Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM ZAT PEMBANTU TEKSTIL

diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Zat Pembantu Tekstil

dari dosen pengampuh Juju

oleh

ANITA PRAHASTI

NPM 18020016

2K1

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STT TEKSTIL BANDUNG

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Maksud dan Tujuan

A. Bilangan Asam (BA)

Untuk menentukan banyak asam lemak bebas di dalam lemak/minyak.

B. Bilangan Ester (BE)

Untuk menentukan banyaknya asam lemak yang teresterkan pada gliserol di dalam
lemak/minyak.

C. Bilangan Penyabunan (BP)

Untuk menentukan banyaknya total asam lemak (yang bebas dan teresterkan di dalam
lemak/minyak.

D. Bilangan Iodium (BI)

Untuk menentukan kadar ikatan tidak jenuh (ikatan rangkap) dalam rantai
hidrokarbon pada lemak/minyak.

E. OPU (Oil Pick Up)

Untuk menentukan kadar minyak/lemak dalam bahan tekstil dari segala jenis
serat/kain.

F. Penetapan Kadar Lemak Bebas yang Tidak Tersabunkan

Untuk menentukan banyaknya lemak tak tersabunkan (RCOOH + R’H), apabila hasil
analisa lemak tak tersabunkan > 3 %.

G. Penetapan Asam Lemak Bebas

Untuk menentukan kadar asam lemak bebas didalam sabun yang tidak tersabunkan
pada saat pembuatan sabun.

H. Penetapan Alkali Total


Untuk menentukan kadar alkali total didalam sabun sebagai jumlah alkali bebas dan
alkali terikat.

I. Penetapan Kadar Zat Pemberat/Pengisi (Fillers)

Untuk menentukan kadar zat pemberat/pengisi (fillers) pada contoh uji sabun.

J. Penetapan Minyak / Logam Pelikan

Untuk menentukan kadar minyak / logam pelikan yang terdapat pada sabun.

K. Kadar Air

Untuk mengukur kandungan air dalam sabun.


BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Dasar Teori

A. Lemak / Minyak

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid ,
yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5),
Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut
dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas
yang sama dengan pelaut tersebut.

Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama
polaritasnya dengan zat terlarut .Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya
proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan
terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat
diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan
kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N) sehingga kembali menjadi
tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-polar.

Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti
“triester dari gliserol” . Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester.
Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam
karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang
panjang dan tidak bercabang. Bila R1=R2=R3, maka trigliserida yang terbentuk
disebut trigliserida sederhana (simple triglyceride), sedangkan bila R1, R2,R3,
berbeda , maka disebut trigliserida campuran (mixed triglyceride).

2.1.1 Penamaan lemak dan Minyak

Lemak dan minyak sering kali diberi nama derivat asam-asam lemaknya, yaitu
dengan cara menggantikan akhiran at pada asam lemak dengan akhira in , misalnya :
 Tristearat dari gliserol diberi nama tristearin

 Tripalmitat dari gliserol diberi nama tripalmitin

selain itu , lemak dan minyak juga diberi nama dengan cara yang biasa dipakai untuk
penamaan suatu ester, misalnya:

 Triestearat dari gliserol disebut gliseril tristearat

 Tripalmitat dari gliserol disebut gliseril tripalmitat

2.1.2 Pembentukan Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam


pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda –beda),
yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air.

2.1.3 Klasifikasi Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan beberapa penggolongan, yaitu:

2.1.3.1. Berdasarkan kejenuhannya (ikatan rangkap) :


 Asam lemak jenuh

NAMA STRUKTUR SUMBER


Butirat CH3(CH2)2CO2H Lemak susu
Palmitat CH3(CH2)14CO2H Lemak hewani dan nabati

Stearat CH3(CH2)16CO2H Lemak hewani dan nabati


Tabel 1. Contoh dari asam lemak jenuh

 Asam lemak tak jenuh

NAMA STRUKTUR SUMBER


Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H Lemak hewani dan
nabati
Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2) 7CO2H Lemak hewani dan
nabati
Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H Minyak nabati
Linolenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH Minyak biji rami
(CH2) 7CO2H
Tabel 2. Contoh dari asam lemak tak jenuh.

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada
rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zig yang dapat cocok
satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya berwujud
padat. Sedangkan asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu
ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya . asam lemak dengan lebih dari satu ikatan
dua tidak lazim,terutama terdapat pada minyak nabati,minyak ini disebut poliunsaturat.
Trigliserida tak jenuh ganda (poliunsaturat) cenderung berbentuk minyak.

2.1.4 Dasar-dasar analisa lemak dan minyak


Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok berdasarkan tujuan analisa, yaitu;

Penentuan kuantitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam
bahan makanan atau bahan pertanian.

Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses
ekstraksinya, atau ada pemurnian lanjutan, misalnya penjernihan (refining),
penghilangan bau (deodorizing), penghilangan warna (bleaching). Penentuan tingkat
kemurnian minyak ini sangat erat kaitannya dengan daya tahannya selama
penyimpanan, sifat gorengnya, baunya maupun rasanya. Tolak ukur kualitas ini adalah
angka asam lemak bebasnya (free fatty acid atau FFA), angka peroksida, tingkat
ketengikan dan kadar air.

Penentuan sifat fisika maupun kimia yang khas ataupun mencirikan sifat minyak
tertentu.data ini dapat diperoleh dari angka iodinenya, angka Reichert-Meissel, angka
polenske, angka krischner, angka penyabunan, indeks refraksi titik cair, angka
kekentalan, titik percik, komposisi asam-asam lemak, dan sebagainya.
2.1.5 Uji analisa lemak meliputi:

2.1.5.1 Bilangan Asam (BA)

Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan berapa miligram KOH (alkali) yang
diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas didalam lemak. Bilangan asam
dilakukan untuk menentukan banyaknya asam lemak bebas dalam minyak/lemak.
Metoda yang dilakukan adalah penetralan asam dengan alkali. Prinsipnya dengan
melarutkan lemak/minyak dalam eter alkohol. Cara penetralan dengan titrasi alkalimetri
yaitu dititar dengan alkali.

2.1.5.2 Bilangan Ester (BE)

Bilangan ester adalah bilangan yang menyatakan berapa miligram KOH yang
diperlukan untuk menyabunkan ester yang ada dalam 1 gram minyak/lemak. Metoda
yang dilakukan yaitu hidrolisa lemak dan penyabunan asam lemak dengan alkali. Cara
penetapannya dengan cara titrasi asidimetri (penitarnya asam) setelah proses
penyabunan sempurna.

2.1.5.3 Bilangan Penyabunan (BP)

Bilangan penyabunan adalah bilangan yang menunjukkan berapa miligram KOH yang
diperlukan untuk menyabunkan sempurna 1 gram minyak/lemak. Metoda yang dipakai
yaitu hidrolisa lemak dan penyabunan asam lemak dengan alkali. Penetapan dilakukan
dengan cara titrasi asidimetri setelah proses penyabunan selesai.

2.1.5.4 Bilangan Iodium (BI).

Bilangan iodium adalah bilangan yang menunjukkan berapa miligram halogen


(dinyatakan sebagai iodium) yang dapat diikat oleh 100 miligram minyak/lemak. Jadi
BI merupakan ukuran bagi banyaknya ikatan rangkap (tidak jenuh) dalam
minyak/lemak karena halogenida akan diadisi pada ikatan rangkap tersebut. Metoda
yang digunakan yaitu adisi ikatan rangkap dalam hidrokarbon dengan halogen.
Penetapannya dilakukan dengan cara titrasi yodometri (dititar dengan tio sulfat) setelah
proses adisi selesai.
2.1.5.5 Kadar minyak/lemak dalam tekstil cara soxhlet ( Oil Pick Up )

Kadar lemak / minyak dalam bahan tekstil adalah perbandingan antara berat
minyak/lemak dalam bahan tekstil dengan berat kering mutlak bahan tekstil yang telah
dihilangkan minyak/lemak. Prinsipnya minyak/lemak dalam contoh uji diekstrak
dengan zat pelarut minyak/lemak dengan menggunakan alat pengekstraksi Soxhlet.

2.1.6 Standar nilai pada minyak/lemak:

Minyak / Lemak BA BI BP
Castor 0,13 – 0,8 86,6 – 88,3 175 – 183
Kelapa 2,5 - 10 8,4 – 8,8 200 – 205

Jagung 1-2 113 - 125 187 – 193


Sawit 10 53 200 - 205
Zaitun 0,3 – 1,6 86 - 90 185 – 194
Kacang 0,8 88 - 98 186 - 194
Wijen 9,8 103 – 117 186 – 194
Kedelai 0,3 – 1,2 122 – 134 189 – 193,5

Lemak dan minyak adalah ester dari gliserol (alkohol trihidrat) dengan asam lemak
dengan berat molekul ( C = 11 – 24 ). Contoh minyak atau lemak bisa berasal dari
minyak atau lemak hewan atau tumbuh-tumbuhan. Bentuk lemak dari hewan pada
umumnya mengandung lemak jenuh lebih banyak dari pada lemak tak jenuh dan
umumnya berbentuk fasa padat, misalnya : lemak sapi, berupa gliserol triasetat dengan
campuran gliserol oleo-palmito-stearat. Sedangkan lemak dari minyak nabati (tumbuh-
tumbuhan) mengandung asam lemak tak jenuh lebih banyak dari pada lemak jenuh dan
umumnya berbentuk fasa cair, misalnya minyak jagung berupa gliserol trioleat dengan
campuran gliserol-oleo-palmoti-linolat, gliserol-dilinolo dan gliserol-trinoleat.

Lemak yang stabil mempunyai kandungan asam lemak dengan jumlah karbon C = 11 –
24. apabila jumlah atom C rendah seperti pada asam Butirat (C4H9COOH) pada
mentega asli, tidak tahan panas jadi mudah terbakar. Dalam penyimpanan, asam lemak
tak jenuh mudah teroksidasi oleh udara, membentuk keton-keton yang berbau tengik.
Asam lemak umumnya rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Lemak dan
minyak seringkali diberi nama sebagai derivat asam-asam lemak ini. Misalnya tristerat
dan gliserol diberi nama tristerin dan tripalmitat dari gliserol disebut tripalmitin.

2.1.7 Sifat Lemak / Minyak

 Penyabunan : lemak / minyak mudah tersabunkan oleh larutan alkali pada


suhu mendidih.

 Hidrolisa lemak : lemak / minyak mudah terhidrolisa oleh larutan asam kuat
pada suhu mendidih terutama asam – asam mineral.

 Oksidasi / reduksi : lemak jenuh mengandung asam stearat, asam palmitat, dan
lain-lain, asam lemak jenuh tidak mudah teroksidasi maupun tereduksi. Lemak
tak jenuh mengandung asam oleat, linolat, linoleat dan lain-lain, asam lemak
tak jenuh mudah tereduksi membentuk asam lemak jenuh dan mudah
teroksidasi membentuk keton-keton.

 Lemak/minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh cenderung menjadi


bau dalam penyimpanan. Pada oksidasi dalam udara lembab dan suhu tinggi,
mula-mula asam lemak tak jenuh berubah menjadi hidroksida kemudian
membentuk keton yang menimbulkan bau. Gabungan oksidasi dan
penyabunan oleh enzim dapat menguraikan lemak menjadi gliserol dan
merubahnya menjadi Akrolein CH2 = CH. CHO yang menjadi penyebab
utama timbulnya bau tengik.

 Oksidasi udara dalam waktu lama dapat menimbulkan warna kekuningan.


Oksigen mensubstitusi ikatan rangkap membentuk timulnya gugus karbonil
menyebabkan warna kekuningan.

 Pada oksidasi dalam udara lembab dan suhu tinggi, dan membiarkan lemak
lama berhubungan dengan udara menyebabkan lemak/minyak tak jenuh
menjadi keras sehingga sukar dihilangkan dalam proses pencucian. Hal
tersebut timbul karena terjadi polimer lemak.
 Oksidasi udara dalam waktu lama dapat menimbulkan proses polimerisasi
antara ikatan rangkap pada hidrokarbon. Timbulnya gugus karbonil
menyebabkan warna kekuningan.

 Pengsulfonan : lemak jenuh mengandung asam stearat, asam palmitat, dan


lain-lain, asam lemak jenuh dapat disulfonkan oleh asam sulfat pekat pada
suhu dan tekanan tinggi.

 Pengsulfatan : lemak tak jenuh mengandung asam oleat, linolat, linoleat dan
lain-lain, asam lemak tak jenuh mudah tersulfatkan oleh asam lemak sulfat
pekat pada suhu mendidih.

 Jenis pelarut : benzena, minyak tanah, eter, hidrokarbon terklorinasi.


Terpentin, karbon disulfida, ligroin, dll. Tisdak larut dalam air, asam, dll.

 Titik leleh : 47°C – 65°C.

 Cara menghilangkan:

1. penyabunan atau hidrolisa dengan alkali

2. pengemulsian oleh sabun atau zat aktif permukaan

3. ekstraksi dengan pelarut organik.

B. SABUN
Pliny (23 – 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai bahan cat rambut
dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Prancis.
Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras. Ia juga menyebut pabrik
sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun
lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen,
ilmuwan Yunani, di abad II Tahun 700-an di Italia.membuat sabun mulai dianggap
sebagai seni.
Seabad kemudian muncul bangsa Spanyolsebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa.
Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille,
Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak
zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc,
kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa.
Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua
orang. Di Amerika Utara industri sabun lahir tahun 1800-an. “Pengusaha-“nya
mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya,
adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan
dijual dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa,
bukan lagi barang mewah.

Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida
dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol.
Masing – masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai
karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh
dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun
melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol.

Sifat – sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari
komponen asam – asam lemak yang digunakan. Komposisi asam – asam lemak yang
sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada
umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya
karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18
atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa.
Terlalu besar bagian asam – asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah
teroksidasi bila terkena udara. Alasan – alasan di atas, faktor ekonomis, dan daya jual
menyebabkan lemak dan minyak yang dapat dibuat menjadi sabun terbatas.
Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam alkali. Hasil penyabunan
tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan sisa alkali atau asam lemak yang
berasal dari lemak yang telah terhidrolisa oleh alkali. Campuran tersebut berupa masa
yang kental, masa tersebut dapat dipisahkan dari sabun dengan cara penggaraman, bila
sabunnya adalah sabun natrium, proses pengggaraman dapat dilakukan dengan
menambahkan larutan garam NaCl jenuh. Setelah penggaraman larutan sabun naik ke
permukaan larutan garam NaCl, sehingga dapat dipisahkan dari gliserol dan larutan
garam dengan cara menyaring dari larutan garam. Masa sabun yang kental tersebut
dicuci dengan air dingin untuk menetralkan alkali berlebih atau memisahkan garam
NaCl yang masih tercampur. Sabun kental kemudian dicetak menjadi sabun batangan
atau kepingan dan kepingan. Gliserol dapat dipisahkan dari sisa larutan garam NaCl
dengan jalan destilasi vakum. Garam NaCl dapat diperoleh kembali dengan jalan
pengkistralan dan dapat digunakan lagi.
Penetapan Sabun terdapat 2 macam, yaitu cara kualitatif dan cara kuantitatif.

a. Penetapan Kualitatif

Penetapan secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah sabun mengandung


alkali bebas atau asam lemak bebas.

b. Penetapan Kwantitatif

 Penetapan kuantitatif dilakukan dengan cara mengamati hasil dari uji kualitatif
Jika setelah dibubuhi indicator PP larutan sabun tidak berwarna merah berarti
sabun mengandung asam lemak bebas atau netral.

 Apabila sabun berwarna merah berarti sabun mengandung alkali bebas.

1. Definisi

Sabun adalah garam logam dari asam lemak. Pada prinsipnya sabun dibuat dengan cara
mereaksikan asam lemak dan alkali sehingga terjadi reaksi penyabunan

 Reaksi pertama :

Lemak + NaOH Hidrolisa mendidih Gliserol + Asam lemak

 Reaksi kedua :

3RCOOH + NaOH Penyabunan RCOONa + H2O


Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam
zat-zat non-polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.
Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan
tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam
air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50-150) molekul
sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya
menghadap ke air.

Kegunaan sabun ialah kemempuannya mengemulsi kotoran berminyak


sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh
dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam
zat-zat non-polar, seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul
sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun
yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes-
tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap
tersuspensi.

Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan, yakni
senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan
apa saja mengandung suatu ujung hidrofobik (satu rantai molekul atau lebih)
dan suatu ujung hidrofilik. Porsi hidrokarbon suatu molekul surfaktan harus
mengandung 12 atom karbon atau lebih agar efektif.
Larutan encer sabun selalu terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat,
yang aktif sebagai pencuci sehingga sabun alkil natrium karboksilat disebut azt
aktif anion. Gugus RCOO mempunyai sifat ganda, gugus alkil R bersifat
hidrofob (menolak air) sedangkan gugus karboksilat – COO bersifat hidrofil
(menarik air).

RCOONa RCOO- + Na+

Larutan sabun selalu terhidrolisa di dalam air sehingga bersifat sedikit alkalis.
Dengan penambahan indikator PP (fenolftalein) selalu berwarna merah muda.
Sehingga dalam waktu bersamaan akan terdapat molekul-moleku RCOONa,
RCOOH dan ion-ion RCOO , OH dan Na+.

RCOONa RCOOH + Na+

Sabun dan asam lemak dapat membentuk :

X RCOOH + Y RCOONa (RCOOH)X (RCOONa)Y

asam – sabun (tidak aktif)

Suhu titer sabun adalah suhu dimana larutan koloid sabun berubah menjadi
kasar dan tidak aktif lagi. Sedangkan titik keruh adalah suhu dimana larutan
koloid sabun menjadi keruh karena terbentuknya dispersi kasar dan larutan
sabun menjadi kental sehingga dapat dipilin. Titik keruh disebut juga suhu
pilin. Suhu titer dan titik keruh tidak jauh berbeda dan merupakan indikasi
dimana larutan sabun tidak aktif lagi. Maka untuk penggunaan sebagai
detergen, larutan sabun dipanaskan sampai mendekati suhu titer.
Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak. Sabun secara
koloidal di dalam air dan bersifat sebagi zat aktif permukaan. R – COOL .
Gugus R sebagi alkil bersifat menolak air (hidrofob) dan gugus – COOL
bersifat menarik air (hidrofil) bila L berupa kation dari Na, K atau NH4.
Larutan koloidal akan terbentuk dengan cepat pada suhu makin tinggi.
Larutan asam akan segera menghidrolisa sabun menjadi asam lemak kembali.
Di dalam air dingin berbentuk gumpalan dan di dalam air panas akan melelh
dan membentuk lapisan minyak yang jernih di prmukaan larutan asam.
R – COONa + HCl H+ R – COOH + NaCl

2. Pembuatan sabun

2.1 Alkali

Jika alkali berlebih maka dihasilkan : campuran sabun, gliserol, sisa alkali dan
air. Sabun yang terbentuk bersifat basa. Jika alkali kurang maka akan
dihasilkan : campuran sabun, gliserol, asam lemak yang berasal dari lemak
yang terhidrolisa alkali. Campuran hasil reaksi tersebut berupa masa yang
kental.

Reaksi sabun :

RCOOH +NaOH RCOONa + H2O

NaOH berlebih :

RCOOH +NaOH RCOONa + NaOH + H2O

Sabun berlebih :

RCOOH +NaOH RCOONa + RCOOH + H2O

2.1.1 Sabun Natrium

Pemisahan masa dengan penggaraman dengan NaCl jenuh pemisahan gliserol


dan larutan garam dengan cara penyaringan. Sabun dicuci untuk memisahkan
dengan garam.

2.1.2 Sabun Kalium

Alkali bebas tidak boleh ada dalam sabun. Untuk sabun mandi harus berlebih
asam lemaknya agar empuk.

2.1.3 Zat aditif

Zat yang ditambahkan kedalam sabun, ditambahkan sesuai fungsi (pewangi dll)
maksimal 10%.

2.2 Sifat Sabun

1. Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak

2. Sabun + air → larutan koloid.


Dalam air terlarut secara kolodial dan bersifat surfaktan yang terdiri dari
molekul yang suka air (hidrofil) dan tidak suka air (hidrofob)

3. Dalam air sadah (mengandung Ca dan Mg berlebih) mengendap sebagai


sabun kalsium/ natrium

4. Dalam asam, sabun akan terhidrolisa menjadi asam lemak kembali.


RCOONa + HCl → RCOOH + NaCl

5. Larutan encer sabun terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang
aktif sebagai pencuci (ZAP).

6. Hidrolisa dalam air bersifat alkali dan terbentuk molekul RCOONa,


RCOOH, dan ion-ion RCOO-, OH-, dan Na+

7. Panjang rantai alkil akan mempengaruhi sifat fisik sabun seperti derajat
hidrolisa, suhu titer, dan titik keruh. Untuk sabun jumlah C-nya 14,15, dan
17.

2.3 Fungsi Sabun

1. Sabun alkali tanah untuk detergen (zat pencuci) RCOONa, RCOOK, RCOONH4

2. Sabun alkali logam mineral untuk zat tahan air yang tidak permananen
(RCOO)2Ca, (RCOO)2Mg, (RCOO)3Al

3. Sabun yang digunakan sebagai pencuci pada umumnya dibuat dari basa natrium
yang direaksikan dengan asam lemak berantai panjang. Untuk tujuan tertentu
sabun dapat dibuat dari garam kalium, misalnya untuk sabun yang lebih lunak
dan lebih larut dalam air.
2.4 Analisa sabun

1. Penetapan Kadar Lemak Bebas yang tidak Tersabunkan

Lemak tak tersabunkan adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya NaOH yang
diperlukan untuk menyabunkan lemak tak tersabunkan didalam sabun.

2. Penetapan Kadar Zat Pemberat (Fillers)

Zat pengisi atau zat pemberat pada sabun adalah zat-zat semacam kaolin, batu ambang,
asbes, kapur, dll. Zat-zat tersebut ditambahkan pada waktu pembuatan sabun sebagai zat
pengisi atau zat pemberat, dengan maksud untuk menambah berat dan mempermudah
bentuk sabun bila dicetak. Penetapannya yaitu dengan cara penyaringan secara kualitatif.

3. Penetapan Minyak/Logam Pelikan

Minyak/logam pelikan adalah minyak-minyak mineral/zat-zat yang tidak bisa


disabunkan, misalnya: minyak tanah, minyak mesin, dll. Ditetapkan secara kwalitatif.

4. Penetapan Alkali Bebas

Kadar alkali bebas adalah yang menunjukkan banyaknya kadar alkali bebas (sebagai
NaOH) yang dapat dinetralkan oleh asam). Penetapannya dengan cara titrasi asidimetri.

5. Penetapan Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya NaOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas didalam sabun. Maksudnya untuk
menentukan kadar asam lemak bebas yang tidak bereaksi dengan alkali menjadi sabun.
Penetapannya dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri dengan larutan alkohol KOH
sebagai penitarnya karena asam lemak dicari jumlahnya dimana jumlahnya ekivalen
dengan asam dititar dengan alkali.
6. Penetapan Alkali Total

Kadar alkali total adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya alkali bebas dan alkali
terikat (sebagai NaOH) yang dapat dinetralkan oleh asam. Tujuannya untuk menentukan
kadar alkali total didalam sabun sebagai jumlah alkali bebas dan alkali terikat. Cara
penetapan dengan hidrolisa sabun dalam air.

8. Kadar air

Sabun merupakan komoditi yang terbentuk dari asam lemak yang bereaksi dengan
basa/akali sehingga menghasilkan garam dan air. Kadar air dalam sabun ditetapkan
dengan pemanasan langsung pada suhu 105⁰C dengan metode penimbangan
BAB III

Metoda Percobaan

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Bilangan Asam (BA)
3.1.1.1 Alat
 Neraca Analitik
 Labu Erlenmeyer
 Pipet volume 25 mL
 Pipet tetes
 Buret
 Statif & klem
 Gelas kimia
 Corong
 Bulp

3.1.1.2 Bahan
 Minyak / lemak contoh uji
 Pereaksi :
 Eter : Alkohol netral = 1 : 2
 Indikator PP
 KOH Alkohol 0,1 N

3.1.2 Bilangan Ester (BE)


3.1.2.1 Alat
 Labu Erlemeyer
 Pipet volume 10 mL
 Pendingin refluks
 Pipet tetes
 Buret
 Statif & klem
 Gelas ukur
 Bulp

3.1.2.2 Bahan
 Minyak / lemak contoh uji
 Pereaksi :
 KOH Alkohol 0,5 N
 Indikator PP
 HCl 0,5 N

3.1.3 Bilangan Penyabunan (BP)


3.1.3.1 Alat
 Neraca Analitik
 Erlenmeyer
 Pipet volume 10 mL
 Pendingin refluks
 Pipet tetes
 Buret
 Statif & klem
 Gelas ukur
 Bulp

3.1.3.2 Bahan
 Minyak / lemak contoh uji
 Pereaksi :
 KOH Alkohol 0,5 N
 Indikator PP
 HCl 0,5 N

3.1.4 Bilangan Iodium (BI)


3.1.4.1 Alat
 Neraca analitik
 Erlenmeyer tutup asah
 Pipet volume 10 mL
 Pipet tetes
 Gelas ukur
 Buret
 Statif & klem
 Bulp
Bahan :
 Minyak/lemak contoh uji
 Pereaksi :
 Chloroform
 Larutan Hanus 0,1 N
 Larutan tiosulfat 0,1 N
 Larutan KI 10%
 Indikator kanji 0,5%

3.1.5 Oil Pick Up ( OPU )


3.1.5.1 Alat
 Pengekstrak soxhlet lengkap terdiri dari :
 Labu lemak 250 mL
 Labu soxhlet
 Pendingin spiral
 Elektrik heating place
 Oven
 Eksikator
 Kertas saring
 Neraca Analitik
 Penjepit

3.1.5.2 Bahan
 Kain contoh uji yang mengandung lemak/minyak
 Pelarut :
 Alkohol netral
3.1.6 Penetapan Asam Lemak Bebas
3.1.6.1 Alat
 Refluk
 Buret
 Statif
 Batu didih
 Labu erlenmayer

3.1.6.2 Bahan
 Alkohol netral
 KOH alkohol 0,1 N
 Indikator PP
 Contoh uji

3.1.7 Penetapan Alkali Total


3.1.7.1 Alat
 Labu erlenmayer
 Buret
 Statif

3.1.7.2 Bahan
 HCl 0,5 N
 Indikator MO
 Contoh uji

3.1.8 Penetapan Kadar Lemak Bebas yang Tak Tersabunkan


3.1.8.1 Alat
 Neraca analitik
 Penangas
 Corong pemisah lemak
 Piala gelas
 Tabung soxhlet
 Oven
 Eksikator
 Labu lemak
 Labu erlenmayer

3.1.8.2 Bahan
 Eter
 NaHCO3
 Contoh uji

3.1.9 Penetapan Kadar Zat Pemberat


3.1.9.1 Alat
 Neraca analitik
 Penangas
 Refluk
 Kertas saring
 Oven
 Eksikator
3.1.9.2 Bahan
 Contoh uji
 Alkohol 95%

3.1.10 Penetapan Minyak / Larutan Pelikan


3.1.10.1 Alat
 Neraca analitik
 Pipet
 Tabung reaksi
3.1.10.2 Bahan
 Contoh uji
 Aquades
 KOH alkohol 0,5 N
3.1.11 Penetapan Kadar Air
3.1.11.1 Alat
 Oven
 Eksikator
 Neraca analitik

3.1.11.2 Bahan
 Contoh uji

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Bilangan Asam (BA)
1. Ditimbang dengan teliti (empat angka dibelakang koma) 1 – 2 gram
lemak/minyak.
2. Dilarutkan dalam 25 ml pelarut eter : alkohol netral = 2 : 1.
3. Dibubuhi 2 tetes indikator PP (harus tidak berwarna).
4. Dititar cepat dengan KOH Alkohol 0,1 N sampai warna merah jambu muda.
5. Sisa larutan jangan dibuang, dilanjutkan untuk pendapatan bilangan ester.
6. Penetapan dilakukan duplo.

3.2.2 Bilangan Ester (BE)


1. Pada sisa larutan bekas penetapan bilangan asam (asam lemak yang sudah
mengandung asam lemak bebas air), ditambahkan 10 mL tepat KOH Alkohol
0,5 N (gunakan pipet volume).
2. Dibubuhi batu didih, disambungkan dengan pendingin tegak lalu refluks
selama 15 – 30 menit, sewaktu – waktu harus dikocok supaya penyabunan
sempurna.
3. Pada akhir pendidihan, ditetesi indikator PP maka larutan harus berwarna
merah (berarti masih ada kelebihan KOH Alkohol), bila tidak merah berarti
perlu penambahan KOH Alkohol 0,5 N, dan refluks kembali selama 15 – 30
menit.
4. Diangkat dan didinginkan sebentar (jangan terlalu dingin bisa membeku) dan
dititar dengan HCl 0,5 N sampai warna merah jambu muda atau tepat warna
merah hilang.
5. Dilakukan titrasi blanko untuk 10 mL KOH Alkohol 0,5 N sesuai volume
alkohol yang digunakan sesuai prosedur diatas tanpa contoh uji.

3.2.3 Bilangan Penyabunan (BP)


1. Ditimbang teliti (empat angka dibelakang koma) 1 – 2 gram contoh
minyak/lemak yang sudah bebas air dan asam mineral.
2. Ditambahkan 10 mL tepat (pipet) KOH Alkohol 0,5 N dan batu didih,
kemudian direfluks selama 15 – 30 menit.
3. Pada akhir pendidihan, dibubuhi 2 – 3 tetes indikator PP dan harus berwarna
merah, berarti penambahan KOH Alkohol 0,5 N sudah cukup / masih berlebih,
jika belum / tidak merah ditambahkan lagi 10 mL KOH Alkohol 0,5 N dan
direfluks kembali selama 15 – 30 menit.
4. Diangkat dan didinginkan sebentar, lalu dititar dengan HCl 0,5 N sampai tepat
warna larutan merah hilang.
5. Dilakukan titrasi blanko terhadap 10 mL KOH Alkohol 0,5 N dengan
pelaksanaan yang sama dengan contoh.

3.2.4 Bilangan Iodium (BI)


1. Ditimbang teliti ke dalam erlenmeyer bertutup asah contoh minyak/lemak ( 0,1
– 0,2 gram untuk minyak yang memiliki bilangan iodium tinggi, diantaranya :
minyak jarak, minyak biji kapas, minyak kacang. 1 – 2 gram untuk minyak
kelapa, minyak sawit dan minyak lemak sapi ).
2. Dilarutkan dengan 5 mL chloroform.
3. Ditambahkan 10 mL tepat larutan hanus 0,1 N.
4. Erlenmeyer tutup asah segera ditutup, digoyangkan dan disimpan pada tempat
gelap atau lemari selama kira – kira 15 menit supaya bereaksi sempurna.
5. Kemudian ke dalam larutan yang berlebih (sisa reaksi), ditambahkan 15 mL
air.
6. Iodium yang dibebaskan segera dititar dengan larutan tiosulfat 0,1 N sampai
warna kuning muda, lalu ditambahkan 1 – 2 mL indikator kanji.
7. Titrasi dilanjutkan sampai larutan menjadi tidak berwarna.
8. Dilakukan titrasi blanko terhadap 10 mL larutan hanus 0,1 N dan 5 ml larutan
chloroform, disimpan ditempat gelap / lemari selama 15 menit, dititar dengan
larutan tiosulfat 0,1 N.

3.2.5 OPU (Oil Pick Up)


1. Kain contoh uji ditimbang teliti, berat contoh uji = a gram.
2. Dikeringkan labu lemak yang telah diisi batu didih, dalam oven suhu 105 -
110⁰C selama 1 jam, kemudian didinginkan pada eksikator, dan ditimbang
teliti . Berat labu lemak / minyak = b gram.
3. Kain contoh uji dimasukkan ke dalam kertas saring tabung, atau dibungkus
dengan kertas saring biasa (yang telah diketahui beratnya), dibungkus sesuai
dengan aturan sehingga tinggi kertas saring tabung / kertas saring biasa tidak
mengganggu zat pelarut minyak/lemak.
4. Contoh uji tersebut dimasukkan ke dalam labu soxhlet.
5. Dimasukkan zat pelarut minyak / lemak sebanyak 1,5 – 2 kali volume labu
soxhlet yang telah dilengkapi labu lemak / labu ekstraksi, kemudian
dihubungkan dengan alat pendingin.
6. Diletakkan pengekstrak soxhlet lengkap diatas pemanas listrik, dialirkan air
pendingin.
7. Dilakukan ekstraksi selama kurang lebih 2 jam, atau 6 kali putaran / sirkulasi
pelarut.
8. Setelah ekstraksi selesai, dikeluarkan contoh uji dari labu soxhlet. Untuk
menghilangkan pelarut pada contoh uji tersebut, dikeringkan contoh uji
tersebut dalam oven pada suhu 105 – 110⁰C selama 1 – 2 jam, didinginkan
desikator, kemudian ditimbang. Berat contoh uji = c gram.
9. Dipisahkan minyak/lemak dari pelarut dalam labu ekstraksi dengan cara
penyulingan sampai pelarut hampir habis.
10. Dihilangkan sisa pelarut dalam labu lemak pada oven suhu 105 – 110⁰C
selama 30 menit (sampai kering), didinginkan pada eksikator selama 15 – 20
menit dan ditimbang sampai bobot tetap.
11. Diulangi pekerjaan tersebut sampai bobot tetap dan terakhir penimbangan
dengan perbedaan maksimal 0,1 mg dengan penimbangan sebelumnya.
Misalnya berat labu lemak dan minyak/lemak = d gram.

3.2.6 Penetapan Asam Lemak Bebas


1. Ditimbang teliti 2 – 3 gram contoh uji, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250
mL.
2. Dilarutkan dengan 25 mL alkohol netral.
3. Ditambahkan 1 – 2 butir batu didih.
4. Dididihkan dengan pendingin refluks selama 15 – 30 menit.
5. Didinginkan sebentar, dibubuhi 1 – 2 tetes indikator PP (larutan tidak berwarna).
6. Dititar dengan KOH Alkohol 0,1000 N sampai warna merah muda.

3.2.7 Penetapan Alkali Total


1. Ditimbang teliti 0,5 – 1 gram contoh uji, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250
mL.
2. Dilarutkan dalam 50 mL air suling (air suling panas), sampai seluruh sabun larut
(jangan terlalu dikocok, busa sabun mengganggu titik akhir).
3. Dibubuhi 2 – 3 tetes indikator MO.
4. Dititar dengan larutan HCl 0,5000 N sampai warna jingga muda.

3.2.8 Penetapan Kadar Lemak Bebas yang Tidak Tersabunkan


1. Ditimbang teliti (empat angka dibelakang koma) 2 – 3 gram contoh sabun,
dilarutkan dengan 100 mL NaHCO3.
2. Dipanaskan di atas penangas air (jangan dikocok untuk menghindari busa,
NaHCO3 gunanya untuk mengisap alkali bebas yang mungkin ada, hal ini
dilakukan agar asam lemak tidak terikat oleh alkali bebas tersebut dan lemak
netralnya tidak disabunkan).
3. Didinginkan sampai suhu kamar, dipindahkan seluruh contoh sabun yang sudah
larut ke dalam corong pemisah secara kuantitatif, piala dibilas dengan NaHCO3
1%.
4. Ke dalam corong pemisah, dimasukkan 10 – 20 mL larutan eter, lalu
dikocok/diputar dan dibiarkan beberapa menit sampai terlihat lapisan pemisah
(terpisah).
5. Kemudian dipisahkan, lapisan bawah yang terdiri dari larutan NaHCO3 1 %,
dimasukkan kembali ke dalam piala gelas semula, sedangkan lapisan eter
dimasukkan ke dalam labu lemak / labu ekstraksi yang telah diketahui bobotnya.
6. Larutan contoh dan NaHCO3 1 % dalam piala gelas tersebut dimasukkan
kembali dalam corong pemisah, ditambahkan lagi 10 – 20 mL eter, dikocok,
dibiarkan dan dipisahkan lagi seperti tadi. Diulangi pekerjaan tersebut 3x
berturut – turut.
7. Larutan eter yang sudah terkumpul, disulingkan dengan alat soxhlet.
8. Residu yang tinggal dalam labu lemak kemudian dikeringkan dalam oven suhu
110⁰C selama 30 menit, didinginkan pada eksikator dan ditimbang sampai bobot
tetap.

3.2.9 Penetapan Kadar Zat Pemberat/Pengisi (Fillers)


1. Ditimbang teliti 1 – 2 gram contoh sabun, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250
mL.
2. Dilarutkan dengan 50 – 100 mL alkohol 95 %.
3. Direfluks dengan menggunakan pendingin tegak diatas penangas air.
4. Sabun dan hidroksida alkali pada sabun akan larut, sedangkan karbonat tidak
akan larut.
5. Bagian yang tidak larut disaring dengan kertas saring yang sudah diketahui
bobotnya.
6. Kertas saring dan residu dikeringkan pada 105 – 110⁰C selama 30 menit,
dimasukkan ke dalam eksikator lalu timbang sampai bobot tetap.

3.2.10 Penetapan Minyak / Logam Pelikan


1. Dimasukkan contoh uji sabun menggunakan spatula (kira – kira sejumput) ke dalam
tabung reaksi pertama yang bersih dan kering.
2. Kemudian dilarutkan dengan 5 mL KOH Alkohol 0,5 N.
3. Dimasukkan juga 2,5 mL KOH Alkohol 0,5 N pada tabung kedua, ketiga, keempat,
kelima dan keenam.
4. Larutan pada tabung reaksi pertama dimasukkan setengah ke tabung reaksi kedua,
dari tabung reaksi kedua pun dilakukan hal yang sama ke tabung reaksi ketiga.
Dilakukan hal yang sama sampai pada tabung reaksi keenam.
5. Adanya logam pelikan, menunjukkan kekeruhan pada setiap pengenceran dengan air.
Tidak adanya kekeruhan (jernih) lpgam pelikan negatif.

3.2.11 Penetapan Kadar Air


1. Ditimbang kertas timbang.
2. Ditimbang contoh uji sabun 1 – 2 gram.
3. Dimasukkan dalam eksikator selama 15 menit.
4. Dimasukkan dalam oven selama 1 jam.
5. Ditimbang kembali sampai berat tetap.
BAB IV

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil
4.1 Bilangan Asam
4.1.1 Data Praktikum
 Berat contoh uji : 1,0758 gram
 mL titrasi : 0,2 mL

4.1.2. Perhitungan

𝑚𝑙 × 𝑁 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝐾𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝐾𝑂𝐻


𝐵𝐴 =
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 (𝑔𝑟)
0,2 𝑚𝑙 × 0,1000 × 56
𝐵𝐴 = = 1,04
1,0758

4.2. Bilangan Ester


4.2.1 Data Praktikum
 Berat contoh uji : 1,0758 gram
 mL titrasi : 3 mL
 mL blanko : 12,4 mL

4.2.2 Perhitungan
(𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖) × 𝑁𝐻𝐶𝑙 × 𝐵𝐸 𝐾𝑂𝐻
𝐵𝐸 =
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘

(12,4 𝑚𝑙 − 3 𝑚𝑙) × 0,5000 × 56


𝐵𝐸 = = 244,61
1,0758

4.3 Bilangan Iodium


4.3.1 Datar Praktikum
 Titrasi1 : 22,3 mL
 Titrasi2 : 22,2 mL
 Bobot contoh uji1 :1,0480 gram
 Bobot contoh uji2 : 1,050 gram

4.3.2 Perhitungan
(𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖) × 𝑁𝑡𝑖𝑜 × 𝐵𝐸 100
𝐵𝐼 = ×
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑚𝑔) 1000
(28,2 𝑚𝑙 − 22,3 𝑚𝑙) × 0,1 × 127 100
𝐵𝐼 = ×
1,0480 𝑚𝑔 1000
= 7,14
(28,2 𝑚𝑙 − 22,2 𝑚𝑙) × 0,1 × 127 100
𝐵𝐼 = ×
1,050 𝑚𝑔 1000
= 7,25

𝐵𝐼1 + 𝐵𝐼2 (7,14 + 7,25)


𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐵𝐼 = = = 7,195
2 2

4.4 Bilangan Penyabunan


4.4.1 Data Praktikum
 Bobot contoh uji1 : 1,41 gram
 Bobot contoh uji2 : 1,139 gram
 Titrasi1 : 0,3 mL
 Titrasi2 : 0,4 mL

4.4.2 Perhitungan

(𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑐𝑜 − 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝐸


𝐵𝑃 =
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖

(11,2 ml – 0,3 ml)x 0,5 x 56


𝐵𝑃1 = = 267,48
1,141

(11,2 ml – 0,4 ml)x 0,5 x 56


𝐵𝑃1 = = 265,49
1,139

𝐵𝑃1 + 𝐵𝑃2 (267,48 + 265,49)


𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐵𝑃 = = = 266,485
2 2
4.5 Oil Pick UP
4.5.1 Data Praktikum
 Berat contoh uji (a) : 1,6333 gram
 Berat labu lemak (b) : 101,9918 gram
 Berat contoh uji setelah diekstraksi (c) : 1,3447 gram
 Berat labu lemak setelah diekstraksi (d) : 102,3301 gram

4.5.2 Perhitungan

𝑎−𝑐
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑎𝑖𝑛 = × 100%
𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖

1,6333 − 1,3447
= × 100% = 17,67%
1,6333

𝑑−𝑏
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑏𝑢 = × 100%
𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖

102,3301 − 101,9918
= × 100% = 20,71%
1,6333

4.6 Penetapan Asam Lemak Bebas


4.6.1 Data Praktikum
 Bobot contoh uji1 : 0,5716 gram
 Bobot contoh uji2 : 0,5517 gram
 Titrasi1 : 0,3 mL
 Titrasi2 : 0,3 mL

4.6.2 Perhitungan
𝑚𝑙 × 𝑁 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝐾𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
𝐴𝐿𝐵 = 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑔𝑟)
0,3 𝑚𝑙 × 0,1000 × 200
𝐴𝐿𝐵1 = 𝑥 100% = 1,04%
571,6
0,3 𝑚𝑙 × 0,1000 × 200
𝐴𝐿𝐵2 = 𝑥 100% = 1,08%
551,7

(1,04 + 1,08)
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐵𝑃 = = 1,06%
2
4.7 Penetapan Alkali Total
4.7.1 Data Praktikum
 Bobot contoh uji1 : 0,5124 gram
 Bobot contoh uji2 : 0,5206 gram
 Titrasi1 : 4,4 mL
 Titrasi2 : 4,5 mL

4.7.2 Perhitungan
𝑚𝑙 × 𝑁 𝐻𝐶𝑙 × 𝐵𝐸 𝐾𝑂𝐻
𝐴𝑇 = 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖
4,4 𝑚𝑙 × 0,5000 × 56
𝐴𝑇1 = 𝑥 100% = 24,08%
512,4
4,5 𝑚𝑙 × 0,5000 × 56
𝐴𝑇2 = 𝑥 100% = 24,24%
520,6

(24,08 + 24,24)
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐵𝑃 = = 24,16%
2

4.8 Penetapan Kadar Lemak Bebas yang Tak Tersabunkan


4.8.1 Data Praktikum
 Berat contoh uji : 2,0080 gram
 Berat awal : 95,1955 gram
 Berat akhir : 95,2700 gram

4.8.2 Perhitungan
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

(95,2700 − 95, 1955)


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100% = 3,71 %
2,0080
4.9 Penetapan Kadar Zat Pemberat
4.9.1 Data Praktikum
 Berat contoh uji1 : 1,0585 gram
 Berat contoh uji2 : 1,0459 gram
 Berat kertas saring1 : 0,5643 gram
 Berat kertas saring2 : 0,5617 gram
 Berat residu1 : 0,6052 – 0,5643 = 0,0409 gram
 Berat residu2 : 0,5982 – 0,5617 = 0,0365 gram

4.9.2 Perhitungan
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
𝐹𝑖𝑙𝑙𝑒𝑟 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

0,0409
𝐹𝑖𝑙𝑙𝑒𝑟1 = 𝑥 100% = 3,86%
1,0595

0,0365
𝐹𝑖𝑙𝑙𝑒𝑟2 = 𝑥 100% = 3,49%
1,0459

(3,86 + 3,49)
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐹𝑖𝑙𝑙𝑒𝑟 = = 3,675%
2

4.10 Kadar Air


4.10.1 Data Praktikum
 Berat kertas saring : 0,4876 gram
 Berat sabun : 0,5645 gram
 Berat KS + sabun (a) : 1,0521 gram
 Berat tetap (b) : 1,0574 gram

4.10.2 Perhitungan
𝑏−𝑎
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑛
1,0574 − 1,0521
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100% = 0,93%
0,5645
4.11 Penetapan minyak / Larutan Pelikan
4.11.1 Data Praktikum

No Pengamatan Hasil
1 Keruh -
2 Sedikit keruh -
3 Jernih -
4 Jernih -
5 Jernih -

B. Pembahasan
4.12 Bilangan Asam
Pada praktikum kali ini penentuan bilangan asam dilakukan dengan cara penetapan
titrasi alkalimetri yaitu penetralan asam dengan alkali. Contoh minyak yang digunakan
dilarutkan dalam pelarut eter alkohol netral, pada saat ditetesi oleh indikator PP larutan
harus tidak berwarna, untuk membuktikan bahwa suatu larutan yang diuji itu bersifat
asam. Karena saat larutan ditetesi indicator PP dan tidak berwarna, hal ini menandakan
bahwa larutan tersebut merupakan larutan yang bersifat asam. Pada saat proses titrasi
harus dilakukan dengan cepat karena sifat dari alkohol KOH yang cepat atau mudah
menguap. Pada saat melakukan praktikum usahakan sebaik mungkin agar pada saat
dilakukannya percobaan, praktikan memastikan bahwa alat-alat yang digunakan bebas
air. Contohnya penggunaan Erlenmeyer harus bebas air agar tidak mempengaruhi
percobaan seperti tercampurnya air dengan larutan dan larutan contoh yang pada
akhirnya akan mempengaruhi hasil perhitungan.

4.13 Bilangan Ester


Pada praktikum penetapan bilangan ester dilakukan dengan cara titrasi asidimetri setelah
proses penyabunan sempurna. Praktikum ini menggunakan sisa dari larutan bilangan
asam sehingga larutan sebelumnya harus benar pengujiannya. Pada saat dilakukannya
percobaan, praktikan harus memperhatikan pengunaan konsentrasi N penitrasi bilangan
ester yaitu KOH 0.5 N dan pada saat proses refluks harus dilakukan pada titik didih
yang tepat dan pada saat dilakukannya pendingin harus dilakukan dengan baik karena
jika tidak larutan yang menguap tidak akan kembali terembunkan dan menghambat
jalannya percobaan dan membuat perubahan hasil akhir.
Proses pemanasan dengan cara direfluks dilakukan karena alkohol bersifat mudah
menguap sehingga dengan direfluks tidak akan menguap dan untuk membantu proses
penyabunan. Pada saat akhir pendidihan, larutan ditetesi indikator PP yang akan
menandakan masih adanya kelebihan KOH alkohol dengan tanda larutan akan berwarna
merah. Bila saat ditambahkan indicator PP larutan tidak berwarna merah, maka
praktikan perlu menambahkan KOH alkohol pada larutan dan merefluksnya kembali.
Pada saat dilakukannya titrasi oleh HCl sampai tepat warna merah hilang, agar tidak
terjadi kelebihan titrasi sebaiknya diletakan kertas putih dibawah Erlenmeyer agar pada
saat warna merah tepat hilang dapat terlihat jelas.

4.14 Bilangan Iodium


Pada praktikum bilangan iodium dilakukan dengan cara titrasi iodometri setelah proses
adisi selesai atau sempurna. Contoh minyak pada praktikum ini akan dilarutkan dengan
larutan chloroform. Pada praktikum ini digunakan Erlenmeyer tutup asah yang berfungsi
agar larutan yang digunakan pada pengujian ini tidak menguap. Terutama pada saat
memasukan larutan hanus melalui buret, praktikan harus berhati-hati dan segera
menutup Erlenmeyer tutup asah agar larutan tidak menguap. Setelahnya larutan
digoyangkan sedikit lalu disimpan di tempat yang gelap. Penyimpanan larutan pada
ruang gelap harus diperhatikan karena berpengaruh pada jalannya reaksi larutan.
Penyimpanan larutan di ruang gelap akan menyisakan larutan berlebih yang selanjutnya
akan diberikan larutan KI 10% yang diencerkan menggunakan air suling. Iodium yang
dibebaskan harus segera dititrasi dengan larutan Tiosulfat.

4.15 Bilangan Penyabunan


Pada praktikum bilangan penyabunan dilakukan dengan cara titrasi asidimetri setelah
proses penyabunan selesai. Setelah dilakukan pendidihan refluks, larutan ditetesi
indicator PP dan larutan harus berwarna merah, hal ini menandakan sudah cukup atau
berlebihnya penambahan alkohol KOH. Jika pada saat ditetesi indictor PP namun larutan
tidak berubah warna, maka praktikan bisa menambahkan kembali alkohol KOH dan
merefluks kembali larutan tersebut. Pada saat akan melakukan titrasi sebaiknya larutan
didinginkan terlebih dulu karena apabila suhu larutan terlalu tinggi maka dikhawatirkan
terjadinya penguapan KOH.

4.16 Oil Pick Up


Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian kadar lemak/minyak dalam bahan tekstil
dengan cara soxhletasi. Pada prinsipnya cara ini dilakukan untuk mengekstrasi
kandungan lemak yang terdapat pada bahan tekstil menggunakan pelarut konstan dengan
adanya pendingin balik, dengan cara mengeluarkan lemak dari bahan tekstil. Labu
lemak yang telah diisi batu didih sebelumnya yang akan digunakan pada saat praktikum.
Fungsi batu didih dalam labu lemak adalah untuk meratakan panas. Pada percobaan ini,
bahan tekstil dilapisi kertas saring yang berfungsi untuk menjaga tidak tercampurnya
bahan dengan pelarut lemak secara langsung. Pelarut dan bahan tekstil tidak dibiarkan
tercampur secara langsung agar bahan-bahan lain selain lemak tidak ikut terekstrak
sebagai lemak.

4.17 Penetapan Asam Lemak Bebas

Pada praktikum penetapan asam lemak bebas digunakan larutan alkohol netral untuk
melarutkan lemak/minyak pada sampel agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Fungsi
pemanasan (refluks) saat percobaan adalah agar reaksi antara alkohol dan minyak
tersebut bereaksi dengan cepat, sehingga pada saat titrasi diharapkan alkohol larut.

Alkohol dalam kondisi yang panas akan lebih baik dan cepat melarutkan sampel yang
juga nonpolar dan kondisi netral dilakukan agar data akhir yang diperoleh benar – benar
tepat. Jika kondisi alkohol yang dipergunakan tidak netral, maka hasil titrasi asam-basa
menjadi tidak sesuai atau salah. Dalam memanaskan alkohol, dilakukan dengan
menggunakan penangas air, hal ini dilakukan karena titik didih alkohol lebih rendah
daripada air. Titrasinya menggunakan indikator PP dan dititar dengan KOH Alkohol
0,1000 N sampai warna merah muda.

4.18 Alkali Total


Pada penetapan alkali total merupakan penggabungan dari alkali terikat dengan alkali
bebas, alkali bebas ini yang sukar untuk dinetralkan dengan asam sehingga mengganggu
dalam proses pembuatan sabun. Sebab alkali bebas ini tidak bisa terikat dengan pereaksi
dalam pembentukan menjadi sabun.
Kadar alkali total adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya alkali bebas dan alkali
terikat (sebagai NaOH) yang dapat dinetralkan oleh asam. Caranya adalah dengan
melarutkan sejumlah sabun yang telah disisir dengan menggunakan 50 mL air suling
panas kemudian ditambahkan 2 -3 indikator MO dan kemudian dititar dengan larutan
HCl 0,5000 N sampai berwarna jingga muda.
4.19 Penetapan Kadar Zat Pemberat/Pengisi (Fillers)
Pada praktikum penetapan kadar zat pemberat dilakukan dengan cara penyaringan
secara kuantitatif. Pada praktikum kali ini, pelarutan yang dilakukan harus sempurna
karena bila tidak larut sempurna akan menghambat penyaringan. Penetapan kadar fillers
juga dapat digunakan cara penyabunan, sehingga akan didapat zat – zat fillers yang
benar – benar murni. Pada saat melakukan praktikum ketelitian dalam penimbangan
sangat dibutuhkan, karena pada percobaan ini berat kertas awal dan berat kertas akhir
(berat kertas + berat residu) perbedaan beratnya tidak berbeda jauh.

4.20 Penetapan Minyak / Logam Pelikan

Logam pelikan ini merupakan zat – zat yang tidak bisa disabunkan. Pada proses ini
bertujuan agar sabun yang diuji coba jangan sampai mengandung logam pelikan.
Walaupun terkadang sabun masih masih banyak yang dipengaruhi oleh kadar pelikan
tersebut. Akan tetapi kadar pelikan tersebut tidak boleh lebih dari 2,50%. Pada praktikum
kali ini, dilihat dari tabung reaksi yang terakhir (tabung reaksi 5) tidak adanya kekeruhan
(jernih), hal ini menunjukkan bahwa pada sabun contoh uji logam pelikannya negatif.

4.21 Kadar Air


Di dalam sabun tentu terdapat air walaupun tidak banyak. Air diperuntukkan agar sabun
dapat larut. Kadar air di dalam contoh uji sebesar 5,47 %. Pengujian kadar air ini dengan
cara penimbangan/gravimetri, contoh uji ditimbang sebagai berat awal kemudian di
tetapkan beratnya dengan cara dikeringkan dan dieksikator, lalu menimbang berat akhir.
Dalam pengujian ini kadarr air benar-benar diserap dan dihiangkan dari sabun contoh
uji. Sehingga kadar air didapatkan dari berat awal-berat akhir, dinyatakan dalam %.

4.22 Penetapan Kadar Lemak Bebas yang Tidak Tersabunkan

Dalam pembuatan sabun ada juga lemak yang tidak tersabunkan oleh alkali dan juga oleh
lemak – lemak yang sedikit tercampur dengan lilin atau minyak lain yang tidak
tersabunkan. Lemak tak tersabunkan adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya
NaOH yang diperlukan untuk menyabunkan lemak tak tersabunkan didalam sabun.
Prinsip yang dilakukan hampir sama dengan penetapan kadar fillers, yaitu menimbang
berat awal dan menimbang berat residu.

Pada proses ini contoh ujijangan sampai terjadi busa karena busa ini dapat mengganggu
setiap proses oleh karena itu digunakan NaHCO3. Fungsi zat ini yaitu untuk menghisap
alkali bebas yang mungkin ada, hal ini dilakukan agar asam lemak tidak terikat oleh
alkali bebas tersebut dan lemak netralnya tidak disabunkan. Hanya beberapa sabun yang
bisa dilakukan penetapan kadar asam lemak bebas yang tak tersabunkan, maka dari itu
sabun yang dipakai untuk contoh uji ini berbeda dari sabun contoh uji untuk uji
penetapan lainnya. Pada praktikum kali ini, banyaknya lemak tak tersabunkan pada
contoh uji sabun (16020119) adalah 4,82 %.

enetapan ini harus dilakukan denga hati – hati pada waktu memisahkan antara lapisan
eter dengan NaHCO3 1 % jangan sampai ada lapisan yang terbawa. Penambahan eter
dilakukan pada saat contoh uji dingin agar eter tidak cepat menguap.
Kesimpulan
Didapat hasil :
1. Bilangan asam : 1,04
2. Bilangan ester : 244,61
3. Bilangan iodium : 7,195
4. Bilangan penyabunan : 266,485
5. Oil pick up : - Kadar minyak dalam kain : 17,67%
- Kadar minyak dalam labu minyak : 20,71%
6. Asam lemak bebas : 1,06%
7. Alkali total : 24,16%
8. Kadar lemak bebas yang tak tersabunkan : 3,71%
9. Kadar air : 0,93%
10. Tida terdapat pelikan dalam contoh uji
11. Kadar zat pemberat : 3,675%

Anda mungkin juga menyukai