Anda di halaman 1dari 15

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknologi penginderaan jauh merupakan pengembangan dari teknologi
pemotretan udara yang mulai diperkenalkan pada akhir abad ke 19. Manfaat potret
udara dirasa sangat besar dalam perang dunia pertama dan kedua, sehingga cara
ini dipakai dalam eksplorasi ruang angkasa. Sejak saat itu istilah penginderaan
jauh (remote sensing) dikenal dan menjadi populer dalam dunia pemetaan .
Eksplorasi ruang angkasa yang berlangsung sejak tahun 1960 an antara
lain diwakili oleh satelit-satelit Gemini, Apollo, Sputnik, Solyus. Kamera presisi
tinggi mengambil gambar bumi dan memberikan informasi berbagai gejala
dipermukaan bumi seperti geologi, kehutanan, kelautan dan sebagainya.
Teknologi pemotretan dan perekaman permukaan bumi berkembang lebih lanjut
dengan menggunakan berbagai sistim perekam data seperti kamera majemuk,
multispectral scanner, vidicon, radiometer, spectrometer yang berlangsung sampai
sekarang.
Pada tahun 1972 satelit Earth Resource Technology Satellite-1 (ERTS-1),
sekarang dikenal dengan Landsat, untuk pertama kali diorbitkan Amerika Serikat.
Satelit ini dikenal sebagai satelit sumber alam karena fungsinya adalah untuk
memetakan potensi sumber alam dan memantau kondisi lingkungan. Para praktisi
dari berbagai bidang ilmu mencoba memanfaatkan data Landsat untuk menunjang
program pemetaan, yang dalam waktu pendek disimpulkan bahwa data satelit
tersebut potensial untuk menunjang program pemetaan dalam lingkup area yang
sangat luas. Sukes program Landsat diikuti oleh negara-negara lain dengan
diorbitkannya berbagai satelit sejenis seperti SPOT oleh Perancis, IRS oleh India,
MOSS dan Adeos oleh Jepang, ERS-1 oleh MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa)
dan Radarsat oleh Kanada. Pada sekitar tahun 2000 sensor berketelitian tinggi
yang semula merupakan jenis sensor untuk mata-mata/intellegence telah pula
dipakai untuk keperluan sipil dan diorbitkan melalui satelit-satelit Quickbird,
Ikonos, Orbimage-3, sehingga obyek kecil di permukaan bumi dapat pula
direkam. (La An: Prinsip dasar penginderaan Jauh 26:2007)

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi informasi tepi foto udara.
2. Mahasiswa mampu mendefinisikan fungsi setiap informasi tepi foto
udara.
3. Mahasiswa mampu melakukan mozaik foto udara secara manual.
4. Mahasiswa mampu menentukan daerah yang overlap maupun sidelap
pada foto udara.
5. Mahasiswa dapat mengidentifikasi penggunaan lahan pada citra foto
berdasarkan unsur-unsur interpretasi. 6. Mahasiswa dapat membuat peta
tentative penggunaan lahan dengan menggunkan foto udara sebagai
sumbernya.
BAB II. ISI

1. Sistem Foto Udara


Foto udara atau peta foto adalah peta foto yang didapati dari survei udara
dengan melakukan pemotretan lewat udara pada daerah tertentu dengan aturan
fotogrametris tertentu. Fotogramteri adalah suatu seni, ilmu, dan teknologi
perolehan informasi tentang objek fisik dan lingkungan melalui proses
perekaman, pengukuran, dan penafsiran foto udara (Thomson dan Gruner, 1980
dalam Herjuno,dkk (2013)). Foto udara diperoleh melalui pemotretan
menggunakan sensor kamera yang dipasang pada wahana terbang, seperti pesawat
terbang, helicopter, dan sebagainya. Pada saat wahana yang digunakan beroperasi,
pemotretan akan dilakukan. Pemotretan tersebut bertujuan untuk melihat
kenampakan permukaan bumi secara tiga dimensional. Dengan menggunakan foto
udara mampu mengenali kenampakan dan gejala-gejala yang ada di muka bumi.
Sehubungan dengan sumbu kamera yang tegak lurus, maka ukuran objek
yang tegak lurus, maka ukuran objek yang sesuai dan akurat adalah objek yang
tegak lurus. Artinya semakin jauh dari sumbu tegak lurus dengan kamera, maka
kesalahan ukuran akan lebih besar. Oleh karena itu semakin jauh dari titik tembus
sumbu kamera (titik principal) skala semakin kecil dan kesalahan (distorsi) pada
foto udara bersifat radial.
Kedudukan sumbu kamera akan berpengaruh terhadap skala, jika sumbu
kamera tidak tegak lurus, maka jarak medan yang sama akan mempunyai
perbedaan jarak pada foto udara. Panjang focus merupakan perbandingan antara
ketinggian objek dengan wahana. Kamera yang digunkan untuk perekaman objek
memiliki sumbu kamera yang terletak pada pusat film dalam kamera dan tembus
pada bidang objek. Sumbu kamera dalam perekamannya tidak selalu tegak lurus
dengan bidang objek yang direkam, karena dipengaruhi keadaan atmosfer.
Sehubungan dengan posisi kamera, maka foto udara di klasifikasikan menjadi 2
jenis.

a. Foto Udara Vertikal


Foto udara sebagai produk penginderan jauh sistem fotografik dikatakan
foto udara fertikal bila sumbu kamera tegak lurus dengan pusat objek yang
direkam. Titik tembus pada sumbu kamera pada foto udara vertical diperoleh
perpotongan garis yang ditarik dari fiducial yang terletak di pinggir maupun susut
foto udara dan disebut dengan titik principal. Titik pusat foto udara ini berimpit
antara titik principal dan nadir. Maka foto udara ini dikatakan foto udara vertical.
Gambar 1.1 Letak Sumbu Kamera dan Hasil Foto Udara Vertikal
Oleh karenanya, distorsi pada foto udara bersifat radial, artinya semakin jauh dari
titik pusat (principal) tersebut kesalahan semakin besar.

b. Foto Udara Miring (Oblique)


Geometric foto udara vertical lebih baik, karena sudut-sudut liputan yang
sama pada foto udara mempunyai kesalahan yang sama bila dibandingkan dengan
foto udara miring. Oleh karena itu perekaman diusahakan vertical. Kenyataanya
dalam perekaman akan didapati gangguan pada wahana (pesawat). Gangguan
tersebut dapat berupa angin, badai, awan, dan sebagainya. Sehingga pesawat dapat
mengalami perubahan kedudukan, sedangkan perekaman secara otomatis
merekam objek pada waktu yang telah ditentukan, hal ini berdampak pada
rekaman objek yang direkam akan miring dan hasil rekaman foto udara tersebut
disebut foto udara miring. Pada saat perekaman objek gangguan yang dialami
kecil ataupun besar, sehingga letak kamera rendah atau miring tinggi. Oleh karena
itu foto udara miring diklasifikasikan menjadi foto udara miring rendah dan
miring tinggi.
Gambar 1.2 Letak Sumbu dan Kedudukan Kamera dan Hasil Foto Udara Miring
Rendah

Gambar 1.3 Letak Sumbu dan Kedudukan Kamera dan Hasil Foto Udara Miring
Tinggi
2. Mozaik Foto Udara
Foto udara merupakan salah satu citra foto yang umumnya diambil
menggunakan wahana pesawat terbang. Bentuk wahana lain yang bisa digunakan
sebagai bahan foto udara adalah balon udara, pesawat ulang alik, satelit,
paralayang dan berbagai wahana lainnya. Dalam teknis perekaman foto udara
telah dipertimbangkan beberapa hal diantaranya:
a. Bentuk wilayah, bentuk dan luasan wilayah akan menentukan biaya
pemotretan. Semakin luas suatu wilayah biaya yang dikeluarkan akan
semakin mhal, karena biaya operasional akan semakin besar
b. Jalur terbang, pengambilan jalur terbang biasanya akan diambil jarak
terpanjang untuk melakukan perekaman, hal ini berfungsi untuk
memperoleh kestabilan pesawat saat pemotretan

Gambar 1.4 Rencana Jalur Terbang Pesawat Pada Suatu Proyek Pemotretan
Udara
Dalam suatu jalur terbang, pemotretan harus dilakukan dengan
cukup sering sehingga seluruh objek yang ada di permukaan tanah dapat
terekam minimal dalam dua potret yang berurutan. Areal yang terpotret
dua kali (overlap) pada posisi lokasi pesawat yang berbeda dan dalam
satu jalur terbang yang sama disebut dengan overlap atau forward. Dalam
prakteknya overlap area mencakup 60% dan merupakan areal cakupan
stereokospik (areal yang dapat dilihat dalam bentuk 3 dimensi). Menurut
Rizky, (2015) mozaik foto udara adalah tahap untuk penggabungan foto
udara yang saling berhubungan sehingga menjadi foto udara yang utuh dan
menampilkan daerah yang lebih luas.

c. Area pertampalan/overlap dan sidelap, Overlap merupakan


daerah bertampalan antara foto satu dengan foto yang lain, nomor
pertampalan ini sesuai dengan nomor urutan jalur terbang.
Besarnya tampalan foto tersebut 60%. Tujun dari tampalan ini
untuk menghindari daerah yang kosong disaat perekaman hal ini
karena pesawat terbang melaju dengan kecepatan yang tinggi
ataupun karena gangguan lain berupa angin, awan, atupun cuaca
yang kurang mendukung sehingga objek tertutup oleh awan
mendung. Selain pertampalan secara overlap terdapat juga
pertampalan sidelap. Sidelap adalah pertampalan foto udara satu
dengan foto udara yan lain berada diatas maupun dibawah area
yang direkam. Sidelap terjadi pada jalur terbang yang berbeda
dimana suatu wilayah pada jalur terbang 1 yang telah direkam akan
dilakukan perekaman kembali sebesar 25% dari liputan jalur
terbang 2. Overlap dan Sidelap dibuat untuk menghindari
kekosongan foto antara jalur terbang. Selain itu berguna untuk
memperoleh kenampakan 3 dimensi saat di lihat melalui sterioskop
cermin.

Gambar 1.5 Contoh Hasil Overlap dan Sidelap

Gambar 1.6 Gap Akibat Perubahan Topografi Ketika Menggunakan Tampalan


Kecil
d. Gangguan perekaman, gangguan ini dapat berupa Drift dan
Crab. Drift adalah perpindahan atau pergeseran lateral pesawat
udara dari garis terbang yang direncanakan, yang disebabkan oleh
kesalahan navigasi, gerakan angina atau penyebab-penyebab yang
lain. Crab merupakan keadaan yang disebabkan kegagalan
mengorientasikan kamera sehubungan dengan garis terbang yang
direncanakan. Pada foto udara vertical hal ini ditunjukkan dengan
ketidak sejajaran dengan garis basis (lintas terbang antara pusat-
pusat foto). Karena hal ini lokasi garis terbang yang sebenarnya
dan pusat foto mungkin sedikit berbeda dibandingkan dengan
lokasi yang direncanakan.

3. Interpretasi Foto Udara


Intrepetasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara dan atau citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek
tersebut (Estes dan Simonett, 1975). Singkatnya interpretasi citra adalah
pengenalan objek yang berupa gambar (citra) untuk digunakan dalam disiplin
ilmu tertentu seperti Geologi, Geografi, Ekologi, Geodesi dan disiplin ilmu
lainnya.
Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan secara manual dan
secara digital (Purwadhi, 2001). Interpretasi manual adalah interpretasi data
penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan citra/karakeristik objek
secara keruangan. Karakeristik objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur
interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona/warna, tekstur, situs,
asosiasi, dan konservasi bukti. Sedangkan, interpretasi secara digital adalah
evaluasi kuantitatif tentang informasi spectral yang disajikan pada citra. Dasar
interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra pixel berdasarkan nilai spektralnya
dan dapat dilakukan berdasarkan cara statistic.
Di dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya
mengenali objek melalui tahapan kegiatan, yaitu:
a. Deteksi, adalah usaha penyadapan data secara global baik yang tampak
maupun yang tidak tampak
b. Identifikasi, adalah kegiatan untuk mengenali objek yang tergambar pada
citra yang dapat dikenali berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor
dengan alat stereoskop
c. Analisis, setelah itu citra dapat digunakan dan diterjemahkan kedalam
berbagai kepentingan seperti: geologi, geografi, lingkungan hidup, dan
lain sebaginya.
Pengenalan objek merupakan bagian paling vital dalam interpretasi citra. foto
udara sebagai citra tertua di dalam penginderaan jauh memiliki unsur interpretasi
pada citra lainnya (Sutanto, 1994:121). Unsur interpretasi citra terdiri:
1.Rona dan Warna
Rona ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan objek pada citra. rona
merupakan tingkatan dari hitem ke putih atau sebaliknya. Sedangkan, warna
adalah wujud tampak oleh mata dengan menggunakan spectrum sempit.
Ukurannya lebih sempit dari spectrum tampak. Permukaan yang menyerap cahaya
seperti air akan memliki warna gelap. Sedangkan tanah kering ataupun sawah
yang menguning akan berwarna kering karena sifatnya yang memantulkan
cahaya.

Gambar 1.7 Permukaan Atap Pabrik akan kelihatan cerah

2. Bentuk
Bentuk merupakan variable kualitatif yang memberikan konfigurasi
ataupun kerangka suatu objek. Sehingga, dapat mencirikan suatu penampakan
yang ada pada citra dapat di identifikasi dan dapat dibedakan antar objek. Dengan
melihat bentuk fisik dari citra ikonos maupun foto udara dapat ditentukan
penggunaan lahan suatu tempat.
Gambar 1.8 Contoh Bentuk Suatu Objek

3. Ukuran
Ukuran dapat diartikan sebagai atribut objek antara lain berupa jarak, luas,
tinggi, lereng dan volume. Ukuran objek pada citra maupun foto udara merupakan
fungsi skala sehingga dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra
harus selalu memperhatikan skala citranya. Dengan kata lain, ukuran merupakan
perbandingan yang nyata dari objek-objek dalam citra mapun foto udara, yang
menggambarkan kondisi di lapangan. Dengan melihat perbedaan ukura, dapat
menentukan penggunaan lahan suatu area.

4. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona
kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur
sering dinyatakan dari kasar sampai halus. Tekstur merupakan hasil gabungan dari
bentuk, pola, ukuran, bayangan, serta rona. Dengan melihat tekstur kita dapat me
ngelompokkan penggunaan lahan atau fungsi dari kawasan-kawasan tertentu.

5. Pola
Pola atau struktur keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak
objek bentukan manusia dan bagi beberapa objek alamiah lainnya. Pengulangan
bentuk tertentu dalam hubungan merupakan karakeristik bagi objek alamiah
maupun bangunan dan akan memberikan suatu pola yang membantu dalam
interpretasi citra maupun foto udara dalam mengenali objek tertentu.

6. Bayangan
Bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa
objek yang justru lebih tampak bayangannya.karakeristik tertentu seperti cerobong
asap, menara, tangki minyak, dan lain-lain. Jika objek menara diambil tegak lurus
tepat dari atas, kita tidak bisa mengenali atau mengidentifikasi objek tersebut.
Maka, untuk mengenali bahwa objek tersebut berupa menara adalah dengan
melihat bayangannya.

7. Situs
Situs atau lokasi suatu objek dalam hubungannya dengan objek lain dapat
membantu dalam menginterpretasikan foto udara ataupun citra ikonos. Situs ini
sering dikaitkan antara objek dengan melihat objek yang lainnya.

Gambar 1.9 Situs Perumahan yang Memanjang

8. Asosiasi
Dapat diartikan sebagai keterkaitan antar objek yang satu dengan objek
yang lain. Dengan kata lain, asosiasi ini hampir sama dengan situs. Adanya
keterkaitan ini maka terlihatnya siatu obejk pada citra sering menjadi petunjuk
adanya objek yang lain. Seperti stasiun kereta api yang sering berasosiasi dengan
jalan kereta api yang bercabang (jumlahnya lebih dari satu).

Landuse (penggunaan lahan) dan landcover (penutup lahan) sering


digunakan secara bersama-sama. Lillesand dan Kiefer, (1988): penutup lahan
berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Sedangkan,
penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada objek tersebut.
Penggunaan lahan juga dapat dikatakan dikatakan bagaimana suatu lahan tersebut
dikelaskan berdasarkan aktifitas manusia, sedangkan penutupan lahan adalah
property alamiah dari lahan tersebut.
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Foto udara diperoleh melalui pemotretan menggunakan sensor
kamera dipasang pada wahana terbang, seperti pesawat terbang,
helicopter, dan lain sebagainya. Ukuran objek yang sesuai dan
akurat adalah objek yang tegak lurus. Artinya semakin jauh dari
sumbu tegak lurus dengan kamera, maka kesalahan ukuran akan
lebih besar.
2. Mozaik foto udara digunakan untuk menggabungkan foto udara
yang saling berhubungan sehingga menjadi foto udara yang utuh
dan menampilkan daerah yang lebih luas. Pertampalan ini baik
overlap dan sidelap. Overlap dilakuakan pada daerah bertampalan
antara foto satu dengan foto lain, nomor pertampalan ini sesuai
dengan nomor urutan jalur terbang. Besarnya tampalan foto
tersebut 60%. Sedangkan sidelap terjadi pada jalur terbang yang
berbeda dimana suatu wilayah pada jalur terbang 1 yang telah
direkam akan dilakukan perekaman kembali sebesar 25% dari
liputan jalur terbang 2.
3. Intrepetasi citra sebagai kegiatan untuk mengkaji foto udara dan
atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek. Untuk
mengenali objek digunakan unsur interpretasi foto udara terdiri
atas: rona dan warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs,
dan asosiasi. Agar dapat disimpulkan suatu obejek pada citra perlu
dilakukan konvergensi bukti, yakni penggunaan kombinasi unsur-
unsur interpretasi sebagai pengumpulan dan pemilihan bukti.

DAFTAR PUSTAKA

Gularso, Herjuno, dkk. 2013. Tinjauan Pemotretan Udara Format Kecil


Menggunakan Pesawat Model Skywalker 1680 (Studi Kasus: Area Sekitar
Kampus UNDIP). Jurnal Geodesi Undip. 2. (2). 78 – 94.

Amelia, Nur Rizky, dkk. 2015. Pembuatan Peta Penutupan Lahan Menggunakan
Foto Udara yang Dibuat dengan Paramotor di Taman Nasional Lore
Lindu (TNLL) (Studi Kasus Desa Pakuli Kecamatan Gumbasa
Kabupaten Sigi). Warta Rimba. 3. (2). 65 – 72.
Estes J.E. 1974. Imaging with Photographic and Nonphotographic Sensor System,
In: Remote Sensing Tehcniques for Environmental Analysis. California:
Hamilton Publishing Compagny.

Purwadhi, F.S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta. Grasindo

Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press..

Lillesand, Kiefer. 1988. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Makalah Penginderaan Jauh

SISTEM PENGINDERAAN JAUH FOTO UDARA

Nama Kelompok :
Teguh Agustian 1505108010049
Chalvin Herdyansyah 1505108010060
Mhd. Faiz Akbar 1605108010030
Yufaldi Mulya Rizki 1605108010053
Yuni Alfiandari 1705108010001
Indah Morina 1705108010002
Ghofi Yudha Rifki 1705108010004
Husna SA 1705108010012

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2019

Anda mungkin juga menyukai