Anda di halaman 1dari 21

AKUNTANSI BIAYA

“Ringkasan Mata Kuliah”

Oleh : Kelompok 3
Afi Rizqi Nim.1817051037
Kadek Dwi Dianasari Nim.1817051140
I Made Gelgel Satria Negara Nim. 1817051200

Kelas : 3D

PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM S1


JURUSAN EKONOMI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2019
METODE HARGA POKOK PROSES

1.1 Karakteristik Metode Harga Pokok Proses


Metode pengumpulan biaya produksi ditentukan oleh karakteristik proses produk
perusahaan. Dalam perusahaan yang berproduksi massa, karakteristik prosuksinya
sebagai berikut :
1. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar
2. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama
3. Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang berisi
rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu.

Sebagai contoh, perusahaan yang berproduksi massa adalah semen. Proses produksi
semen menghasilkan satu macam produk berupa semen Portland yang diukur dengan
satuan zak yang berat standarnya 50kg. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan
adalah sama. Perencanaan produksi setiap awal bulan yang berlaku untuk bulan tertentu.

Perbedaan Metode Harga Pokok Proses dengan Metode Harga Pokok Pesanan

Untuk memahami karakteristik metode harga pokok proses, berikut ini disajikan
perbedaan metode harga pokok proses dengan metode harga pokok pesanan. Perbedaan
diantara dua metode pengumpulan biaya produksi tersebut terletak pada :

1. Pengumpulan biaya produksi. Metode harga pokok pesanan mengumpulkan biaya


produksi menurut pesanan, sedangkan metode harga pokok proses mengumpulkan
biaya produksi per departemen produksi perp periode akuntansi.
2. Perhitungan harga pokok produksi per satuan. Metode harga pokok pesanan
menghitung harga pokok produksi per satuan dengan cara membagi total biaya
yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk yang
dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan pada saat
pesanan telah selesai diproduksi. Metode harga proses menghitung harga pokok
produksi per satuan dengan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan
selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama
periode yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setiap akhir periode
akuntansi (biasanya akhir bulan).
3. Penggolongan biaya produksi. Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya
produksi harus dipisahkan menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi
tidak langsung. Biaya produksi langsung dibebankan kepada produk berdasar
biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya produksi tidak langsung
dibebankan kepada produk berdasarkan tarif yang ditentukan di muka. Di dalam
metode harga pokok proses, pembedaan biaya produksi langsung dan biaya
produksi tidak langsung seringkali tidak diperlukan, terutama jika perusahaan
hanya mengasilkan satu macam produk (seperti perusahaan semen, pupuk, bumbu
masak). Karena harga pokok per satuan produk dihitung setiap akhir bulan, amka
umumnya biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar biaya yang
sesungguhnya terjadi.
Unsur yang digolongkan dalam biaya overhead pabrik. Di dalam metode harga
pokok pesanan, biaya overhead pabrik terdiri dari biaya bahan penolong, biaya
tenaga kerja tidak langsung dan biaya produksi lain selain biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung. Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan
kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka. Di dalam metode harga
pokok proses, biaya overhead pabrik terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan
baku dan biaya penolong da biaya tenaga kerja. Dalam metode ini biaya overhead
pabrik dibebankan kepada produk sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi
selama periode akuntansi tertentu.

1.2 Manfaat Informasi Harga Pokok Proses


Dalam perusahaan yang berproduksi massa, informasi harga pokok produksi yang
dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk :
1. Menentukan harga jual produk
Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu
informasi yang dipertimbangkan di samping informasi biaya lain serta informasi
nonbiaya. Kebijakan penetapan harga jual yang didasarkan pada biaya
mengguankan formula penetapan harga jual berkut ini :
Dari formula tersebut akan dipakai sebagai salah satu dasar untuk menentukan
harga jual per unit produk yang dibebankan kepada pembeli. Untuk menaksir
biaya yang akan dikeluarkan dalam memproduksi produk dalam jangka waktu
tertentu perlu dihitung unsur-unsur biaya berikut ini :

2. Memantau realisasi biaya


Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk
dilaksanakan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang
sesungghnya dikeluarkan di dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh
karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan infomasi biaya
produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah
proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang
diperhitungkan sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu
tertentu tersebut dilakukan dengan menggunakan metode harga pokok proses.
Perhitungan biaya produksi sesungguhnya yang dikeluarkan untuk jangka waktu
tertentu dilakukan dengan formula berikut ini.

3. Menghitung laba atau rugi bruto periode tertentu


Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan
menghasilkan laba bruto atau mengalami rugi bruto, manajemen memerlukan
informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk
dalam periode tertentu. Informasi tersbut diperlukan untuk mengetahui kontribusi
produk dalam menutup biaya nonproduksi dan menghasilka laba atau rugi. Oleh
karena itu, metode harga pokok proses digunakan oleh manajemen untuk
mengumpulkan informai biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk periode
tertentu guna menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap periode. Laba atau
rugi bruto dapat dihitung dengan

4. Menentukan harga pokok pembelian produk jadi dan produk dalam proses yang
disajikan dalam neraca
Berdasarkan catatan biaya produksi tiap periode tesebut manajemen dapat
menentukan biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum laku dijual
pada tanggal neraca. Di samping itu, berdasarkan catatan tersebut, manajemen
dapat pula menentukan biaya produksi yang melekat pada produk yng pada
tanggal neraca masih dalam proses pengerjaan. Biya produksi yang melekat pada
produk jadi yang belum laku dijual pada tanggal neraca disajikan dalam neraca
sebagai harga pokok persediaan produk dalam proses.

1.3 Metode Harga Pokok Proses Tanpa Memperhitungkan Persediaan Produk dalam
Proses Awal
Untuk memberikan gambaran awal penggunaan metode harga pokok proses dalam
pengumpulan biaya produksi, berikut ini disajikan contoh penggunaan metode harga
pokok proses yang belum mempertimbangkan dampak adanya persediaan produk dalam
proses awal yaitu sebgai berikut :
a. Metode harga pokok proses yang diterapkan dalam perusahaan yang produknya
diolah hanya melalui satu departemen produksi
b. Metode harga pokok proses yang diterapkan dalam perusahaan yang produknya
diolah melalui lebih dari satu departemen produksi
c. Pengaruh terjadinya produk yang hilang dalam proses terhadap perhitungan harga
pokok produksi per satuan, dengan anggapan produk hilang dalam proses dan
produk hilang pada akhir proses
1.4 Metode Harga Pokok Proses-Produk Diolah Melalui Satu Departemen Produksi

Untuk dapat mengerti perhitungan harga pokok dalam metode harga pokok proses, berikut ini
contohnya.

Data Produksi dari Biaya PT. Risa Bulan Januari Tahun X

Biaya bahan baku Rp 5.000.000

Biaya bahan penolong Rp 7.500.000

Biaya tenaga kerja Rp11.250.000

Biaya ov. Pabrik Rp16.125.000

Total biaya produksi Rp39.875.000

Jumlah produk yang dihasilkan bulan itu adalah :

Produk jadi 2.000 kg

produk dalam proses pada akhir bulan, dengan tingkat

penyelesaian sebagai berikut:

biaya bahan baku 100%, biaya bahan penolong 100%,

biaya tenaga kerja 50%, biaya overhead pabrik 30% 500 kg

Perhitungan biaya produksi perkilogram produk yang diproduksi dalam bulan Januari Tahun
X dilakukan dengan membagi tiap unsur biaya produksi ( biaya bahan baku, biaya bahan
penolong, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik).

Perhitungan harga pokok produksi per satuan.

Unsur Unit Biaya produksi

Biaya produksi total biaya ekuivalensi per satuan


(1) (2) (3) (2):(3)

Bahan baku Rp 5.000.000 2.500 Rp 2.000

Bahan penolong Rp 7.500.000 2.500 Rp 3.000

Tenaga kerja Rp11.250.000 2.250 Rp 5.000

Overhead pabrik Rp16.125.000 2.150 Rp 7.500

Total Rp39.875.000 Rp17.500

Setelah biaya produksi dihitung per satuannya, berikutnya adalah perhitungan harga pokok
produk jadi dan persediaan produk dalam proses

Harga pokok produk jadi 2.000 x Rp17.500 Rp35.0000.000

Harga pokok persediaan produk dalam proses:

BBB 100% x 500 x Rp2.000 = Rp1.000.000

BBP 100% x 500 x Rp3.000 = Rp1.500.000

BTK 50% x 500 x Rp5.000 = Rp1.250.000

BOP 30% x 500 x Rp7.500 = Rp1.125.000

Rp 4.875.000

Rp39.875.000

PT Risa

Laporan Biaya Produksi Bulan Januari X

Data produksi

Dimasukkan dalam proses 2.500 kg

Produk jadi yang ditransfer ke gudang 2.000 kg

Produk dalam proses akhir 500 kg

Jumlah produk yang dihasilkan 2.500 kg

Biaya yang dibebankan dalam bulan Januari X

Total per kg
Biaya bahan baku Rp 5.000.000 Rp 2.000

Biaya bahan penolong Rp 7.500.000 Rp 3.000

Biaya tenaga kerja Rp11.250.000 Rp 5.000

Biaya ov. Pabrik Rp16.125.000 Rp 7.500

Jumlah Rp39.875.000 Rp17.500

Perhitungan biaya:

Harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang

2.000 x 17.500 Rp35.000.000

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir

Biaya bahan baku Rp1.000.000

Biaya bahan penolong Rp1.500.000

Biaya tenaga kerja Rp1.250.000

Biaya overhead pabrik Rp1.125.000

Rp 4.875.000

Jumlah biaya produksi yang dibebankan dalam bulan Januari Rp39.875.000

Jurnal berdasarkan laporan di atas adalah:

1. Jurnal untuk mencatat biaya bahan baku:

Barang dalam proses-biaya bahan baku Rp5.000.000

Persediaan bahan baku Rp5.000.000

2. Jurnal untuk mencatat biaya bahan penolong:

Barang dalam proses-biaya bahan penolong Rp7.500.000

Persediaan bahan penolong Rp7.500.000

3. Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja:

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja Rp11.250.000


Gaji dan Upah Rp11.250.000

4. Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik:

Barang dalam proses-biaya ov. Pabrik Rp16.125.000

Berbagai rekening yang dikredit Rp16.125.000

5. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang:

Persediaan produk jadi Rp35.000.000

Barang dalam proses-biaya bahan baku Rp 4.000.000

Barang dalam proses-biaya bahan penolong Rp 6.000.000

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja Rp10.000.000

Barang dalam proses-biaya ov. Pabrik Rp15.000.000

6. Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum
selesai diolah pada akhir bulan Januari X

Persediaan produk dalam proses Rp4.785.000

Barang dalam proses-biaya bahan baku Rp1.000.000

Barang dalam proses-biaya bahan penolong Rp1.500.000

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja Rp1.250.000

Barang dalam proses-biaya ov. Pabrik Rp1.125.000

1.5 Metode Harga Pokok Proses- Produk Diolah Melalui Lebih dari Satu Departemen
Produksi

Jika Produk diolah melalui lebih dari satu departemen produksi, perhitungan biaya produksi
yang dihasilkan oleh departemen produksi yang pertama sama dengan yang telah dibahas
dalam contoh 1 tadi. Perhitungan biaya produksi per satuan produk yang dihasilkan oleh
departemen setelah departemen pertama adalah perhitungan yang bersifat komulatif. Karena
produk yang dihasilkan oleh departemen sesudah departemen pertama merupakan produk jadi
dari departemen sebelumnya, membawa biaya produksi dari departemen produksi
sebelumnya, maka harga pokok produk yang dihasilkan oleh departemen setelah departemen
pertama:

1. Biaya produksi yang dibawa dari departemen sebelumnya

2. Biaya produksi yang ditambahkan dalam departemen setelah departemen pertama

Berikut contoh biaya produksi per satuan, jika produk diolah melalui dua departemen
produksi, dapat dilakukan dengan contoh ini. PT PT Eliona Sari memiliki 2 departemen
produksi, departemen A dan department B untuk menghasilkan produknya. Data produksi
dan biaya kedua departemen dalam bulan Januari tahun X disajikan berikut.

Departemen A Departemen B

Dimasukkan dalam proses 35.000 kg

Produk selesai yang ditransfer ke Dep.B 30.000

Produk selesai yang ditransfer ke gudang 24.000 kg

Produk dalam proses akhir bulan 5.000 kg 6.000 kg

Biaya yang dikeluarkan bulan Januari tahun X:

Biaya Bahan Baku Rp 70.000 Rp 0

Biaya Tenaga Kerja Rp155.000 Rp270.000

Biaya Overhead Pabrik Rp248.000 Rp405.000

Tingkat Penyelesaian Produk dalam proses akhir:

Biaya Bahan Baku 100% -

Biaya Konvensi 20% 50%

Unruk menghitung harga pokok produk selesai di departemen A yang ditransfer ke


departemen B dan harga pokok persediaan produk dalam proses di departemen A pada akhir
bulan Januari tahun X, diperlukan penghitungan biaya produksi per satuan yang dikeluarkan
oleh departemen. A dalam bulan yang bersangkutan. Hasil perhitungan ini kemudian
dikalikan dengan kuantitas produk selesai yang ditransfer departemen ke departemen B dan
boleh diperoleh informasi harga pokok produk jadi yang ditransfer tersebut. Untuk
menghitung harga pokok produksi persediaan produk dalam proses di departemen A pada
akhir periode, biaya produksi persatuan tersebut dikalikan dengan kuantitas persediaan
produk dalam proses, dengan memperhtungkan tingkat penyelesaian persediaan produk
dalam proses tersebut. Unit ekuivalensi perlu dihitung untuk mengetahui tiap unsur biaya
produksi departemen A:

Unsur Unit Biaya Produksi

Biaya Produksi Total Biaya Biaya Ekuivalensi per kg

(1) (2) (3) (2):(3)

Bahan Baku Rp 70.000 35.000 kg Rp2

Tenaga Kerja Rp155.000 31.000 kg Rp5

Overhead Pabrik Rp248.000 31.000 kg Rp8

Total Rp473.000 Rp15

Setelah menghitung biaya produksi per satuan, harga pokok produk selesai yang ditransfer
oleh departemenm A ke departemen B dan harga pokok persediaan produk dalam proses di
departemen A pada akhir bulan Januari Tahun X dapat dihitung sebagai berikut:

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke departemen B:

30.000 x 15 Rp450.000

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir :

BBB: 100% x 5.000 x 2 = Rp10.000

BTK: 20% x 5.000 x 5 = 5.000

BOP: 20% x 5.000 x 8 = 8.000

23.000

Jumlah biaya produksi departemen A: Rp473.000

Perhitungan tersebt kemudian disajikan dalam laporan biaya produksi

PT Eliona Sari
Laporan Biaya Produksi Departemen A

Bulan Januari X

Data Produksi

Dimasukkan dalam proses 35.000 kg

Produk jadi yang ditransfer ke gudang 30.000 kg

Produk dalam proses akhir 5.000

Jumlah produk yang dihasilkan 35.000 kg

Biaya yang diperlukan departemen A dalam bulan januari X Total Per Kg

Biaya bahan baku Rp 70.000 Rp 2

Biaya tenaga kerja 155.000 5

Biaya overhead pabrik 248.000 8

Jumlah Rp 473.000 Rp15

Perhitungan Biaya

Harga pokok produkjadi yang ditransfer ke departemen B

30.000 kg x Rp 15 Rp450.000

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir

Biaya bahan baku Rp10.000

Biaya tenaga kerja 5.000

Biaya overhead pabrik 8.000

Rp 23.000

Jumlah biaya produksi yang dibebankan departemen A bulan Januari Rp473.000

Jurnal berdasarkan informasi laporan di atas adalah:

1. Jurnal untuk biaya bahan baku:


Barang dalam proses-biaya bahan baku dep. A Rp 70.000

Persediaan bahan baku Rp 70.000

2. Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja:

Barang dalam proses-biaya tng. Kerja dep. A Rp155.000

Gaji dan Upah Rp155.000

3. Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik:

Barang dalam proses-biaya ov. Pabrik dep. A Rp248.000

Berbagai rekening yang dikredit Rp248.000

4. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer oleh dep. A ke dep. B

Barang dalam proses-biaya bb. dep B Rp450.000

Brg dalam proses-biaya BB. dep A Rp 60.000

Brg dalam proses-biaya tng. Kerja dep A Rp150.000

Brg dalam proses-biaya ov. Pabrik dep. A Rp240.000

5. Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum
selesai diolah dalam dep. A pada akhir bulan januari X

Persediaan produk dalam proses-dep. A Rp 23.000

Brg dalam proses-biaya BB. dep. A Rp 10.000

Brg dalam proses-biaya tng. Kerja dep. A Rp 5.000

Brg dalam prses-biaya ov. Pabrik dep. A Rp 8.000

Berdasarkan contoh di atas, 30.000 kg produk yang telah diterima oleh departemen B dari
departemen, telah membawa total biaya produksi dari departemen A sebesar Rp450.000, atau
Rp15 per kilogram. Untuk mengolah produk yang diterima dari departemen A tersebut,
departemen B mengeluarkan biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik dalam bulan
Januari X berturut-turut sebesar Rp270.000 dan Rp405.000. dan 30.000 kg produk yang
diolah departemen B tersebut dapat dihasilkan produk jadi yang ditransfer ke gudang
sebanyak 24.000 kg dan persediaan produk dalam proses pada akhir bulan sebanyak 6.000 kg
dengan tingkat penyelesaian 50% untuk biaya konensi. Biaya konvensi yang terdiri dari biaya
tenaga kerja dan biaya overhead pabrik, yang ditambahkan oleh departemen B dalam buan
Januari X untuk memproses 30.000 kg yang diterima dari departemen A sebesar Rp155.000
tersebut, dapat menghasilkan 24.000 kg produk jadi dan 6.000 kg persediaan produk dalam
proses yang penyelesaian biaya konversinya sebesar 50%. Hal ini berarti bahwa biaay
konvensi tersebut telah digunakan untuk menyelesaikan produk selesai sebanyak 24.000 kg
dan 3.000 kg (6.000 x 50%) persediaan produk dalam proses. Dengan demikian unit
ekuivalensi biaya konversi adalah 27.000 kg, yang dihitung sebagai berikut: 24.000 + (6.000
x 50%) = 27.000 kg.

Unsur Unit Biaya produksi

Biaya produksi Total biaya ekuivalensi per kg

(1) (2) (3) (2):(3) .

Tenaga kerja Rp270.000 27.000 Rp10

Overhead pabrik Rp405.000 27.000 Rp15

Total Rp475.000 Rp25

Berikut Perhitungan harga pokok produk jadi dan produk dalam proses departemen B.

Harga pokok produk selesai yang ditransfer departemen B ke gudang

Harga pokok dari dep. A 24.000 x Rp15 Rp360.000

Biaya yangditambahkan oleh dep. B 24.000 x Rp25 Rp600.000

Total harga pokok produk jadi yang ditransfer

Departemen B ke gudang 24.000 x Rp40 Rp960.000

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir

Harga pokok dep. A 6.000 x Rp15 Rp 90.000

Biaya yang ditambahkan oleh dep. B

B. tenaga kerja 50% x 6.000 x Rp10 = Rp30.000


B. ov. pabrik 50% x 6.000 x Rp15 = Rp45.000 Rp 75.000

Total harga pokok persediaan produk dalam proses dep. B R165.000

Jumlah biaya produksi kumulatif dep. B bulan Januari X


Rp1.125.000

Perhitungan di atas kemudian disajikan dalam laporan biaya produksi departemen B.

PT Eliona Sari

Laporan Biaya Produksi Departemen B

Bulan Januari X

Data Produksi

Diterima dari dep. A 30.000 kg

Produk jadi yang ditransfer ke gudang 24.000 kg

Produk dalam proses akhir 6.000

Jumlah produk yang dihasilkan 30.000 kg

Biaya kumulatif yang dibebankan dep. B bulan Januari X

Total Per kg

Harga pokok dari dep A. (30.000 kg) Rp450.000 Rp15

Biaya yang ditambahkan dep. B

Biaya tenga kerja Rp270.000 Rp10

Biaya ov. Pabrik Rp405.000 Rp15

Jumlah biaya yang ditambahkan dep. B Rp675.000 Rp25

Total biaya kumulatif di dep. B Rp1.125.000 Rp40

Perhitungan biaya

Harga pokok produk yang ditransfer ke gudang 24.000 kg x Rp40 Rp960.000

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir:

Harga pokok di dep. A Rp15 x 6.000 Rp 90.000


Biaya yang ditambahkan dep. B:

Biaya tenaga kerja Rp 30.000

Biaya ov. Pabrik Rp 45.000

Rp165.000

Jumlah biaya produksi yang dibebankan dep. B bulan Januari X Rp1.125.000

Jurnal berdasarkan informasi laporan di atas adalah:

1. Jurnal untuk mencatat penerimaan produk dari dep. A

Barang dalam proses-biaya bahan baku dep. B Rp450.000

Barang dalam proses-biaya bhn. Baku dep. A Rp 60.000

Barang dalam proses-biaya tng kerja dep. A Rp150.000

Barang dalam proses-biaya ov. Pabrik dep. A Rp240.000

2. Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja

Barang dalam proses-biaya tng kerja dep. B Rp270.000

Gaji dan Upah Rp270.000

3. Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik

Barang dalam proses-biayay ov. Pabrik dep. B Rp405.000

Berbagai rekening yang dikredit Rp405.000

4. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer oleh dep B ke gudang

Persediaan produk jadi Rp960.000

Barang dalam proses-biaya bahan baku dep. B Rp360.000

Barang dalam proses-biaya tng kerja dep. B Rp240.000

Barang dalam proses-biaya ov. Pabrik dep. B Rp360.000

5. Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum
selesai diolah dalam dep. B pada akhir bulan Januari X

Persediaan produk dalam proses Rp165.000


Barang dalam proses-biaya bahan baku dep. B Rp 90.000

Barang dalam proses-biaya tng kerja dep. B Rp 30.000

Barang dalam proses-biaya ov. Pabrik dep. B Rp 45.000

1.6 Pengaruh Terjadinya Produk yang Hilang Dalam Proses Terhadap Perhitungan
Harga Pokok Produk Per Satuan

Di dalam proses produksi, tidak semua produk yang diolah dapat menjadi produk
yang baik yang memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Jika bahan baku yang diolah
selama periode tertentu berjumlah 1.000 liter, yang banyaknya dinyatakan dalam unit
ekuivalensi sebanyak 500 satuan produk jadi, maka belum tentu hasil produksi dalam periode
tersebut dapat mencapai jumlah 500 satuan produksi menunjukkan bahwa produk selesai
dalam periode tersebut berjumlah 300 satuan, dan persediaan produk dalam proses pada akhir
periode berjumlah 100 satuan (unit ekuivalensi), maka berarti di dalam proses produksi
selama periode tersebut telah terjadi produk yang hilang dalam proses sebanyak 100 satuan.

Ditinjau dari saat terjadinya, produk dapat hilang pada awal proses, sepanjang proses,
atau pada akhir proses Untuk kepentingan perhitungan harga pokok produksi per satuan,
produk yang hilang sepanjang proses hanus dapat ditentukan pada tingkat penyelesaian
berapa produk yang hilang tersebut terjadi. Atau untuk menyederhanakan perhitungan harga
pokok produksi per saluan, produk yang bilangsepanang proses ipen sebagai produk yang
hilang pada awal atar sklur poses

Dalam contoh 3 disaphkan penganih adays prodik yang hilang pada awal proses
techadap pethitungan harga pokok produk produksi persatuan. Dalam contoh 4 akan
diuraikan pengaruh terjadinya produk yarg hilang pada akhir proses terhadap perthitungan
harga pokok produksi per satuan.

Pengaruh Terjadinya Produk yang Hilang pada Awal Proses terhadap Perhitungan
Harga Pokok Produk per Satuan

Produk yang hilang pada awal proses dianggap belum ikut menyerap biaya produksi
yang dikeluarkan dalam departemen yang bersangkutan sehingga tidak diikutsertakan dalam
perhitungan-perhitungin unit ekuivalensi produk yang dihasilkan dalam departemen tersebut.
Dalam departemen produksi pertama, produk yang hilang pada awal proses
mempunyai akibat menaikkan harga pokok produksi per satuan. Dalam departemen setelah
departemen produksi pertama, produk yang hilang pada awal proses mempunyai dua akibat:
(1) menaikkan harga pokok produksi per satuan produk yang diterima dan departemen
produksi sebelumnya dan (2)menaikkan harga pokok produksi per satuan yang ditambahkan
dalam departemen produksi setelah departemen produksi yang pertama tersebut

Contob 3

PT Eliona Sari memiliki dua departemen produksi untuk menghasilkan produknya:


departemen A dan departemen B Data produksi dan briaya produksi kedua departemen
tersebut untuk bulan Januari 20X1 disajikan dalam :

. .

Departemen A Departemen B

Produk yang dimasukkan dalam proses 1000kg

Produk selesai yang di transfer ke Departemen B 700kg

Produk selesai yang ditransfer ke gudang 400kg

Produk dalam proses akhir bulan, dengan tingkat penyelesaian

sebagai berikut:

Biaya bahan baku & penolong 100 % biaya konversi 40% 200kg

Biaya bahan penolong 60% , biaya konversi 50% - 100kg

Produk yang hilang pada awal proses 100kg 200kg

. .

Menurut catatan bagian akuntansi, biaya produksi yang telah dikeluarkan selama
bulan Januari disajikan dalam biaya Produki dan Departemen A dan Depanemen B Bulan
Januari

. .

Departemen A Departemen B

Biaya bahan baku Rp 22.500 Rp -


Biaya bahan penolong 26.100 16.100

Biaya tenaga kerja 35.100 22.500

Biaya over head pabrik 46.800 24.750

Jumlah biaya produksi Rp. 130.500 Rp. 63.350

1.7 Pengaruh Terjadinya Produk yang Hilang Pada Akhir Proses Terhadap
Perhitungan Harga Pokok Produksi Per Satuan

Produk yang hilang pada akhir proses sudab ikut menyerap biaya produksi yang
dikeluarkan dalam departemen yang bersangkutan, sehingga harus diperhitungkan dalam
penentuan unit ekuivalensi produk yang dihasilkan oleh departemen tersebut. Baik di dalam
departemen produksi petama maupun departemen departemen produkoi setelah departemen
produksi pertama, harga pokok produk yang hilang pada akhir proses harus dihitung, dan
harga pokok ini diperlakukan sebagai tarmbahan harga pokok produk selesai yang ditransfer
ke departemen produksi berikutnya atau ke gudang. Hal ini akan mengakibatkan harga pokok
per satuan produk selesai yang ditransfer ke departemen berikutnya atau ke gudang menjadi
lebih tinggi

Contoh 4

Untuk menggambarkan pengaruh terjadinya produk yang hilang pada akhir proses
terhadap perhitungan harga pokok per satuan, akan digunalan data yang disiapkan dalam
contoh 3, Untuk itu disajikan kembali data contoh 3 berikut ini dengan penambahan pada
keterangan mengenai produk yang hilang, yang dalam contoh 3 terjadi pada awal proses,
pada contoh 4 diubah menjadi pada akhir proses. PT Elona Sari memiliki dua departemen
produksi untuk menghasilkan produknya departemen A dan departemen B. Data produksi dan
biaya produksi kedua departemen tersebut untuk bulan Januari.

. .

Departemen A Departemen B

Produk yang dimasukkan dalam proses 1000 kg

Produk selesai yang ditransfer ke Departemen B 700 kg


Produk selesai yang ditransfer ke gudang 400 kg

Produk dalam proses akhir bulan, dengan tingkat penyelesaian

sebagai berikut :

Biaya bahan baku & penolong 100% biaya konversi 40% 200 kg -

Biaya bahan penolong 60%, biaya konversi 50% - 100 kg

Produk yang hilang pada skhir proses 100 kg 200 kg

. .

Karena produk yang hilang terjadi pada akhir proses, maka produk tersebut sudah ikut
menyerap biaya produksi yang dikeluarkan oleh departemen A dalam bulan Januari. Oleh
karena itu produk yang hilatg tersebut dikutsertakan dalam perhitung unit ekuivalensi produk
yang dihasilkan oleh departemen A. Akibatnya biaya produk per kg produk yang dihasilkan
oleh departemen A menjadi lebih rendah.

Produk yang Hilang pada Akhir Proses di Departemen Produksi setelah Departemen
Produksi Pertama

Tidak seperti halnya dengan produk yang hilang pada awal proses di departemen
produksi kedua dan seterusnya, produk yang hilang pada akhir proses yang terjadi di
departemen setelah departemen produksi pertama hanya berakibat terhadap harga pokok per
satuan produk yang ditransfer ke departemen berikutnya atau ke gudang. Karena produk yang
hilang pada akhir proses ikut menyerap biaya yang dikeluarkan dalam departernen yang
bersangkutan, maka jumlah produk yang hilang tersebut harus diperhitungkan dalam unit
ekuivalensi biaya produksi yang bersangkutan. Produk yang hilang pada akhir proses tidak
mempengaruhi harga pokok produksi per satuan produk yang diterima di departemen
produksi sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. 2015. Akuntansi Biaya. Edisi kelima. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Manajemen
YKPN.

Anda mungkin juga menyukai