Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmatNya sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Secara keseluruhan, saya melaporkan hasil yang saya peroleh dari beberapa sumber
jurnal dan buku terkait dengan “Gangguan Perkembangan Psikologis”. Dan harapan kami
nantinya tugas ini dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman kami mengenai materi
pada blok neuropsikiatri ini.
Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
serta dukungan, hingga terselesaikannya tugas ini. kami menyadari sepenuhnya bahwa tugas
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik serta
saran yang membangun, demi penyempurnaan tugas-tugas saya selanjutnya.

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan perkembangan merupakan sekelompok kondisi karena adanya penurunan
daerah fisik, belajar, bahasa, atau perilaku. Kondisi ini dimulai pada periode perkembangan,
dapat mempengaruhi fungsi sehari-hari, dan biasanya berlangsung sepanjang hidup seseorang
(CDC. 2015).
Kemampuan seperti menginjakkan langkah pertama, tersenyum untuk pertama kalinya,
dan melambaikan tangan merupakan tahap perkembangan. Anak-anak mencapai milestone
saat mereka bermain, belajar, berbicara, berperilaku, dan bergerak (misalnya, merangkak dan
berjalan). Milestone perkembangan memberikan gambaran umum tentang perubahan yang
diharapkan seiring dengan pertambahan usia anak (CDC. 2015).
Gangguan perkembangan bisa terjadi kapan saja selama periode perkembangan dan
biasanya berlangsung sepanjang hidup seseorang. Kebanyakan cacat perkembangan dimulai
sebelum bayi lahir, tetapi beberapa dapat terjadi setelah lahir bias disebabkan karena cedera,
infeksi, atau faktor lainnya (CDC. 2015).
Gangguan perkembangan diduga disebabkan oleh berbagai factor yang kompleks. Faktor-
faktor ini termasuk genetika; kesehatan orangtua dan perilaku (seperti merokok dan minum
beralkohol) selama kehamilan; komplikasi selama kelahiran; infeksi ibu selama kehamilan
atau infeksi bayi; pengaruh lingkungan, seperti timah (CDC. 2015).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan perkembangan psikologis?
2. Apa saja jenis-jenis gangguan perkembangan psikologis?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui maksud dari gangguan perkembangan psikologis?
2. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis gangguan perkembangan psikologis?

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu
pengetahuan. Secara etimologi psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa baik
mengenai gejala, proses maupun latar belakang.
Psikologi perkembangan adalah bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan
manusia dan faktor – faktor yang membentuk perilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia.
Gangguan-gangguan yang termasuk dalam gangguan perkembangan psikologi umumnya
mempunyai gambaran, onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak, adanya hendaya
atau kelambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan
biologis dari susunan saraf pusat, berlangsung secara terus-menerus tanpa adanya remisi dan
kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa. Yang khas adalah hendaya berkurang secara
progresif dengan bertambahnya usia anak (walaupun deficit yang lebih ringn sering menetap
sampai masa dewasa) (Maslim Rusdi. 2001)
2.2 Jenis-jenis gangguan perkembangan Psikologis
Dalam PPDGJ III, gangguan perkembangan psikologis dibagi menjadi:
1. Gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa
a. Gangguan perkembangan khas dimana pola normal penguasaan bahasa tergantung
sejak fase awal perkembangan.
b. Kondisi ini tidak secara langsung berkaitan dengan kelainan neurologis atau
mekanisme berbicara, gangguan sensorik, retardasi mental, atau factor
lingkungan.
c. Tidak ada batas pemisah yang jelas dengan perbedaan-perbedaan dari variasi
normal, tetapi ada empat criteria utama yang berguna dalam member kesan
terjadinya suatu gangguan klinis yang nyata : (a). beratnya, (b). perjalanannya,
(c). polanya, dan (d). problem yang menyertai.
d. Bila suatu kelambanan berbahasa hanya merupakan bagian dari retardasi mental
yang lebih pervasif atau perlambatan perkembangan global, maka harus
menggunakan kode diagnosis Retardasi Mental (F70-F79). Akan tetapi, umumnya
retardasi mental disertai dengan pola prestasi intelektual yang tidak sama rata dan

3
terutama dengan tingkat gangguan berbahasa yang lebih berat dari pada retardasi
keterampilan non-verbal. Bila tingkat perbedaan ini mencolok sehingga jelas
dalam berfungsinya sehari-hari, maka kode diagnosis gangguan perkembangan
khas berbicara dan berbahasa harus diberikan, bersamaan dengan kode diagnosis
retardasi mental.
e. Tidak termasuk : kelambatan dan distorsia perkembangan berbahasa yang
disebabkan oleh ketulian yang berat (hendaya pendengaran), juga suatu kelainan
artikulasi yang langsung disebabkan oleh langit-langit mulut yang terbelah, atau
disartri yang diakibatkan oleh cerebral palsy.
a. Gangguan Artikulasi Berbicara Khas
Pedoman Diagnositik
1) Gangguan perkembangan khas dimana penggunaan suara untuk berbicara dari
anak, berada di bawah tingkat yang sesuai dengan usia mentalnya, sedangkan
tingkat kemampuan bahasanya normal.
2) Usia penguasaan suara untuk berbicara, dan urutan dimana suara ini berkembang ,
menunjukkan variasi individual yang cukup besar.
3) Diagnosis ditegakkan hanya jika beratnya gangguan artikulasi di luar batas variasi
normal bagi usia mentalanak; kecerdasan (intelegensia) non verbal dalam batas
normal; kemampuan berbahasa ekpresif dan reseptif dalam batas normal; kelainan
artikulasi tidak langsung diakibatkan oleh suatu kelainan sensorik, struktural atau
neurologis; dan salah ucap jelas tidak normal dalam konteks pemakaian bahasa
percakapan sehari-hari dalam kehidupan anak.
Selama masa perkembangan berbicara, anak-anak belajar kategori fonologi
(misalnya, fonem dan bentuk suku kata), serta rincian fonetik halus terkait dengan
kategori-kategori suara. Gambaran kategoris dari pola bunyi bahasa membentuk
representasi fonologis kata. Ketika ucapan diproduksi, Instansiasi motorik dari
representasi tersebut muncul sebagai kata yang diartikulasikan (Preston JL. 2013).
Gambaran fonologis diperkirakan menjadi lebih halus selama masa
perkembangan fonologi normal sebagaimana anak-anak memperoleh pengetahuan
lebih tentang fonem dan pola suara dari bahasa. Sebagaimana anak-anak belajar

4
bahasa dilingkungannyar, pola prediksi tertentu dari kesalahan suara diamati dalam
output mereka (Preston JL. 2013).
b. Gangguan Berbahasa Ekspresif
Kemampuan berbahasa lisan yang lemah pada masa kanak-kanak usia
pertengahan telah menjadi perhatian utama bagi pendidik dan orang tua. Anak-anak
dengan bahasa lisan yang buruk sering memiliki masalah terhadap kemampuan
akademik dan sosial dan dalam jangka panjang, dapat memiliki pencapaian akademik dan
keterampilan yang lebih terbatas. Anak-anak dengan keterbatasan berbahasa lisan, lebih
memungkinkan untuk mengalami ketidakmampuan dalam membaca, memahami, dan
belajar berhitung(matematika) (Poll GH. 2013).
Terlambat bicara / late talking merupakan indikator perkembangan bahasa pada
usia 2 tahun, dan merupakan faktor risiko terjadinya kelemahan kemampuan berbahasa
selanjutnya (Poll GH. 2013).
Pedoman Diagnostik
1) Gangguan perkembangan khas dimana kemampuan anak dalam mengekpresikan
bahasa dengan berbicara, jelas di bawah rata-rata anak dalam usia mentalnya,
tetapi pengertian bahasa dalam batas-batas normal., dengan atau tanpa gangguan
artikulasi.
2) Meskipun terdapat variasi individual yang luas dalam perkembangan bahasa yang
normal, tidak adanya kata atau beberapa kata yang muncul pada usia 2 tahun, dan
ketidak-mampuan dalam mengerti kata majemuk sederhana pada usia 3 tahun,
dapat diambil sebagai tanda yang bermakna dari kelambatan.
3) Kesulitan-kesulitann yang tampak belakangan termasuk : perkembangan kosa
kata yang terbatas, kesulitan dalam memilih dan mengganti kata-kata yang tepat,
penggunaan berlebihan dari sekelompok kecil kata-kata umum, memendekkan
ucapan yang panjang, struktur kalimat yang mentah, kesalahan kalimat
(syntactical), kehilangan awalan atau akhiran yang khas, dan salah atau gagal
dalam menggunakan aturan tata bahasa seperi kata penghubung, kata ganti, kata
sandang, dan kata kerja, dan kata benda yang terinfleksi (berubah). Dapat
dijumpai generalisasi berlebihan yang tidak tepat dari aturan tata bahasa, seperti

5
kekurangan dalam pengucapan kalimat dan kesulitan mengurut kejadian-kejadian
yang telah lewat.
4) Ketidak-mampuan dalam bahasa lisan sering disertai dengan kelambatan atau
kelainan dalam bunyi kata yang dihasilkan.
5) Penggunaan bahasa non verbal (seperti senyum, dan gerakan tubuh) dan bahasa
“internal” yang tampak dalam imajinasi atau dalam permainan khayalan harus
secara relatif utuh, dan kemampuan dalam komunikasi social tanpa kata-kata
tidak terganggu.
6) Sebagai kompensasi dari kekurangannya, anak akan berusaha berkomunikasi
dengan menggunakan demonstrasi, lagak (gesture), mimic, atau bunyi yang non
bahasa.
c. Gangguan Berbahasa Reseptif
Pedoman Diagnostik
1) Gangguan perkembangan khas dimana pengertian anak dalam bahasa , dibawah
kemampuan anak rata-rata anak dalam usia mentalnya.
2) Kegagalan dalam member respons terdapat nama yang familiar (tidak adanya
petunjuk non verbal)pada ulang tahun yang pertama, ketidakmampuan dalam
identifikasi beberapa objek yang sederhana dalam usia 18 bulan, atau kegagalan
dalam mengikuti instruksi sederhana pada usia 2 tahun, dapat dicatat sebagai
tanda-tanda dari kelambatan. Di kemudian hari kesulitan-kesulitan mencakup
ketidak mampuan untuk mengerti struktur tata bahasa (bentuk kalimat negative,
pertanyaan, perbandingan dsb) dan kekurangan dalam mengerti aspek penghalus
dari bahasa (nada suara, gerakan tubuh dsb).
3) Kriteria dari gangguan perkembangan pervasive tidak dijumpai.
4) Pada hampir semua kasus, perkembangan dari bahasa ekspresif juga terlambat
dan lazim ada suara ucapan yang tidak normal.
5) Dari semua variasi gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa,
gangguan berbahasa reseptif mempunyai tingkat hubungan yang tinggi dengan
gangguan sosio-emosional-perilaku. Namun demikian, mereka berbeda dari anak
autistic dalam hal interaksi social yang lebih normal, permainan imajinasi yang

6
normal, pemanfaatan orang tua untuk berlindung normal, penggunaan gerak tubuh
yang hampir normal, dan hanya sedikit kesulitan dalam komunikasi.
d. Afasia Didapat dengan Epilepsi (Sindrom Landau-Kleffner).
Pedoman Diagnostik
1) Gangguan perkembangan khas dimana anak mempunyai riwayat perkembangan
bahasa yang normal, kehilangan kedua kemampuan ekspresif dan reseptif, tetapi
tetap normal dalam intelegensia umum.
2) Onset gangguan disertai dengan kelainan paroksismal pada EEG (hampir selalu
dari lobus temporalis, biasanya bilateral, namun sering dengan kelainan yang
luas), dan dalam banyak kasus disertai kejang epileptic. Onset umumnya pada
usia 3-7 tahun, tetapi dapat juga muncul lebih awal atau lebih lambat.
3) Hubungan waktu antar onset kejang dengan kehilangan berbahasa bervariasi,
biasanya salah satu mendahului yang lain dalam beberapa bulan sampai 2 tahun.
Yang sangat khas adalah hendaya berbahasa reseptif yang sangat berat, dengan
kesulitan dalam
4) penangkapan melalui pendengaran (auditory comprehension), yang sering
merupakan manifestasi pertama dari kondisi ini.
5) Gangguan emosi dan perilaku sering menyusul beberapa bulan setelah pertama
kali mengalami gangguan berbahasa, tetapi hal itu cenderung membaik pada saat
anak mendapatkan cara-cara berkomunikasi.
2. Gangguan Perkembangan Belajar Khas
a. Suatu gangguan pada pola normal kemampuan penguasaan keterampilan, yang
terganggu sejak stadium awal dari perkembangan(specific developmental disorders of
scholastic skills).
b. Gangguan dalam belajar ini tidak merupakan hasil langsung dari gangguan yang lain
(seperti retardasi mental, deficit neurologis yang besar, masalah visus dan daya
denger uang tidak terkoreksi, atau gangguan emosional), walaupun mungkin terdapat
bersamaan dengan kondisi tersebut.
c. Gangguan perkembangan khas seringkali terdapat bersama dengan sindrom klinis lain
(seperti gangguan pemusatan perhatian atau gangguan tingkah laku) atau gangguan

7
perkembangan lain (seperti gangguan perkembangan motorik khas atau gangguan
perkembangan khas berbicara atau berbahasa).
d. Etiologi dari gangguan perkembangan belajar khas tidak diketahui, tetapi diduga
bahwa manifestasi gangguan ini disebabkan oleh factor biologis yang berinteraksi
dengan faktor non-biologis (seperti kesempatan belajar dan kualitas pengajaran).
Pedoman Diagnostik
Terdapat beberapa syarat dasar untuk diagnosis gangguan perkembangan belajar khas :
a. Secara klinis terdapat derajat hendaya yang bermakna dalam keterampilan skolastik,
tertentu ( beratnya hendaya dinilai dari : ukuran skolastik, gangguan perkembangan
yang mendahului masalah yang terkait, pola, dan respon);
b. Hendayanya harus khas dalam arti bahwa tidak semata-mata dapat dijelaskan dari
retardasi mental atau hendaya ringan dalam intelegensiumum, sebab IQ dan kinerja
skolastik tidak persis berjalan bersamaan/parallel);
c. Hendaya harus dalam masa perkembangan, dalam arti harus sudah ada dalam awal
usia sekolah dan tida didapat dalam proses perjalanan pendidikan ebih lanjut;
d. Harus tidak ada faktor luar yang dapat menjadi alas an untuk kesulitan skolastik
(misalnya: kesempatan belajar, sistem pengajaran, pindah sekolah, dsb);
e. Tidak langsung disebabkan oleh hendaya visus atau pendengaran yang tidak
terkoreksi.
Dengan petunjuk diatas, diagnosis gangguan perkembangan belajar khas harus berlandaskan
temuan positif dari gangguan kinerja skolastik yang secra klinis bermakna, yang berkaitan
dengan faktor-faktor dalam (intrinsic) dari perkemabngan anak.

a. Gangguan Membaca Khas


Pedoman Diagnostik
1) Kemampuan membaca anak harus secra bermakna lebih rendah tingkatannya
daripada kemampuan diharapkan berdasarkan pada usianya, inteligensia umum, dan
tingkatan sekolahnya.
2) Gangguan perkembangan khas membaca biasanya didahului oleh riwayat gangguan
perkembangan berbicara atau berbahasa.

8
3) Hakikat yang tepat dari masalah membaca tergantung pada taraf yang diharapkan dari
kemampuan membaca,berbahasa, dan tulisan.
4) Namun dalam tahap awaldari belajar membaca tulisan abjad, dapat terjadi kesulitan
mengucapkan huruf abjad, abjad, dapat terjadi kesulitan mengucapkan huruf abjad,
menyebut nama yang benar dari tulisan, member irama sederhana dari kata-kata yang
diucapkan, dan dalam menganalisis atau mengelompok bunyi-bunyi (meskipun
ketajaman pendengaran normal).
Kemudian dapat terjadi kesalahan dalam kemampuan membaca lisan, seperti ditunjukkan
berikut ini :
1) Ada kata-kata atau bagian-bagiannya yang mengalami penghilangan, penggantian,
penyimpangan, atau penambahan.
2) Kecepatan membaca yang lambat.
3) Salah memulai, keraguan yang lama atau kehilangan bagian dari teks dan tidak dapat
menyusun kalimat.
4) Susunan kata-kata yang terbalik dalam kalimat, atau huruf-huruf terbalik dalam kata-
kata. Dapat juga terjadi defisit dalam memahami bacaan, seperti diperlihatkan oleh
contoh:
a) Ketidakmampuan menyebut kembali isi bacaan
b) Ketidakmampuan untuk menarik kesimpulan dari materi bacaan
c) Dalam menjawab pertanyaan perihal sesuatu bacaan, lebih menggunakan
pengetahuan umum sebagai latar belakang informasi daripada informasi yang
berasal dari materi bacaan tersebut.
5) Gangguan emosional dan/atau perilaku yang menyertai biasanya timbul pada masa
usia sekolah. Masalah emosional biasanya lebih banyak pada masa tahun pertama
sekolah, tetapi gangguan perilaku dan sindrom hiperaktivitas hampir selalu ada pada
akhir masa kanak dan remaja.
Kemampuan bahasa (impaired vs thypical) dilaporkan ikut mempengaruhi
persepsi terhadap informasi pembicara pada gangguan berbahasa. Orang dewasa dengan
riwayat disleksia (gangguan membaca) lebih buruk dalam mengidentifikasi pembicara
lain daripada orang dewasa dengan kemampuan membaca normal (Levi. 2013).
b. Gangguan Mengejar Khas

9
Pedoman Diagnostik
1) Gangguan utama dari gangguan ini adalah hendaya yang khas dan bermakna dalam
perkembangan kemampuan mengeja tanpa riwayat gangguan membaca khas, yang
bukan disebabkan oleh rendahnya usia mental, masalah ketajaman penglihatan,
pendengaran atau fungsi neurologis, dan juga bukan didapatkan sebagai akibat
gangguan neurologis, gangguan jiwa, atau gangguan lainnya.
2) Kemampuan mengeja anak harus sevara bermakna dibawah tingkat yang seharusnya
berdasarkan usiany, inteligensia umum, dan tingkat sekolahnya, dan terbaik dinilai
dengan cara pemeriksaan untuk kemampuan mengeja yang baku.
c. Gangguan Berhitung Khas
Pedoman diagnostic
1) Gangguan ini meliputi hendaya yang khas dalam kemampuan berhitung yang tidak
dapat diterangkan berdasarkan adanya retardasi mental umum atau tingkat pendidikan
di sekolah yang tidak adekuat. Kekurangannya ialah penguasaan pada kemampuan
dasar berhitung yaitu tambah, kurang, kali, bagi (bukan kemampuan matematika yang
lebih abstrak dalam aljabar, trigonometr, geometri atau kalkulus).
2) Kemampuan berhitung anak harus secara bermakna lebih rendah daripada tingkat
yang seharusnya dicapai berdasarkan usianya, inteligensia umum, tingkat sekolahnya,
dan terbaik dinilai dengan cara pemeriksaan untuk kemampuan berhirung yang baku.
3) Keterampilan membaca dan mengeja harus dalam batas normal sesui dengan umur
mental anak.
4) Kesulitan dalam berhitung bukan disebabkan oleh pengajaran yang tidak adekuat,
atau efek langsung dari ketajaman penglihatan, pendengaran, atau fungsi naurologis,
dan tidak didapatkan sebagai akibat dari gangguan naurologis, gangguan jiwa, atau
gangguan lainnya.
d. Gangguan Belajar Campuran
Pedoman Diagnostik
1) Merupakan kategori sisa gangguan yang batasnya tidak jelas,
2) Hendaya pada kemampuan berhitung,membaca atau mengeja secara bermakna, tetapi
tidak dapat diterangkan sebagai akibat dari retardasi mental atau pengajaran yang

10
tidak adekuat, atau efek langsung dari ketajaman penglihatan, pendengaran, atau
fungsi neurologis.
3) Gangguan yang memenuhi criteria pada F81.2, F81.0 atau F81.1
3. Gangguan Perkembangan Belajar Lainnya
4. Gangguan Perkembangan Bekajar YTT.
5. Gangguan perkembangan motorik khas
a. Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya berat dalam perkembangan
kordinasi motorik yang tidak semata-mata disebabkan oleh retardasi mental atau
gangguan neurologi khas baik yang didapat atau yang kongenital (selain dari yang
secara implicit ada kelainan koordinasi). Sesuatu yang biasanya bahwa kelambanan
motorik dihubungkan dengan hendaya dalam kemampuan melaksanakan tugas
kognitif visuo-spasial.
b. Koordinasi motorik anak, dalam gerak halus atau kasar, harus secara bermakna di
bawah rata-rata dari yang seharusnya berdasarkan usianya dan intelegensia umum.
Keadaan ini terbaik dinilai dengan tes baku dari koordinasi motorik.
c. Kesulitan dalam koordinasi harus sudah tampak sejak dalam fase perkembangan
awal(bukan merupakan hendaya yang didapat), dan juga bukan akibat langsung dari
gangguan penglihatan atau pendengaran atau dari gangguan neurologis lainnya.
d. Jangkauan dari gangguan yang meliputi koordinasi motorik halus dan kasar sangat
luas, dan pola hendaya motorik bervariasi sesuai usia. Tahap perkembangan motorik
dapat terlambat dan dapat berkaitan dengan kesulitan berbicara (khususnya mengenai
gangguan artikulasi). Anak tampak aneh cara berjalannya, lambat belajar berlari,
meloncat dan naik turun tangga. Terdapat kesulitan belajar mengikat tali sepatu,
memasang dan melepaskan kancing, serta melempar dan menangkap bola. Anak
tampak lamban dalam gerak halus dan kasar, benda yang dipegang mudah jatuh,
terjatuh, tersandung, menabrak, dan tulisan tangan tangan yang buruk. Tak pandai
menggambar, dan sulit mengerjakan permainan “jigsaw”, menggunakan peralatan
konstruksional, menyusun bentuk bangunan, membangun model, main bola serta
menggambar dan mengerti peta. Sering disebut juga “the Clumsy Child Syndrome”.

11
e. Kesulitan bersekolah dapat dijumpai dan kadang-kadang tarafnya sangat berat, dalam
beberapa kasus terdapat juga masalah perilaku sosio-emosional, tetapi frekuensi dan
cirinya tidak banyak diketahui.
f. Tidak dijumpai kelainan neurologis yang nyata (seperti cerebral palsy atau distrofi
otot). Pada kebanyakan kasusdengan pemerksaan klinis yang teliti, menunjukkan
kelambatan perkembangan neurologis (didapatkan “soft neurological signs” yang
dapat terjadi pada anak normal tanpa menunjukkan lokasi lesi). Pada beberapa kasus
dapat dijumpai riwayat komplikasi perinatal seperti berat badan lahir rendah (lahir
prematur).
6. Gangguan perkembangan khas campuran
Keadaan ini merupakan sisa kategori gangguan yang batasannya tak jelas,
konsepnya tidak adekuat (tetapi perlu) dengan gangguan perkembangan khas campuran
dari berbicara dan berbahasa (F80), keterampilan skolastik (F81), dan atau fungsi motorik
(F82), tetapi tidak ada satu gejala yang cukup dominan untuk dibuat sebagai diagnosis
utama.
7. Gangguan perkembangan pervasif
Gangguan perkembangan pervasif ditandai dengan gangguan nyata dalam
interaksi timbal balik sosial, bahasa, dan komunikasi dan dengan adanya repetitif /pola
stereotip dari perilaku dan minat (DSM IV). Penyebab pasti dari gangguan
perkembangan pervasif belum diketahui, meskipun faktor genetik berpengaruh besar.
Belum ada obat untuk autisme, tetapi penelitian tentang efikasi intervensi perilaku yang
dilakukan lebih awal dan intensif menunjukkan bahwa lintasan perkembangan dapat
diubah secara positif, khususnya yang berkaitan dengan bahasa dan perkembangan
kognitif. Komite ahli merekomendasikan program pendidikan untuk anak-anak
prasekolah dengan gangguan perkembangan pervasif dilakukan setidaknya 25 jam
/minggu (Chakrabarti. 2005).
Kelompok gangguan ini ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial
yang timbal balik dan dalam pola komunikasi serta minat dan aktivitas yang terbatas,
stereoptik, berulang. Kelainan kualitatif ini menunjukkan gambaran yang pervasive dari
fungsi-fungsi individu dalam semua situasi, meskipun dapat berbeda dalam derajat
keparahannya.

12
Gangguan perkembangan pervasif ditandai dengan beberapa gangguan dalam
domain komunikasi sosial, interaksi sosial serta aspek lain dari perkembangan seperti
bermain simbol. Peran obat dalam mengobati gangguan perkembangan pervasift sangat
terbatas, berbagai intervensi psikologis telah dikembangkan untuk menangani gangguan
ini. Beberapa di antaranya memiliki dukungan empiris yang kuat, beberapa bersifat
kontroversial (Poddar S et al. 2014).

13
BAB III

PENUTUP
3.1 Simpulan
Gangguan-gangguan yang termasuk dalam gangguan perkembangan psikologi umumnya
mempunyai gambaran, onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak, adanya hendaya
atau kelambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan
biologis dari susunan saraf pusat, berlangsung secara terus-menerus tanpa adanya remisi dan
kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwaKondisi ini dimulai pada periode
perkembangan, dapat mempengaruhi fungsi sehari-hari, dan biasanya berlangsung sepanjang
hidup seseorang . Gangguan perkembangan bisa terjadi kapan saja selama periode perkembangan
dan biasanya berlangsung sepanjang hidup seseorang. Gangguan perkembangan diduga
disebabkan oleh berbagai factor yang kompleks. Faktor-faktor ini termasuk genetika; kesehatan
orangtua dan perilaku (seperti merokok dan minum beralkohol) selama kehamilan; komplikasi
selama kelahiran; infeksi ibu selama kehamilan atau infeksi bayi.
3.2 saran

14
Daftar Pustaka

CDC. 2015. Facts About Developmental Disabilities. Centers for Disease Control andm
Prevention. Available
Chakrabarti. 2005. Pervasive Developmental Disorders in Preschool Children: Confirmation of
High Prevalence. Am J Psychiatry ; 162:1133–1141
Levi SV. 2013. The Development of Language-Specific and Language Independent Talker
Processing. J Speech Lang Hear Res; 56(3): 913–920.
Maslim Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari PPDGJ – III.
Bagian Ilmu Kedikteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta
Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ-III),
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayan Medik, 1993. Cetakan Pertama
Poddar S et al. 2014. Psychological interventions in pervasive developmental disorder: An
overview. Ind Psychiatry J.; 23(2): 94–100.
Poll GH. 2013. Late talking, typical talking, and weak language skills at middle childhood.
Learn Individ Differ; 26: 177–184.
Preston JL. 2013. Preschool speech error patterns predict articulation and phonological
awareness outcomes in children with histories of speech sound disorders. Am J Speech
Lang Pathol. 2013 May ; 22(2): 173–184.

15

Anda mungkin juga menyukai