Anda di halaman 1dari 23

INISIASI 7.

2
USAHA PERASURANSIAN

A. Perkembangan Usaha Perasuransian


1. Sejarah Perasuransian
a. Sebelum Masehi
Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great (356–323 BC) seorang
pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan sangat banyak uang guna membiayai
pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan
kepada para pemilik budak belian supaya mendaftarkan budak-budaknya dan membayar sejumlah
uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika
ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu ditangkap, atau jika
tidak dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.
Apabila ditelaah dengan teliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari pemilik budak itu adalah
semacam premi yang diterima dari tertanggung, sedangkan kesanggupan Antimenes untuk
menangkap budak yang melarikan diri atau membayar ganti kerugian karena budak yang hilang
adalah semacam resiko yang dipikul oleh penanggung. Perjanjian ini mirip dengan asuransi kerugian
Selanjutnya, Scheltema menjelaskan bahwa pada zaman Yunani banyak juga orang yang
meminjamkan sejumlah uang kepada Pemerintah Kotapraja dengan janji bahwa pemilik uang
tersebut diberi bunga setiap bulan sampai wafatnya dan bahkan setelah wafat diberi bantuan biaya
penguburan. Jadi, perjanjian ini mirip asuransi jiwa. Bedanya hanya pada pembayaran premi dan
santunan. Pada asuransi jiwa, tertanggung yang membayar premi setiap bulan, bila terjadi kematian
atau asuransi jiwa berakhir tanpa kematian, tertanggung memperoleh dari penganggung. Pada
pinjaman Pemerintah Kotapraja, pemerintah membayar bunga setiap bulan kepada pemilik uang
serta biaya penguburan bila pemilik uang meninggal dunia.
Perjanjian seperti ini terus berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke–10 sesudah
Masehi. Pada waktu itu dibentuk perkumpulan (collegium). Setiap anggota perkumpulan harus
membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal
dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya.
Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan
biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu,
perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara.
Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjian-perjanjian tersebut
merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jumlah.

b. Abad Pertengahan
Peristiwa-peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad
pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu)
perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota – anggotanya
dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang
diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota – anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada
abad ke – 9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.
Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman, dan Negara-negara
Eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan abad ke-14 perdagangan melalui laut
mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan
perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai tepikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari
upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal
perkembangan asuransi kerugian laut.
Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik
uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan
ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah
dibayar kembali. Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat
tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai
premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung resiko kehilangan uang
dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah-olah
sebagai ganti kerugian kepada pemiliki kapal dan barang muatannya.
Karena ada larangan menarik bunga oleh kangan agama yang dianggap sebagai riba, maka pola
perjanjian tersebut diubah. Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu
memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi setelah
benar-benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan
sejumlah uang. Namun, pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu
menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung. Dengan
ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi
hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi.
Demikianlah permulaan perkembangan asuransi pada pengangkutan laut. Asuransi ini
berkembang pesat terutama di negara-negara pantai (coastal countries), seperti Inggris, Perancis,
Belanda, Jerman, Denmark, dan lain-lain.

c. Sesudah Abad Pertengahan


Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami
perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad
ke-17, kemudian di Perancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat
asuransi laut di negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena negara-negara tersebut banyak
berlayar melalui laut dari dan ke negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama
daerah-daerah jajahan mereka.
Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi laut
dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di
samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa.
Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi
Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi,
Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad
Nomor 23 Tahun 1847.

d. Abad Ilmu dan Teknologi


Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada
perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak hanya bidang asuransi, tetapi
juga bidang penunjang asuransi.
Pembangunan bidang prasarana transportasi sampai ke daerah pelosok mendorong
perkembangan sarana transportasi darat, laut, dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang
dari suatu daerah ke daerah bahkan negara lain. Ancaman bahaya lalu lintas juga makin meningkat,
sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang juga meningkat.
Keadaan ini mendorong perkembangan perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta
asuransi sosial (social security insurance).
Pembangunan bidang ekonomi ditandai oleh munculnya perusahaan besar yang memerlukan
banyak modal melalui kredit, bangunan kantor, tenaga kerja yang membutuhkan jaminan
perlindungan dari ancaman bahaya kemacetan, kebakaran, dan kecelakaan kerja. Hal ini
mendorong perkembangan asuransi kredit, asuransi kebakaran, dan asuransi tenaga kerja.
Perkembangan di bidang teknologi satelit komunikasi juga memerlukan perlindungan dari
ancaman kegagalan peluncuran dan berfungsinya satelit, sehingga perlu diasuransikan. Hal ini
pernah terjadi ketika Indonesia meluncurkan satelit Palapa B2 yang gagal masuk garis orbit. Karena
kegagalan tersebut, Indonesia mengklaim dan mendapat ganti kerugian dari perusahaan asuransi
yang bersangkutan.
Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat. Makin
tinggi pendapatan per kapita masyarakat, makin mampu masyarakat memiliki harta kekayaan dan
makin dibutuhkan pula perlindungan keselamatannya dari ancaman bahaya. Karena pendapatan
masyarakat meningkat, maka kemampuan membayar premi asuransi juga meningkat.
Dengan demikian, usaha perasuransian juga berkembang. Kini banyak sekali jenis asuransi yang
berkembang dalam masyarakat yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan asuransi sosial
yang diatur dalam berbagai undang-undang. Khusus mengenai asuransi sosial bukan didasarkan
pada perjanjian, melainkan diatur dengan undang-undang sebagai asuransi wajib (compulsory
insurance).

2. Potensi Pasar Usaha Perasuransian


Usaha di bidang perasuransian harus benar-benar dikelola dengan baik agar usah tersebut dapat
terjaga keberlangsungannya. Biasanya perusahaan asuransi beroperasi sesuai dengan segmen pasar
tertentu. Menurut Rejda (2003) yangt dikutif Mulyadi (2103), potensi pasar usaha perasuransian
dapat dikelompokkan dalam dua kategori, meliputi :
(1). segmen individu (home owners)
(2). segmen institusi (commercials).
Kemudian masing-masing kategori dibedakan lagi ke dalam dua kategori berdasarkan jenis
risiko, yakni sub-segmen yang terkait dengan risiko di bidang properti (property insurance) dan sub-
segmen yang terkait dengan risiko tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga (liability insurance).
Secara skematis pengelompokan dimaksud dapat divisualisasikan seperti gambar berikut.

Marketing Pontential

Individual Institutional
(Homeowners) (Commercial)

Property Liability Property Liability

Dengan membagi potensi pasar sebagaimana divisualisasikan di atas, maka target pembeli
menjadi lebih jelas, yakni segmen pasar individu yang dalam hal ini diwakili oleh kelompok pembeli
rumah tangga (homeowners), dan kelompok target pembeli kedua merupakan segmen institusi yang
dalam hal ini diwakili oleh organisasi pencari laba (commercial organization). Kepada masing-
masing segmen ditawarkan dua jenis produk, yaitu jaminan asuransi yang terkaitan dengan tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga (liability insurance), dan jaminan asuransi yang menawarkan
asuransi untuk harta benda (property insurance). Untuk asuransi jiwa berlaku pada keduanya, baik
pada target pembeli individu, maupun target pembeli kelompok.

a. Segmen Pasar Individu


Sebagaimana telah diutarakan di atas, salah satu kelompok pasar potensial adalah segmen pasar
untuk asuransi individu. Pada segmen pasar ini dikelompokkan lagi berdasarkan jenis produk yang
diperlukan masyarakat. Dalam hal ini jenis produk atau jaminan asuransi yang ditawarkan,
dibedakan ke dalam sasaran pembeli untuk asuransi tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga dan
sasaran pembeli untuk asuransi atas kepemilikan harta benda.
Secara singkat berikut dijelaskan satu persatu.
1) Asuransi Tanggung Jawab Hukum (Liability Insurance)
Kelompok pertama yang meliputi seluruh kebutuhan individu terhadap produk-produk
asuransi yang memiliki karakteristik kebutuhan rumah tangga (homeowners). Setiap rumah
tangga memerlukan produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan. Jenis kebutuhan produk
asuransi yang pertama adalah dampak risiko tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
(liability insurance), kebutuhan kedua adalah kebutuhan untuk asuransi harta benda (property
insurance).
Dasar pemikirannya adalah setiap orang/setiap individu/setiap warga negara, secara hukum
memiliki hak. Suatu perbuatan yang melanggar hak/milik orang lain, atau suatu kegagalan
melaksanakan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya kepada orang lain, atau kepada
sekelompok orang/masyarakat secara umum dianggap sebagai perbuatan yang melawan hukum
yang berdampak pada terjadinya risiko. Terdapat tiga tindakan/perbuatan yang dapat dianggap
sebagai melawan hukum, yakni tindakan yang dapat dikategorikan sebagai kriminal, perbuatan
melanggar kontrak perjanjian, dan tindakan yang berakibat pada kerusakan dan atau kerugian,
dalam hal ini hukum membenarkan bahwa kepada yang berbuat harus membayar sejumlah uang
untuk mengganti kerusakan/kerugian.
Secara umum tanggung jawab hukum dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yakni, (1).
Pengrusakan yang disengaja; (2). Tanggung jawab mutlak; (3). Kegagalan mengoperasikan
peralatan.
Secara singkat untuk masing-masing jenis kesalahan dan atau kekeliruan yang berdampak
kepada tanggung jawab kepada pihak ketiga dapat dijelaskan sebagai berikut:
(a). Pengrusakan yang Disengaja (Intention Torts)
Tanggung jawab menurut hukum kepada pihak ketiga dapat timbul dari perbuatan yang
disengaja yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap orang lain dan atau kerusakan dan
atau kerugian benda atau harta milik orang lain. Sebagai contoh, tindakan yang sengaja
melakukan pengrusakan dan atau serangan, masuk ruangan orang tanpa ijin, melanggar batas,
memfitnah, pencemaran nama baik, menyekap orang lain, menjiplak karya orang lain.

(b). Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability)


Potensi kerugian yang dapat menimpa seseorang dan atau sekelompok orang demikian luas.
Seseorang dapat dikenakan tuntutan tanggung jawab menurut hukum kepada pihak ketiga,
meskipun tindakan dimaksud tidak dapat dibuktikan telah dilakukan secara sengaja. Beberapa
tindakan yang biasanya dapat merugikan seseorang dan atau sekelompok orang antara lain,
meliputi hal-hal,
(1). Pegawai yang terluka dan atau menderita sakit yang disebabkan oleh sifat dari
pekerjaannya.
(2). Ledakan yang berakibat melukai orang lain.
(3). Ledakan yang terjadi di suatu pabrik.
(4). Memelihara binatang buas.
(5). Penyemprotan obat anti hama yang dilakukan dari pesawat terbang.

(c). Kegagalan Mengoperasikan Peralatan (Negligence)


Kegagalan mengoperasikan suatu peralatan, meskipun peralatan tersebut dimaksudkan untuk
melindungi orang banyak dari kerusakan dan kerugian, dapat dituntut tanggung jawab
menurut hukum. Dasar pemikirannya adalah pada kegagalan yang disebabkan oleh
kurangnya kemampuan seseorang untuk menjalankan peralatan. Dengan demikian maka di
sini terdapat unsur kurang hati-hati atau kurang menguasai pedoman pelaksanaan, dan atau
kekurang-mampuan mengoperasikan peralatan. Apabila peralatan tersebut dijalankan oleh
seseorang yang memiliki kemampuan standar, maka kesalahan dalam penggunaan peralatan
tidak akan terjadi. Dengan demikian, terjadinya kecelakaan semata-mata disebabkan oleh
kekurangmampuan petugas dimaksud.

2) Asuransi Tanggung Jawab Profesional (Professional Liability)


Selain asuransi tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, sehubungan dengan semakin
luasnya bidang fungsi, tugas dan tanggung jawab para profesional, maka ke arena pasar usaha
asuransi ditawarkan juga asuransi tanggung jawab profesional menurut hukum. Beberapa
diantara asuransi tanggung jawab profesional meliputi: (1). Kesalahan dalam praktik pengobatan;
(2). Kekeliruan dan kelalaian pengacara; (3). Tanggung jawab para arsitek dan engineers; (4).
Tanggung jawab hukum pada profesi lainnya; (5). Tanggung jawab direksi dan staf perusahaan.
Secara sekilas, kelima model tanggung jawab profesional di atas dapat dijelaskan seperti
berikut:
(a). Kesalahan dalam Praktik Pengobatan
Malpraktik dokter adalah suatu tindakan yang bertujuan memberikan pengobatan yang
dilakukan dengan cara yang keliru dan atau tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya,
dilihat dari pandangan hukum. Sebagai contoh seorang ahli bedah yang membuat kesalahan
secara medis yang mengakibatkan seorang pasien mengalami cacat tetap, dapat dituntut untuk
bertanggung jawab secara hukum.

(b). Kekeliruan dan Kelalaian Pengacara


Pengacara juga rentan terhadap tuntutan hukum, disebabkan oleh kekeliruan dan atau
kelalaian yang dilakukannya. Jaman telah berkembang saat ini. Klien yang tidak puas dan
atau yang merasa dirugikan tidak jarang yang menuntut balik kepada pengacara yang telah
melakukan malpraktik kepada pelanggannya dan seringkali tuntutan tersebut membawa hasil.

(c). Tanggung Jawab para Arsitek dan Engineers


Arsitek dan engineers juga rentan terhadap tuntutan hukum yang disebabkan oleh kekeliruan
yang telah dilakukannya. Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Lembaga
pengadilan misalnya, dewasa ini memiliki persepsi yang lebih luas terhadap pengertian
profesi arsitek dan engineers. Arsitek dan engineer, tidak beda dengan pemilik properti,
dewasa ini memikul tanggung jawab hukum terhadap masyarakat umum dan atau tenaga
kerja yang mengalami kecelakaan dan menjadi korban dilokasi proyek-proyek pembangunan.

(d). Tanggung Jawab pada Profesi Lainnya


Kelompok profesional lainnya dewasa ini juga rentan terhadap tanggung jawab hukum, atas
kekeliruan dan kelalaian dalam tugas dan tanggung jawabnya. Misalnya, seorang akuntan
publik dapat dituntut ke pengadilan atas kekeliruan dan atau kelalaian atas hasil audit dan
atau pernyataan keuangan (financial statement). Demikian juga dengan apoteker yang telah
salah membaca resep sehingga berakibat keliru dalam memberikan obat kepada seorang
pasien. Seorang Agen asuransi pun bisa dituntut oleh karena telah melakukan kesalahan
dalam memberikan informasi tentang obyek pertanggungan yang diageninya. Informasi yang
keliru telah mengakibatkan proses underwriting yang keliru pula.

(e). Tanggung Jawab Direksi dan Staf Perusahaan


Para anggota direksi dan staf perusahaan, terutama pada perusahaan yang telah go public,
juga rentan terhadap persoalan hukum di pengadilan. Tuntutan diajukan oleh para
investor/pemegang saham kepada direksi dan staf yang oleh kekurangmampuannya
menjalankan/ mengelola perusahaan, sehingga menjadikan perusahaan mengalami kerugian
keuangan. Tuntutan hukum biasanya akan menyebabkan harga saham menjadi turun drastis,
sehingga dengan demikian maka deviden yang diharapkan tidak dapat direalisasikan.

3) Asuransi untuk Rumah Tangga (Home-Owner's)


Terminologi asuransi untuk rumah tangga agaknya kedengaran janggal di telinga kita,
meskipun bagi mereka yang telah lama berkecimpung di bidang asuransi. Istilah tersebut
merupakan terjemahan bebas dari istilah aslinya homeowners insurance. Kontrak asuransi rumah
tangga mulai diperkenalkan di Amerika pada tahun 1950. Sejak saat itu sejalan dengan
perkembangan dan tuntutan kebutuhan masyarakat bentuknya telah beberapa kali mengalami
revisi. Produk jaminan asuransi yang disebut dengan Asuransi Rumah Tangga 2000
(Homeowners 2000), merupakan suatu program asuransi yang dijalankan oleh Kantor Pelayanan
Asuransi (Insurance Service Office) atau disingkat dengan ISO.
Asuransi Rumah Tangga 2000 versi ISO, digunakan secara luas diseluruh negara bagian di
Amerika. Beberapa perusahaan lainnya menggunakan format asuransi rumah tangga lain yang
didisain oleh Organisasi Asosiasi Asuransi Amerika, atau American Association Insurance
Services yang disingkat dengan AAIS. AAIS juga merupakan organisasi yang mirip dengan ISO.
Format Asuransi Rumah Tangga 2000 versi ISO, memiliki cakupan yang sangat luas. Pengertian
luas di sini tentunya dilihat dari sudut pandang nilai dan budaya masyarakat Amerika, dimana
kesadaran berasuransi dan atau kesadaran hukum yang secara nisbi lebih maju.

Berikut dibahas beberapa program asuransi rumah tangga versi ISO, yang sedang berlaku di
negara tersebut.
(a). Asuransi Rumah Tangga (Model 2)
Asuransi ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan para pemilik rumah tangga guna memberikan
jaminan untuk risiko kerugian terhadap rumah tinggal, bangunan lainnya, dan barang-barang
milik perorangan terhadap kerugian yang diakibatkan oleh risiko-risiko yang tertera di dalam
polis. Adapun risiko-risiko tersebut adalah terjadinya kebakaran, petir, angin ribut, peledakan,
dan risiko tambahan lainnya. Jaminan dapat diperluas dengan biaya-biaya untuk menyewa rumah
selama rumah yang mengalami kerusakan sedang dalam perbaikan dan belum dapat dihuni.

(b). Asuransi Rumah Tangga (Model 3)


Asuransi ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan para pemilik rumah tangga guna memberikan
jaminan atas risiko kerugian terhadap bangunan rumah tinggal, bangunan lainnya dan seluruh
barang dan atau harta benda yang disebabkan oleh terjadinya risiko sebagaimana tertera di dalam
polis. Seluruh kerugian atas rumah tinggal dan bangunan lainnya bila risiko yang di perjanjian
terjadi dibayarkan sesuai dengan biaya penggantian/pembangunan kembali tanpa potongan akibat
penyusutan nilai bangunan.

(c). Asuransi Rumah Tangga (Model 4)


Asuransi ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan para keluarga atau para penyewa rumah
tinggal, apartmen atau kamar. Asuransi ini memberikan jaminan ganti rugi yang disebabkan
barang dan atau kekayaan milik para penyewa yang mengalami kerugian sebagai akibat
terjadinya risiko tertentu. Asuransi ini juga memberikan jaminan ganti rugi yang disebabkan oleh
tuntutan hukum oleh pihak ketiga.

(d). Asuransi Rumah Tangga (Model 5)


Asuransi ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan para keluarga guna mendapatkan jaminan
ganti rugi yang disebabkan bangunan rumah tinggal dan bangunan lainnya, serta seluruh barang
dan kekayaannya mengalami kerugian sebagai akibat dari terjadinya risiko tertentu. Dengan
demikian maka tidak semua risiko yang terjadi mendapat jaminan asuransi, artinya terdapat
risiko yrttig dikecualikan.

(e). Asuransi Rumah Tangga (Model 6)


Asuransi ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan para keluarga pemilik condominium dan atau
para penghuni apartemen. Para penghuni condominium dan apartemen biasanya membentuk
organisasi/ perkumpulan para penghuni dan secara bersama-sama mengasuransikan bagian-
bagian bangunan dan barang-barang dan atau harta benda yang merupakan milik mereka.
Biasanya dicadangkan pula nilai minimal untuk barang-barang dan atau peralatan yang melekat
di dinding seperti karpet, lemari dapur, dapur set, wall-paper.

(f). Asuransi Rumah Tangga (Model 8)


Asuransi ini dirancang bagi para pemilik bangunan untuk menjamin atas risiko kerugian yang
menimpa bangunan dan bangunan lainnya berdasarkan jumlah biaya untuk memperbaiki dan atau
biaya untuk mengganti bagian-bagian tertentu bangunan yang mengalami kerusakan, dengan
menggunakan bahan bangunan yang sesuai dengan yang ada di pasar. Asuransi ini biasanya
digunakan untuk menjamin akibat risiko yang menimpa bangunan-bangunan kuno yang biasanya
nilai sejarahnya lebih tinggi dari nilai bangunan fisiknya harga pasar.

b. Segmen Pasar Institusi (Commercial Segmen Market)


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kelompok target pembeli kedua adalah segmen pasar
institusi yang dalam hal ini posisinya sebagian besar diwakili oleh organisasi pencari laba
(commercial organization).
Ragam produk yang ditawarkan segmen pasar institusi tidak berbeda dengan segmen individu,
yakni asuransi tanggung jawab hukum komersial dan asuransi harta benda. Tentang kedua target
pembeli untuk kedua jenis produk tersebut, berikut dijelaskan satu persatu,
1) Asuransi Tanggung Jawab Hukum Komersial (Commercial Liability Insurance)
Pada setiap organisasi usaha, sehubungan dengan kegiatan operasional yang telah
dilakukannya, akan menimbulkan dampak yang secara hukum harus dapat
dipertanggungjawabkan, baik kepada pemberi ijin usaha yang dalam hal ini Pemerintah, maupun
kepada lingkungan tempat kegiatan operasional usaha dilakukan oleh organisasi kepada
masyarakat.
Secara garis besar tanggung jawab hukum yang berupa kerugian finansial yang harus dibayar
oleh perusahaan sehubungan dengan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan operasionalnya,
meliputi:
(a). Lingkungan dan Kegiatan Operasional (Premises and Operations)
Kepemilikan dan upaya pemeliharaan lingkungan merupakan tanggung jawab hukum yang
harus dilakukan oleh perusahaan. Sebagai badan hukum perusahaan bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan lingkungan dan pelestarian alam sekitar. Demikian juga perusahaan
harus bertanggung jawab tentang semua dampak yang timbul yang disebabkan oleh perilaku
pegawai. Tanggung jawab hukum juga bisa timbul oleh dampak yang diakibatkan dari
kegiatan operasional perusahaan, baik yang ada dilokasi, di sekitar lokasi maupun di luar
lokasi. Sebagai ilustrasi seorang pekerja pada proyek bangunan konstruksi tinggi, sebagai
akibat dari keteledorannya menyebabkan jatuhnya sebuah martil dan melukai pejalan kaki
yang ada di bawahnya, maka perusahaan harus bertanggung jawab kepada pejalan kaki yang
luka tersebut.
(b). Tanggung Jawab Produksi (Products Liability)
Asuransi ini memberikan jaminan kerugian sebagai akibat dari tanggung jawab hukum
perusahaan atau pabrikan, atau perusahaan manufaktur, atau pedagang besar, dan atau peritel
kepada konsumen atau orang lain yang mengalami luka-luka, mengalami keracunan, dan atau
mengalami sakit yang disebabkan oleh produk yang cacat atau produk yang telah
kadaluwarsa. Perusahaan dapat di kenakan tuntutan atas dasar kesalahan prosedur, melanggar
jaminan, melanggar ketentuan dan atau tanggung jawab langsung.
(c). Tanggung Jawab Kegiatan Operasional (Completed Operations)
Berkaitan dengan tanggung jawab menurut hukum yang timbul sebagai akibat dari kurang
sesuainya kinerja (not performed accurately) suatu proyek yang telah selesai dikerjakan.
Suatu pabrik biasanya terdiri dari beberapa unit bagian pekerjaan yang harus dikerjakan satu
demi satu. Setelah seluruh unit bagian pekerjaan selesai dikerjakan, kemudian dilakukan
pengetesan terhadap satu bagian demi satu bagian (individual tests). Selanjutnya sesudah test
bagian demi bagian dinyatakan berhasil, maka dilakukan pengetesan terhadap seluruh unit
yang tergabung secara terintegrasi (commission test). Apabila output yang dihasilkan tidak
sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam kontrak kerja, maka kontraktor harus
bertanggung jawab secara hukum atas ketidaksesuaian tersebut.
(d). Tanggung Jawab Kontrak Kerja (Contractual Liability)
Berkaitan dengan perjanjian kontrak kerja antara dua pihak. Sebagai ilustrasi seorang
pengusaha mengadakan perjanjian kontrak untuk menyewa sebuah gedung dan digunakan
sebagai tempat kegiatan usaha. Apabila suatu ketika terjadi kecelakaan berupa seorang
pelanggan perusahaan tertimpa atap bangunan yang runtuh, maka secara hukum tanggung
jawab berada pada perusahaan penyewa. Namun apabila dikembalikan kepada kontrak di
atas, tanggung jawab dapat dibebankan kepada pemilik bangunan. Pemilik bangunan harus
bertanggung jawab terhadap pelanggan yang mengalami luka-luka tersebut. Kondisi ini sejak
semula memang telah dinyatakan dalam kontrak perjanjian antara pemilik bangunan dengan
penyewa bangunan.
(e). Tanggung Jawab untuk Pekerjaan yang Dilakukan oleh Pihak di Luar Organisasi Perusahaan
(Contingent Liability)
Berkaitan dengan tanggung jawab hukum yang timbul sebagai akibat dari kesalahan yang
dilakukan oleh kontraktor yang dipekerjakan oleh perusahaan. Secara umum sebenarnya
perusahaan tidak harus bertanggung jawab untuk kesalahan yang dilakukan oleh kontraktor
tunggal yang dipekerjakan perusahaan, namun oleh karena terdapat hubungan formal antara
perusahaan dengan kontraktor maka perusahaan tetap harus bertanggung jawab. Sebagai
ilustrasi perusahaan yang menjamu pelanggan dalam suatu acara pertemuan. Untuk pekerjaan
hidangan makan dan minum, perusahaan mensubkontrakkan kepada katering di luar
organisasi perusahaan. Namun tidak lama setelah acara usai ternyata banyak tamu-tamu yang
menderita keracunan. Dalam hal ini secara formal perusahaan yang mengundang tamu
bertanggung jawab secara hukum kepada para tamu dan atau pelanggan yang telah
diundangnya.
(f). Risiko-Risiko Tanggung Jawab Hukum Lainnya
Selain risiko sebagaimana telah diuraikan di atas, secara umum masih banyak lagi risiko
tanggung jawab hukum lainnya yang dihadapi oleh setiap perusahaan. Adapun risiko-risiko
dimaksud secara singkat dapat dijelaskan seperti di bawah ini:
(1). Polusi Lingkungan (Environment Pollutant)
Bahan kimia, kegiatan pabrik, dan kegiatan perusahaan dapat memberikan polusi
terhadap lingkungan berupa asap, bau, asam, sisa senyawa kimia, limbah pabrik, dan
polusi lainnya. Demikian juga dengan tangki bawah tanah yang bocor, merupakan
dampak risiko yang secara hukum harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan kepada
lingkungan.
(2). Tanggung Jawab Hukum Atas Akibat Kebakaran (Fire Legal Liability)
Dampak risiko penting lainnya adalah bila perusahaan dalam kegiatan operasionalnya
menyewa dan atau mengontrak bangunan milik pihak Iain dan kemudian terjadi peristiwa
kebakaran. Bila dapat dibuktikan bahwa penyebab kebakaran ulnlaihberasal dari pihak
perusahaan dan afaij pegawai atau staf perusataan, maka perusahaan secara hukum harus
bertanggung jtwab baik kepada pemilik bangunan, maupun pemilik bangunan iunnya
yang ada di sekitar gedung yang terbakar.

(3). Tanggung Jawab Hukum Atas Akibat Minuman Keras (Liquor Liability)

Di bawah undang-undang tentang minuman keras, setiap penjual seperti restoran, bar,
tempat-tempat hiburan dan sejenis lainnya secara hukum harus bertanggung jawab atas
dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembeli yang mabuk dan atau keracunan minuman
keras. Tetapi dalam praktik asuransi, tanggung jawab hukum atas minuman keras,
dikecualikan dari pabrik yang membuat, toko-toko yang menjual, perusahaan yang
mendistribusikan, maupun restoran yang menyajikan minuman. Dengan demikian maka
tanggung jawab hukum beralih kepada para pelaku minuman keras.

(4). Tanggung Jawab Hukum Direksi dan Staf Perusahaan (Director and Official Liability)

Direksi dan para staf perusahaan yang telah go-public, sering menjadi sasaran kemarahan
masyarakat dan berujung kepada tuntutan hukum oleh para pemegang saham, pegawai
perusahaan, para pejabat pemerintah, dan pihak-pihak lainnya yang merasa dirugikan
akibat kekurangmampuan anggota direksi dan para staf perusahaan mengelola perusahaan
(mis-management). Akibat kesalahan dan atau kekurangmampuan direksi dan staf
perusahaan dalam mengelola perusahaan, maka nilai saham di pasar sekuritas menjadi
turun dan masyarakat mengalami kerugian. Asuransi direksi dan staf dapat memberikan
jaminan kerugian atas risiko seperti ini.

(5). Tanggung Jawab Hukum Atas Perilaku Seseorang Akibat dari Tayangan Iklan (Personal
and Advertising Injury)

Perusahaan pcmasang iklan secara hukum dapat dituntut untuk bertanggung jawab bila
dalam menyampaikan pesan dan menayangkan iklannya meniru, menjiplak, menghina,
melecehkan dan atau membuat orang lain tidak senang dan atau merasa dirugikan.
Contoh lain yang mudah dipahami adalah bila pesan dan penayangan iklan meniru
perilaku orang lain.

(6). Tanggung Jawab Hukum di Bidang Kepegawaian (Employment Practices)

Perusahaan secara hukum dapat dituntut untuk bertanggung jawab oleh pegawainya
sebagai akibat dari perlakuan pilih kasih (discrination), kesalahan ketika melakukan
promosi, kesalahan ketika melakukan pemutusan hubungan kerja, dan kesalahan-
kesalahan lainnya di bidang kepegawaian.

(7). Pelecehan Seksual (Sexual Harassment)

Perusahaan secara hukum dapat dituntut untuk bertanggung jawab oleh pegawainya yang
mengalami pelecehan seksual. Tuntutan sejenis ini biasanya tidak mudah untuk di atasi
baik oleh perusahaan maupun oleh pegawai yang bersangkutan. Guna mencegah terjadi-
nya pelecehan seksual, maka perusahaan seringkali memberlakukan aturan yang ketat
sedemikian rupa dan melarang dilakukan hal-hal yang mendorong seseorang pimpinan,
staf atau pegawai melakukan tindakan yang cenderung menjurus kepada tindakan
pelecehan seksual.

2) Asuransi Harta Benda Komersial (Commercial Property Insurance)


Perusahaan dagang memiliki berbagai sumber daya (assets), yang meliputi sumber daya
manusia, sumber daya finansial, sumber daya fisik, sumber daya informasi dan sumber daya
waktu. Secara komersial seluruh sumber daya ini memiliki nilai, baik langsung maupun tidak
langsung kepada operasional perusahaan. Apabila sebagian atau seluruh sumber daya yang
dimiliki tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya, apalagi sampai pada tingkat musnah
sebagai akibat terjadinya risiko seperti kebakaran, kebanjiran, atau bencana alam Iainnya (acts of
god), dan risiko-risiko lainnya, maka dampak kerugian terhadap perusahaan tidak hanya untuk
jangka pendek, akan tetapi juga bisa jangka panjang dan bahkan sampai pada kondisi yang paling
buruk yaitu bangkrut. Ketidakmampuan melakukan kegiatan operasional dalam jangka panjang
akan berdampak hilangnya pelanggan dan berpindah kepada perusahaan pesaing.
Guna mengantisipasi berbagai dampak buruk tersebut, sektor perasuransian menawarkan
solusi yang sangat rasional, yakni jasa proteksi asuransi yang telah dirancang untuk berbagai
jenis risiko komersial, jaminan proteksi dimaksud disebut dengan Asuransi Harta Benda
Komersial (commercial property insurance).
Asuransi harta benda komersial, menawarkan jaminan ganti rugi yang sangat luas yang
didisain bagi kebutuhan dan kepentingan usaha. Meskipun demikian apabila dikehendaki, maka
pembeli yang membutuhkan dapat membeli bagian demi bagian sesuai dengan jaminan proteksi
yang diperlukan.
Secara lengkap jaminan ganti rugi yang ditawarkan terdiri dari:
(a). Asuransi Harta Benda Komersial (Commercial property coverage form)
(b). Asuransi Tanggung Jawab Hukum Komersial (Commercial general liability coverage form)
(c). Asuransi Jaminan Kriminal (Crime coverage form)
(d). Asuransi Kerusakan Peralatan (Equipment breakdown coverage form)
(e). Asuransi Pengangkutan (Inland marine coverage form)
(f). Asuransi Kendaraan Bermotor (Auto coverage form)
(g). Asuransi Pertanian (Farm coverage form)

3. Surety Bond
Secara harfiah surety artinya penjaminan atau jaminan, sedangkan bond artinya ikatan,
perjanjian. Dengan demikian digabungkan surety bond dapat diartikan sebagai perjanjian penjaminan
atau perjanjian untuk memberikan jaminan. Surety bond merupakan suatu produk inovatif
perusahaan asuransi sebagai upaya pengambilalihan potensi resiko kerugian yang mungkin dapat
dialami oleh salah satu pihak atas kepercayaan yang diberikannya pada pihak lain dalam pelaksanaan
kontrak yang telah disepakati oleh mereka. Namun dalam praktik bisnis, nampaknya istilah surety
bond telah dikenal luas oleh masyarakat, khususnya mereka yang dalam kegiatan usahanya sering
terkait dengan masalah perjanjian untuk memberikan jaminan. Dalam pembahasan selanjutnya,
penulis akan menggunakan istilah aslinya, yaitu surety bond.
Surety Bond adalah suatu jaminan yang biasanya diberikan dalam bentuk kompensasi berupa
uang (monetary) apabila pihak yang diberikan jaminan gagal atau tidak mampu menunjukkan dan
atau membuktikan dan atau menepati janjinya. Beberapa contoh yang sering dijumpai dalam praktik
usaha adalah sebuah perusahaan kontraktor gagal atau tidak mampu menepati janjinya dalam
menyelesaikan pembangunan proyek tepat pada waktunya. Pihak-pihak yang terlibat dalam surety
bond, adalah pemilik proyek disebut sebagai obligee, perusahaan pemberi janji disebut sebagai
principal, dan perusahaan pemberi kompensasi atau penjamin disebut sebagai surety. Penjelasan
lebih Ianjut mengenai pihak-pihak tersobut adalah sebagai berikut:
a. Principal
Adalah pihak yang menyetujui dan menyepakati untuk menunjukkan dan atau menjanjikan dan
atau membuktikan, mampu menyelesaikan tugas dan atau perintah yang telah diterima dari pemberi
tugas/pemberi kerja. Sebuah perusahaan jasa konstruksi telah bersedia dan menyanggupi untuk
membangun sebuah bangunan gedung kantor dengan luas tertentu selama enam bulan.
Perusahaan jasa konstruksi ini perlu mendapatkan dokumen Surety Bond sebelum pekerjaan
kontrak diberikan kepadanya. Perusahaan jasa konstruksi ini disebut dengan Principal. Surety Bond
dapat diperoleh dari perusahaan bank atau perusahaan asuransi.

b. Obligee
Adalah pihak yang menerima manfaat apabila Principal gagal memenuhi janjinya. Pada contoh
di atas, perusahaan bank atau perusahaan asuransi akan ditagih dan harus membayar untuk setiap
kerugian yang disebabkan oleh kegagalan yang dilakukan oleh perusahaan jasa konstruksi.
Perusahaan bank atau perusahaan asuransi harus memberikan kompensasi untuk menyelesaikan
sebagian atau seluruh bangunan yang belum selesai dibangun.

c. Surety
Atau sering juga disebut dengan obligor adalah pihak yang bersedia memberikan kompensasi
dalam hal pihak principal gagal memenuhi janjinya, atau tidak mampu menunjukkan apa yang telah
disepakatinya. Perusahaan jasa konstruksi dapat membeli suatu Jaminan Pelaksanaan Pekerjaan
kepada perusahaan asuransi. Dengan demikian apabila perusahaan jasa konstruksi pemegang
Jaminan Pelaksanaan Pekerjaan gagal melaksanakan pekerjaannya, maka pihak pemilik proyek atau
oblige dapat memperoleh kompensasi dari perusahaan asuransi.
Berbagai bentuk dan jenis surety bond dapat ditawarkan kepada masyarakat untuk berbagai
kebutuhan dan situasi yang dikehendaki. Meskipun bentuk-bentuknya sangat beragam, namun dalam
praktik usaha dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Contract Bond
Adalah kontrak perjanjian yang menjamin bahwa principal akan memenuhi semua kewajiban
dan tanggung jawab sebagaimana yang termuat dalam kontrak perjanjian yang menjadi tanggung
jawabnya. Dalam Contract Bond, terdapat beberapa jenis Bond, yaitu Bid Bond, Performance
Bond, Payment Bond, dan Maintenance Bond. Secara singkat tentang jenis-jenis Bond berikut
diberikan penjelasannya:
(a). Bid Bond
Pada bid bond, pihak pemilik (obligee), diberikan jaminan bahwa pihak yang memenangkan
tender suatu proyek pekerjaan akan menandatangani perjanjian dan kesanggupan untuk
menyelesaikan pekerjaannya.
(b). Performance Bond
Pada performance bond, pihak pemilik diberikan jaminan bahwa pekerjaan akan diselesaikan
lengkap sesuai dengan spesifikasi yang telah dijanjikan. Performance bond banyak
digunakan khusus pada pembangunan industri dimana dalam praktik seringkali mengalami
kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan.
(c). Payment Bond
Memberikan jaminan bahwa semua tagihan untuk material yang digunakan dan upah tenaga
kerja yang dipekerjakan akan dibayar oleh kontraktor pada saat jatuh tempo.
(d). Maintenance Bond
Memberikan jaminan bahwa hasil pekerjaan yang buruk oleh kontraktor akan dibetulkan dan
bahan atau material yang tidak sesuai dengan kualitas akan diganti. Jaminan pemeliharaan ini
lazimnya diikutsertakan dalam dokumen performance bond untuk jangka waktu satu tahun
dengan tambahan premi.

2) License and Permit Bond


Memberikan jaminan kepada seseorang dan atau organisasi untuk menepati dan mematuhi semua
aturan dan ketentuan yang berlaku dalam seluruh kegiatan usahanya. Sebagai ilustrasi, sebuah
toko yang menjual minuman yang mengandung alkohol, akan menepati dan akan mematuhi
semua aturan dan ketentuan yang terkait dengan penjualan minuman beralkohol.

3) Public Official Bond


Memberikan jaminan bahwa para pejabat dan atau para petugas Pemerintah akan menjalankan
dengan setia seluruh fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawabnya kepada masyarakat.
Sebagai ilustrasi, seorang bendaharawan diberikan jaminan akan menjalankan seluruh fungsi,
tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya dalam pengelolaan dana milik masyarakat.

4) Judicial Bond
Memberikan jaminan bahwa para pejabat, petugas atau seseorang yang diberikan tugas, akan
menjalankan tugas dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku
dalam pelaksanaan tugas tersebut. Judicial Bond, meliputi Fiduciary Bond dan Court Bond.

5) Fiduciary Bond
Berkaitan dengan tugas dan pekerjaan seorang pejabat dan atau seorang ]eetugas yang
berhubungan dan bertanggung jawab dengan penyimpanan kekayaan dan surat berharga lainnya.
Pejabat^dan $t^y petugas ini dapat diasuransikan, guna melindungj pemilik barang dan atau surat
berharga yang dipercayakan kepadanya.

6) Federal Bond
Memberi jaminan bahwa pihak ydf)§ /nenjalankan fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab
dalam kegiatan organisasi yang dijalankan akan memenuhi dan mematuhi semua aturan dan
ketentuan di suatu negara bagian harus sejalan dan tidak bertentangan dengan aturan dan
ketentuan yang berlaku di negara Federal. Jaminan ini diperlukan oleh Pejabat Pemerintah yang
mengendalikan semua aturan yang berlaku di suatu negara bagian dan harus dipatuhi oleh
seluruh pelaku usaha seperti pemilik rumah makan, pemilik pabrik, pemilik usaha jasa, dan
sebagainya. Bond juga dapat memberikan jaminan kepada perusahaan yang gagal dalam
membayar kewajiban pajak yang harus dibayar.

7) Miscellaneous Surety Bond


Sesuai dengan namanya jenis-jenis bond sangat luas sehingga tidak dapat dikelompokkan pada
bond-bond yang telah dijelaskan di atas. Sebagai contoh untuk jenis bond ini adalah jaminan
pelaksanaan dalam kegiatan penjualan lelang oleh seorang juru lelang. Contoh lain adalah
jaminan pelaksanaan tugas oleh seorang agen asuransi yang salah ketika melakukan tugas dan
tanggung jawabnya.

Surety dan Asuransi memiliki kesamaan maupun perbedaan. Kesamaan terletak pada
pembayaran kompensasi bagi pihak yang membeli jaminan. Sedangkan perbedaannya pada asuransi
hanya ada dua pihak, sedangkan pada surety terdapat tiga pihak. Secara skematis diilustrasikan
sesuai gambar berikut:
No Asuransi Surety
1 Dalam kontrak ada dua pihak, yaitu pihak Dalam kontrak ada tiga pihak, yaitu pihak pemberi
penanggung dan pihak tertanggung tugas, penerima tugas dan pihak penjamin
2 Pihak yang diharapkan membayarkan kerugian Pihak yang tidak diharapkan membayarkan
bila terjadi risiko kerugian, karena tidak terjadi risiko
3 Pihak ini biasanya tidak memiliki hak menuntut Pihak ini mempunyai kewajiban membayar
balik kepada principal kerugian akibat kesalahan principal
4 Jaminan dirancang untuk mengganti kesalahan Pihak ini menjamin karakter, perilaku, kinerja, dan
yang tidak disengaja dari principal yang terjadi di integritas principal. Dan inilah kualitas principal
luar kontrol

B. Usaha Perasuransian di Indonesia


1. Peran Industri Asuransi di Indonesia
Perkembangan industri asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan
ekonomi dan teknologi dalam kehidupan manusia. Semakin terbatasnya sumber-sumber kebutuhan
manusia dalam usaha untuk meningkatkan kemakmurannya maka bertambah besar pula usaha
manusia untuk mendayagunakan sumber-sumber yang ada. Semakin makmur suatu masyarakat
maka akan muncul kesadaran untuk mengamankan diri atau keluarga mereka serta harta miliknya
dari peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian atau menyebabkan gangguan dalam
mencapai tujuan hidup mereka.
Sasaran utama pembangunan jangka panjang Indonesia adalah terciptanya landasan kuat
bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang. Tentunya pembangunan tersebut dengan
menggunakan kekuatan sendiri menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang -Undang Dasar 1945.
Usaha persuransian sebagai salah satu lembaga keuangan non bank menjadi semakin
penting peranannya. Kegiatan usaha asuransi disamping memberikan proteksi kepada masyarakat
juga merupakan lembaga penghimpun dana yang bersumber dari penerimaan premi asuransi dari
masyarakat. Dana yang dihimpun oleh perusahaan asuransi dapat diinvestasikan pada sektor-sektor
yang produktif dan aman. Industri asuransi diharapkan dapat semakin meningkatkan pengerahan
dana masyarakat ini untuk pembiayaan pembangunan.
Kegiatan pembangunan tidak luput dari berbagai risiko yang dapat mengganggu hasil
pembangunan yang telah dicapai. Sehubungan itu dibutuhkan kehadiran usaha perasuransian
yang tangguh yang dapat menampung kerugian yang dapat timbul oleh adanya berbagai risiko
tersebut.
Kebutuhan akan jasa usaha perasuransian merupakan sarana finansial dalam tata kehidupan
ekonomi rumah tangga. Hal tersebut diperlukan dalam menghadapi risiko finansial yang timbul
sebagai akibat risiko kematian maupun risiko atas harta benda dimilikinya. Hal yang sama juga
diperlukan oleh dunia usaha dalam menghadapi risiko yang menggangu kesinambungan kegiatan
usahanya.
Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia. Peran
perusahaan asuransi sangat penting dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor
usaha lainnya. Sejauh ini kehadiran usaha perasuransian terlihat sejalan dengan perkembangan
pembangunan ekonomi. Semakin meningkat kehidupan ekonomi masyarakat, semakin meningkat
kebutuhan pengamanan atas hak milik maupun diri dan keluarganya.
Saat ini perkembangan usaha perasuransian makin pesat dengan telah diundangkannya Undang-
undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian beserta peraturan pelaksanaannya.
Jumlah premi yang berhasil dikumpulkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di sisi lain,
tantangan perusahaan asuransi juga semakin besar dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean.
Menghadapi hal-hal tersebut diatas industri asuransi di Indonesia harus terus melakukan
pengembangan dan perbaikan sektor perasuransian. Pengembangan dan perbaikan sektor
perasuransian meliputi peningkatan kemampuan sumber daya manusia agar dapat memiliki daya
saing yang tinggi.
Melihat pada kondisi usaha perasuransian khususnya yang berkaitan dengan latar belakang
pendidikan profesi aktuaria maupun manajernen risiko masih belum berkembang. Saat ini kalangan
pengusaha di bidang asuransi dalam mengisi kebutuhan sumber daya manusianya selalu merekrut
dari lulusan yang harus mengikuti pelatihan dulu.

2. Sejarah Perasuransian di Indonesia


Perjalanan waktu bisnis asuransi di Indonesia dimulai sejak tahun 1843 pada saat pemerintah
penjajah Belanda di bawah Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch. Asuransi masuk ke
Indonesia dengan perantaraan orang Belanda. Kemungkinan masuknya asuransi ke Indonesia adalah
saat berdirinya perusahaan asuransi di Negeri Belanda yang bernama "De Nederlanden van ". Di
Indonesia sendiri oleh orang Belanda didirikan sebuah perusahaan asuransi jiwa dengan nama
Nederlandsh Indische Leven Verzekering En Lijt Rente Mnatschappij (disingkat dengan Nilmij).
Perusahaan ini terakhir diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan sekarang bernama PT
Asuransi Jiwasraya.
Bila dihubungkan dengan perkembangan politik pada masa itu, kiranya tidak terlalu keliru bila
diingat bahwa pada masa yang hampir bersamaan Pemerintah Penjajah Belanda tengah menjalankan
kebijakan Politik Tanam Paksa (Culture Stelsel), bagi rakyat jajahan. Kebijakan ini mengharuskan
rakyat terjajah menanam tanaman tertentu yang hasilnya di negara-negara Eropah, sangat laku,
seperti tembakau, tebu, karet, minyak sawit, kopi dan sebagainya. Dengan demikian hadimya
perusahaan asuransi di Indonesia ada kaitannya dengan usaha perlindungan atas risiko barang-barang
hasil bumi yang diangkut dari bumi Indonesia ke Negeri Belanda atau ke negara-negara Eropah
lainnya.
Selanjutnya, perkembangan sejarah perasuransian di Indonesia, dibagi dalam periodisasi, tahun
1843, tahun 1912, antara tahun 1942 - 1945, antara tahun 1050-1965, antara tahun 1966-1987, tahun
1987 sampai sekarang. Secara sekilas kondisi pada masa-masa tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahun 1843
Perusahaan asuransi kerugian pertama yang beroperasi di Indonesia yakni, "Bataviasche Zee en
Brand Asurantie Maatschappij" yang didirikan pada tahun 1943. Kemudian diikuti dengan
berdirinya asuransi seperti halnya De Nederlandsche Lloyd, Bloom Van Der Aa, De Nederlanden van
1845, dan sebagainya.

b. Tahun 1912
Pada tahun 1912 didirikan perusahaan asuransi jiwa bernama "Boemi Poetra 1912" yang
dimiliki dan dipimpin sendiri oleh tenaga-tenaga bangsa Indonesia.

c. Tahun 1942-1945
Pada saat ini perkembangan asuransi praktis terhenti, karena sedang terjadi revolusi fisik antara
para pejuang dan bangsa Indonesia, melawan pemerintahan penjajahan Jepang dan penjajah Belanda.
d. Tahun 1950-1965
Asuransi mulai tumbuh lagi pada saat bangsa Indonesia sudah merdeka dengan mulai menyusun
perekonomian sendiri. Perusahaan-perusahaan asuransi yang tadinya sudah dibekukan mulai dibuka
kembali. Namun demikian dengan adanya kebijakan Pemerintah Republik Indonesia pada saat itu
yang menguasai jalur perekonomian, dan dalam irama perjuangan mengembalikan wilayah Irian
Barat dari tangan penjajah Belanda, maka pada saat itu semua perusahaan asing diambil alih oleh
negara. Hal ini termasuk perusahaan-perusahaan asuransi.
Setelah perusahaan-perusahaan tersebut diambil alih, maka untuk pengelolaan selanjutnya
Pemerintah membentuk Perusahaan-Perusahaan Negara (disingkat dengan PN) dalam bidang
asuransi, antara lain PN Asuransi Jasa Aneka, PN Asuransi Jasa Samudra, dan PN Asuransi Jasa
Negara. Kemudian PN Asuransi Jasa Aneka dan PN Asuransi Jasa Samudra digabung menjadi PN
Asuransi Bendasraya. PN Asuransi Jasa Negara kemudian berganti nama menjadi PT Asuransi
Umum International Underwriters. Terakhir PN Asuransi Bendasraya dan PT Umum International
Underwriters, digabung menjadi PT Asuransi Jasa Indonesia.
Demikian sekilas perjalanan sejarah asuransi milik pemerintah penjajah Belanda dan milik
asing yang diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Tentang bagaimana sejarah
perkembangan asuransi swasta, dalam hal ini tidak banyak sumber sejarah yang dapat digali, namun
untuk perusahaan asuransi swasta, berdirinya Asuransi Boemi Poetra, merupakan tonggak sejarah
dan memberikan inspirasi bagi tumbuh dan berkembangnya usaha asuransi di Indonesia.

e. Tahun 1966-1987
Seiring dengan perkembangan sejarah politik di Indonesia, maka dengan lahirnya Pemerintah
Orde Baru pada tahun 1966, maka sektor swasta mulai ditumbuhkan lagi dan jalur perekonomian
yang dikuasai perusahaan-perusahaan negara, sesuai dengan Kepres Nomor 9 Tahun 1969, dibedakan
dalam tiga kelompok, menjadi Perusahaan Jawatan (disingkat dengan Perjan), Perusahaan Umum
(disingkat dengan Perum) dan Perusahaan Perseroan (disingkat dengan Persero). Sistem
perekonomian yang kita kenal dengan liberalisasi ini telah menumbuh-kan gairah perkembangan
ekonomi, termasuk dalam bidang asuransi.
Sejak itu beberapa perusahaan asuransi swasta telah tumbuh dan berkembang di berbagai kota
besar. Sampai dengan akhir tahun 1994, tercatat jumlah perusahaan asuransi telah mencapai lebih
dari 70 perusahaan.

f. Tahun 1987-sekarang
Perkembangan berikutnya adalah sebagai kelanjutan dari, perubahan kebijakan Pemerintah
dalam bidang ekonomi. Terlihat kecenderungan untuk beralih dari sistem ekonomi sosial ke sistem
ekonomi liberal. Pada tahun 1988 Pemerintah telah melakukan apa yang disebut dengan "Deregulasi"
pada bidang perekonomian. Hal ini sejalan dengan derap pembangunan di segala bidang yang sangat
gencar dilakukan oleh bangsa Indonesia. Bidang Perasuransian pun mulai digarap dengan gencar
(Suhawan, 1994). Guna menjaga agar pertumbuhan sektor perasuransian tersebut sejalan dengan
kebutuhan perekonomian bangsa secara keseluruhan, maka Pemerintah telah mengeluarkan beberapa
peraturan tentang perasuransian.
Pada tahun 1988 Pemerintah mengeluarkan Kepres Nomor 40, tanggal 28 Oktober 1988,
tentang Usaha Bidang Asuransi Kerugian dan kemudian disusul dengan peraturan pelaksanaannya
berupa, Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1249/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian, dan Nomor 1250/KMK.012/1988
tentang Usaha Asuransi Jiwa. Kepres dan Keputusan Menteri Keuangan ini terkait dengan upaya
Pemerintah dalam menjalankan pembinaan dan pengawasan.
Maksud dan tujuan Kepres dan Keputusan Menteri Keuangan ini untuk mengatur agar semua
perusahaan asuransi memiliki modal setor dalam jumlah sesuai ketentuan. Kemudian 20% dari
modal setor tersebut harus disetor ke Kas Negara atas nama Menteri Keuangan sebagai jaminan.
Dibanding dengan peraturan-peraturan sebelumnya, peraturan ini memiliki arah yang agak
berbeda, dan yang beda tersebut adalah bahwa Pemerintah mulai mengatur tingkat solvabilitas
perusahaan-perusahaan asuransi. Ketentuan mengatur bahwa batas minimal tingkat solvabilitas
perusahaan asuransi adalah 10% dari total asset (kekayaan bersih perusahaan). Kemudian agar
Pemerintah dapat melakukan monitoring Pimpinan perusahaan asuransi harus melaporkan posisi
keuangannya setiap bulan kepada Departemen Keuangan.
Dengan ketentuan yang baru ini diharapkan, maka perusahaan-perusahaan asuransi yang ada
benar-benar merupakan perusahaan asuransi yang sehat dari aspek keuangannya dan kegiatan
operasional-nya dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai konsekuensinya apabila diantara
perusahaan-perusahaan asuransi yang beroperasi tidak dapat mcmenuhi ketentuan baru ini maka
akan dilarang beroperasi oleh Departemen Keuangan.
Tahun 1992 merupakan tahun yang bersejarah bagi dunia perasuransian di Indonesia.
Merupakan fakta sejarah bahwa tahun 1992 merupakan untuk pertama kalinya bangsa Indonesia
mempunyai Undang-Undang yang khusus mengatur tentang usaha perasuransian. Undang-Undang
tersebut adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Bila diingat bahwa selama sekian tahun
usaha perasuransian belum pernah memiliki undang-undang, maka hal ini merupakan sebuah
monumen pembangunan bangsa Indonesia, dalam bidang asuransi yang patut untuk dibanggakan.
Dengan telah berlakunya undang-undang ini, maka kedudukan asuransi baik dalam perspektif
perekonomian maupun bagi kehidupan masyarakat menjadi jelas. Berbagai hal yang terkait dengan
perasuransian baik peraturan-peraturan pokok, maupun aspek-aspek lainnya telah dicantumkan di
dalamnya, sehingga merupakan pegangan bagi seluruh masyarakat bangsa Indonesia dalam
melakukan kegiatan yang bersangkut paut dengan bidang usaha perasuransian.
Dengan perkembangan yang terjadi hingga dewasa ini, maka sudah dapat dipastikan bahwa
manfaat adanya perasuransian akan betul-betul dapat dinikmati dan dirasakan oleh seluruh bangsa
Indonesia sebagaimana halnya bangsa-bangsa lain yang telah maju dalam memanfaatkan usaha
dalam bidang perasuransian ini.
Asuransi merupakan produk jasa, seperti halnya perbankan, pendidikan, penerbangan, dan yang
sejenisnya. Namun perkembangan sektor perasuransian relatif tertinggal dibandingkan dengan sektor
industri jasa keuangan lainnya. Dilihat dari Gross Domestik Product, pada tahun 2007 kontribusi
sektor perasuransian masih menunjukkan angka 1,88% dibandingkan dengan sektor perbankan pada
tahun yang sama yang telah mencapai 2,67%.
Perkembangan industri asuransi makin berkembang, sementara Undang-undang No. 2 Tahun
1992 tidak sesuai lagi dengan perkembangan industri perasuransian. Sehingga pada tanggal 17
Oktober 2014 DPR mengesyahkan Undang-undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut baik diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian Dengan diterbitkannya Undang-Undang Perasuransian ini
penyelenggaraan usaha perasuransian dapat berjalan dengan lebih baik dan pelindungan kepentingan
masyarakat pengguna jasa asuransi dapat semakin ditingkatkan.
Terdapat beberapa perubahan pokok dari Undang-undang Perasuransian ini dibandingkan
Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1992, termasuk perubahan judul dari semula “Usaha
Perasuransian” menjadi “Perasuransian”. Terkait jumlah bab dan pasal, terdapat penambahan yang
cukup banyak, yaitu dari semula 28 pasal di Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menjadi 92 pasal.
Untuk bab, dari semula 13 bab di Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menjadi 18 bab.
Perbedaan isi dari UU Perasuransian dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, antara
lain adalah:
(1). Konsultan Aktuaria
(a). Pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 usaha konsultan aktuaria merupakan salah satu
bidang usaha perasuransian yang izin usahanya diberikan oleh Menteri.
(b).Pada Undang-undang Perasuransian, konsultan aktuaria tidak lagi merupakan usaha
perasuransian tetapi merupakan salah satu profesi penyedia jasa bagi perusahaan
perasuransian. Konsultan aktuaria harus terdaftar pada OJK.
(2). Bentuk Badan Hukum
(a). Pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur bahwa usaha perasuransian hanya dapat
dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perusahaan perseroan (PERSERO), koperasi,
perseroan terbatas, dan usaha bersama (mutual).
(b).Pada UU Perasuransian bentuk badan hukum usaha perasuransian adalah perseroan
terbatas, koperasi dan usaha bersama. Untuk usaha bersama harus merupakan usaha bersama
yang telah ada pada saat UU Perasuransian diundangkan. Pihak yang bermaksud
menyelenggarakan usaha asuransi dengan bentuk badan hukum usaha bersama baru didorong
untuk menjadi berbentuk koperasi. Usaha bersama tersebut juga wajib menyesuaikan
dengan ketentuan dalam undang-undang paling lama 3 (tiga) tahun.
(3). Kepemilikan Perusahaan Perasuransian
(a). Pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, untuk perusahaan perasuransian yang
didirikan oleh warga negara Indonesia (WNI) dan/atau badan hukum Indonesia, tidak
diatur kepemilikan dari badan hukum Indonesia yang menjadi pendiri perusahaan
perasuransian. Untuk perusahaan perasuransian patungan, juga tidak diatur kriteria
perusahaan asing yang menjadi induk dari perusahaan perasuransian patungan tersebut.
Selain itu juga tidak diatur kepemilikan warga negara asing yang menjadi pemilik dari
perusahaan perasuransian patungan.
(b).Pada Undang-undang Perasuransian, untuk perusahaan perasuransian yang didirikan
oleh WNI dan/atau badan hukum Indonesia, badan hukum Indonesia yang menjadi
pendiri perusahaan perasuransian tersebut harus dimiliki secara langsung atau tidak
langsung oleh WNI. Untuk perusahaan perasuransian patungan, pihak asing harus
merupakan perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang
usaha perasuransian yang sejenis. Selain itu juga diatur bahwa warga negara asing dapat
menjadi pemilik dari perusahaan perasuransian patungan melalui transaksi di bursa efek.
(4). Likuidasi
(a). Pada UU Usaha Perasuransian tidak diatur tindak lanjut dari pencabutan izin usaha
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
(b).Pada UU Perasuransian diatur bahwa paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
dicabutnya izin usaha, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang dicabut izin
usahanya wajib menyelenggarakan RUPS untuk memutuskan pembubaran badan hukum
perusahaan yang bersangkutan dan membentuk tim likuidasi. Dalam hal RUPS tidak dapat
diselenggarakan atau RUPS dapat diselenggarakan tetapi tidak berhasil memutuskan
pembubaran badan hukum perusahaan dan tidak berhasil membentuk tim likuidasi, maka
OJK memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan dan membentuk tim likuidasi.

Selain itu terdapat pula hal-hal baru yang diatur pada UU Perasuransian, antara lain:
(1). Ketentuan mengenai pengendali.
Ketentuan ini mengatur bahwa perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib menetapkan paling sedikit 1 (satu)
pengendali dan pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya.
(2). Ketentuan mengenai pemegang saham pengendali.
Ketentuan ini mengatur bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali
pada 1 (satu) perusahaan perasuransian yang sejenis. Bagi pemegang saham pengendali
yang memiliki lebih dari 1 (satu) perusahaan perasuransian maka wajib menyesuaikan dengan
ketentuan dalam undang-undang paling lama 3 (tiga) tahun.
(3). Ketentuan mengenai program asuransi wajib.
Ketentuan ini mengatur bahwa program asuransi wajib harus diselenggarakan secara kompetitif
dan pihak yang dapat menyelenggarakan program asuransi wajib harus memenuhi persyaratan
yang ditetapkan OJK.
(4). Ketentuan mengenai penjaminan polis.
Ketentuan ini mengatur bahwa perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah wajib
menjadi peserta program penjaminan polis, penyelenggaraan program penjaminan polis diatur
dengan undang-undang.
(5). Ketentuan mengenai Pengelola Statuter.
Pengelola Statuter adalah orang perseorangan atau badan hukum yang ditetapkan OJK
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan. Pengelola
Statuter mempunyai tugas antara lain:
(a). menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana peserta perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;
(b).menyusun langkah-langkah apabila perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut masih dapat
diselamatkan;
(c). mengajukan usulan agar OJK mencabut izin usaha perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah apabila
perusahaan tersebut dinilai tidak dapat diselamatkan; dan
(d).melaporkankegiatannya kepada OJK.
(6). Ketentuan mengenai asuransi syariah.
Ketentuan ini mengatur bahwa usaha asuransi syariah dan reasuransi syariah harus
diselenggarakan oleh entitas tersendiri (full fledge). Perusahaan asuransi atau perusahaan
reasuransi yang memiliki unit syariah dengan nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta
telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai dana asuransi, dana
tabarru’, dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya atau 10 (sepuluh) tahun sejak
diundangkannya UU Perasuransian, perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi tersebut
wajib melakukan pemisahan unit syariah tersebut menjadi perusahaan asuransi syariah
atau perusahaan reasuransi syariah.
(7). Ketentuan mengenai larangan penempatan asuransi pada perusahaan asuransi terafiliasi.
Ketentuan ini mengatur bahwa perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkan penutupan
asuransi atau penutupan asuransi syariah pada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi
syariah yang merupakan afiliasi dari pialang asuransi atau perusahaan pialang asuransi yang
bersangkutan.

3. Pengertian Asuransi di Indonesia


Sebelum tahun 1992, pengertian dan ketentuan tentang asuransi di Indonesia telah dimuat dalam
beberapa dokumen, antara lain Burgerlijke Wetboek atau sering disingkat dengan BW, yang
kemudian kita kenal menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, pada Pasal 1774, pengertian asuransi dinyatakan sebagai berikut: "Suatu perjanjinn
untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, bagi semua
pihak, maupun sementara rusak, bergantung kepada kejadian yang belum tentu. Demikian adalah:
perjanjian pertanggungati; bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan"

Selanjutnya pengertian asuransi juga termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Pasal 246 yang berbunyi: "Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi,
untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusnkan, atau hilangnya
keuntungan ynng tidak diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa ynng tak
tentu".

Dewasa ini usaha perasuransian telah memiliki ketentuan sendiri


yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 dan sejumlah peraturan pendukungnya, yakni
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, serta peraturan-peraturan lainnya yang sifatnya lebih
tekiiis. Pengertian asuransi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, berbunyi sebagai
berikut:
“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis,
yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
(1). memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya
suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
(2). memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya
telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana”.

Pengertian yang terkandung dalam definisi yang terakhir ini terasa lebih luas dan lengkap. Di
dalamnya meliputi beberapa unsur yakni:
(1). Pihak tertanggung, yang berjanji akan membayar premi kepada penanggung, karena bersedia
memberikan ganti rugi bila peristiwa terjadinya risiko yang tidak pasti, benar-benar terjadi.
(2). Pihak penanggung, yang berjanji akan memberikan ganti rugi yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, yang akan diderita oleh tertanggung.
(3). Obyek pertanggungan, berupa harta benda, hidup dan meninggalnya seseorang, dan atau
kepentingan lainnya.
(4). Peristiwa terjadinya risiko, yang tidak pasti, dimana, kapan dan besarnya-dampak kerugian yang
timbul, yang sebenarnya juga tidak diharapkan oleh tertanggung dan penanggung.

4. Usaha Asuransi
Usaha perasuransian menurut Pasal 2 Undang-undang Perasuransian No. 40 tahun 2014
meliputi : (1) perusahaan asuransi umum, (2) perusahaan asuransi jiwa, dan (3) perusahaan
reasuransi.
Secara lebih rinci, ruang lingkup dan kegiatan ketiga kelompok usaha dimaksud dijelaskan di
bawah ini.
a. Asuransi Umum
Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan:
(1). Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi
kecelakaan diri; dan
(2). Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain

Asuransi umum. sering disebut juga dengan asuransi kerugian. Istilah asuransi umum
diterjemahkan dari bahasa Inggris (general insurance), sedangkan asuransi kerugian diterjemahkan
dari bahasa Belanda (schaade verzekeritigs). Sedikit berbeda dengan asuransi jiwa, pada asuransi
kerugian yang diasuransikan adalah benda dan atau kepentingan seseorang yang melekat pada benda.
Pada asuransi kerugian juga terdapat jenis asuransi yang mirip dengan asurarisi jiwa, yakni asuransi
kecelakaan diri {personal accident insurance). Pada asuransi ini yang diasuransikan bukan orangnya
melainkan kepentingan untuk meinperoleh ganti rugi atas biaya pengobatan dan perawatan apabila
seseorang yang diasuransikan mengalami kecelakaan.
Pada asuransi kerugian, benda-benda yang dapat diasuransikan adalah semua benda yang
memiliki nilai ekonomis. Disamping itu pada benda-benda tersebut melekat kepentingan orang yang
mengasuransi-kan. Benda-benda tersebut antara lain, bangunan-bangunan rumah tinggal, pabrik,
gudang, bangunan fungsional lainnya berikut dengan alat kelengkapannya, bangunan kantor, dan
bangunan-bangunan lainnya.
Demikian juga dengan benda-benda lainnya yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha,
seperti kendaraan bermotor, kapal laut, satelit telekomunikasi, pesawat udara dan sebagainya. Tidak
terkecuali benda-benda yang merupakan obyek dalam menjalankan usaha seperti produk-produk
yang dihasilkan oleh suatu industri dan sebagainya.

b. Asuransi Jiwa
Guna mencegah pengertian yang keliru diawal pembahasan ini perlu disampaikan klarifikasi
tentang asuransi jiwa. Dalam asuransi jiwa yang diasuransikan bukanlah jiwa atau nyawa seseorang,
oleh karena tidak mungkin perusahaan asuransi memberikan ganti rugi berupa nyawa kepada
seseorang yang telah meninggal dunia.
Yang diasuransikan dalam asuransi jiwa adalah kerugian material yang diderita apabila
seseorang yang diasuransikan tersebut telah mencapai usia pensiun atau meninggal dunia sebelum
mencapai usia pensiun. Apabila seseorang telah mencapai masa pensiun dan menjadi pensiunan,
maka penghasilannya menjadi menurun. Demikian juga kesehatan dan kemampuan lainnya.
Kalaupun masih cukup kuat dan mampu, amat jarang perusahaan yang mau menerimanya sebagai
tenaga kerja. Guna mengatasi kondisi di hari tua tersebut, maka ketika masih muda ia harus
menabung untuk persiapan menghadapi hari tua.
Namun menabung saja tidak cukup, karena masih ada kelemahannya. Kelemahan tersebut
adalah apabila sebelum datang masa pensiun, ternyata telah dipanggil kembali oleh Tuhan Yang
Maha Esa atau meninggal dunia. Bagi keluarga yang ditinggalkan kepergian seorang kepala
keluarga, meninggalkan selain kesediaan yang mendalam, juga penderitaan dalam menghadapi
kehidupan mendatang.
Maka cara lain yang dapat dilakukan adalah membeli asuransi jiwa. Cara terbaik membeli
asuransi jiwa adalah dilakukan sedini mungkin ketika telah mendapatkan pekerjaan. Dengan
membeli asuransi jiwa sesegera mungkin, maka seorang pemegang polis akan memiliki waktu yang
relatif cukup untuk menabung.
Membeli asuransi jiwa sebenarnya tidak berbeda dengan menabung. Namun karena membeli
asuransi jiwa mempunyai tujuan tertentu, maka cara menabung tersebut dijalankan secara sistemik
dan berjangka panjang. Oleh karena itu sebelum menjalankan dan memutuskan untuk membeli
asuransi jiwa perlu persiapan yang matang. Selama jangka waktu menabung, seyogyanya
tertanggung pandai menahan diri untuk tidak bertindak konsumtif demi masa depan yang lebih baik.

c. Reasuransi
Reasuransi adalah perusahaan yang menerima pertanggungan ulang (reasuransi) yang berasal
dari perusahaan asuransi, baik untuk asuransi kerugian maupun asuransi jiwa. Perusahaan reasuransi
tidak dibenarkan menerima pertanggungan langsung, dengan demikian seluruh relasi/ tertanggung
dalam perusahaan reasuransi adalah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. Perusahaan
asuransi yang mereasuransikan disebut dengan ceding company. Bagian dan atau seluruh risiko yang
direasuransikan oleh perusahaan asuransi disebut dengan sessi (cession), sedangkan sisa risiko yang
tidak direasuransikan disebut dengan limit risiko ditahan (net-retention).
Peran perusahaan reasuransi di suatu negara sangat besar, terutama dalam mendukung kegiatan
seluruh perusahaan asuransi. Beberapa alasan mengapa perusahaan asuransi mengasuransikan
kembali risiko yang telah ditutupnya, antara lain:
1) Meningkatkan Kapasitas Underwriting (lncrease Underwriting Capacity)
Tanpa dukungan reasuransi, perusahaan asuransi tidak mungkin memberikan jaminan risiko
kepada beberapa relasi/tertanggung unluk risiko dalam jumlah yang besar. Dengan demikian
melalui cara reasuransi, perusahaan mampu meningkatkan kapasitas underwriting dan
menciptakan relasi baru. Disamping itu dengan dukungan reasuransi, perusahaan asuransi' dapat
menerbitkan polis sebesar jumlah risiko yang telah dijaminnya, meskipun ia hanya menahan
sebagian kecil saja dari seluruh risiko yang ditanggung.
2) Menstabilkan Posisi Keuntungan (Stabilize Profits)
Besarnya nilai obyek pertanggungan yang diakses oleh setiap perusahaan asuransi sangat bervari,
antara yang nilainya kecil, sedang atau besar dan atau bahkan sangat besar yang jauh melampaui
kemampuan daya tampungnya. Dengan demikian maka probabilita jumlah ganti rugi yang harus
dibayarkan apabila risiko yang dipertanggungkan benar-benar terjadi juga akan sangat bervariasi.
Kondisi yang demikian tentu akan membawa dampak hasil usaha dan kondisi keuangan
perusahaan asuransi menjadi sangat tidak stabil, termasuk laba perusahaan. Guna menjaga agar
hasil usaha dan kondisi keuangan relatif stabil, maka perusahaan asuransi perlu mengatur dan
menjaga agar jumlah ganti rugi yang dibayarkan, bila ada, maksimal untuk setiap portofolio
risiko sebesar kapasitas daya tampung yang telah ditetapkan. Sedangkan selebihnya diarahkan
menjadi bagian dari perusahaan reasuransi. Tujuan utama dari kebijakan reasuransi dalam hal ini
adalah guna menjaga stabilitas keuangan, khususnya laba perusahaan.
3) Mereduksi Cadangan Premi (Reduce The Unearned Reserve)
Setiap premi untuk setiap portofolio risiko yang diterima oleh perusahaan pada awal
pertanggungan, tidak seluruhnya menjadi milik perusahaan pada tahun tersebut. Jumlah premi
yang diterima tersebut baru benar-benar menjadi milik perusahaan setelah satu putaran jangka
waktu pertanggungan terlampaui. Secara akumulasi seluruh premi yang diterima dari semua
portofolio risiko harus tetap ditahan di perusahaan sampai dengan jangka waktu pertanggungan
selesai dijalani, inilah yang disebut dengan cadangan premi.

Apabila kebijakan reasuransi tidak dijalankan, maka pernsahaan akan menahan cadangan premi
yang sangat besar, namun di sisi lain berhadapan dengan kemungkinan membayar ganti rugi
tanpa didukung reasuransi. Kondisi yang demikian sangat membahayakan baik terhadap
kelangsungan hidup perusahaan maupun terhadap kepentingan pemegang polis. Dalam hal inilah
Pemerintah menaruh kepentingan, yang dalam hal ini menjaga baik kepentingan perusahaan
maupun kepentingan masyarakat umumnya dan para pemegang polis khususnya. Maka untuk
menetapkan besarnya minimal cadangan premi ini, Pemerintah mengeluarkan sejumlah aturan
dan ketentuan.
4) Melindungi Perusahaan Dari Claim Besar (Provide Protection Against a Catastrophic Losses)
Sebagaimana telah dijelaskan pada butir 'b', tuntutan ganti rugi yang dimajukan oleh pemegang
polis, bervariasi antara nilai pertanggungan terkecil sampai dengan nilai pertanggungan terbesar
(catastrophic losses). Meskipun tingkat probabilita terjadinya tuntutan ganti rugi terkecil dan
ganti rugi terbesar dapat diprediksi berdasarkan pengalaman empiris, namun bila tuntutan ganti
rugi terbesar benar-benar terjadi, perusahaan tidak mungkin menghindar dari kewajiban
membayar kerugian terbesar tersebut kepada pemegang polis.
Bila ketidakmampuan membayar ganti rugi ini sampai terjadi, maka sangat membahayakan nama
baik perusahaan. Guna menghindarkan diri dari hal yang tidak diinginkan dan merugikan nama
baik perusahaan tersebut, maka seyogyanya pimpinan perusahaan harus tetap konsisten
menjalankan kebijakan reasuransi secara tepat dan benar. Dengan demikian tujuan dari kebijakan
reasuransi diarahkan guna melindungi diri dari kewajiban membayar catastrophic claim.

5. Usaha Penunjang Usaha Asuransi


Usaha penunjang usaha asuransi tercantum di dalam salah satu pasal Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014, tentang Perasuransian. Dengan demikian maka kehadiran usaha-usaha ini dijamin dan
dilindungi oleh undang-undang. Bagaimana kegiatan yang dilakukan dan mengapa disebut sebagai
usaha penunjang asuransi berikut diberikan penjelasan secara sepintas. Agen asuransi, pialang
asuransi, dan pialang reasuransi wajib terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan
a. Agen Asuransi
Agen asuransi menjembatani hubungan antara penanggung dengan tertanggung, baik untuk
asuransi jiwa maupun untuk asuransi kerugian. Agen asuransi tidak dapat dianggap sepenuhnya
sebagai lembaga saluran distribusi, oleh karena fungsi dan tugas utamanya adalah sebagai
penghubung dan atau pembawa (annbrenger) calon tertanggung kepada penanggung untuk menjadi
pembeli asuransi. Dalam praktik bisnis agen asuransi merupakan lembaga eksternal, artinya suatu
unit kerja yang berada di luar organisasi perusahaan. Agen asuransi bisa berbentuk usaha perorangan
atau berbentuk badan usaha. Agen asuransi dimaksudkan sebagai kepanjangan tangan perusahaan
asuransi dalam menjangkau prospek yang demikian luas. Dengan demikian di dalam menjalankan
kegiatannya, agen asuransi melaksanakan seluruh kebijakan yang telah digariskan oleh perusahaan.
Oleh karena di dalam menjalankan kegiatannya agen asuransi harus melaksanakan kegiatan
perusahaan dimana agen menginduk, maka perusahaan harus melakukan pembinaan kepada para
agen. Pada beberapa perusahaan yang telah mapan, program-program perekrutan, pendidikan dan
pelatihan, serta pemberian insentif yang menarik telah menjadi suatu kebijakan perusahaan.
Tujuan dari program ini, untuk memberikan motivasi dan dorongan agar para agen senantiasa
menjaga dan bahkan berusaha meningkatkan kinerjanya. Pada beberapa perusahaan ternyata pola
pembinaan lembaga agen ini juga telah digunakan untuk mencari calon-calon pimpinan perusahaan
di masa datang. Para agen yang ternyata secara konsisten mampu menjaga dan meningkatkan
kinerjanya, pada akhirnya akan direkrut untuk menjadi pegawai tetap pada perusahaan. Bahkan pada
beberapa perusahaan mereka yang berhasil dipercaya untuk memimpin perusahaan.

b. Pialang Asuransi
Pialang asuransi adalah sebutan lain dari broker asuransi. Berbeda dari agen asuransi lembaga
broker tidak menjalankan kebijakan perusahaan asuransi. Lembaga broker bebas memilih perusahaan
asuransi bagi relasinya. Lembaga broker cenderung bertindak untuk dan atas nama tertanggung atau
calon tertanggung. Pada umumnya lembaga broker berusaha memberikan jaminan asuransi yang
lebih luas dengan harga yang relatif lebih murah dari perusahaan asuransi.
Lembaga broker merupakan unit kerja yang berada di luar perusahaan asuransi. Dengan
demikian maka lembaga broker merupakan perusahaan yang independen. Berbeda dengan lembaga
keagenan lembaga broker pada umumnya berbentuk badan hukum. Jenis-jenis jaminan asuransi yang
menjadi sasaran lembaga broker biasanya lebih rumit dari jenis-jenis asuransi yang menjadi sasaran
lembaga keagenan asuransi. Lembaga broker pada umumnya memiliki tenaga ahli asuransi sesuai
bidangnya, dengan demikian memiliki kemampuan bernegosiasi dengan perusahaan asuransi.
Bidang-bidang yang dimaksud antara lain untuk asuransi kebakaran, untuk asuransi aviation, dan
jenis-jenis asuransi lainnya yang biasanya tidak ditangani oleh lembaga keagenan. Negosiasi
bertujuan untuk mendapatkan syarat-syarat pertanggungan yang lebih menguntungkan bagi
relasinya.

c. Pialang Reasuransi
Lembaga ini, fungsi dan tugasnya mirip dengan apa yang melekat pada broker asuransi.
Bedanya terletak pada yang menjadi relasi broker reasuransi adalah perusahaan asuransi. Dengan
demikian fungsi dan tugas broker reasuransi merupakan penghubung antara perusahaan asuransi.
Keberadaan broker reasuransi sangat membantu tugas dan pekerjaan perusahaan asuransi. Oleh
karena dengan adanya broker reasuransi, perusahaan asuransi tidak perlu melakukan 'shopping'
untuk memasarkan sessi akibat kelebihan kapasitas. Tidak semua permintaan asuransi dapat diserap
oleh kapasitas yang tersedia dalam program reasuransi. Apalagi bila jenis risiko yang diterima tidak
termasuk dalam lingkungan program reasuransi.
Perlu diketahui bahwa menawarkan kelebihan kapasitas selain memerlukan waktu, juga
memerlukan biaya dan tentu saja pengorbanan lainnya. Maka dengan adanya broker reasuransi
sangat membantu perusahaan asuransi. Namun disamping kelebihan yang dirasakan oleh perusahaan
asuransi, di sisi lain terdapat kekurangannya. Kekurangan dimaksud adalah perusahaan asuransi
tidak selalu dapat mengontrol reputasi dari perusahaan reasuransi yang telah ditunjuk oleh broker
reasuransi.

d. Aktuaria Asuransi
Tugas aktuaria dalam usaha asuransi adalah pekerjaan yang menetapkan besarnya tarif premi.
Aktuaria dalam usaha perasuransian adalah seseorang yang memiliki latar belakang kemampuan
matematika tinggi, yang dalam melaksanakan tugasnya dilibatkan dalam seluruh proses kegiatan
perusahaan, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan kegiatan operasional, keuangan, penelitian.
Dalam usaha asuransi jiwa misalnya, seorang aktuaris dilibatkan dalam pengolahan data dan
infonnasi yang berkaitan dengan kasus kelahiran, kasus kematian, status perkawinan, berbagai jenis
penyakit, jenis-jenis pekerjaan, angka kecelakaan, tingkat pensiunan dan sebagainya. Dengan data
dan informasi yang dimiliki kemudian mereka mengolah data dan informasi, dan mampu
menetapkan besarnya tarif premi untuk asuransi jiwa dan asuransi kesehatan.

e. Penilai Kerugian Asuransi


Peran perusahaan penilai kerugian asuransi sangat dirasakan ketika terjadi risiko yang menimpa
obyek pertanggungan dan menimbulkan dampak kerugian yang relatif besar. Sementara itu tidak
setiap perusahaan asuransi memiliki tenaga ahli penilai untuk menghitung besamya kerugian. Pada
kejadian kerugian yang relatif besar, akan melibatkan dan menarik perusahaan reasuransi untuk
berkontribusi dalam pern bay a ran ganti rugi.
Dalam praktik bisnis, setiap perusahaan reasuransi yang ikut serta menanggung, mempunyai hak
untuk mendapatkan infonnasi yang benar tentang jumlah kerugian yang dialami oleh tertanggung
yang mengalami kerugian. Maka untuk itu dalam melakukan penilaian tentang jumlah kerugian,
diperlukan penilai kerugian yang bersifat netral. Di sinilah perusahaan penilai kerugian asuransi
menunjukkan perannya dan bertindak sebagai lembaga penilai kerugian asuransi yang independen
(independent loss adjuster).

6. Tinjauan Usaha Asuransi dari Sudut Kepemilikan


Dilihat dari sudut pandang kepemilikannya, semua perusahaan yang bergerak dalam sektor
asuransi dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yang meliputi Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Swasta Nasional, dan Badan Usaha Milik Usaha Patungan. Secara singkat berikut
diberikan ulasannya.

Perusahaan Asuransi

Badan Usaha Milik Badan Usaha Milik Badan Usaha Milik


Negara Swasta Patungan

a. Badan Usaha Milik Negara


Badan Usaha Milik Negara, sesuai dengan namanya semua saham atau sebagian besar sahamnya
dimiliki oleh Pemerintah, yang dalam hal ini Departemen Keuangan RI. Badan usaha milik negara,
secara hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas,
namun dengan memperhatikan beberapa ketentuan khusus. Biasanya perseroan terbatas diberi
tambahan di belakangnya dengan kata 'Persero'.
Badan Usaha Milik Negara mempunyai visi dan misi yang disejalankan dengan kepentingan
Pemerintah dalam menjalankan kebijakannya, terutama yang terkait dengan keuangan, perbankan,
perekonomian, perindustrian, perdagangan, perhubungan, dan sebagainya. Adapun perusahaan-
perusahaan milik negara dimaksud meliputi:
1) PT Asuransi Jiwasraya
Perusahaan ini merupakan Badan Usaha Milik Negara, menjual produk asuransi jiwa, baik secara
individual maupun secara kelompok.
2) PT Asuransi Jasa Indonesia
Atau seringkali disingkat dengan panggilan Asuransi Jasindo. Perusahaan ini merupakan Badan
Usaha Milik Negara, menjual produk asuransi umum atau asuransi kerugian.
3) PT Asuransi Kredit Indonesia
Atau seringkali disingkat dengan panggilan PT Askrindo. Perusahaan ini merupakan Badan
Usaha Milik Negara yang menjual produk asuransi atas jaminan kredit bagi para nasabah bank
yang mendapatkan pinjaman kredit.
4) PT Asuransi Ekspor Indonesia
Atau seringkali disingkat dengan panggilan ASEI. Perusahaan ini merupakan Badan Usaha Milik
Negara, menjual produk asuransi berupa pemberian jaminan atas barang-barang yang diekspor ke
negara lain
5) PT Reasuransi Umum Indonesia
Atau seringkali disingkat dengan panggilan REINDO. Perusahaan ini merupakan Badan Usaha
Milik Negara, menjual produk asuransi bagi perusahaan asuransi yang mengalami kelebihan
kapasitas daya tampung risiko. Dengan demikian maka perusahaan ini merupakan lembaga
asuransi khusus bagi perusahaan asuransi.
6) PT Asuransi Jasa Raharja
Badan Usaha Milik Negara ini, melaksanakan program asuransi sosial dalam hal pemberian
santunan kepada korban kecelakaan lalu lintas jalan raya.
7) PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
Atau seringkali disingkat dengan panggilan PT Taspen. Perusahaan ini merupakan Badan Usaha
Milik Negara, melaksanakan program asuransi sosial bagi para Pegawai Negeri Sipil. Program
yang diberikan ialah santunan berupa tunjangan hari tua dan pembayaran upah pensiun.
8) PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Atau sering kali disingkat dengan panggilan PT Jamsostek. Perusahaan ini merupakan Badan
Usaha Milik Negara, melaksanakan program asuransi sosial bagi seluruh tenaga kerja. Program
yang diberikan ialah memberikan santunan kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan
selama menjalankan tugas pekerjaannya. Santunan diberikan baik untuk biaya pengobatan
maupun untuk santunan meninggal dunia.
9) PT Asuransi Kesehatan
Atau seringkali disingkat dengan panggilan PT ASKES. Perusahaan ini merupakan Badan Usaha
Milik Negara, menjual produk yang berupa asuransi kesehatan baik bagi para Pegawai Negeri
Sipil, maupun bagi masyarakat yang memerlukannya.

b. Badan Usaha Milik Swasta Nasional


Pengertian milik swasta di sini adalah swasta nasional. Demikian juga dengan bentuk badan
hukumnya, bisa berbentuk Perseroan Terbatas dan bisa juga dalam bentuk Koperasi. Perusahaan
swasta nasional sepenuhnya tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
perseroan terbatas. Apabila perseroan terbatas dimaksud telah mampu menjadi perusahaan publik
maka juga harus tunduk kepada Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Pada perusahaan swasta nasional yang berbentuk koperasi, maka dengan sendirinya harus
tunduk kepada Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992, yang pada tanggal 30 Oktober
telah dikeluarkan Undang-Undang Koperasi yang baru Nomor 17 Tahun 2012.

c. Badan Usaha Milik Usaha Patungan


Sesudah orde baru memegang Pemerintahan pada tahun 1966, maka secara berangsur
masuklah para investor asing ke Indonesia, dalam bentuk Penanaman Modal Asing. Bersamaan
dengan itu mereka juga membawa mitra usahanya atau perusahaan-perusahaan yang terkait dengan
perusahaan yang menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu mitra usaha mereka adalah
perusahaan asuransi.
Namun sesuai dengan ketentuan yang ada di Indonesia tidak dibenarkan adanya perusahaan
asuransi yang pemiliknya adalah pemodal asing murni, maka jalan keluarnya mereka melakukan
usaha patungan (joint-ventures), dengan mitra asuransi nasional baik dengan badan usaha milik
negara maupun dengan badan usaha milik swasta nasional. Dewasa ini perusahaan asuransi dengan
bentuk usaha patungan telah melakukan usaha baik dalam usaha asuransi kerugian maupun usaha
asuransi jiwa. Hingga buku ini ditulis belum terlihat adanya usaha patungan yang membuka usaha
dalam usaha reasuransi.

Anda mungkin juga menyukai