Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

BENIGNA PAROXISMAL POSITIONAL VERTIGO

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi Salah


Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RS
Bhakti Wira Tamtama Semarang

Disusun oleh :
Andri Tri Atmojo
30101407136

Pembimbing :
dr. Atik Masdarinah, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah


satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok–Kepala Leher RS Bhakti Wira Tamtama Semarang.

Nama : Andri Tri Atmojo


NIM : 30101407136
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang Bidang

Pendidikan : Ilmu Telinga Hidung Tenggorok–Kepala Leher

Judul : Benigna Paroxismal Positional Vertigo (BPPV)

Diajukan : 12 September 2019

Pembimbing : dr. Atik Masdarinah, Sp.THT-KL

Telah diperiksa dan disahkan tanggal : ……………………………………

Mengetahui,
Pembimbing Klinik

dr. Atik Masdarinah, Sp.THT-KL


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, yang memungkinkan laporan kasus berjudul “Benigna Paroxismal Positional
Vertigo” ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok–Kepala Leher RSI Sultan Agung Semarang,
dengan berbekalkan pengetahuan, bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik
selama kepaniteraan maupun pada saat kuliah pra-klinik.

Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan


kasus ini, dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

• dr. Atik Masdarinah, Sp.THT-KL selaku pembimbing laporan kasus

• Pimpinan dan staff RS Bhakti Wira Tamtama Semarang

• Rekan Co-asisten selama kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok–Kepala Leher RS Bhakti Wira Tamtama Semarang

Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-


baiknya, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang
hati untuk perbaikan di masa mendatang, sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Semarang, 12 September 2019

Andri Tri Atmojo


BAB I

LAPORAN KASUS

II.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. J
Umur : 54 tahun
Agama : Kristen
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
Alamat : Kp. Kepatihan 130, Bandarharjo, Semarang

II.2. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan tanggal 5 September 2019 di poli THT RST Semarang.

Keluhan Utama
Sering pusing berputar dan pendengaran telinga kiri berkurang

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan pusing berputar dan telinga sebelah kiri pendengarannya
berkurang. Keluhan muncul ± sejak 2 tahun yang lalu dan sering kambuh-kambuhan, pusing
muncul ketika beraktifitas maupun beristirahat dan lebih enak dengan istirahat.

Pasien menjelaskan terdapat gejala lain yaitu telinga berdenging (+), pusing berputar (+),
kadang mual, rasanya tubuh seperti mengambang, sulit tidur. Pasien sebelumnya telah berobat
ke dokter saaraf dan kemudian dirujuk ke tht karena belum ada perbaikan dari gejalanya.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya, sampai pernah di rawat inap.

Riwayat hipertensi dan DM disangkal.


Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien mengaku tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien menggunakan BPJS non PBI

II.3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis :

 Keadaan umum : tampak lemas


 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda vital :
 Nadi : 68 x/menit
 Respirasi : 20 x/menit
 Tekanan Darah : 114/84 mmHg

Status Lokalis (Telinga, Hidung, Tenggorokan)


a. Kepala dan leher :
 Kepala : mesocephale
 Wajah : simetris
 Leher : pembesaran kelenjar limfe (-)
b. Gigi dan Mulut :
 Gigi geligi : normal
 Lidah : normal, kotor (-), tremor (-)
 Pipi : bengkak (-)
c. Telinga :

Telinga kanan Telinga kiri

Aurikula Edema (-), hiperemis (-), massa Edema (-), hiperemis (-), massa
(-). (-).

Preaurikula Edema (-), hiperemis (-), massa Edema (-), hiperemis (-), massa
(-), fistula (-), abses (-). (-), fistula (-), abses (-).

Retroaurikula Edema (-), hiperemis (-), massa Edema (-), hiperemis (-), massa
(-), fistula (-), abses (-). (-), fistula (-), abses (-).

Palpasi Nyeri pergerakan aurikula (-), Nyeri pergerakan aurikula (-),


nyeri tekan tragus (-), nyeri nyeri tekan tragus (-), nyeri
tekan aurikula (-) tekan aurikula (-)

Otoskopi :

Telinga kanan Telinga kiri

MAE Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),


serumen (+), furunkel (-). serumen (+), furunkel (-).

Membran Intak, berwarna abu-abu pucat, Intak, berwarna abu-abu pucat,


timpani refleks cahaya +. refleks cahaya +.

d. Hidung dan Sinus Paranasal :


Luar Kanan Kiri
Bentuk Normal Normal
Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Inflamasi/tumor (-) (-)

Rhinoskopi anterior Kanan Kiri


Sekret (-) (-)
Mukosa Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konka media Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konka inferior Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Tumor (-) (-)
Septum Deviasi (-)
Massa (-) (-)

e. Faring :
Orofaring Kanan Kiri
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Dinding faring Granular (-) Granular (-)
Palatum mole Ulkus (-) Ulkus (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Arcus laring Simetris (+) Simetris (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Uvula Ditengah
Edema (-)
Tonsil :
- Ukuran T1 T1
- Permukaan Rata Rata
- Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)
- Kripte Melebar (-) Melebar (-)
- Detritus (-) (-)

II.3. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan radiologi : CT-Scan dan MRI kepala dan leher


 Laboratorium : pemeriksaan darah lengkap
 Cek kolesterol total, LDL, dan HDL

II.4. RESUME

Tn. J usia 54 tahun datang ke rumah sakit karena pusing berputar dan telinga kiri
pendengarannya berkurang. Keluhan muncul ± sejak 2 tahun yang lalu dan sering kambuh-
kambuhan. Gejala lain yang menyertai antara lain:
 Telinga berdenging.
 Kadang disertai mual dan muntah.
 Tubuh terasa mengambang.
 Pusing saat perubahan posisi misal dari posisi duduk ke berdiri.
 Sulit tidur
 Pemeriksaan fisik telinga kiri serumen (+). Tidak terdapat nyeri pergerakan, nyeri tekan
tragus dan aurikula.

II.5. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja : Benigna Paroxysmal Perifer Vertigo

Diagnosis banding :

 Meniere Disease
 Nueritis vestibuler

II.6. TATALAKSANA

Non Medikamentosa :

 Ear toilet

Medikamentosa :

Betahistin 2x1
Omeprazol 20 mg 2x1
Alprazolam 0,5 mg 1x1 (jika perlu)
Mecobalamin 500 mg 2x1

II.7. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi organ Vestibuler


Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin
membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula
yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Makula utrikulus terletak pada dasar
utrikulus kira-kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada
dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula terdapat sel
rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada utrikulus
diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi penyebab BPPV. Labirin kinetik
terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang
berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri
dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang
disebut kupula.(1)

Gambar 2.1 Labirin dari telinga dalam sisi kanan.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa
di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan
permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang
menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pengelepasan neurotransmitter
eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat
keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi
hiperpolarisasi. Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula, sedangkan ampulapetal
berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular posterior dan superior, defleksi
utrikulofugal dari kupula bersifat merangsang (stimulatory) dan defleksi utrikulopetal bersifat
menghambat (inhibitory). Pada kanal semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya.(1,2)
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik,
sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau
percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang
sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga
kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh yang bersangkutan. Gejala yang timbul
dapat berupa vertigo, rasa mual, dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi arau takikardi dan
pada kulit reaksinya berkeringat dingin.(1)

2.2 Definisi BPPV


Vertigo Posisi Paroksimal Jinak (VPPJ) atau Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
merupakan bentuk dari vertigo posisional. Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang
disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang
terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan
tipikal nistagmus paroksimal.(2)
Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo posisional. Benign
pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya tidak
menyebabkan gangguan susunan saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki prognosis
yang baik. Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba
dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal Positional Vertigo
memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan benign positional vertigo, vertigo
paroksimal posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga
paroxymal positional nystagmus.(2)
2.3 Epidemiologi BPPV
Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000 penduduk. Dari
kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di Amerika Serikat dengan keluhan pusing
didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien didiagnosis BPPV. Di Indonesia, BPPV merupakan
vertigo perifer yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Proporsi antara wanita lebih besar
dibandingkan dengan pria yaitu 2,2 : 1,5. Usia penderita BPPV biasanya pada usia 50-70 tahun,
paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang berusia kurang dari 35 tahun
bila tidak didahului riwayat trauma kepala.(2)

2.4 Etiologi BPPV


BPPV merupakan penyakit degeneratif idiopatik yang sering ditemukan, kebanyakan diderita
pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Trauma kepala merupakan penyebab kedua terbanyak pada
BPPV bilateral. (1)
Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibuler, pasca
stapedoctomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere. BPPV merupakan penyakit pada semua usia
dewasa. Pada anak belum pernah dilaporkan.(1)

2.5 Patofisiologi BPPV


Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri dari kalsium
karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan bergerak dalam lumen dari salah
satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua kali lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga
bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium
karbonat bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), partikel tersebut menyebabkan
pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan
vertigo.(2,4)
Gambar 2.2 Labirin dari telinga dalam sisi kiri

Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang dari bola mata. Stimulasi
pada kanal semisirkular paling sering menyebabkan “jerk nystagmus”, yang memiliki
karakteristik fase lambat (gerakan lambat pada satu arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan
cepat ke posisi semula). Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal yang
terkena oleh sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap kanal yang terkena kanalitiasis
memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis mengacu pada partikel kalsium yang
bergerak bebas dalam kanal semisirkular. Sedangkan kupulolitiasis mengacu pada kondisi yang
lebih jarang dimana partikel kalsium melekat pada kupula itu sendiri. Konsep “calcium jam”
pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang
terjebak dalam kanal.(2,4)
Alasan terlepasnya kristal kalsium karbonat dari makula belum dipahami dengan pasti. Debris
kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa
trauma atau penyakit yang belum diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan protein dan
matriks gelatin dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui
lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis daripada kelompok kontrol, dan mereka dengan
BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang terendah. Pengamatan ini
menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang pada
umumnya. Tetapi perlu ditentukan apakah terapi osteopenia atau osteoporosis berdampak pada
kecenderungan terjadinya BPPV berulang.(2)
Otokonia ditemukan pada 85-95 persen pasien pada kanalis semisirkularis posterior
dibandingkan dengan kanalis semisirkularis horizontal. Sekitar 85 persen unilateral, dan 8 persen
pada kedua kanal posterior. Kanal horizontal terkena sekitar 5 persen dari kasus dan keterlibatan
kanal anterior jarang. Pada tahun 1992, partikel yang mengambang bebas diidentifikasi di kanalis
semisirkularis posterior ketika prosedur operasi. 12-15 Temuan ini mendukung teori kanalitiasis
terkait penyebab dari BPPV.

2.6 Gejala Klinik BPPV


Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala,
beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan
vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik
saja walaupun penderita merasakannya lebih lama.

2.7 Diagnosis BPPV


Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan Anamnesis, gejala klinis yang ditemukan serta
berbagai manuver diagnosis.

2.7.1 Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-30 detik akibat
perubahan posisi kepala dan tidak disertai dengan gejala tambahan selain mual pada beberapa
pasien. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat
tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk.(2)
Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin merasa mual dan
pusing selama berjam-jam setelah serangan vertigo, tetapi kebanyakan pasien merasa baik-baik
saja di antara episode vertigo. Jika pasien melaporkan episode vertigo spontan, atau vertigo yang
berlangsung lebih dari 1 atau 2 menit, atau jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur
atau dengan perubahan posisi kepala, maka kita harus mempertanyakan diagnosis dari BPPV.(2)

2.7.2 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah tes Dix-Hallpike dan tes kalori.
a. Tes Dix-Hallpike
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher dan
punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan untuk melihat adanya
nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo
mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang
kepala ekstensi ke belakang 30o-40o, penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat
nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis posterior yang
terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia
memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai
kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan
selama 10-15 detik. Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
6. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang berlawanan dan
penderita mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan.
7. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya. (1, 2)

Gambar 2.3 Tes Dix-Hallpike


Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang,
namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah
provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus
menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat
terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan
nistagmus.(2)

b. Tes Kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin
dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC, sedangkan suhu air panas adalah 44oC. Volume air yang
dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air
dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin,
diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu
telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air
panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya).

c. Tes Supine Roll


Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-Hallpike negatif,
dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV
kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang
memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan
posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada
tidaknya BPPV kanal lateral.
Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat provokatif dan
dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama beberapa saat. Tes ini dilakukan
dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada
posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati
mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak
ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Setelah nistagmus lain
mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien
diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.
Gambar 2.4 Tes Supine Roll

Kriteria diagnosis pada BPPV :


1) Diagnosis BPPV Tipe Kanal Posterior
Dokter dapat mendiagnosis BPPV tipe kanal posterior ketika nistagmus posisional
paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike. Manuver ini dilakukan dengan
memeriksa pasien dari posisi berdiri ke posisi berbaring (hanging position) dengan kepala di
posisikan 45 derajat terhadap satu sisi dan leher diekstensikan 20 derajat. Manuver Dix-Hallpike
menghasilkan torsional upbeating nystagmus yang terkait dalam durasi dengan vertigo subjektif
yang dialami pasien, dan hanya terjadi setelah memposisikan Dix-Hallpike pada sisi yang terkena.
Diagnosis presumtif dapat dibuat dengan riwayat saja, tapi nistagmus posisional paroksismal
menegaskan diagnosisnya.(2)
Nistagmus yang dihasilkan oleh manuver Dix-Hallpike pada BPPV kanal posterior secara
tipikal menunjukkan 2 karakteristik diagnosis yang penting. Pertama, ada periode latensi antara
selesainya manuver dan onset vertigo rotasi subjektif dan nistagmus objektif. Periode latensi untuk
onset nistagmus dengan manuver ini tidak spesifik pada literatur, tapi berkisar antara 5 sampai 20
detik, walaupun dapat juga berlangsung selama 1 menit pada kasus yang jarang. Yang kedua,
vertigo subjektif yang diprovokasi dan nistagmus meningkat, dan kemudian mereda dalam periode
60 detik sejak onset nistagmus.(2)

2) Diagnosis BPPV Tipe Kanal Lateral


BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh Dix-Hallpike manuver.
Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis BPPV horisontal adalah dengan
supine roll test atau supine head turn maneuver (Pagnini-McClure maneuver). Dua temuan
nistagmus yang potensial dapat terjadi pada manuver ini, menunjukkan dua tipe dari BPPV kanal
lateral.
a. Tipe Geotrofik
Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan nistagmus horisontal yang bergerak
(beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika pasien dimiringkan ke sisi lain, sisi yang
sehat, timbul nistagmus horisontal yang tidak begitu kuat, tetapi kembali bergerak ke arah
telinga paling bawah.
b. Tipe Apogeotrofik
Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test menghasilkan nistagmus yang bergerak ke arah
telinga yang paling atas. Ketika kepala dimiringkan ke sisi yang berlawanan, nistagmus akan
kembali bergerak ke sisi telinga paling atas.
Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan adalah telinga dimana
sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di antara kedua tipe dari BPPV kanal lateral,
tipe geotrofik adalah tipe yang paling banyak.(2)

3. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Anterior dan Tipe Polikanalikular

Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe kanal anterior tidak spesifik, berkaitan dengan
paroxysmal downbeating nystagmus, kadang-kadang dengan komponen torsi minor mengikuti
posisi Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin ditemui saat mengobati bentuk lain dari BPPV. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo kanal anterior kronis atau persisten jarang. Dari semua tipe BPPV,
BPPV kanal anterior tampaknya tipe yang paling sering sembuh secara spontan. Diagnosisnya
harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena downbeating positional nystagmus yang
berhubungan dengan lesi batang otak atau cerebellar dapat menghasilkan pola yang sama.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe polikanalikular jarang, tetapi menunjukkan bahwa
dua atau lebih kanal secara bersamaan terkena pada waktu yang sama. Keadaan yang paling umum
adalah BPPV kanal posterior dikombinasikan dengan BPPV kanal horisontal. Nistagmus ini
bagaimanapun juga tetap akan terus mengikuti pola BPPV kanal tunggal, meskipun pengobatan
mungkin harus dilakukan secara bertahap dalam beberapa kasus.(2)
2.8 Penatalaksanaan BPPV
2.8.1 Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit yang dapat sembuh secara
spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan dengan
pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat
secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi
risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-
100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan
nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah
ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah
melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk
menghindari risiko jatuh.(1, 2, 4)
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi
awalnya yaitu pada makula utrikulus.
a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada BPPV tipe kanal vertikal (posterior).
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45o, lalu pasien berbaring
dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90o ke sisi
sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik.
Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara
perlahan.(2, 4)
Gambar 2.5 Manuver Epley
b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanal posterior. Jika kanal
posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45o ke sisi yang sehat,
lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada
nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi
yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.(2, 4)
Gambar 2.6 Manuver Semont
c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral (horizontal). Pasien
berguling 360o, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90o ke sisi
yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala
menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh
lagi 90o dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-
masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel
sebagai respon terhadap gravitasi.(2, 5)

Gambar 2.7 Manuver Lempert

2.8.2 Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan. Beberapa
pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah
yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM.
Pengobatan untuk vertigo disebut juga pengobatan suppresant vestibular, obat yang
digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan antihistamine
(meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek
supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness.
Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi
sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan.(2)
2.8.3 Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering
mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver yang telah
disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada
intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti
BPPV biasa.
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu transeksi saraf
ampula posterior (singular neurectomy) dan oklusi (plugging) kanal posterior semisirkular. Kedua
prosedur mempunyai komplikasi seperti ketidakseimbangan dan kehilangan pendengaran. Namun
lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomy mempunyai risiko kehilangan
pendengaran yang tinggi.(4)

2.9 Komplikasi BPPV


Meskipun BPPV menyebabkan rasa tidak nyaman, jarang sekali menyebabkan komplikasi
pada penderitanya. Dalam kasus yang jarang terjadi, BPPV persisten yang berat dapat
menyebabkan muntah, penderita mungkin beresiko mengalami dehidrasi.(6)

2.10 Prognosis BPPV


Pasien perlu diberikan edukasi dan diyakinkan tentang penyakitnya. Sepertiga pasien
mengalami remisi dalam 3 minggu dan mayoritas pasien pada 6 bulan setelah pengobatan. Pasien
harus dibuat menyadari bahwa BPPV sangat bisa diobati, tetapi harus memperingatkan bahwa
kekambuhan adalah umum bahkan setelah pengobatan berhasil dengan manuver reposisi, sehingga
perawatan lebih lanjut mungkin diperlukan. Literatur yang diterbitkan bervariasi pada tingkat
kekambuhan, dengan studi observasional jangka panjang menunjukkan tingkat kekambuhan 18%
di atas 10 tahun, sedangkan penelitian lain menunjukkan tingkat kekambuhan tahunan 15%,
dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah pengobatan. Munculnya kekambuhan
meskipun pengobatan memadai merupakan indikasi untuk dirujuk ke klinik spesialis.(6)
BAB III
KESIMPULAN

Vertigo Posisi Paroksimal Jinak (VPPJ) atau Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
merupakan bentuk dari vertigo posisional. Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang
disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang
terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan
tipikal nistagmus paroksimal.
Di Indonesia, BPPV merupakan vertigo perifer yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 30%.
Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan dengan pria yaitu 2,2 : 1,5. Usia penderita BPPV
biasanya pada usia 50-70 tahun, paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada
orang berusia kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat trauma kepala.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit yang dapat sembuh secara
spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan dengan
pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat
secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi
risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-
100%. Studi observasional jangka panjang menunjukkan tingkat kekambuhan 18% di atas 10
tahun, sedangkan penelitian lain menunjukkan tingkat kekambuhan tahunan 15%, dengan tingkat
kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah pengobatan. Beberapa efek samping dari melakukan
manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya
debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher,
edisi 6. FKUI, Jakarta 2011.
2. Purnamasari Prida P, Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV). FK Universitas Udayana, Denpasar 2013. Available at:
[download.portalgaruda.org/article.php?article=82555&val=970]
3. Nagel P & Gurkov R, Dasar-dasar Ilmu THT, edisi 2. EGC, Jakarta 2009.
4. Bashir K, Irfan F & Cameron P, Management of benign paroxysmal positional vertigo
(BPPV) in the emergency department, Journal of Emergency Medicine, Trauma & Acute Care
(JEMTAC), Qatar 2014.
5. Roseli Saraiva et Al “Benign Paroxymal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment”. Last
update: desember 2011.
Available at:
[http://www.tinnitusjournal.com/detalhe_artigo.asp?id=483] diakses: 28 maret 2015.
6. BMJ Best Practice “Benign Paroxymal Positional Vertigo”. Last Update: 27 Maret 2015.
Available at:
[http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/73/follow-up/prognosis.html] diakses:
1 April 2015.

Anda mungkin juga menyukai