2
USAHA PERASURANSIAN
b. Abad Pertengahan
Peristiwa-peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad
pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu)
perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota – anggotanya
dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang
diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota – anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada
abad ke – 9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.
Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman, dan Negara-negara
Eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan abad ke-14 perdagangan melalui laut
mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan
perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai tepikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari
upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal
perkembangan asuransi kerugian laut.
Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik
uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan
ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah
dibayar kembali. Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat
tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai
premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung resiko kehilangan uang
dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah-olah
sebagai ganti kerugian kepada pemiliki kapal dan barang muatannya.
Karena ada larangan menarik bunga oleh kangan agama yang dianggap sebagai riba, maka pola
perjanjian tersebut diubah. Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu
memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi setelah
benar-benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan
sejumlah uang. Namun, pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu
menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung. Dengan
ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi
hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi.
Demikianlah permulaan perkembangan asuransi pada pengangkutan laut. Asuransi ini
berkembang pesat terutama di negara-negara pantai (coastal countries), seperti Inggris, Perancis,
Belanda, Jerman, Denmark, dan lain-lain.
Marketing Pontential
Individual Institutional
(Homeowners) (Commercial)
Dengan membagi potensi pasar sebagaimana divisualisasikan di atas, maka target pembeli
menjadi lebih jelas, yakni segmen pasar individu yang dalam hal ini diwakili oleh kelompok pembeli
rumah tangga (homeowners), dan kelompok target pembeli kedua merupakan segmen institusi yang
dalam hal ini diwakili oleh organisasi pencari laba (commercial organization). Kepada masing-
masing segmen ditawarkan dua jenis produk, yaitu jaminan asuransi yang terkaitan dengan tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga (liability insurance), dan jaminan asuransi yang menawarkan
asuransi untuk harta benda (property insurance). Untuk asuransi jiwa berlaku pada keduanya, baik
pada target pembeli individu, maupun target pembeli kelompok.
Berikut dibahas beberapa program asuransi rumah tangga versi ISO, yang sedang berlaku di
negara tersebut.
(a). Asuransi Rumah Tangga (Model 2)
Asuransi ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan para pemilik rumah tangga guna memberikan
jaminan untuk risiko kerugian terhadap rumah tinggal, bangunan lainnya, dan barang-barang
milik perorangan terhadap kerugian yang diakibatkan oleh risiko-risiko yang tertera di dalam
polis. Adapun risiko-risiko tersebut adalah terjadinya kebakaran, petir, angin ribut, peledakan,
dan risiko tambahan lainnya. Jaminan dapat diperluas dengan biaya-biaya untuk menyewa rumah
selama rumah yang mengalami kerusakan sedang dalam perbaikan dan belum dapat dihuni.
(3). Tanggung Jawab Hukum Atas Akibat Minuman Keras (Liquor Liability)
Di bawah undang-undang tentang minuman keras, setiap penjual seperti restoran, bar,
tempat-tempat hiburan dan sejenis lainnya secara hukum harus bertanggung jawab atas
dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembeli yang mabuk dan atau keracunan minuman
keras. Tetapi dalam praktik asuransi, tanggung jawab hukum atas minuman keras,
dikecualikan dari pabrik yang membuat, toko-toko yang menjual, perusahaan yang
mendistribusikan, maupun restoran yang menyajikan minuman. Dengan demikian maka
tanggung jawab hukum beralih kepada para pelaku minuman keras.
(4). Tanggung Jawab Hukum Direksi dan Staf Perusahaan (Director and Official Liability)
Direksi dan para staf perusahaan yang telah go-public, sering menjadi sasaran kemarahan
masyarakat dan berujung kepada tuntutan hukum oleh para pemegang saham, pegawai
perusahaan, para pejabat pemerintah, dan pihak-pihak lainnya yang merasa dirugikan
akibat kekurangmampuan anggota direksi dan para staf perusahaan mengelola perusahaan
(mis-management). Akibat kesalahan dan atau kekurangmampuan direksi dan staf
perusahaan dalam mengelola perusahaan, maka nilai saham di pasar sekuritas menjadi
turun dan masyarakat mengalami kerugian. Asuransi direksi dan staf dapat memberikan
jaminan kerugian atas risiko seperti ini.
(5). Tanggung Jawab Hukum Atas Perilaku Seseorang Akibat dari Tayangan Iklan (Personal
and Advertising Injury)
Perusahaan pcmasang iklan secara hukum dapat dituntut untuk bertanggung jawab bila
dalam menyampaikan pesan dan menayangkan iklannya meniru, menjiplak, menghina,
melecehkan dan atau membuat orang lain tidak senang dan atau merasa dirugikan.
Contoh lain yang mudah dipahami adalah bila pesan dan penayangan iklan meniru
perilaku orang lain.
Perusahaan secara hukum dapat dituntut untuk bertanggung jawab oleh pegawainya
sebagai akibat dari perlakuan pilih kasih (discrination), kesalahan ketika melakukan
promosi, kesalahan ketika melakukan pemutusan hubungan kerja, dan kesalahan-
kesalahan lainnya di bidang kepegawaian.
Perusahaan secara hukum dapat dituntut untuk bertanggung jawab oleh pegawainya yang
mengalami pelecehan seksual. Tuntutan sejenis ini biasanya tidak mudah untuk di atasi
baik oleh perusahaan maupun oleh pegawai yang bersangkutan. Guna mencegah terjadi-
nya pelecehan seksual, maka perusahaan seringkali memberlakukan aturan yang ketat
sedemikian rupa dan melarang dilakukan hal-hal yang mendorong seseorang pimpinan,
staf atau pegawai melakukan tindakan yang cenderung menjurus kepada tindakan
pelecehan seksual.
3. Surety Bond
Secara harfiah surety artinya penjaminan atau jaminan, sedangkan bond artinya ikatan,
perjanjian. Dengan demikian digabungkan surety bond dapat diartikan sebagai perjanjian penjaminan
atau perjanjian untuk memberikan jaminan. Surety bond merupakan suatu produk inovatif
perusahaan asuransi sebagai upaya pengambilalihan potensi resiko kerugian yang mungkin dapat
dialami oleh salah satu pihak atas kepercayaan yang diberikannya pada pihak lain dalam pelaksanaan
kontrak yang telah disepakati oleh mereka. Namun dalam praktik bisnis, nampaknya istilah surety
bond telah dikenal luas oleh masyarakat, khususnya mereka yang dalam kegiatan usahanya sering
terkait dengan masalah perjanjian untuk memberikan jaminan. Dalam pembahasan selanjutnya,
penulis akan menggunakan istilah aslinya, yaitu surety bond.
Surety Bond adalah suatu jaminan yang biasanya diberikan dalam bentuk kompensasi berupa
uang (monetary) apabila pihak yang diberikan jaminan gagal atau tidak mampu menunjukkan dan
atau membuktikan dan atau menepati janjinya. Beberapa contoh yang sering dijumpai dalam praktik
usaha adalah sebuah perusahaan kontraktor gagal atau tidak mampu menepati janjinya dalam
menyelesaikan pembangunan proyek tepat pada waktunya. Pihak-pihak yang terlibat dalam surety
bond, adalah pemilik proyek disebut sebagai obligee, perusahaan pemberi janji disebut sebagai
principal, dan perusahaan pemberi kompensasi atau penjamin disebut sebagai surety. Penjelasan
lebih Ianjut mengenai pihak-pihak tersobut adalah sebagai berikut:
a. Principal
Adalah pihak yang menyetujui dan menyepakati untuk menunjukkan dan atau menjanjikan dan
atau membuktikan, mampu menyelesaikan tugas dan atau perintah yang telah diterima dari pemberi
tugas/pemberi kerja. Sebuah perusahaan jasa konstruksi telah bersedia dan menyanggupi untuk
membangun sebuah bangunan gedung kantor dengan luas tertentu selama enam bulan.
Perusahaan jasa konstruksi ini perlu mendapatkan dokumen Surety Bond sebelum pekerjaan
kontrak diberikan kepadanya. Perusahaan jasa konstruksi ini disebut dengan Principal. Surety Bond
dapat diperoleh dari perusahaan bank atau perusahaan asuransi.
b. Obligee
Adalah pihak yang menerima manfaat apabila Principal gagal memenuhi janjinya. Pada contoh
di atas, perusahaan bank atau perusahaan asuransi akan ditagih dan harus membayar untuk setiap
kerugian yang disebabkan oleh kegagalan yang dilakukan oleh perusahaan jasa konstruksi.
Perusahaan bank atau perusahaan asuransi harus memberikan kompensasi untuk menyelesaikan
sebagian atau seluruh bangunan yang belum selesai dibangun.
c. Surety
Atau sering juga disebut dengan obligor adalah pihak yang bersedia memberikan kompensasi
dalam hal pihak principal gagal memenuhi janjinya, atau tidak mampu menunjukkan apa yang telah
disepakatinya. Perusahaan jasa konstruksi dapat membeli suatu Jaminan Pelaksanaan Pekerjaan
kepada perusahaan asuransi. Dengan demikian apabila perusahaan jasa konstruksi pemegang
Jaminan Pelaksanaan Pekerjaan gagal melaksanakan pekerjaannya, maka pihak pemilik proyek atau
oblige dapat memperoleh kompensasi dari perusahaan asuransi.
Berbagai bentuk dan jenis surety bond dapat ditawarkan kepada masyarakat untuk berbagai
kebutuhan dan situasi yang dikehendaki. Meskipun bentuk-bentuknya sangat beragam, namun dalam
praktik usaha dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Contract Bond
Adalah kontrak perjanjian yang menjamin bahwa principal akan memenuhi semua kewajiban
dan tanggung jawab sebagaimana yang termuat dalam kontrak perjanjian yang menjadi tanggung
jawabnya. Dalam Contract Bond, terdapat beberapa jenis Bond, yaitu Bid Bond, Performance
Bond, Payment Bond, dan Maintenance Bond. Secara singkat tentang jenis-jenis Bond berikut
diberikan penjelasannya:
(a). Bid Bond
Pada bid bond, pihak pemilik (obligee), diberikan jaminan bahwa pihak yang memenangkan
tender suatu proyek pekerjaan akan menandatangani perjanjian dan kesanggupan untuk
menyelesaikan pekerjaannya.
(b). Performance Bond
Pada performance bond, pihak pemilik diberikan jaminan bahwa pekerjaan akan diselesaikan
lengkap sesuai dengan spesifikasi yang telah dijanjikan. Performance bond banyak
digunakan khusus pada pembangunan industri dimana dalam praktik seringkali mengalami
kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan.
(c). Payment Bond
Memberikan jaminan bahwa semua tagihan untuk material yang digunakan dan upah tenaga
kerja yang dipekerjakan akan dibayar oleh kontraktor pada saat jatuh tempo.
(d). Maintenance Bond
Memberikan jaminan bahwa hasil pekerjaan yang buruk oleh kontraktor akan dibetulkan dan
bahan atau material yang tidak sesuai dengan kualitas akan diganti. Jaminan pemeliharaan ini
lazimnya diikutsertakan dalam dokumen performance bond untuk jangka waktu satu tahun
dengan tambahan premi.
4) Judicial Bond
Memberikan jaminan bahwa para pejabat, petugas atau seseorang yang diberikan tugas, akan
menjalankan tugas dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku
dalam pelaksanaan tugas tersebut. Judicial Bond, meliputi Fiduciary Bond dan Court Bond.
5) Fiduciary Bond
Berkaitan dengan tugas dan pekerjaan seorang pejabat dan atau seorang ]eetugas yang
berhubungan dan bertanggung jawab dengan penyimpanan kekayaan dan surat berharga lainnya.
Pejabat^dan $t^y petugas ini dapat diasuransikan, guna melindungj pemilik barang dan atau surat
berharga yang dipercayakan kepadanya.
6) Federal Bond
Memberi jaminan bahwa pihak ydf)§ /nenjalankan fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab
dalam kegiatan organisasi yang dijalankan akan memenuhi dan mematuhi semua aturan dan
ketentuan di suatu negara bagian harus sejalan dan tidak bertentangan dengan aturan dan
ketentuan yang berlaku di negara Federal. Jaminan ini diperlukan oleh Pejabat Pemerintah yang
mengendalikan semua aturan yang berlaku di suatu negara bagian dan harus dipatuhi oleh
seluruh pelaku usaha seperti pemilik rumah makan, pemilik pabrik, pemilik usaha jasa, dan
sebagainya. Bond juga dapat memberikan jaminan kepada perusahaan yang gagal dalam
membayar kewajiban pajak yang harus dibayar.
Surety dan Asuransi memiliki kesamaan maupun perbedaan. Kesamaan terletak pada
pembayaran kompensasi bagi pihak yang membeli jaminan. Sedangkan perbedaannya pada asuransi
hanya ada dua pihak, sedangkan pada surety terdapat tiga pihak. Secara skematis diilustrasikan
sesuai gambar berikut:
No Asuransi Surety
1 Dalam kontrak ada dua pihak, yaitu pihak Dalam kontrak ada tiga pihak, yaitu pihak pemberi
penanggung dan pihak tertanggung tugas, penerima tugas dan pihak penjamin
2 Pihak yang diharapkan membayarkan kerugian Pihak yang tidak diharapkan membayarkan
bila terjadi risiko kerugian, karena tidak terjadi risiko
3 Pihak ini biasanya tidak memiliki hak menuntut Pihak ini mempunyai kewajiban membayar
balik kepada principal kerugian akibat kesalahan principal
4 Jaminan dirancang untuk mengganti kesalahan Pihak ini menjamin karakter, perilaku, kinerja, dan
yang tidak disengaja dari principal yang terjadi di integritas principal. Dan inilah kualitas principal
luar kontrol
b. Tahun 1912
Pada tahun 1912 didirikan perusahaan asuransi jiwa bernama "Boemi Poetra 1912" yang
dimiliki dan dipimpin sendiri oleh tenaga-tenaga bangsa Indonesia.
c. Tahun 1942-1945
Pada saat ini perkembangan asuransi praktis terhenti, karena sedang terjadi revolusi fisik antara
para pejuang dan bangsa Indonesia, melawan pemerintahan penjajahan Jepang dan penjajah Belanda.
d. Tahun 1950-1965
Asuransi mulai tumbuh lagi pada saat bangsa Indonesia sudah merdeka dengan mulai menyusun
perekonomian sendiri. Perusahaan-perusahaan asuransi yang tadinya sudah dibekukan mulai dibuka
kembali. Namun demikian dengan adanya kebijakan Pemerintah Republik Indonesia pada saat itu
yang menguasai jalur perekonomian, dan dalam irama perjuangan mengembalikan wilayah Irian
Barat dari tangan penjajah Belanda, maka pada saat itu semua perusahaan asing diambil alih oleh
negara. Hal ini termasuk perusahaan-perusahaan asuransi.
Setelah perusahaan-perusahaan tersebut diambil alih, maka untuk pengelolaan selanjutnya
Pemerintah membentuk Perusahaan-Perusahaan Negara (disingkat dengan PN) dalam bidang
asuransi, antara lain PN Asuransi Jasa Aneka, PN Asuransi Jasa Samudra, dan PN Asuransi Jasa
Negara. Kemudian PN Asuransi Jasa Aneka dan PN Asuransi Jasa Samudra digabung menjadi PN
Asuransi Bendasraya. PN Asuransi Jasa Negara kemudian berganti nama menjadi PT Asuransi
Umum International Underwriters. Terakhir PN Asuransi Bendasraya dan PT Umum International
Underwriters, digabung menjadi PT Asuransi Jasa Indonesia.
Demikian sekilas perjalanan sejarah asuransi milik pemerintah penjajah Belanda dan milik
asing yang diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Tentang bagaimana sejarah
perkembangan asuransi swasta, dalam hal ini tidak banyak sumber sejarah yang dapat digali, namun
untuk perusahaan asuransi swasta, berdirinya Asuransi Boemi Poetra, merupakan tonggak sejarah
dan memberikan inspirasi bagi tumbuh dan berkembangnya usaha asuransi di Indonesia.
e. Tahun 1966-1987
Seiring dengan perkembangan sejarah politik di Indonesia, maka dengan lahirnya Pemerintah
Orde Baru pada tahun 1966, maka sektor swasta mulai ditumbuhkan lagi dan jalur perekonomian
yang dikuasai perusahaan-perusahaan negara, sesuai dengan Kepres Nomor 9 Tahun 1969, dibedakan
dalam tiga kelompok, menjadi Perusahaan Jawatan (disingkat dengan Perjan), Perusahaan Umum
(disingkat dengan Perum) dan Perusahaan Perseroan (disingkat dengan Persero). Sistem
perekonomian yang kita kenal dengan liberalisasi ini telah menumbuh-kan gairah perkembangan
ekonomi, termasuk dalam bidang asuransi.
Sejak itu beberapa perusahaan asuransi swasta telah tumbuh dan berkembang di berbagai kota
besar. Sampai dengan akhir tahun 1994, tercatat jumlah perusahaan asuransi telah mencapai lebih
dari 70 perusahaan.
f. Tahun 1987-sekarang
Perkembangan berikutnya adalah sebagai kelanjutan dari, perubahan kebijakan Pemerintah
dalam bidang ekonomi. Terlihat kecenderungan untuk beralih dari sistem ekonomi sosial ke sistem
ekonomi liberal. Pada tahun 1988 Pemerintah telah melakukan apa yang disebut dengan "Deregulasi"
pada bidang perekonomian. Hal ini sejalan dengan derap pembangunan di segala bidang yang sangat
gencar dilakukan oleh bangsa Indonesia. Bidang Perasuransian pun mulai digarap dengan gencar
(Suhawan, 1994). Guna menjaga agar pertumbuhan sektor perasuransian tersebut sejalan dengan
kebutuhan perekonomian bangsa secara keseluruhan, maka Pemerintah telah mengeluarkan beberapa
peraturan tentang perasuransian.
Pada tahun 1988 Pemerintah mengeluarkan Kepres Nomor 40, tanggal 28 Oktober 1988,
tentang Usaha Bidang Asuransi Kerugian dan kemudian disusul dengan peraturan pelaksanaannya
berupa, Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1249/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian, dan Nomor 1250/KMK.012/1988
tentang Usaha Asuransi Jiwa. Kepres dan Keputusan Menteri Keuangan ini terkait dengan upaya
Pemerintah dalam menjalankan pembinaan dan pengawasan.
Maksud dan tujuan Kepres dan Keputusan Menteri Keuangan ini untuk mengatur agar semua
perusahaan asuransi memiliki modal setor dalam jumlah sesuai ketentuan. Kemudian 20% dari
modal setor tersebut harus disetor ke Kas Negara atas nama Menteri Keuangan sebagai jaminan.
Dibanding dengan peraturan-peraturan sebelumnya, peraturan ini memiliki arah yang agak
berbeda, dan yang beda tersebut adalah bahwa Pemerintah mulai mengatur tingkat solvabilitas
perusahaan-perusahaan asuransi. Ketentuan mengatur bahwa batas minimal tingkat solvabilitas
perusahaan asuransi adalah 10% dari total asset (kekayaan bersih perusahaan). Kemudian agar
Pemerintah dapat melakukan monitoring Pimpinan perusahaan asuransi harus melaporkan posisi
keuangannya setiap bulan kepada Departemen Keuangan.
Dengan ketentuan yang baru ini diharapkan, maka perusahaan-perusahaan asuransi yang ada
benar-benar merupakan perusahaan asuransi yang sehat dari aspek keuangannya dan kegiatan
operasional-nya dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai konsekuensinya apabila diantara
perusahaan-perusahaan asuransi yang beroperasi tidak dapat mcmenuhi ketentuan baru ini maka
akan dilarang beroperasi oleh Departemen Keuangan.
Tahun 1992 merupakan tahun yang bersejarah bagi dunia perasuransian di Indonesia.
Merupakan fakta sejarah bahwa tahun 1992 merupakan untuk pertama kalinya bangsa Indonesia
mempunyai Undang-Undang yang khusus mengatur tentang usaha perasuransian. Undang-Undang
tersebut adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Bila diingat bahwa selama sekian tahun
usaha perasuransian belum pernah memiliki undang-undang, maka hal ini merupakan sebuah
monumen pembangunan bangsa Indonesia, dalam bidang asuransi yang patut untuk dibanggakan.
Dengan telah berlakunya undang-undang ini, maka kedudukan asuransi baik dalam perspektif
perekonomian maupun bagi kehidupan masyarakat menjadi jelas. Berbagai hal yang terkait dengan
perasuransian baik peraturan-peraturan pokok, maupun aspek-aspek lainnya telah dicantumkan di
dalamnya, sehingga merupakan pegangan bagi seluruh masyarakat bangsa Indonesia dalam
melakukan kegiatan yang bersangkut paut dengan bidang usaha perasuransian.
Dengan perkembangan yang terjadi hingga dewasa ini, maka sudah dapat dipastikan bahwa
manfaat adanya perasuransian akan betul-betul dapat dinikmati dan dirasakan oleh seluruh bangsa
Indonesia sebagaimana halnya bangsa-bangsa lain yang telah maju dalam memanfaatkan usaha
dalam bidang perasuransian ini.
Asuransi merupakan produk jasa, seperti halnya perbankan, pendidikan, penerbangan, dan yang
sejenisnya. Namun perkembangan sektor perasuransian relatif tertinggal dibandingkan dengan sektor
industri jasa keuangan lainnya. Dilihat dari Gross Domestik Product, pada tahun 2007 kontribusi
sektor perasuransian masih menunjukkan angka 1,88% dibandingkan dengan sektor perbankan pada
tahun yang sama yang telah mencapai 2,67%.
Perkembangan industri asuransi makin berkembang, sementara Undang-undang No. 2 Tahun
1992 tidak sesuai lagi dengan perkembangan industri perasuransian. Sehingga pada tanggal 17
Oktober 2014 DPR mengesyahkan Undang-undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut baik diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian Dengan diterbitkannya Undang-Undang Perasuransian ini
penyelenggaraan usaha perasuransian dapat berjalan dengan lebih baik dan pelindungan kepentingan
masyarakat pengguna jasa asuransi dapat semakin ditingkatkan.
Terdapat beberapa perubahan pokok dari Undang-undang Perasuransian ini dibandingkan
Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1992, termasuk perubahan judul dari semula “Usaha
Perasuransian” menjadi “Perasuransian”. Terkait jumlah bab dan pasal, terdapat penambahan yang
cukup banyak, yaitu dari semula 28 pasal di Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menjadi 92 pasal.
Untuk bab, dari semula 13 bab di Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menjadi 18 bab.
Perbedaan isi dari UU Perasuransian dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, antara
lain adalah:
(1). Konsultan Aktuaria
(a). Pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 usaha konsultan aktuaria merupakan salah satu
bidang usaha perasuransian yang izin usahanya diberikan oleh Menteri.
(b).Pada Undang-undang Perasuransian, konsultan aktuaria tidak lagi merupakan usaha
perasuransian tetapi merupakan salah satu profesi penyedia jasa bagi perusahaan
perasuransian. Konsultan aktuaria harus terdaftar pada OJK.
(2). Bentuk Badan Hukum
(a). Pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur bahwa usaha perasuransian hanya dapat
dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perusahaan perseroan (PERSERO), koperasi,
perseroan terbatas, dan usaha bersama (mutual).
(b).Pada UU Perasuransian bentuk badan hukum usaha perasuransian adalah perseroan
terbatas, koperasi dan usaha bersama. Untuk usaha bersama harus merupakan usaha bersama
yang telah ada pada saat UU Perasuransian diundangkan. Pihak yang bermaksud
menyelenggarakan usaha asuransi dengan bentuk badan hukum usaha bersama baru didorong
untuk menjadi berbentuk koperasi. Usaha bersama tersebut juga wajib menyesuaikan
dengan ketentuan dalam undang-undang paling lama 3 (tiga) tahun.
(3). Kepemilikan Perusahaan Perasuransian
(a). Pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, untuk perusahaan perasuransian yang
didirikan oleh warga negara Indonesia (WNI) dan/atau badan hukum Indonesia, tidak
diatur kepemilikan dari badan hukum Indonesia yang menjadi pendiri perusahaan
perasuransian. Untuk perusahaan perasuransian patungan, juga tidak diatur kriteria
perusahaan asing yang menjadi induk dari perusahaan perasuransian patungan tersebut.
Selain itu juga tidak diatur kepemilikan warga negara asing yang menjadi pemilik dari
perusahaan perasuransian patungan.
(b).Pada Undang-undang Perasuransian, untuk perusahaan perasuransian yang didirikan
oleh WNI dan/atau badan hukum Indonesia, badan hukum Indonesia yang menjadi
pendiri perusahaan perasuransian tersebut harus dimiliki secara langsung atau tidak
langsung oleh WNI. Untuk perusahaan perasuransian patungan, pihak asing harus
merupakan perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang
usaha perasuransian yang sejenis. Selain itu juga diatur bahwa warga negara asing dapat
menjadi pemilik dari perusahaan perasuransian patungan melalui transaksi di bursa efek.
(4). Likuidasi
(a). Pada UU Usaha Perasuransian tidak diatur tindak lanjut dari pencabutan izin usaha
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
(b).Pada UU Perasuransian diatur bahwa paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
dicabutnya izin usaha, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang dicabut izin
usahanya wajib menyelenggarakan RUPS untuk memutuskan pembubaran badan hukum
perusahaan yang bersangkutan dan membentuk tim likuidasi. Dalam hal RUPS tidak dapat
diselenggarakan atau RUPS dapat diselenggarakan tetapi tidak berhasil memutuskan
pembubaran badan hukum perusahaan dan tidak berhasil membentuk tim likuidasi, maka
OJK memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan dan membentuk tim likuidasi.
Selain itu terdapat pula hal-hal baru yang diatur pada UU Perasuransian, antara lain:
(1). Ketentuan mengenai pengendali.
Ketentuan ini mengatur bahwa perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib menetapkan paling sedikit 1 (satu)
pengendali dan pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya.
(2). Ketentuan mengenai pemegang saham pengendali.
Ketentuan ini mengatur bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali
pada 1 (satu) perusahaan perasuransian yang sejenis. Bagi pemegang saham pengendali
yang memiliki lebih dari 1 (satu) perusahaan perasuransian maka wajib menyesuaikan dengan
ketentuan dalam undang-undang paling lama 3 (tiga) tahun.
(3). Ketentuan mengenai program asuransi wajib.
Ketentuan ini mengatur bahwa program asuransi wajib harus diselenggarakan secara kompetitif
dan pihak yang dapat menyelenggarakan program asuransi wajib harus memenuhi persyaratan
yang ditetapkan OJK.
(4). Ketentuan mengenai penjaminan polis.
Ketentuan ini mengatur bahwa perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah wajib
menjadi peserta program penjaminan polis, penyelenggaraan program penjaminan polis diatur
dengan undang-undang.
(5). Ketentuan mengenai Pengelola Statuter.
Pengelola Statuter adalah orang perseorangan atau badan hukum yang ditetapkan OJK
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan. Pengelola
Statuter mempunyai tugas antara lain:
(a). menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana peserta perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;
(b).menyusun langkah-langkah apabila perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut masih dapat
diselamatkan;
(c). mengajukan usulan agar OJK mencabut izin usaha perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah apabila
perusahaan tersebut dinilai tidak dapat diselamatkan; dan
(d).melaporkankegiatannya kepada OJK.
(6). Ketentuan mengenai asuransi syariah.
Ketentuan ini mengatur bahwa usaha asuransi syariah dan reasuransi syariah harus
diselenggarakan oleh entitas tersendiri (full fledge). Perusahaan asuransi atau perusahaan
reasuransi yang memiliki unit syariah dengan nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta
telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai dana asuransi, dana
tabarru’, dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya atau 10 (sepuluh) tahun sejak
diundangkannya UU Perasuransian, perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi tersebut
wajib melakukan pemisahan unit syariah tersebut menjadi perusahaan asuransi syariah
atau perusahaan reasuransi syariah.
(7). Ketentuan mengenai larangan penempatan asuransi pada perusahaan asuransi terafiliasi.
Ketentuan ini mengatur bahwa perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkan penutupan
asuransi atau penutupan asuransi syariah pada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi
syariah yang merupakan afiliasi dari pialang asuransi atau perusahaan pialang asuransi yang
bersangkutan.
Selanjutnya pengertian asuransi juga termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Pasal 246 yang berbunyi: "Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi,
untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusnkan, atau hilangnya
keuntungan ynng tidak diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa ynng tak
tentu".
Pengertian yang terkandung dalam definisi yang terakhir ini terasa lebih luas dan lengkap. Di
dalamnya meliputi beberapa unsur yakni:
(1). Pihak tertanggung, yang berjanji akan membayar premi kepada penanggung, karena bersedia
memberikan ganti rugi bila peristiwa terjadinya risiko yang tidak pasti, benar-benar terjadi.
(2). Pihak penanggung, yang berjanji akan memberikan ganti rugi yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, yang akan diderita oleh tertanggung.
(3). Obyek pertanggungan, berupa harta benda, hidup dan meninggalnya seseorang, dan atau
kepentingan lainnya.
(4). Peristiwa terjadinya risiko, yang tidak pasti, dimana, kapan dan besarnya-dampak kerugian yang
timbul, yang sebenarnya juga tidak diharapkan oleh tertanggung dan penanggung.
4. Usaha Asuransi
Usaha perasuransian menurut Pasal 2 Undang-undang Perasuransian No. 40 tahun 2014
meliputi : (1) perusahaan asuransi umum, (2) perusahaan asuransi jiwa, dan (3) perusahaan
reasuransi.
Secara lebih rinci, ruang lingkup dan kegiatan ketiga kelompok usaha dimaksud dijelaskan di
bawah ini.
a. Asuransi Umum
Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan:
(1). Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi
kecelakaan diri; dan
(2). Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain
Asuransi umum. sering disebut juga dengan asuransi kerugian. Istilah asuransi umum
diterjemahkan dari bahasa Inggris (general insurance), sedangkan asuransi kerugian diterjemahkan
dari bahasa Belanda (schaade verzekeritigs). Sedikit berbeda dengan asuransi jiwa, pada asuransi
kerugian yang diasuransikan adalah benda dan atau kepentingan seseorang yang melekat pada benda.
Pada asuransi kerugian juga terdapat jenis asuransi yang mirip dengan asurarisi jiwa, yakni asuransi
kecelakaan diri {personal accident insurance). Pada asuransi ini yang diasuransikan bukan orangnya
melainkan kepentingan untuk meinperoleh ganti rugi atas biaya pengobatan dan perawatan apabila
seseorang yang diasuransikan mengalami kecelakaan.
Pada asuransi kerugian, benda-benda yang dapat diasuransikan adalah semua benda yang
memiliki nilai ekonomis. Disamping itu pada benda-benda tersebut melekat kepentingan orang yang
mengasuransi-kan. Benda-benda tersebut antara lain, bangunan-bangunan rumah tinggal, pabrik,
gudang, bangunan fungsional lainnya berikut dengan alat kelengkapannya, bangunan kantor, dan
bangunan-bangunan lainnya.
Demikian juga dengan benda-benda lainnya yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha,
seperti kendaraan bermotor, kapal laut, satelit telekomunikasi, pesawat udara dan sebagainya. Tidak
terkecuali benda-benda yang merupakan obyek dalam menjalankan usaha seperti produk-produk
yang dihasilkan oleh suatu industri dan sebagainya.
b. Asuransi Jiwa
Guna mencegah pengertian yang keliru diawal pembahasan ini perlu disampaikan klarifikasi
tentang asuransi jiwa. Dalam asuransi jiwa yang diasuransikan bukanlah jiwa atau nyawa seseorang,
oleh karena tidak mungkin perusahaan asuransi memberikan ganti rugi berupa nyawa kepada
seseorang yang telah meninggal dunia.
Yang diasuransikan dalam asuransi jiwa adalah kerugian material yang diderita apabila
seseorang yang diasuransikan tersebut telah mencapai usia pensiun atau meninggal dunia sebelum
mencapai usia pensiun. Apabila seseorang telah mencapai masa pensiun dan menjadi pensiunan,
maka penghasilannya menjadi menurun. Demikian juga kesehatan dan kemampuan lainnya.
Kalaupun masih cukup kuat dan mampu, amat jarang perusahaan yang mau menerimanya sebagai
tenaga kerja. Guna mengatasi kondisi di hari tua tersebut, maka ketika masih muda ia harus
menabung untuk persiapan menghadapi hari tua.
Namun menabung saja tidak cukup, karena masih ada kelemahannya. Kelemahan tersebut
adalah apabila sebelum datang masa pensiun, ternyata telah dipanggil kembali oleh Tuhan Yang
Maha Esa atau meninggal dunia. Bagi keluarga yang ditinggalkan kepergian seorang kepala
keluarga, meninggalkan selain kesediaan yang mendalam, juga penderitaan dalam menghadapi
kehidupan mendatang.
Maka cara lain yang dapat dilakukan adalah membeli asuransi jiwa. Cara terbaik membeli
asuransi jiwa adalah dilakukan sedini mungkin ketika telah mendapatkan pekerjaan. Dengan
membeli asuransi jiwa sesegera mungkin, maka seorang pemegang polis akan memiliki waktu yang
relatif cukup untuk menabung.
Membeli asuransi jiwa sebenarnya tidak berbeda dengan menabung. Namun karena membeli
asuransi jiwa mempunyai tujuan tertentu, maka cara menabung tersebut dijalankan secara sistemik
dan berjangka panjang. Oleh karena itu sebelum menjalankan dan memutuskan untuk membeli
asuransi jiwa perlu persiapan yang matang. Selama jangka waktu menabung, seyogyanya
tertanggung pandai menahan diri untuk tidak bertindak konsumtif demi masa depan yang lebih baik.
c. Reasuransi
Reasuransi adalah perusahaan yang menerima pertanggungan ulang (reasuransi) yang berasal
dari perusahaan asuransi, baik untuk asuransi kerugian maupun asuransi jiwa. Perusahaan reasuransi
tidak dibenarkan menerima pertanggungan langsung, dengan demikian seluruh relasi/ tertanggung
dalam perusahaan reasuransi adalah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. Perusahaan
asuransi yang mereasuransikan disebut dengan ceding company. Bagian dan atau seluruh risiko yang
direasuransikan oleh perusahaan asuransi disebut dengan sessi (cession), sedangkan sisa risiko yang
tidak direasuransikan disebut dengan limit risiko ditahan (net-retention).
Peran perusahaan reasuransi di suatu negara sangat besar, terutama dalam mendukung kegiatan
seluruh perusahaan asuransi. Beberapa alasan mengapa perusahaan asuransi mengasuransikan
kembali risiko yang telah ditutupnya, antara lain:
1) Meningkatkan Kapasitas Underwriting (lncrease Underwriting Capacity)
Tanpa dukungan reasuransi, perusahaan asuransi tidak mungkin memberikan jaminan risiko
kepada beberapa relasi/tertanggung unluk risiko dalam jumlah yang besar. Dengan demikian
melalui cara reasuransi, perusahaan mampu meningkatkan kapasitas underwriting dan
menciptakan relasi baru. Disamping itu dengan dukungan reasuransi, perusahaan asuransi' dapat
menerbitkan polis sebesar jumlah risiko yang telah dijaminnya, meskipun ia hanya menahan
sebagian kecil saja dari seluruh risiko yang ditanggung.
2) Menstabilkan Posisi Keuntungan (Stabilize Profits)
Besarnya nilai obyek pertanggungan yang diakses oleh setiap perusahaan asuransi sangat bervari,
antara yang nilainya kecil, sedang atau besar dan atau bahkan sangat besar yang jauh melampaui
kemampuan daya tampungnya. Dengan demikian maka probabilita jumlah ganti rugi yang harus
dibayarkan apabila risiko yang dipertanggungkan benar-benar terjadi juga akan sangat bervariasi.
Kondisi yang demikian tentu akan membawa dampak hasil usaha dan kondisi keuangan
perusahaan asuransi menjadi sangat tidak stabil, termasuk laba perusahaan. Guna menjaga agar
hasil usaha dan kondisi keuangan relatif stabil, maka perusahaan asuransi perlu mengatur dan
menjaga agar jumlah ganti rugi yang dibayarkan, bila ada, maksimal untuk setiap portofolio
risiko sebesar kapasitas daya tampung yang telah ditetapkan. Sedangkan selebihnya diarahkan
menjadi bagian dari perusahaan reasuransi. Tujuan utama dari kebijakan reasuransi dalam hal ini
adalah guna menjaga stabilitas keuangan, khususnya laba perusahaan.
3) Mereduksi Cadangan Premi (Reduce The Unearned Reserve)
Setiap premi untuk setiap portofolio risiko yang diterima oleh perusahaan pada awal
pertanggungan, tidak seluruhnya menjadi milik perusahaan pada tahun tersebut. Jumlah premi
yang diterima tersebut baru benar-benar menjadi milik perusahaan setelah satu putaran jangka
waktu pertanggungan terlampaui. Secara akumulasi seluruh premi yang diterima dari semua
portofolio risiko harus tetap ditahan di perusahaan sampai dengan jangka waktu pertanggungan
selesai dijalani, inilah yang disebut dengan cadangan premi.
Apabila kebijakan reasuransi tidak dijalankan, maka pernsahaan akan menahan cadangan premi
yang sangat besar, namun di sisi lain berhadapan dengan kemungkinan membayar ganti rugi
tanpa didukung reasuransi. Kondisi yang demikian sangat membahayakan baik terhadap
kelangsungan hidup perusahaan maupun terhadap kepentingan pemegang polis. Dalam hal inilah
Pemerintah menaruh kepentingan, yang dalam hal ini menjaga baik kepentingan perusahaan
maupun kepentingan masyarakat umumnya dan para pemegang polis khususnya. Maka untuk
menetapkan besarnya minimal cadangan premi ini, Pemerintah mengeluarkan sejumlah aturan
dan ketentuan.
4) Melindungi Perusahaan Dari Claim Besar (Provide Protection Against a Catastrophic Losses)
Sebagaimana telah dijelaskan pada butir 'b', tuntutan ganti rugi yang dimajukan oleh pemegang
polis, bervariasi antara nilai pertanggungan terkecil sampai dengan nilai pertanggungan terbesar
(catastrophic losses). Meskipun tingkat probabilita terjadinya tuntutan ganti rugi terkecil dan
ganti rugi terbesar dapat diprediksi berdasarkan pengalaman empiris, namun bila tuntutan ganti
rugi terbesar benar-benar terjadi, perusahaan tidak mungkin menghindar dari kewajiban
membayar kerugian terbesar tersebut kepada pemegang polis.
Bila ketidakmampuan membayar ganti rugi ini sampai terjadi, maka sangat membahayakan nama
baik perusahaan. Guna menghindarkan diri dari hal yang tidak diinginkan dan merugikan nama
baik perusahaan tersebut, maka seyogyanya pimpinan perusahaan harus tetap konsisten
menjalankan kebijakan reasuransi secara tepat dan benar. Dengan demikian tujuan dari kebijakan
reasuransi diarahkan guna melindungi diri dari kewajiban membayar catastrophic claim.
b. Pialang Asuransi
Pialang asuransi adalah sebutan lain dari broker asuransi. Berbeda dari agen asuransi lembaga
broker tidak menjalankan kebijakan perusahaan asuransi. Lembaga broker bebas memilih perusahaan
asuransi bagi relasinya. Lembaga broker cenderung bertindak untuk dan atas nama tertanggung atau
calon tertanggung. Pada umumnya lembaga broker berusaha memberikan jaminan asuransi yang
lebih luas dengan harga yang relatif lebih murah dari perusahaan asuransi.
Lembaga broker merupakan unit kerja yang berada di luar perusahaan asuransi. Dengan
demikian maka lembaga broker merupakan perusahaan yang independen. Berbeda dengan lembaga
keagenan lembaga broker pada umumnya berbentuk badan hukum. Jenis-jenis jaminan asuransi yang
menjadi sasaran lembaga broker biasanya lebih rumit dari jenis-jenis asuransi yang menjadi sasaran
lembaga keagenan asuransi. Lembaga broker pada umumnya memiliki tenaga ahli asuransi sesuai
bidangnya, dengan demikian memiliki kemampuan bernegosiasi dengan perusahaan asuransi.
Bidang-bidang yang dimaksud antara lain untuk asuransi kebakaran, untuk asuransi aviation, dan
jenis-jenis asuransi lainnya yang biasanya tidak ditangani oleh lembaga keagenan. Negosiasi
bertujuan untuk mendapatkan syarat-syarat pertanggungan yang lebih menguntungkan bagi
relasinya.
c. Pialang Reasuransi
Lembaga ini, fungsi dan tugasnya mirip dengan apa yang melekat pada broker asuransi.
Bedanya terletak pada yang menjadi relasi broker reasuransi adalah perusahaan asuransi. Dengan
demikian fungsi dan tugas broker reasuransi merupakan penghubung antara perusahaan asuransi.
Keberadaan broker reasuransi sangat membantu tugas dan pekerjaan perusahaan asuransi. Oleh
karena dengan adanya broker reasuransi, perusahaan asuransi tidak perlu melakukan 'shopping'
untuk memasarkan sessi akibat kelebihan kapasitas. Tidak semua permintaan asuransi dapat diserap
oleh kapasitas yang tersedia dalam program reasuransi. Apalagi bila jenis risiko yang diterima tidak
termasuk dalam lingkungan program reasuransi.
Perlu diketahui bahwa menawarkan kelebihan kapasitas selain memerlukan waktu, juga
memerlukan biaya dan tentu saja pengorbanan lainnya. Maka dengan adanya broker reasuransi
sangat membantu perusahaan asuransi. Namun disamping kelebihan yang dirasakan oleh perusahaan
asuransi, di sisi lain terdapat kekurangannya. Kekurangan dimaksud adalah perusahaan asuransi
tidak selalu dapat mengontrol reputasi dari perusahaan reasuransi yang telah ditunjuk oleh broker
reasuransi.
d. Aktuaria Asuransi
Tugas aktuaria dalam usaha asuransi adalah pekerjaan yang menetapkan besarnya tarif premi.
Aktuaria dalam usaha perasuransian adalah seseorang yang memiliki latar belakang kemampuan
matematika tinggi, yang dalam melaksanakan tugasnya dilibatkan dalam seluruh proses kegiatan
perusahaan, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan kegiatan operasional, keuangan, penelitian.
Dalam usaha asuransi jiwa misalnya, seorang aktuaris dilibatkan dalam pengolahan data dan
infonnasi yang berkaitan dengan kasus kelahiran, kasus kematian, status perkawinan, berbagai jenis
penyakit, jenis-jenis pekerjaan, angka kecelakaan, tingkat pensiunan dan sebagainya. Dengan data
dan informasi yang dimiliki kemudian mereka mengolah data dan informasi, dan mampu
menetapkan besarnya tarif premi untuk asuransi jiwa dan asuransi kesehatan.
Perusahaan Asuransi