Anda di halaman 1dari 17

2.

7 Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dengan Proses Absorpsi, Distribusi Dan
Eksresi
Setelah masuk ke tubuh melaluin cara tertentu, missal melalui oral, parental, anal, dermal
dan cara lainnya, obat akan mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolism, dan eksresi.
Selain proses diatas, kemungkinanan obat akan mengalami modifikasi fisika yang melibatkan
bentuk sediaan atau formulasi obat, dan modifikasi kimia yang melibatkan perubahan struktur
molekul obat, dan hal lain dapat mempengaruhi respon biologis.
Tiga fase yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah:
1. Fase farmasetik, yang meliputi proses pabrikasi, pengaturan dosis, formulasi, bentuk
sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fase ini berperan
dalam ketersediaan obat untuk dapat diabsorpsi ke tubuh.
2. Fase farmakokinetik, yaitu meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolism dan
eksresi obat. Fase ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan
sasaran (target) atau reseptor sehinga dapat menimbulkan respon biologis.
3. Fase farmakodinamik, yaitu fase terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaingan
sasaran. Fase ini berperan dalam timbulnya respon biologis obat.

Setelah masuk ke system peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat yang tetap
utuh dan mencapia reseptor pada jaringan sasaran. Sebagia obat akan berubah atau terikat
pada biopolimer. Tempat dimana obat berubaha atau terikat sehingga tidak dapat mencapai
reseptor disebut sisi kehilangan (site of lose). Distribusi obat pada reseptor dan sisi
kehilangan tergantung dari sifat kimia fisika molekul oobat, seperti kelarutan dalam
lemak/air, derajat ionisasi, kekuatan ikatan obat-reseptor, kekuatan ikatan obat-sisi
kehilangan dan sifat dari reseptor atau sisi kehilangan.
Contoh sisi kehilangan yaitu protei darah, depo-depo penyimpanan, system enzim yang
dapat menyebabkan perubahan metabolism obat dari bentuk aktif menjadi bentuk tidak aktif
dan proses eksresi obat, baik sebelum maupun sesudah proses metabolisme.

A. Hubungan Stuktur, Sifat Kimia Fisika Dengan Proses Absorpsi Obat


Proses absorpsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis
obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorpsi akan mempengaruhi efek obat
dan menyebabkan kegagalan pengobatan.
1. Absorpsi obat melalaui saluran cerna
Pada pemberian secara oral, saluran obat masuk keperedaran darah dan didistribsikan
keseluruh tubuh, terlebih dulu harus mengalami proses absorpsi pada saluran cerna.
Prinsip teori sebagai dasar untuk memahami proses absorpsi obat adalah sebagai berikut:
a. Memberan saluraan cerna dan membrane biologis lainnya sebagai sawar lemak (lipid
barrier).
b. Bentuk molekul / tak terionkan dari obat yang bersifat asam atau basa, mudah larut
dalam lemak, mudah menenmbus membrane biologis, sehingga akan diabsorpsi
dengan baik.
c. Sebagaian besar obat akan diabsorpsi melalui mekanisme difusi pasif.
d. Kecepatan absorpsi dan jumlah obat yg diabsorpsi berhubungan dengan nilai
koefisien partisi lemak/air.
e. Obat yang bersifat asam lemah atau netral akan lebih banyak iabsorpsi dilambung
sedangkan obat yang bersifat basa lemah akan lebih banyak diabsorpsi di usus.

Factor – factor yang mempengaruhi proses absorpsi obat pada saluran cerna anatara
lain adalah bentuk sediaan, sifat kimia fisika, cara pemberian, factor biologis dan factor
lain-lain seperti diet, umur, adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan adanya
penyakit tertentu. Absorpsi obat melalui saluran cerna terutama tergantung pada ukuran
partikel molekul obat, kelarutan obat dalam lemak/air dan derajat ionisasi.

Suatu obat yang bersifat basa lemah, seperti amin aromatic, aminopirin, asetanilid,
kafein dan kuinin, bila diberikan oral dalam lambung yang besifat asam (PH; 1-3,5)
sebagian besar menjadi bentuk ion yang mempunyai kelarutan dalam lemak sangat kecil
sehingga sukar menembus membrane lambung. Bentuk ion tersebut kemudian masuk
kedalam usus halus yang bersifat agak basa(PH: 5-8) dan berubah menjadi bentuk tak
terionisasi. Betuk ini mempunyai kelarutan dalam lemak besar sehingga mudah terdifusi
menembus membrane usus. Asam lemah seperti asam salisilat,asetosal,
fenobarbital,asam benzoate, dan fenol pada lambung yang besifat asam akan terdapat
dalam bentuk tidak terionisasi, mudah larut dalam lemak sehinga mudah menembus
membrane lambung.

Senyawa yang terionisasi sempurna, pada umumnya bersifat basa atau asam kuat
mempunyai kelarutan dalam lemak sangat rendah sehingga sukar menembus membrane
saluran cerna. Contoh: asam sulfonat dan turunan ammonium kuartener, seperti
heksametonion,dekaulinium, dan benzalkonium klrorida. Senyawa yang sangat sukar
larut dalam air seperti BaSO4, MgO, dan Al(OH)3, juga tidak terabsorpsi oleh salurn
cerna.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa saluran cerna bersifat permeable selektif
terhadap bentuk tidak terdisosiasi obat yang bersifat mudah larut dalam lemak. Kelarutan
obat dalam lemak merupakan salah satu sifat fisik yang mempengaruhi absorpsi obat ke
membrane biologis. Makin besar kelarutan dalam lemak makin tinggi pula derjat
absorpsi obat ke membrane biologis.

2. Absorpsi Obat melalui Mata


Bila suatu obat diberikan secara setempat pada mata, sebagian diabsorpsi melalui
membran konjungtiva dan sebagian lagi melalui kornea. Keepatan penetrasi tergantung
pada derajat ionisasi dan koefisien partisi obat. Bentuk yang tidak terioisasi mudah larut
dalam lemak cepat diabsorpsi oleh membrane mata. Penetri obat yang bersifat lemah
lebih cepat dalam suasana sam karena dalam suasana asam tersebut bentuk tidak
terionisasinya besar sehingga mudah menembus membran mata. Untuk obat yang
bersifat basa lemah penetrasi lebih cepat dalam suasana basa.
3. Absorpsi obat melaui Paru
Obat anestesi sistemik yang diberikan secara inhalasi akan diabsorpsi melaui epitel
paru dan memberan mukosa saluran napas. Kaerna mempunyai luas permukaan besar ini
absorpsi melalui buluh darah paru berjalan denngan cepat.
Absorpsi obat melalui paru tergantung pada:
a. Kadar obat dalam alveoli
b. Koefisien partisi gas/darah
c. Kecepatan aliran darah paru
d. Ukuran partikel obat. Hanya obat dengan garis tenah lebih kecil dari 10
miumikron yang dapat masuk predaran aliran darah.
4. Absorpsi melalui Kulit
Penggunaan obat pada kulit umumnya ditunjukkan untuk memperoleh efek setempat.
Pada waktu ini sedang dikembangkan bentuk sediaan obat yang digunakan melalui kulit
dengan tujuan untuk mendapatkan efek sistemik. Absorpsi obat melalui kuilit sangat
tergantung pada kelarutan obat dalam lemak karena epidermis klit berfungsi sebagai
membrane lemak biologis.
B. Hubungan Stuktur, Sifat Kimia Fisika Dengan Proses Distribusi Obat

Setelah mask keperadaran sistemik, molekul obat secara serentak didistribusikan


keseluruh jarinan dan organ tubuh. Melalui proses ditribusi ini molekul obat aktif
mencapai jaringan sasaran atau resptor obat. Proses distribusi dan eliminasi obat
berlangsung secara bersamaan dan apada umumnya proses distribusi obat lebih cepat
disbanding proses eliminasi.
Kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh bervariasi dan tergantung pada
factor-faktor sebagai berikut.
a. Sifat kimia fisika obat, terutama kelarutan dalam lemak
b. Sifat membrane biologis
c. Kecepatan distribusi aliran darah pada jaringan dan organ tubuh
d. Adanya pengangkutan aktif dari beberapa obat
e. Masa atau volume jaringan

1. Struktur membran biologis


Membrane sel berfungsi untuk untuk memelihara keutuhan sel, mengatur pemindahan
makanan dan produk yang terbuag, dan mengatur keluar masuknya senyawa-senyawa
dari dan ke sitoplasma. Membrane sel bersifat semipermiabe dan mempunyai ketebalan ±
8nm. Membrane sel merupakan bagian sel yang mengandung komponen-komponen
terorganisasi dan dapat berinteraksi dengan mikromolekul secara spesifik. Struktur
membrna biologis sengat kompleks dan dapat mempengaruhi intensitas dan masa kerja
obat. Sesudah pemberian secara oral, obat harus melalui sel seitel saluran cerna,
membrane system peredaran dara tertentu, melewati membrane kapiler menuju sel-sel
oran atau reseptor obat. Bila bekerja pada mikroorganisme yang pathogen, obat harus
menembus membrane sel mikroorganisme untuk menghasilkan aktivitas yang
diinginkan.
Membrane biologis mempunyai fungsi dua fungsi utama, yaitu sebagai penghalang
dengan sifat permeabilitas yang spesifik dan sebagai tempat untuk reaksi biotransformasi
energy.
2. Hubungan struktur, sifat kimia fisika dengan proses distribusi obat
Pada umunya distribusi obat terjadi dengan cara menembus membrane biologis
melalui proses difusi. Mekanisme difusi dipengaruhi oleh struktur kimia, sifat kimia
fisika obat dan sifat membrane biologis.
Proses difusi dibagi menjadi dua yaitu difusi pasif dan disfusi aktif.
a. Difusi poasif
Penembusan membrane biologis secara difusi pasif dibedakn menjadi tiga yaitu
1. Difusi pasif melalui pori (cara peyaringan)
2. Difusi pasif dengan cara melarut dalam lemak penyusun membrane
3. Difusi pasif dengan fasilitas.
b. Difusi aktif
Penembusna membrane secara difusi aktif dibedakan menjadi dua, yaitu
1. System pengankutan aktif
2. Pinositosis
3. Interaksi Obat Dengan Biopolimer
Semua molekul organic yang masuk kedalam tubuh, kemungkinan besar berikatan
dengan konstituen jaringan atau biopolymer seperti protein, lemak, asam nukleat,
mukopolisakarida, enzim biotransformasi dan reseptor. Pengikatan obat biopolymer
dipengaruhi oleh bentuk konformasi molekul obat dan pengaturan ruang dari gugus-
gugus fungsioal.besar dan tipe interaksi obat-biopolimer tergantung pada sifat kimia
fisika molekul obat dan karakteritistik biopolymer. Molekul obat berinteraksi lebih dari
satu biopolymer yang berada dalam cairan luar sel, membrane sel dan cairan dalam sel.
Interaksi obat biopolymer memengaruhi awal kerja dan masa kerja obat srta besar
efek biologis yang ditimbulkan. Berdasarkan sifatnya, interaksi obat-bopolimer
dikelompokkan menjadi dua, yaitu
a. Interaksi tidak spesifik
1. Interkasi obat dengan protein
2. Interaksi obat dengan jaringan
3. Interaksi obat dengan asam nukleat
4. Interaksi obat dengan mukopolisakarida
5. Interaksi obat denngah jaringan lemak
b. Interaksi yang spesifik
1. Interaksi obat dengan ezim biotransformasi
2. Interaksi obat dengan reseptor
C. Hubungan Sturktur, Sifat Fisika Kimia Dengan Eksresi Obat
Sebagia besar obat dieksresikan ke luar tubuh melalui paru, ginjal, empedu atau hati,
dan sebagian kecil dengan kadar yang rendha diekskresikan melalui air liur dan air susu.
1. Eksresi obat melalui paru
Obat yang dieksresikan melalui paru terutama obat yang digunakan secara
inhalasi seperti siklopropan, etilen, nitrogen oksida, halotan, eter, klorofom dan
enfuran. Sifat fisik yang menentukan kecepatan ekskresi obat melalui paru adalah
koefisien partisi darah/udara. Obat yang mempunyai koefisien partisi darah/udara
kecil seperti siklpropan dan nitrogen oksida dieksresikan dengan cepat. Sedangkan
obat degan koefisien partisi udara/darah besar, seperti eter dan halogen dieksresikan
lebih lmbar.
2. Eksresi obat melalui ginjal
Salah satu jalan terbesar untuk eksresi obat yaitu melalui ginjal. Eksresi obat
melalui ginjal melibatkan tiga prose yaitu penyaringa glomerulus, absorpsi kembali
secara pasif pada tubulus ginjal dan sekresi aktif pada tubulus ginjal.
3. Eksresi obat melalui empedu
Obat dengan berat molekul lebih kecil dari 150 dan obat yang telah
dimetabolisme menjadi senyawa yang lebih polar dapat diekskresikan dari hati
melewti empedu Menuju Ke Usus Dengan Mekanisme Pengankutan Aktif. Obat
Tersebut Biasanya Salam Bentuk Terkonjugasi Dengan Asam Glukuronat, Asam
Sulfat Atau Glisin. Di Usus Bentuk Konjugat Tersebut Secara Langsung
Diekskresikan Melalui Tinja Atau Dapat Mengalami Proses Hidrolisis Oleh Enzim
Atau Bakteri Usus Menjadi Senyaw Yang Bersifat Non Polar, Sehinggga Diabsorpsi
Kembali Ke Plasma Darah, Kembali Kehati, Dimetabolisis, Dikeluarkan Lagi Melalui
Empedu Melalui Usus Demikian Seterusnya Sehingga Dinamakan Siklus
Enterohepatik. Siklus Ini Menyebabkan Masa Kerja Obat Lebih Panjang.
2.8 Hubungan Struktur dan Proses Metabolisme Obat

Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja dan toksisitas
obat, sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan senyawa organik asing lain
(xenobiotika) sangat penting dalam bidang kimia medisial.
Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis dengan melalui dua jalur, yaitu:
a. Obat aktif setelah masuk ke peredaran darah, langsung, berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respons biologis.
b. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolism menjadi aktif,
berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis (bioaktivasi).
Tujuan dari metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif
dan tidak toksik (bioaktivasi dan detoksifikasi), mudah larut dalam air dan kemudian
diekskresikan dari tubuh.

1.Bioaktivasi dan bionaktivasi

Prontosil rubrum, suatu antibakteri turunan sulfonamida, dalam dalam tubuh


mengalami reduksi menjadi sulfanilamid yang aktif sebagai anti bakteri dan kemudian
terasetilasi membentuk asetilsulfanilamid yang tidak aktif.

2.Bioaktivas dan biotoksifikasi

Obat analgesik turunan p-aminofenol, seperti asetanilid dan fenasetin, di tubuh


mengalami metabolisme membentuk parasetamol (asetaminofen), yang aktif sebagai
analgesik (bioaktivasi).

A. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat

Metabolisme obat secara normal melibatkan dari satu proses kimiawi dan enzimatik
sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit. Jumlah metabolit ditentukan oleah kadar
dan aktivitas enzim yang berperan metabolisme. Kecepatan metabolisme kemungkinan
meningkatkan toksisita obat serta menurunkan intensitas dan memperpendek masa kerja
sehingga obat tidak efektif pada dosis normal.

1.Faktor genetik atau keturunan

Perbedaan individu proses metabolisme obat kadang kadang terjadi dalam sistem
kehidupan.
Contoh:
-Metabolisme isonlazid, suatu obat antiberkulosis, terutama melalui proses N- asetilasi.
-Hidralazin, prokainamid, dan dafsun juga menunjukkan bebeda secara genetik.
-Fenetoin,fenilbutazon,dikumaro dan nortriptilin.

2.Perbedaan spesies dan galur


Perubahan kimia yang terjadi kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-
kadang. Perbedaan kualitatif dan kuantitatif.
Contoh:
-Fenilasetat, pada manusia glisin dan glutamin, pada kelinci dengan glisin saja.
-Asam benzoate, pada bebek sebagai asam orniturat, pada anjing sebagai asam hipurat.
-Amfetamin, pada manusia, kelinci dan marmut sebagai deaminasi oksidatif , pada tikus
hidroksilasi aromatik.
-Fenol, pada kucing dengan sulfat, pada babi glukurodat, karena kucing mengandung lebih
sedikit enzim glukoronil tranfarase.
-Fenitoin, pada manusia mengalami oksidasi aromatik menghasilkan S(-)-para-
hidroksifenition, pada anjing R(+)-orto-hidroksifenition.

3.Perbedaan jenis kelamin

Beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap


kecepatan metabolisme obat. Dengan kecepatan yang sama baik tikus betina dewasa ternyata
lebih rendah dari pada tikus jantan.
Contoh:
-Nikotin dan asetasol dimetabolis secara berbeda pada pria dan wanita.

4.Perbedaan umur
Bayi dalam kandungan dan bayi yang baru lahir jumlah enzim mikrosom hati yang
diperlukan untuk memetabolis obat relative masih sedikit sehingga sangat peka terhadap obat.
Contoh:
- Heksobarbital, pada baru lahir tikus dosis 10 mg/kg berat badan, menyebabkan tikus tertidur
selama 6 jam, sedangkan tikus dewasa tertidur kurang dari 5 menit.
- Tolbutamid, pada bayi baru lahir kurang lebih 40 jam, sedangkan dewasa 8 jam. Hai ini
disebabkan kemampuan bayi masih rendah.
- Kloramfenikol, pada bayi lahir dapat menimbulkan sindrom kelabu, karena mengandung
enzim glukuronil tranferase dalam jumlah sedikit,sehingga kloramfenikol rendah, akibatnya
terjadi penumpukan obat dan menimbulkan efek yang tidak di inginkan.

5.Penghambatan enzim metabolisme


Kadang- kadang,terlabih dahulu atau secara bersama-sama yang menghambat kerja
enzim metabolisme dan meningkatkan efek obat dan toksitas.
Contoh:
- Dikumarol, kloramfenikol, sulfonamide, fenibutazon, menghambat enzim yang metabolis
tolbutamid dan klorpropamid menyebabkan kenaikan glikemi.
- Dikumarol, kloramfenikol, dan isoniazid, menghambat enzim metabolisme dari fenitoin,
sulfonamide,sikloserin dan para-animo salsilat, sehingga meningkat.
- Fenibutazon, stereoselektif dapat menghambat metabolisme (S)-warfarin, meningkatkan
antikoagulnya. Bila luka pendarahan.

6.Induksi enzim metabolisme


Pemberian dahalu atau secara bersama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme dan memperpendek masa kerja obaat disebabkan bukan karena perubahan
permeabilitas atau daya penghambatan.
Contoh:

7.Faktorlain-lain
Mempengaruhi metabolisme obat adalah diet makanan, kekurangan gizi, ganggusn
hormone, kehamilan, protein plasma, kanker hati.
B.TEMPAT METABOLISME OBAT
Perubahan kimia obat dslsm tubuh terjadi pada jaringan organ-organ seperti ginjal, hati,
paru dan saluran cerna.

Contoh obat di metabolis melalui efek lintas pertama antara lain isoproterenol, lidokain,
meperidin, morpin, profoksipen, propranolol, dan salisilamid. Metabolisme obat hati terjadi
pada membrane reticulum endoplasma sel. Retikulum terdiri dari dua tipe yaitu tipe 1
mempunyai permukaan membrane kasaryang tersusun untuk mengatur genetik asam amino
untuk protein. Tipe 2 mempunyai permukaan membram halus dan tidak mengandung
ribosom.

C.Jalur umum metabolisme obat dan senyawa organik asing


Reaksi metabolisme obat senyawa organic asing ada dua tahap yaitu:
1.Reaksi fasa1 atau reaksi fumgsionalisasi.
2.Reaks fasa2 atau reaksi konjugasi.

D.Peran sitokrom P-450 dalam metabolisme obat


Pada metabolisme obat sistem enzim yang bertanggung jawab terhadap proses
oksidasi dan redukasi. Secara sistem diketahui bahwa sebagian besarreaksi metabolik akan
melibatkan oksidasi. Proses ini memerlukan enzim sebagai kofaktor, yaitu bentuk tereduksi
dari nikotinamid-adenin-dinokleotida fosfat(NAPDH) dannikotinamid-adenin-dinoklotida.
Sistem oksidasi ini sangat komleks, tidak hanya melibatkan NAPDH saja tapi flavoprotein
NAPDH-sitokrom C reduktase, sitokrom B dan feri heme-protein(feri sitokrom P-450).

E . Reaksi metabolisme fasa 1

Reaksi fasa 1 disebut pula reaksi fungsionalisai. Yang termasuk reaksi fasa 1 adalah
reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis.

1. Reaksi Oksidasi
Banyak senyawa obat mengalami proses metabolisme yang melibatkan reaksi
oksidasidengan bantuan sitokrom-P-450. Oksidasi senyawa aromatic(arena) akan
menghasilkan metabolit arenol. Proses ini melalui pembentukan senyawa antara
epoksida(arena oksida) yang segera mengalami penatulangan menjadi arenol. Banyak
senyawa yang mengandung cincin aromatic, seperti fenobarbital , 17a-etinilestradiol
,fenition, fenibutazon, propranolol,amfetamin, dan fenfpermin,mengalam hidroksilasi pada
posisi para.
Reaksi hidroksilasi ini (fasa1) dilanjutkan dengan reaksi konjungsi (fasa11), dengan
asam glukuronat atau sulfat, membentuk konjugat polar dan mudah laruet dalam air,
kemudian diekskresikan melalui urin. Contoh metabolit utama fenition adalah konjugat O-
glukuronida dari p-hidroksifenition.
Macam-macam reaksi oksidasi sebagaiberikut:
a.Oksidasi ikatan rangkap alifatik(Olifin)
b.Oksidasi atom C-bertatik
c.Oksidas iatom Califik
d.Oksidasi atom Ca-karbonil dan imin
e.Oksidasi atom Calitatik dan alisklik
f.Oksidasi sistem C-N,C-O,danC-S
g.Oksidasi alkoholdan aldehida
h.Reaksi oksidasi lain-lain.

2.Reaksi reduksi
Proses reduksi mempunyai peran penting pada metabolisme senyawa yang
mengandung gugus karbonil(aldehida dan keton), nitro dan azo. Senyawa yang mengandung
gugus karbonil mengalami reduksi menjadi turunan alkohol, sedang gugs nitro dan azo
tereduksi menjadi turunan amin. Gugus alkohol dan amin hasil reduksi akan terkonjungsi,
menghasilkan senyawa hidrofil yang mudah diekresikan sehingga proses reduksi juga
memberikan fasilitas untuk terjadinya eliminasi obat.

a. Reduksi Gugur Karbonil (AldehidadanKeton)


Gugus aldehida dapat tereduksi menjadi alkohol primer, sedang gugus keton tereduksi
menjadi alkohol sekunder. Metabolit alkohol kemungkian bersifat stereosioner.
b. Reduksi Gugus Nitro dan Azo
Senyawa aromatic yang mengandung gugus nitro, mula-mula tereduksi menjadi
nitrizo dan senyawa antara hidroksilamin, yang segara tereduksi lebih lanjut menjadi
amin aromatik primer.
c. Reaksi Reduksi Lain-lain
Reduksi senyawa yang mengandung gugus disulfida seperti disulfiram, akan
memecah ikatan disulfide akan menghasilakan asam N, N-deitil difiokarbamat.

3. Reaksi Hidropolik

Metabolisme obat yabg mengandung gugus ester atauamida dapat menghasilkan


metabolit asam karboksilat, alkohol, dan amin yang bersifat polar dan mudah terkojungsi.
Enzim mikrosom dapat menghidrolisis erter dan amida adalah amidase, esterase, dan
deasilase, yang terdapat dalam jaringan-jaringanhati,ginjal,ususdanplasma.
contoh:
-asetosal menjadi asam gslisifst dan asam asetat.
-prokainamid,terhidolisis lebih lambat dibanding prokain.

F.Reaksi metabiolisme fasa 11


Yang termasuk reaksi fasa 11 adalah reaksi konjugasi, reaksi

1.Reaksi konjugasi

Reaksi konjugasi obat atau senyawa organik asing dengan asam glukuronat, sulfat,
glisin, glutamin dan glutation, dapat mengubah senyawa induk atau hasil metabolit fasa 1
menjadi metabolit yang lebih polar, mudah larut dalam air, bersifat tidak toksik dan tidak
aktif kemudian diekskresikan melalui ginjal atau empedu. Reaksi kunjugasi yang lain adalah
reaksi metilasi dan asetalasi. Reaksi ini secara umum tidak berfungsi untuk meningkatkan
kelarutan senyawa dalam air tetapi terutama membuat senyawa menjadi tidak aktif secara
farmakolologis.
Konjugasi glutation dengan metabolit relaktif dapat mencegah kerusakan
biomakromolekul seperti DNA, RNA dan protein sel. Oleh karena itu metabolisme obat
reaksi dianggap sebagai proses detoksifikasi.
a. Konjugasi Asam Glukronat
b.Konjugasi sulfat
c.Konjugasi dengan gilisin atau giutamin
d. Konjugasi dengan glutation atau asam merkapturat

2.Reaksi Asetilasi
Asetilasi merupakan jalur metabolisme jalur metabolisme obat yang mengandung
gugus amin primer, seperti amin aromatik ( AR-NH2), sulfonamide(H2N-C6H4-SO2-NH-R),
hidrazid (-CONH-NH2) dan amin alifatik primer (R-NH2). Hasil N-asetilasi tidak banyak
menimgkatkan kelarutan dalam air. Fungsi utama adalah membuat senyawa dalam menjadi
tidak aktif dan untuk detoksifikasi. Kadang –kadang juga lenih aktif disbanding senyawa
induknya.
Gugus asetil digunakan untuk asetilasi berasal dari asetil koenzim A dan reaksi ini
dikatalisis oleh enzim N-asetil tranfarase yang terdapat pada sel retikuendotel hati.
Turunan obat yang mengalamu N- asetilasi antara lain adalah
a.aminaromatik
b.sulfonimida
c.hidrazindanhidrazid
d.aminalfatik

3.ReaksiMetilasi
Reaksi mempunyai peranan penting pada proses biosintesis beberapa senyawa
endogen, seperti norefinefrin, epinetrin, dan histamine serta untuk proses bionaktivikasi obat.
Koenzim yang terlibat pada reaksi metilasi adalah S-adenosil-metosin(SAM).

Enzim metiltranferase ada bermacam macam, antara lain katekol-O-metiltranferase


(COMT), fenil-O-metiltranferase, N-metiltranferase dan S-metiltranferase.
Kotekol-O-metiltranferase merupakan O-metilasi yang selektif terhadap gugus 1,2
dihidroksifenol dan mwtilasi terjadi pada gugus hidroksil fenol posisi C3,
resorsinol(1,3dihidroksibenzen) dan para-hidrokuinon(1,4-dehidroksibenzen) tidak dapat
dikatalisis enzim tersebut.
contoh: norepinefrin dan dopamin.
2.9 Hubungan Struktur, Kelarutan Dan Aktivitas Biologis Obat
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan kelarutan senyawa dalam media
yang berbeda dan bervariasi diantara dua hal yang eksterm yaitu pelarut polar seperti air dan
pelarut nonpolar seperti lemak. Sifat hidrofilik lipofilik berhubungan dengan kelarutan
dalam air, sedang sifat lipofilik /hidrofobik berhubungan dengan kelarutan dalam lemak.
Gugus-gugus yang dapat meningkatkan kelarutan molekul dalam air disebut gugus
hidrofilik(lipofobikataupolar), sedangkan gugus yang dapat meningktkan kelarutan molekul
dalam lemak disebut gugus lopofilik(hidrofobik atau nonpolar).

A. Aktivitas Biologis Senyawa Seri Homolog

Pada beberapa seri homolog senyawa sukar terdisosiasi, yang perbedaan struktu hanya
menyangkut perbedaan jumlah, bentuk dan panjang rantai atom C, intensitas aktivitas
biologisnya tergantung pada jumlah atom C.

Contoh senyawa seri homolog:

1. n-alkohol, 4-alkilresorsinol,4-alkilfenol, dan 4-alkilkresol (antibakteri).


2. Ester asam para-aminobenzoat (anastesi setempat).
3. Alkil 4,4’-stilbenediol (hormone estrogen).

Makin panjang rantai samping atom C, makin bertambah bagian molekul yang
bersifat nonpolar dan terjadi perubahan sifat fisik, seperti kenaikan titik dididh, berkurangnya
kelarutan dalam air, meningkatnya koefisien partisi lemak/air, teganga permukaan, dan
kekentalan. Bila panjang rantai atom C terus ditingkatkan maka akan terjadi penurunan
aktivitas secara drastic. Hal ini disebabkan dengan makin bertambah jumlah atom C, makin
berkurang kelarutan senyawa dalam air, yang berarti kelarutan dalam cairan luar sel juga
berkurang, sedangkan kelarutan senyawa dalam cairan luar sel berhubungan dengan proses
transport obat ke tempat aksi atau reseptor.

B. Hubungan Koefisien Partisi dengan Efek Anestesi Sistemik

Koefisien partisi pertama kali dihubungkan dengan aktivitas biologis yaitu efek hipnotik
dan anestesi, obat-obat penekan system saraf pusat oleh Overton dan Meyer (1899).
Tiga prostulat yang berhubungan denan efek anestesi suatu senyawa yang dikenal deng
teori lemak, sebagai berikut:

a. Senyawa kimia yag tidak reaktif dan mudah larut dalam lemak, seperti
eter,hidrokarbon, dan hidrokarbon terhalogenasi, dapat memberikan efek narcosis
pada jaringan hidup sesuai dengan kemampuannya untuk terdistribusi kedalam
jaringa sel.
b. Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung lemak, seperti sel
saraf.
c. Efisiensi anestesi atau hipnotik tergantung pada koefisien partisi lemak/air atau
distribusi senyawa dalam fase lemak dan fase air jaringan.

Dari prostulat diatas dapat disimpilkan bahwa ada hubungan linier antara aktifitas
anestesi dengan koefisien partisi lemak/air. Teori lemak hanya menggemukkan afinitas suatu
senyawa terhadap tempat aksi dan tidak menunjukkkan bagaimana mekanisme kerja biologis
dan tidak juga dapa menjelaskan mengapa suatu senyawa yang mempunyai koefisien partisi
lemak/air tinggi tidak selalu dapat menimbulan efek hidrat.

C. Prinsip Ferguson

Banyak senyawa kimia dengan struktur beda tetapi mempunyai sifat fisik sama, seperti
eter, kloroform, dan nitrogen oksida, dapat menimbulkan efek narcosis atau anestesi sistmik.
Hal ini menunjukkan bahwa sifat fisik lebih berperan disbanding sifat kimia.

Menurut Ferguson (1919), kadar molar toksik sangat ditentukan oleh keseimbangan
distribusi pada fase-fase yang heterogen, yaitu fase eksternal yang kadar senyawanya dapat
diukur dan biofase. Kecendengungan obat untuk meninggalkan fase disebut aktivitas
termodinamik.

Berdasarkan model kerja farmakologinya, secara umuu obat dibagi menjadi dua golongan
yaitu

1. Senyawa berstruktur tidak spesifik


Senyawa berstruktur tidak spesifik adalah senyawa dengan struktur kimia
bervariasi tidak berinteraksi dengan reseptor spesifik, dan aktivitas biologisnya tidak
secara langsung dipengaruhi oleh struktur kimia tetapi lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia fisika, seperti derajat ionisasi, kelarutan, aktivitas termodinamik, tegangan
permukaan dan redoks potensial.
Senyawa berstruktur tidak spesifik menunjukkan aktivitas fisik dengan
karakteristik sebagai berikut.
a. Efek biologis berhubungan langsung dengan aktivitas termodinamik, dan memerlukan
dosis yag relative besar.
b. Walaupun perbedaan struktur kimia besar, asal aktivitas termodinamik hamper sama
akan memberikan efek yag sama.
c. Ada kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fase eksternal
d. Bila terjadi kesetimbangan, aktivitas termodinamik masing-masing fase harus sama.
e. Pengukuran aktivitas termodinamik pada fase eksternal juga mencerminkan aktivitas
termodinamik biofase.
f. Senyawa dengan derajat kejenuuhan sama, mempunyai aktivitas termodinamik sama
sehingga derajat efek biologis sama pila.

Contoh senyawa berstruktur tidak spesifik yaitu

1.Obat anestesi sistemik yaitu berupa gas atau uap seperti etil klorida, asetilen, nitrogen
oksida, eter dan kloroform.
2.Insektisida yang mudah menguap dan bakterisida tertentu seperti timol, fenol, kresol, n-
alkohol dan resorsinal.

2. Senyawa berstruktur spesifik


Senyawa berstruktur spesifik adalah senyawa yang memberikan efeknya dengan
mengikat reseptor atau aseptor yang spesifik.
Senyawa berstruktur spesifik mempunyai karakteristik sebagai berikut.
a. Efektif pada kadar rendah
b. Melibatkan kesetimbangan kadar obat dalam bifasa dan fase eksternal
c. Melibatkan ikatan-ikatan kimia yang lebih kuat dianding ikatan pada senyawa yang
berstruktur tidak spesifik
d. Pada keadaan kesetimbangan aktivitas biologisnya maksimal
e. Sifat fisik dan kimia sama-sama berperan dalam menentukan efek biologis
f. Secara umum mempunyai struktur dasar karakteristik yang bertanggung jawab terhadap
efek biologis senyawa analog
g. Sedikit perubahan struktur dapat mempengaruhi secara drastic aktivitas biologis obat.

Contoh obat berstruktur spesifik antara lain: analgesic(morfin),


antihistamin(difenhidramin), diuretika penghambat monoamine oksidase (asetaolamid),
dan β-adrenergik(salbutamol).

Anda mungkin juga menyukai