikap adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap objek

(masalah kesehatan, termasuk penyakit) atau stimulus yang ada.

Sikap yang terdapat pada seseorangakan memberikan dampak pada

tingkah laku ataupun perbuatan dari seseorang tersebut. Sikap

merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap objek atau stimulus tertentu. Notoatmojo, (2007) dalam

Puspitasari (2015). Sedangkan definisi lain menyebutkan bahwa

sikap adalah sebuah penentu dari perilaku dimana sikap dan perilaku

memiliki keterkaitan dengan persepsi, kepribadian, perasaan, dan

motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang dapat dipelajari dan

diorganisasikan melalui pengalaman yang menghasilkan pengaruh

secara spesifik terhadap respon seseorang terhadap orang lain, objek

atau situasi yang berhubungan.

Sikap disebut sebagai respon n egatif dimana respon hanya

akan timbul bila seseorang diharapkan dengan suatu stimulus yang

menghendaki adanya reaksi dari orang tersebut. Reaksi

negative merupakan bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai

31
munculnya sikap didasari oleh proses evaluasi yang terjasi dalam diri

individu sehingga akan menghasilkan kesimpulan tersebut stimulus

dalam bentuk dan nilai baik–buruk, positif–negative, atau

menyenangkan–tidak menyenangkan yang kemudian mengkristal

sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar,2005).

Sikap mempunyai 4 tingkatan, menurut Notoatmodjo (2007) dalam

Puspitasari (2015) meliputi :

1) Menerima yang berarti mau memperhatikan dan memahami

stimulus yang ada secara otomatis

2) Merespon stimulus saat diberikan rangsangan seperti menjawab bila

ditanya atau mengerjakan sesuatu saat diperintah.

3) Menghargai dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan stimulus yang diberikan.

4) Bertanggungjawab dan menerima resiko atas segala sesuatu

yang telah dipilih oleh orang yang bersangkutan.

c. Faktor Lingkungan

Dukungan dan bantuan merupakan bagian penting dalam

kepatuhan pengobatan. Penderita yang tinggal sendirian secara

umum mempunyai angka kepatuhan yang rendah dibandingkan

dengan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang mendukung.

Kemungkinan lain, sikap negative dalam lingkungan sosial penderita

terhadap pengobatan psikiatri atau terhadap penderita sendiri dapat

mempengaruhi kepatuhan yang biasanya bila penderita tinggal

dengan orang lain.

32
Menurut Agus (2001) penyebab kekambuhan penderita

gangguan jiwa adalah faktor psikososial yaitu pengaruh lingkungan

keluarga maupun sosial. Faktor yang mempengaruhi perilaku

penderita terhadap kepatuhan adalah pengaruh obat terhadap

penyakitnya. Penting untuk memberikan dukungan untuk menambah

sikap positif terhadap pengobatan pada penderita.inL


gkungan terapetik

juga harus diperhitungkan. Penderita rawat inap dimana teman

sekamar pernah mengalami pengalaman buruk terhadap satu jenis

obat dan menceritakannya maka akan merubah sikap penderita

terhadap obat yang sama.

Dilihat dari faktor stressor lingkugan yang berlebihan, pada faktor

ini memperlihatkan bahwa semakin besarnya respon negatif

masyarakat terhadap individu yang telah dinyatakan pulih setelah

mengalami masa rawat di Rumah Sakit Jiwa. Masyarakat

menggangap bahwa orang yang pernah mengalami gangguan

jiwa adalah sampah masyarakat dan menggangu lingkungan.

Mereka tidak menerima atau bahkan tidak membiarkan individu

tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti yang mereka

lakukan, misalnya, masyarakat tidak dapat menerima individu

yang sudah pernah mengalami gangguan jiwa untuk ikut terlibat

organisasi yang ada di lingkungan masyarakat.

d. Lingkungan

Pengertian Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah interaksi antara masyarakat dengan

lingkungannya, atau lingkungan yang terdiri dari mahluk sosial

33
yaitu manusia. Lingkungan sosial inilah yang membentuk sistem

pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian

seseorang, dan terjadilah interaksi antara orang atau masyarakat

dengan lingkungannya. Anak dapat berfikir secara kritis dan

menambah wawasan serta ilmu untuk menjadi bekal hidup

dikemudian hari. Dalam lingkungan sosial hendaknya kita menjalin

hubungan yang harmonis sesama individu agar tercipta suasana

yang baik. Maka dari itu lingkungan sosial sangat berperan

besar dalam proses kedewasaan anak. Lingkungan sosial

meliputi tiga aspek penting dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :

a. Lingkungan Keluarga

Anak selama hidupnya akan selalu mendapat pengaruh dari

keluarga, sekolah dan masyarakat luas. Lingkungan keluarga

merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama

bagi anak yang memberikan tuntunan dan contoh-contoh

bagi anak. Dalam lingkungan keluarga anak mendapatkan

bimbingan serta dorongan akhlak dari orang tuanya. Oleh karena

itu lingkungan keluarga memiliki peranan yang sangat penting

dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Di dalam lingkungan

keluargalah tempat dasar pembentukan watak dan sikap anak.

Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Gunarsa (2009 : 5)

bahwa lingkungan keluarga merupakan “lingkungan pertama

yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam bagi

anak”. Dari anggota-anggota keluarganya (ayah, ibu dan

saudara-saudaranya) anak memperoleh segala kemampuan

34
dasar, baik intelektual maupun sosial. Setiap sikap,

pandangan dan pendapat orang tua atau anggota keluarga

lainnya akan dijadikan contoh oleh anak dalam berperilaku.

Demikian juga dengan pendapat Sadjaah (2002) yang

mengemukakan bahwa “keluarga merupakan unit terkecil dalam

masyarakat memiliki nuclear family maupun extended family,

yang secara nyata mendidik kepribadian seseorang dan

mewariskan nilai-nilai budaya melalui interaksi sesame anggota

dalam mencapai tujuan”. Dalam beberapa pendapat para ahli

diatas dapat ditarik kesimpulan berarti lingkungan keluarga

sebagai lingkungan pendidikan yang pertama ini sangat penting

dalam membentuk pola kepribadian anak. Karena di dalam

keluarga, anak pertama kali mendapat pengetahuan tentang nilai

dan norma.

b. Lingkungan Masyarakat

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal.

Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat

termotivasi untuk melakukan sesuatu. Lingkungan masyarakat

merupakan tempat berbaurnya semua komponen masyarakat,

baik dari agama, etnis keturunan, status ekonomi maupun

status sosial. Pengaruh yang ada di masyarakat dapat

mempengaruhi anak terhadap dunia pendidikan. Dengan

demikian dalam pergaulan sehari-hari antara anak dengan anak

dalam masyarakat juga ada yang setaraf dan ada yang lebih

lebih dewasa dalam bidang tertentu. Dalam lingkungan

35
masyarakat anak dituntut untuk dapat saling menghormati antara

teman sebaya dengan orang yang usianya terlampau jauh

dengan dirinya. Kebiasaan seseorang yang tidak menghormati

lawan bicara yang lebih tua akan terbawa menjadi kebiasaannya

dalam berbicara sehari-hari. Apabila dalam masyarakat anak

adapat menghargai mereka yang lebih tua darinya, otomatis

dalam lingkungan yang lainnya mereka akan lebih terbiasa.

Misalnya jika anak bertemu dengan warga dijalan hendaknya

anak menyapa mereka dahulu dan jika sedang ada gotong

royong anak harus ikut serta membantu kegiatan tersebut.

Menurut St. Munajat Danusaputra, Lingkungan merupakan

kondisi yang didalamnya terdapat manusia dan aktivitasnya.

Lingkungan masyarakat mempengaruhi kesejahteraan manusia

dan tingkah laku manusia yang tinggal didalamnya.

Mengucapkan salam ketika bertamu juga menjadi hal yang

paling penting, dimana anak secara tidak langsung sudah

menghargai siapa yang akan didatanginya. Dalam bergaul

anak harus memilah teman yang akan diajak bergaul, jangan

sampai salah memilih teman yang tiak beretika dan tidak sopan

sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Kontrol dari

masyarakat juga akan membantu dalam meningkatkan peran

dan minat dalam berpendidikan. Tanpa adanya ikut serta

maka mustahil pendidikan akan dapat berkembang.

Sehingga antara orang tua dan masyarakat harus saling

36
memberikan dukungan dan masukan sehingga dapat tercapai

pendidikan sesuai dengan permintaan masyarakat.

e. Motivasi

1. Pengertian motivasi

Motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan

dalam diri seseorang yang mendorong, mengaktifkan atau

menggerakkan dan yang mengarahkan perilaku kearah

tujuan Pujadi(2007). Menurut Uno dalam Nursalam (2008)

motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan

eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan

adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, harapan

dan cita-cita, penghargaan, dan penghormatan atas diri,

lingkungan yang baik, serta kegiatan yang menarik.

Motivasi berasal dari kata motif yang berarti “dorongan”

atau “daya penggerak” yang ada dalam diri seseorang yang

menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan atau

aktifitas (Notoatmodjo, 2007). Menurut Siagian (2008)

Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan

seseorang mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan

dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga dan

waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang

menjadi tanggung jawabnya dan menuaikan kewajibannya

dalam rangka pencapaian tujuan dari berbagai sasaran

yang telah ditentukan sebelumnya.

37
Berdasarkan uraian diatas, yang dimaksud dengan

motivasi dalam penelitian ini adalah suatu kondisi psikologis

atau keadaan dalam diri seseorang yang akan

membangkitkan atau menggerakan dan membuat seseorang

untuk tetap tertarik dalam melakukan kegiatan, baik itu dari

internal maupun eksternal untuk mencapai suatu tujuan yang

diharapkan.

2. Jenis – jenis motivasi

Menurut Suhardi (2013) motivasi terbagi menjadi 2 (dua)

jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

a. Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang datangnya dari

dalam diri seseorang. Motivasi ini terkadang muncul tanpa

pengaruh apa pun dari luar. Biasanya orang yang

termotivasi secara intrinsik lebih mudah terdorong untuk

mengambil tindakan. Bahkan, mereka bisa memotivasi

dirinya sendiri tanpa perlu dimotivasi orang lain. Semua ini

terjadi karena ada prinsip tertentu yang mempengaruhi

mereka (Suhardi, 2013).

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu :

1) Kebutuhan (need)

Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena adanya

faktor-faktor kebutuhan baik biologis maupun psikologis

2) Harapan (Expectancy)

38
Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan

adanya harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri

seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan

menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan.

3) Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan

pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh.

b. Motivasi ekstrinsik

motivasi ekstrinsik adalah kebalikannya motivasi intrinsik, yaitu

motivasi yang muncul karena pengaruh lingkungan luar.

Motivasi ini menggunakan pemicu untuk membuat

seseorang termotivasi. Pemicu ini bisa berupa uang,

bonus, insentif, penghargaan, hadiah, gaji besar, jabatan,

pujian dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik memiliki kekuatan

untuk mengubah kemauan seseorang. Seseorang bisa

berubah pikiran dari yang tidak mau menjadi mau berbuat

sesuatu karena motivasi ini (Suhardi, 2013).

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

ekstrinsik adalah :

1) Dorongan keluarga

Dorongan keluarga khususnya suami merupakan salah satu

faktor pendorong (reinforcing factors) yang dapat

mempengaruhi perilaku istri dalam berperilaku. Dukungan

suami dalam upaya pencegahan kanker serviks, merupakan

39
bentuk dukungan nyata dari kepedulian dan tanggung jawab

para anggota keluarga.

2) Lingkungan

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal.

Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat

termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga,

lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam

memotivasi seseorang dalam merubah tingkah lakunya.

Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan

menimbulkan rasa kesetiakawanan yang tinggi.

3) Imbalan

Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan

sehingga orang tersebut ingin melakukan sesuatu.

3. Tujuan Motivasi

Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan

seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan

sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan.

Setiap tindakan motivasi seseorang mempunyai tujuan yang akan

dicapai. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau akan dicapai,

maka semakin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu

dilakukan. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan

motivasi pada seseorang harus mengenal dan memahami benar-

benar latar belakang kehidupan, kebutuhan serta kepribadian

orang yang akan dimotivasi (Taufik, 2007).

40
D. Tinjauan Empiris penelitian

Nopyawati d k k ( 2 0 1 3 ) , t e n t a n g Hubungan Pengetahuan Tentang

Gangguan Jiwa Terhadap Sikap Masyarakat Kepada Penderita Gangguan

Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu 1 dimana terdapat hubungan

yang signifikan antara pengetahuan tentang gangguan jiwa terhadap sikap

masyarakat kepada penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas

Colomadu 1. Semakin baik pengetahuan masyarakat tentang gangguan

jiwa, maka semakin positif sikap masyarakat kepada penderita gangguan

jiwa.

Penelitian yang dilakukan oleh Gurita fendi wiharjo (2014), tentang

Hubungan persepsi dengan sikap masyarakat terhadap penderita skizofrenia

di Surakarta dimana hasil penelitian tersebut menunjukan hubungan positif

antara persepsi dengan sikap masyarakat terhadap penderita skizofrenia, yang

artinya semakin positif persepsi, semakin positif pula sikap masyarakat

terhadap penderita skizofrenia, sebaliknya semakin negatif persepsi

masyarakat, semakin negatif sikap masyarakat terhadap penderita skizofrenia.

Penelitian yang dilakukan oleh Kiky alifathul Hubungan Pengetahuan Dan

Sikap Motivasi Keluarga Dalam Memberikan Dukungan Pada Klien Gangguan

Jiwa dimana hasil penelitian tersebut menunjukanada hubungan kuat sikap

dengan motivasi dalam memberikan dukungan terhadap klien gangguan

jiwa.Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan upaya peningkatan

pengetahuan dalam memberikan dukungan agar keluarga lebih menyadari

akan pentingnya motivasi dalam memberikan dukungan keluarga terhadap

proses percepatan penyembuhan klien dengan gangguan jiwa.

41
Penelitian yang dilakukan oleh Nofia Adilamarta (2011), tentang

Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat dengan penerimaan

masyarakat terhadap individu yang menderita gangguan jiwa di kelurahan

Surau gadang wilayah kerja puskesmas nanggalo padang dimana hasil

penelitian tersebut menunjukan adahubungan yang kuat antara pengetahuan

dan sikap masyarakat dengan penerimaan masyarakat terhadap individu

yang menderita gangguan jiwa di kelurahan surau gadang wilayah kerja

puskesmas nanggalo padang

42

Anda mungkin juga menyukai