Anda di halaman 1dari 30

KEBIJAKSANAAN MONETER

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi mata kuliah Ekonomi Moneter yang diampu oleh Nur
Laili Fikriah, S.E., M.Sc.

Kelas ES 5E
Disusun oleh :
Tria Mailana Devi (12402173194)
Sonya Maharani (12402173213)
Lely Ludnama Dewi (12402173223)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
“Ekonomi Moneter”.
Tujuan kami membuat makalah ini agar mahasiswa lebih memahami
tentang kebijaksaan moneter yang mencakup mekanisme transmisi kebijakan
moneter.
Kami berharap makalah kami dapat bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca. Dan juga kami menerima saran dan juga kritikan
mengenai makalah kami, karena mungkin makalah kami masih banyak
kekurangan dan salah kata.

Tulungagung, 7 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................................................................ii


Daftar Isi...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Transmisi Kebijakan Moneter ............................................................ 3
B. Tenggang Waktu (LAG) Efek dari Kebijaksanaan Moneter ........... 13
C. Kebijakan Moneter dalam Keadaan Ketidakpastian ........................ 14
D. Implementasi Kebijakan Moneter .................................................... 18

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................... 24
B. Saran................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan mengenai Mengenai Transmisi Kebijakan Moneter masih
merupakan (MTKM) topik yang menarik dan menjadi perdebatan, baik di
kalangan akademis maupun para praktisi di bank sentral. Menariknya MTKM
selalu dikaitkan dengan dua pertanyaan. Pertama apakah kebijakan moneter
dapat mempengaruhi ekonomi rill di samping pengaruhnya terhadap harga.
Kedua, jika jawabannya ya, maka melalui mekanisme transmisi apa
pengaruhnya kebijakan moneter terhadap ekonomi riil tersebut terjadi
(Bernanke dan Blinder: 1992) dan Taylor (1995). Sejatinya penelitian MTKM
memberikan penjelasan mengenai bagaimana perubahan (shock) instrument
kebijakan moneter dapat mempengaruhi variabel makro ekonomi lainnya
hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter. Sebesar besar
pengaruhnya terhadap harga dan kegiatan di sektor rill, semuanya sangat
tergantung pada perilaku atau respons perbankan dan dunia usaha lainnya
terhadap shock instrumen kebijakan moneter yaitu Suku Bunga Sertifikasi
Bank Indonesia (SBI). Meskipun telah banyak dilakukan studi mengenai
efektivitas MTKM, baik secara parsial maupun terintegrasi, namun karena
adanya faktor ketidakpastian dan kecenderungan-kecenderungan baru yang
dapat mempengaruhi MTKM, maka penelitian lanjutan untuk masalah
tersebut tetapi relevan untuk dilakukan.
Efektivitas MTKM diukur dengan dua indikator yaitu (1) Berapa besar
kecepatan atau berapa tenggat waktu (time lag) dan (2) Berapa kekuatan
variabel-variabel dalam merespon adanya shock instrumen kebijakan moneter
(SBI) dan variabel lainnya hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan
moneter.

B. Rumusan Masalah
1. Apa transmisi kebijakan moneter tersebut?
2. Bagaimana tenggat waktu efek dalam kebijaksanaan moneter?

1
3. Apa maksud dari kebijaksanaan moneter dalam keadaan ketidakpastian?
4. Bagaimana implementasi kebijakan moneter?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui transmisi kebijakan moneter.
2. Untuk mengetahui tenggat waktu efek dalam kebijaksanaan moneter.
3. Untuk mengetahui kebijaksanaan moneter dalam keadaan ketidakpastian.
4. Untuk mengetahui implementasi kebijakan moneter.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Transmisi Kebijakan Moneter
1. Mekanisme Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah salah satu kebijakan yang secara langsung
dapat dikendalikan oleh pemerintah, serta memiliki dampak langsung
pada perekonomian. Pengaruh kebijakan moneter yang pertama kali
terasa adalah sektor moneter dan sektor perbankan (tingkat bunga, inflasi,
kredit, dan sebagainya), yang kemudian ditransfer ke sektor riil (misalnya
investasi dan konsumsi). Hal ini membuktikan bahwa adanya kebijakan
moneter akan mempengaruhi kegiatan ekonomi. Secara singkat,
pengaruh tersebut dapat dijelaskan pada Gambar berikut ini.1

Kebijakan Moneter

Instrumen dan Indikator


Kebijakan Moneter

Perekonomian Indonesia
(GDP, Inflasi, Tk.
Kebijakan Pemerintah
Pengangguran, Neraca
Lainnya
Pembayaran

Kebijakan moneter digunakan untuk mencapai tujuan yang dilakukan


melalui beberapa instrumen dan indikator kebijakan moneter, perhatikan
Gambar diatas. Instrumen-instrumen tersebut antara lain melalui Operasi
Pasar Terbuka (OPT), tingkat bunga diskonto, giro wajib minimum

1
Sugiyanto, Materi Pokok Ekonomi Moneter, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2017),
hlm. 6.16.

3
(Reserve Requirement), dan himbauan moral. Kebijakan pemerintah
lainnya (kebijakan fiskal, kebijakan nilai tukar) bersama instrumen-
instrumen tersebut berusaha mewujudkan tujuan kebijakan moneter
antara lain untuk membantu mencapai sasaran-sasaran makroekonomi
antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas
harga, dan keseimbangan neraca pembayaran. Melalui instrumen dan
indikator moneter (tingkat bunga, jumlah uang beredar), kebijakan di
bidang moneter akan mempengaruhi perekonomian, yang terlibat dari
perubahan pendapatan nasional (GDP), tingkat inflasi, jumlah
pengangguran dan neraca pembayaran). Meskipun demikian, kebijakan
pemerintah lainnya juga turut mempengaruhi beberapa indikator
perekonomian Indonesia tersebut.
Dalam perkembangannya ada beberapa pendapat mengenai
bagaimana uang mempengaruhi perekonomian dan bagaimana
mekanisme transmisi (jalur pengaruh) perubahan jumlah uang beredar.
Jumlah uang beredar merupakan salah satu indikator kebijakan moneter
yang sangat penting dan memiliki peranan yang besar karena berdampak
langsung pada perekonomian Indonesia. Ada beberapa jalur yang dapat
digunakan untuk menerangkan bagaimana perubahan jumlah uang
beredar mempengaruhi kegiatan ekonomi antara lain jalur biaya modal,
jalur kekayaan, jalur harga relatif dan jalur langsung.
a. Jalur Biaya Modal (The Cost of capital Channel)
Menurut Keynes, tingkat bunga merupakan penghubung utama
antara sektor moneter dengan sektor riil. Mula-mula Bank Indonesia
membeli surat berharga dari bank-bank umum sehingga cadangan
bank umum akan mengalami peningkatan. Implikasinya, jumlah uang
beredar akan mengalami peningkatan dan tingkat bunga sebagai harga
dari jumlah uang beredar akan turun dan investasi sektor riil
mengalami kenaikan.

4
Kebijakan moneter (BI) Cadangan bank umum
membeli surat berharga mengalami kenaikan

Tingkat bunga sebagai Jumlah uang beredar


harga dari JUB akan turun cenderung bertambah

Investasi Kapasitas produksi Pendapatan nasional


sektor riil nasional akan naik (GDP) akan naik
akan naik

b. Jalur Kekayaan (Wealth Channel)


Pengaruh jumlah uang beredar terhadap pendapatan nasional
melalui kekayaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Kekayaan
di sini meliputi barang fisik (tanah, rumah, dan sebagainya), surat
berharga, dan uang tunai. Hubungan antara kekayaan dengan
pengeluaran total.

Kebijakan Jumlah uang Kekayaan


moneter ekspansif beredar naik akan naik

Pendapatan Pengeluaran Konsumsi masyarakat


nasional akan total akan naik meningkat (Piggou Effect)
naik

Perubahan nilai uang kas riil, baik disebabkan oleh turunnya harga
ataupun peningkatan jumlah uang akan mempengaruhi tingkat
konsumsi yang merupakan bagian dari pengeluaran total. Perubahan
pengeluaran ini pada gilirannya akan mempengaruhi keseimbangan
pendapatan. Dengan demikian kebijakan moneter akan mempengaruhi
jumlah (uang) yang selanjutnya akan mempengaruhi konsumsi
melalui real cash balance atau Pigou Effect.

5
c. Jalur Harga Relatif (Teori Portofolio)
Teori portofolio merupakan dasar yang rasional mengapa seseorang
memegamg kekayaan tertentu dalam bentuk uang. asumsi teori ini
antara lain:
1) Setiap orang akan selalu berusaha untuk menyamakan pendapatan
marginal (marginal return) dari masing-masing bentuk kekayaan
dalam portofolionya;
2) Bertambahnya salah satu bentuk kekayaan akan menurunkan harga
bentuk kekayaan tersebut relatif terhadap bentuk kekayaan yang
lain;
3) Indivisu tersebut akan menukarkan bentuk kekayaan yang harganya
turun tersebut dengan bentuk kekayaan lain yang harganya lebih
tinggi;
4) Proses penukaran tersebut (juga proses perubahan susunan bentuk
kekayaan) akan berjalan terus sampai pendapatan marginal dari
masing-masing kekayaan sama besar.
Perubahan harga relatif yang terjadi sebenarnya merupakan
konsekuensi dari proses penyesuaian susunan portofolio seseorang.
Misalnya, penambahan jumlah uang sebagai akibat dari kebijakan
moneter membeli surat berharga oleh Bank Sentral akan menyebabkan
individu kelebihan uang kas dalam portofolionya. Kemudian ia akan
menukarkan kelebihan uang kasnya dalam bentuk kekayaan yang lain,
harga kekayaan lain akan naik (dan return-nya akan turun). Produksi
dan investasi pada bentuk kekayaan lain akan naik. Peningkatan
investasi pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan nasional.
Secara garis besar, pengaruh JUB terhadap perekonomian melalui
jalur harga relatif dapat jelaskan pada Gambar dibawah ini.

6
Kebijakan Jumlah uang Uang kas dalam portofolio
moneter ekspansif beredar naik kekayaan masyarakat lebih

Harga kekayaan lain Kelebihan tersebut akan


tersebut akan naik ditukarkan dengan kekayaan lain

Produksi dalam bentuk Investasi naik dan pendapatan


kekayaan tersebut akan naik nasional (GDP) akan naik

d. Jalur Langsung (Teori Monetarist)


Pengaruh jumlah uang beredar terhadap perekonomian melalui
jalur langsung dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini. Penerapan
kebijakan moneter akan mendorong kenaikan jumlah uang beredar
dan berdampak pada meningkatnya pengeluaran total dan pada
gilirannya akan menaikkan pendapatan nasional. Pengaruh jumlah
uang terhadap pengeluaran total dilakukan melalui harga.2

Kebijakan Jumlah uang Pengeluaran total


moneter beredar naik naik

Pendapatan nasional
meningkat

2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter


Secara spesifik Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme
transmisi kebijakan moneter adalah “the process through which monetary
policy decision are transmitted into changes in real GDP and inflation”.
Artinya, mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalur-jalur

2
Ibid., hlm. 6.20.

7
yang dilalui oleh kebijakan moneter untuk dapat mempengaruhi sasaran
akhir kebijakan moneter yaitu pendapatan nasional dan inflasi. Pada
gambar kotak hitam yang dibawah ini terlihat kotak hitam tersebut
merupakan area mekanisme transmisi kebijakan moneter atau jalur-jalur
yang dilalui oleh suatu kebijakan moneter hingga terwujudnya tujuan
akhirnya kebijakan moneter yaitu inflasi.

Kebijakan ? Tujuan akhir


moneter inflasi

Secara teoritis, konsep standar mekanisme transmisi kebijakan


moneter dimulai dari ketika bank sentral mengubah instrumen-
instrumennya yang selanjutnya mempengaruhi sasaran operasional,
sasaran antara dan sasaran akhir. Sasaran operasional adalah sasaran yang
segera ingin dicapai untuk mengarahkan tercapainya sasaran antara.
Kriteria sasaran operasional (Hubbard, 2002) antara lain:
a. Measurability, variabel dapat diukur dalam periode yang pendek dan
variabel tersedia dalam waktu yang singkat.
b. Controllability, variabel tersebut dapat dikendalikan oleh bank sentral.
c. Predictability, variabel dipilih dari variabel-variabel yang memiliki
keterkaitan dengan sasaran akhir.
Sasaran antara yaitu hubungan antara sasaran operasional dan sasaran
akhir kebijakan moneter bersifat tidak langsung dan kompleks serta
membutuhkan jangka waktu (time lag) yang panjang. Sasaran akhir pada
mekanisme transmisi kebijakan moneter yaitu terjaganya stabilitas
ekonomi makro yang antara lain dicerminkan oleh stabilitas harga
(rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil
(pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya lapangan atau kesempatan
kerja yang tersedia.3

3
Muhammad Alfian, “Efektifitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Pada Jalur Suku
Bunga Periode 2005:07-2010:06”, Media Ekonomi, Vol. 19, No. 2, (Agustus 2011), hlm. 93-94.

8
Misalnya Bank Sentral (BI) menaikkan SBI. Peningkatan tersebut
akan mendorong naiknya Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB),
suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan
ekspektasi inflasi di masyarakat. Perkembangan ini mencerminkan
bekerjanya jalur-jalur transmisi moneter yang akan selanjutnya
berpengaruh terhadap konsumsi dan investasi, ekspor dan impor yang
merupakan komponen permintaan eksternal dan keseluruhan permintaan
agregat.
Secara empiris, besarnya permintaan agregat tidak selalu sama dengan
penawaran agregat. Jika terjadi selisih antara permintaan dan penawaran
atau terjadi output gap maka akan memberi tekanan terhadap kenaikan
harga-harga (inflasi) dari sisi domestik. Sementara itu, tekanan inflasi dari
sisi luar negeri terjadi melalui pengaruh langsung dan tidak langsung
perubahan nilai tukar terhadap perkembangan harga barang-barang yang
diimpor.
Kompleksitas dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter
dipengaruhi oleh tiga faktor: Pertama, perubahan perilaku bank sentral,
perbankan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi
dan keuangannya. Hal ini terkait dengan perilaku antisipasi oleh
perbankan dan para pelaku ekonomi pada setiap perubahan perilaku bank
sentral. Kedua, lamanya tenggat waktu (time lag) sejak kebijakan
moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai. Hal ini dikarenakan
transmisi moneter banyak berkaitan dengan pola hubungan antara
berbagai variabel ekonomi dan keuangan yang selalu berubah sejalan
dengan perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan. Ketiga,
terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi kebijakan moneter
tersebut sesuai dengan perkembangan ekonomi negara yang
bersangkutan.4

4
Deswita Herlina, “Identifikasi Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Tahun
2000-2011”, Jurnal Kinerja, Vol. 17, No. 2, (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2013), hlm. 161.

9
Pada awalnya pelaksanaan kebijakan moneter hanya ditransmisikan
melalui Jalur Uang (money channel). Tapi, seiring dengan kemajuan di
bidang ekonomi dan keuangan serta perubahan struktural dalam
perekonomian, maka jalur-jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter
berkembang menjadi enam jalur, salah satu diantaranya adalah Jalur Suku
Bunga. Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga
menekankan peranan perubahan struktur suku bunga di sektor keuangan.
Pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek ditransmisikan kepada
suku bunga menengah atau panjang yang selanjutnya mempengaruhi
permintaan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap inflasi.
Kebijakan moneter yang ditransmisikan melalui jalur suku bunga
dapat dijelaskan dalam dua tahap. Pertama, transmisi di sektor keuangan
(moneter). Perubahan kebijakan moneter berawal dari perubahan
instrumen moneter (SBI) akan berpengaruh terhadap perkembangan suku
bunga PUAB, suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Proses
transmisi ini memerlukan tenggat waktu (time lag) tertentu. Kedua,
transmisi dari sektor keuangan ke sektor riil tergantung pada pengaruhnya
terhadap konsumsi dan investasi. Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi
terjadi karena suku bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan
masyarakat (income effect) dan suku bunga kredit sebagai pembiayaan
konsumsi (substitution effect). Sedangkan pengaruh suku bunga terhadap
investasi terjadi karena suku bunga kredit merupakan komponen biaya
modal.
Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi dan investasi selanjutnya
akan berdampak pada jumlah permintaan agregat. Jika peningkatan
permintaan agregat tidak dibarengi dengan peningkatan penawaran agregat,
maka akan terjadi output gap (OG). Tekanan output gap akan berpengaruh
terhadap tingkat inflasi. Mengacu pada penjelasan di atas, maka dapat

10
dikatakan bahwa inflasi yang terjadi melalui jalur ini adalah inflasi akibat
tekanan permintaan (demand pull inflation).5

3. Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia


Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara
kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi
yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia
menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan
utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan
tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan
BI Rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat
kompleks dan memerlukan waktu (time lag).
Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi
inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan
moneter. Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi
kebijakan moneter adalah mekanisme transmisi kebijakan moneter
merupakan jalur-jalur yang dilalui oleh kebijakan moneter dalam
mempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter inflasi. Mekanisme ini
menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan
instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai
variabel ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan
akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara bank
Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI
Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, di antaranya jalur suku
bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, jalur ekspektasi.
Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga
deposito, dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang
mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan
moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong
aktivitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku

5
Ibid., hlm. 6.22.

11
bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah
tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan
menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Ini
semua akan meningkatkan aktivitas konsumsi dan investasi sehingga
aktivitas perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan
inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespons dengan
menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktivitas perekonomian
yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar.
Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai
contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia
dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga
tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam
instrumen-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka
akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal
masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar
Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah
dan barang ekspor diluar negeri menjadi lebih mahal atau kurang
kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor.
Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan
ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro
melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan
harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan
individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan
mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi.
Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga
mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan
suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktivitas ekonomi dan
pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan
inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. upah ini pada akhirnya

12
akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga
Bank Indonesia.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan
waktu (time lag). Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang
lain. Jalur nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak
perubahan suku bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat. Kondisi
sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan
transmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko
perekonomian cukup tinggi, respons perbankan terhadap penurunan suku
bunga BI Rate biasanya sangat lambat. Juga, apabila perbankan sedang
melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku
bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspons
dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku
bunga kredit perbankan juga belum tentu direspons oleh meningkatnya
permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang
lesu. Kesimpulannya, kondisi sektor ekonomi, perbankan, dan kondisi
sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses
transmisi kebijakan moneter.6

B. Tenggang Waktu (LAG) Efek dari Kebijaksanaan Moneter


Kebijaksanaan untuk tujuan stabilitas ekonomi tergantung pada, pertama
kuat atau tidaknya hubungan antar perubahan kebijaksanaan moneter dengan
kegiatan ekonomi dan kedua jangka waktu yang antara perubahan
kebijaksanaan moneter dengan dengan efeknya terhadap kegiatan ekonomi.
Jangka waktu antara perubahan kegiatan ekonomi sering disebut tenggang
waktu (lag). Ada beberapa komponen (unsur) dalam lag efek kebijaksanaan
moneter ini. 7
Masalah lag ini sangat penting terutama dalam kaitannya dengan
kebijaksanaan stabilisasi. Lag ini menunjukkan moneter. Karena adanya

6
Ibid., hlm. 6.25.
7
Nopirin, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2011), hlm. 56.

13
tenggang waktu (lag) inilah yang sering kebijaksanaan moneter yang
ditunjukkan untuk stabilisasi kegiatan ekonomi malah berakhir dengan
ketidakstabilan. Milton Fiedman adalah salah satu ahli ekonomi yang
mempermasalahkan lag dalam kebijaksanaan moneter dan fiskal. 8Adanya lag
sering mengakibatkan bahwa kebijaksanaan yang ditunjukkan untuk
menstabilkan perekonomian justru berakhir dengan timbulnya ketidastabilan.
Misalnya, kebijaksanaan moneter yang ekspansif diambil pada saat
perekonomian membaik, dan bahkan kegiatan ekonomi dapat lebih melonjak
dibandingkan dengan apabila tidak diambil kebijaksanaan moneter ekspansif
(perekonomian akan bergerak seperti pada pola garis tidak patah-patah).
Kegiatan ekonomi terus meningkat dan inflasi mungkin malah timbul. Untuk
mencegahnya, maka diambil kebijaksanaan moneter yang restriktif. Karena
adanya lag, maka efeknya terasa pada waktu kegiatan ekonomi menurun, dan
bahkan menurunnya lebih tajam. Dengan demikian tampak dengan jelas,
bahwa kebijaksanaan moneter yang dimaksud untuk menstabilkan
perekonomian, justru berakhir dengan ketidakstabilan. Kegiatan
perekonomian sebagai akibat adanya kebijaksanaan moneter, yang lebih tidak
stabil dibandingkan tanpa kebijaksanaan moneter.

C. Kebijaksanaan Moneter Dalam Keadaan Ketidakpastian


Para pengambil keputusan biasanya tidak mempunyai pengetahuan yang
sempurna tentang keadaan ekonomi serta kesulitan dalam melakukan
peramalan secara teliti dikarenakan beberapa faktor yang sukar diduga
sebelumnya, seperti misalnya: pemogokan, perang atau krisis moneter.
Dengan demikian, pencapaian target kebijaksanaan sulit secara tepat
diperoleh, mungkin efek sampingnya harus diterima. Seperti misalnya, harus
menderita tingkat inflasi yang lebih tinggi untuk beberapa bulan, supaya
target pertumbuhan tercapai.
Karena ketidakpastian ini selalu dihadapi oleh penguasa moneter, maka
harus dapat dirumuskan suatu strategi kebijaksanaan moneter yang sesuai

8
Ibid., hlm. 57.

14
dengan sumber atau jenis ketidakpastian tersebut. Ketidakpastian ini dapat
berasal dari sektor riil atau pun dari sektor moneter. Sedang instrumen
kebijakan moneter yang dapat dipakai seperti misalnya penentuan jumlah
uang yang beredar atau tingkat bunga. Penilaian berhasil atau tidaknya
kebijaksanaan ini didasarkan pada besarnya penyimpangan dari target yang
ingin dicapai. Diusahakan supaya rata-rata penyimpangan ini paling rendah
(minimum) untuk suatu jangka waktu tertentu.
Ketidakpastian dalam sistem riil dan moneter dapat digambarkan dengan
menggunakan alat analisa IS – LM. Dalam kerangka analisis IS – LM,
ketidakpastian dalam sektor riil (permintaan agregat) berarti bahwa
pengyuasa moneter tidak tahu persis dimana letaknya kurva IS. Mereka hanya
tahu kira-kira kemungkinan letak kurva IS tersebut. Apabila permintaan
agregat cukup kuat, letak kurva IS dapat bergeser ke kanan atas (di atas letak
IS pada keadaan normal). Dan apabila permintaan agregat ini lemah, letak
kurva IS akan berada di kiri bawah daripada keadaan normal. Demikian juga
ketidakpastian di sektor moneter (yang berasal dari ketidakpastian permintaan
akan uang), dapat digambarkan dengan kurva LM. Penguasa moneter dalam
hal ini juga hanya tahu kira-kira dimana kurva LM akan berada.
Strategi penguasa moneter adalah memilih instrumen kebijaksanaan
moneter (menentukan tingkat bunga atau jumlah uang beredar) yang
memberikan “policy error” (penyimpangan dari target) paling kecil. Kalau
semuanya serba pasti, kedua instrumen itu tidak ada bedanya, sama-sama bisa
mencapai target yang diinginkan.
1. Dalam adanya ketidakpastian
Ketidakpastian ini dapat berasal dari sektor riil, moneter atau kedua-
duanya. Ketidakpastian ini tercermin pada ketidaktahuan secara pasti
lokasi dari kurva I. Yang diketahui hanyalah kemungkianan lokasi IS
tersebut, yakni antara dua ekstrim IS1 dan IS2 pada gambar ini:

15
Apabila penguasa moneter menetapkan tingkat bunga re, maka kurva
LM yang relevan adalah LM2. Sebaliknya apabila kebijaksanaan yang
diambil itu berupa penetapan jumlah uang beredar, maka kurva LM-nya
adalah LM1. Dalam kebijaksanaan penetapan tingkat bunga re,maka
tingkat pendapatan akan berada antara Y1Y4. Sedang pada kebijaksanaan
penetapan jumlah uang beredar (JUB) pendapatan akan berada antara
Y2Y3. Fluktuasi pendapatan Y2Y3 lebih kecil daripada Y1Y4. Dengan
demikian kebijaksanaan pendapatan JUB lebih baik daripada penetapan
tingkat bunga. Kemungkinan kesalahan (policy error) JUB yang
tercermin pada kemungkinan besarnya pendapatan (yakni Y2Y3) lebih
kecil daripada penetapan tingkat bunga (yakni Y1Y4).
Kebalikan dari kasus diatas adalah bahwa ketidakpastian berasal dari
sektor moneter. Keadaan ini tergambar dengan kemungkinan letak kurva
LM antara ekstrim, yakni LM1 dan LM2 , sedang kurva IS-nya sudah
pasti.

16
Kemungkinan kesalahan pada kebijaksanaan penetapan JUB adalah
Y1Y2. Sedang kebijaksanaan penerapan tingkat suku bunga re dapat
secara tepat (tanpa adanya penyimpangan) mencapai sasaran pendapatan
pada kesempatan kerja penuh (yakni YFE). Dengan demikian,
kebijaksanaan penentuan tingkat bunga lebih baik daripada penentuan
JUB.
Apabila ketidakpastian berasal baik dari sektor riil maupun sektor
moneter maka pemilihan instrumen kebijaksanaan tersebut ditentukan
oleh perbandingan derajat ketidakpastian diantara dua sektor itu. Gambar
dibawah ini menunjukkan bahwa ketidakpastian sektor riil lebih besar
daripada sektor moneter, yang tergambar pada jarak IS1, dengan IS2 lebih
jauh daripada jarak LM1 dengan LM2.

Sebaliknya, apabila ketidakpastian di sektor moneter lebih besar daripada sektor riil maka keb

Jarak LM1 – LM2 lebih besar daripada IS1 – IS2, menggambarkan


bahwa ketidakpastian sektor moneter lebih besar daripada sektor riil.
Dalam keadaan ini kemungkinan kesalahan (policy error) dan
kebijaksanaan penetapan tingkat bunga sebesar Y2Y3, lebih kecil daripada

17
kemungkinan kesalahan akibat kebijaksanaan JUB yang diambil, yakni
Y1Y4. Dengan demikian kebijaksanaan tingkat bunga lebih baik
dibanding dengan kebijaksanaan JUB.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa instrumen
kebijakan yang diambil itu tergantung daripada perbandingan (relatif)
derajat ketidakpastian antara sektor riil dengan sektor moneter. Apabila
sektor riil lebih tidak stabil (ketidakpastiannya lebih besar) dibandingkan
dengan sektor moneter, maka kebijaksanaan tingkat bunga lebih baik.
Sebaliknya apabila sektor moneter lebih tidak stabil (ketidakpastiannya
lebih besar) dibandikan dengan sektor riil, maka kebijaksanaan jumlah
uang beredar lebih baik9.

D. Implementasi Kebijakan Moneter


1. Masalah dalam Implementasi
Penentuan kebijakan moneter seperti pertumbuhan, inflasi serta neraca
pembayaran yang sehat hanyalah merupakan salah satu bagian dari
kebijakan moneter. Masih banyak masalah yang perlu dipecahkan,
terutama dalam hal implementasinya. Masalah ini mencakup, pertama
bahwa penguasa moneter harus menentukan arah yang hendak dituju untuk
mencapai sasaran kebijaksanaan, seperti misalnya output, employment
serta harga. Kedua, mereka harus menentukan bagaimana caranya
mengatur atau mengubah instrumen kebijakan moneter (seperti cadangan
minimum, politik diskonto serta jual beli surat berharga) agar supaya
tujuan atau sasaran kebijaksanaan moneter tercapai.
Untuk menganalisa masalah diatas dapat menggunakan contoh
(analogi) sebuah rumah tangga yang hendak memanaskan ruangan dengan
mesin pemanas. Dia hendak mengatur ruangan dengan tingkat kepanasan
tertentu dengan menggunakan alat thermometer, cara mengatur mesin
pemanas ini dilakukan dengan mengatur bahan bakar melalui alat pengatur
tertentu. Apabila dirasa kurang panas maka bahan bakar ditambah

9
Ibid., hlm. 57-64.

18
sebaliknya kalu terlalu panas bahan bakar dikurangi. Keadaan terlalu
panas atau terlalu dingin dapat dilihatnya melalui thermometer. Dengan
demikian, dia dapat mengetahui apakah penambahan atau pengurangan
bahan bakar itu telah cukup atau masih kurang dengan melihat
thermometer tersebut apakah telah menunjukkan angka yang dikendaki
sesuai dengan derajat kepanasan yang diinginkan ataukah tidak.
Dengan analogi di atas, masalah dalam implementasi kebijaksanaan
moneter dapat dijelaskan. Bahan bakar diibaratkan sebagai alat
kebijaksanaan moneter, seperti pasar terbuka, cadangan minimum serta
politik diskonto. Sistem atau alat pemanas ibarat sistem moneter dan
ruangan ibarat sistem riil dalam perekonomian. Rumah tangga tersebut
ibarat penguasa moneter (Bank Sentral) dan panas ruangan ibarat tujuan
yang ingin dicapai oleh kebijaksanaan moneter, seperti misalnya output,
employment serta kestabilan harga.
Dalam hal pemanasan ruangan, pemilik rumah tidak mengalami
kesukaran karena dia mempunyai informasi yang lengkap (dia mengerti)
proses pemasan ruangan tersebut. Jadi dia mengetahui berapa bahan bakar
yang harus ditambahkan untuk mencapai tingkat pemanasan tertentu.
Tetapi bagi Bank Sentral akan mengalami kesulitan di dalam mengatur
kebijaksanaan moneter dikarenakan kurangnya informasi atau kurangnya
informasi atau kurangnya kepastian mengenai proses implementasi
kebijaksanaan moneter. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini
beberapa penelitian telah memberikan dasar teori dan empirik tentang
indikator serta target operasional dari implementasi kebijakan moneter.
Penguasa moneter biasanya tertarik pada dua pertanyaan yang berkaitan
dengan masalah implementasi, yakni yang pertama bagaimana efek
kebijaksanaan terhadap tujuan yang ingin dicapai, apakah sudah mengarah
pada sasaran apa belum. Suatu indikator diperlukan untuk mengetahui hal
ini. Kedua ingin mengetahui bagaimana mereka harus mengubah atau
manipulasi instrumen kebijakan moneter supaya tujuan atau sasarannya
tercapai.

19
2. Indikator dalam Implementasi Kebijaksanaan Moneter
Indikator kebijaksanaan moneter adalah variabel ekonomi yang
memberikan informasi tentang gerakan atau perubahan dalam sektor riil
apakah sudah bergerak ke arah sasaran yang diinginkan atau belum.
Pemilihan indikator sebenarnya merupakan pemilihan variabel
moneter yang secara konsisten memberi informasi tentang pengaruh
kebijakan moneter terhadap perekonomian. Ini memerlukan adanya
hubungan yang pasti (dapat diperkirakan) antara indikator tersebut dengan
tujuan atau sasaran kebijaksanaan moneter. Perubahan sektor riil dapat
diperkirakan dari adanya perubahan dalam indikator. Dengan melihat
indikator ini dapat diperkirakan apakah arah kebijasanaan moneter itu
sejalan atau menuju ke sasaran yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tidak,
penguasa moneter dapat mengubah instrumen kebijaksanaan moneter.
Dengan demikian indikator ini memberikan informasi apakah sasarannya
akan tercapai atau tidak. Biasanya variabel moneter yang dipakai sebagai
indikator adalah bunga dan jumlah uang beredar.

3. Target Operasional
Target operasional adalah variabel ekonomi atau moneter yang selalu
diawasi tiap hari oleh penguasa moneter (Bank Sentral) dalam
menjalankan kebijaksanaan jual-beli surat berharga (open market
operation). Beberapa syarat harus agar supaya sesuatu variabel dapat
dipakai sebagai target operasional, antara lain:
a. Bank Sentral harus dapar mengukur target operasional ini dalam
jangka waktu yang relatif pendek.
b. Bank Sentral harus dapat mengatur volume target operasional ini
dengan cara merubah instrumen kebijakan moneter.
c. Perubahan volume target operasional dari waktu ke waktu mempunyai
pengaruh yang besar terhadap perubahan dalam variabel indikator.

Target ini diperlukan oleh penguasa moneter dikarenakan adanya


informasi yang kurang lengkap. Informasi mengenai pengaruh politik

20
pasar terbuka terhadap output, harga serta employment misalnya, sangat
tidak pasti, dan penguasa moneter sering tidak mempunyai informasi
yang lengkap. Dalam contoh analogi pemanas ruangan diatas, target
operasional diibaratkan sebagai persediaan bahan bakarnya, sedang
variabel indikatornya adalah ukuran panas (thermometernya).
Kurangnya informasi tentang jalur pengaruh (mekanisme transmisi)
kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi (yang tercermin
dengan output, harga dan employment) menyebabkan timbulnya beberapa
dugaan atau hipotesa yang mencoba menjelaskan jalur pengaruh ini. Dua
hipotesa yang utama adalah jalur tingkat bunga dan jalur jumlah uang
beredar.

4. Jalur Tingkat Bunga


Menurut hipotesa ini variabel indikatornya adalah tingkat bunga
sedangkan dana perbankan sebagai target operasionalnya. Pada prinsipnya
hipotesa ini mengatakan bahwa pengaruh kebijaksanaan moneter ditransfer
melalui perubahan dana perbankan, yang kemudian akan mempengaruhi
tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga pada gilirannya akan
mempengaruhi permintaan agregat (melalui pengeluaran investasi dan atau
konsumsi).
Pandangan komponen tradisional dari mekanisme transmisi moneter
yang menunjukkan pengaruh kebijakan moneter ekspansioner: dimana
kebijakan moneter ekspansioner menyebabkan penurunan suku bunga rill
yang selanjutnya dapat menurunkan biaya modal, yang menyebabkan
meningkatnya pengeluaran investasi, sehingga mendorong peningkatan
permintaan agregat dan kenaikan output. 10

10
Frederic S. Mishin, Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat,
2009), hlm. 317.

21
5. Jalur Jumlah Uang Beredar
Menurut hipotesa ini variabel indikatornya adalah pertumbuhan
jumlah uang beredar, sedangkan uang inti (monetary base) sebagai target
operasionalnya. Pengaruh kebijaksanaan moneter pertama mempengaruhi
uang inti, kemudian jumlah uang beredar. Perubahan jumlah uang beredar
langsung mempengaruhi permintaan agregat.
Secara skematis kedua hipotesa tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:

Untuk menjelaskan perbedaan implikasi dari kedua hipotesa tersebut yaitu, pertama-ta

Kemudian mengambil kebijaksanaan moneter dengan cara merubah


instrument kebijakan moneter.

Persediaan bahan bakar diukur dengan besarnya uang inti atau dana
perbankan. Untuk menganalisa efek dari kebijaksanaan moneter terhadap
sektor riil, Bank Sentral melihat alat pengukur (indikator) pada sistem

22
moneter yakni multiplier uang atau tingkat bunga. Dengan melihat
indikator ini Bank Sentral dapat mengetahui apakah arah kebijaksanaan
moneter telah tepat atau belum.
Dari gambar di atas kemudian dapat ditarik implikasi kebijaksanaan
yang berbeda antara kedua hipotesa tersebut, yakni
a. Hipotesa tingkat suku bunga mengukur aliran bahan bakar (terlalu
banyak atau terlalu sedikit) dengan dana perbankan. Sedangkan
hipotesa jumlah uang dengan menggunakan besarnya uang ini.
b. Hipotesa jumlah uang mengatakan bahwa kenaikan jumlah uang inti
akan menaikkan jumlah uang beredar yang pada gilirannya akan
menaikkan pengeluaran total yang akan menaikkan output,
employment dan harga. Sedang hipotesa tingkat bunga mengatakan
kenaikan dalam dana perbankan akan menurunkan tngkat bunga.
Dengan turunnya tingkat bunga, pengeluaran total akan naik sehingga
output dan employment akan naik.
Dengan demikian kedua hipotesa tersebut melihat implementasi
kebijaksanaan moneter dengan ukuran atau indikator yang berbeda.
Karena ukurannya berbeda, kadangkala resep yang diberikan dapat
berbeda. Misalnya mengenai perubahan tingkat bunga menurut hipotesa
tingkat bunga, Bank Sentra-lah yang sangat dominan dalam
mempengaruhi tingkat bunga. Sedangkan hipotesa jumlah uang
mengatakan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi tingkat bunga
adalah perubahan dalam permintaan kredit oleh masyarakat, bukanlah
Bank Sentral.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan kebijakan moneter adalah salah
satu kebijakan yang secara langsung dapat dikendalikan oleh pemerintah,
serta memiliki dampak langsung pada perekonomian. Pengaruh kebijakan
moneter yang pertama kali terasa adalah sektor moneter dan sektor perbankan
(tingkat bunga, inflasi, kredit, dan sebagainya), yang kemudian ditransfer ke
sektor riil (misalnya investasi dan konsumsi). Menurut Taylor, mekanisme
transmisi kebijakan moneter merupakan jalur-jalur yang dilalui oleh
kebijakan moneter untuk dapat mempengaruhi sasaran akhir kebijakan
moneter yaitu pendapatan nasional dan inflasi. Kompleksitas dalam
mekanisme transmisi kebijakan moneter dipengaruhi oleh tiga faktor:
Pertama, perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan para pelaku
ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya. Hal ini terkait
dengan perilaku antisipasi oleh perbankan dan para pelaku ekonomi pada
setiap perubahan perilaku bank sentral. Kedua, lamanya tenggat waktu (time
lag) sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai. Hal
ini dikarenakan transmisi moneter banyak berkaitan dengan pola
hubungan antara berbagai variabel ekonomi dan keuangan yang selalu
berubah sejalan dengan perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan.
Ketiga, terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi kebijakan
moneter tersebut sesuai dengan perkembangan ekonomi negara yang
bersangkutan.
Kebijaksanaan untuk tujuan stabilitas ekonomi tergantung pada, pertama
kuat atau tidaknya hubungan antar perubahan kebijaksanaan moneter dengan
kegiatan ekonomi dan kedua jangka waktu yang antara perubahan
kebijaksanaan moneter dengan dengan efeknya terhadap kegiatan ekonomi.
Jangka waktu antara perubahan kegiatan ekonomi sering disebut tenggang
waktu (lag).

24
Ketidakpastian dalam kebijakan moneter selalu dihadapi oleh penguasa
moneter, maka harus dapat dirumuskan suatu strategi kebijaksanaan moneter
yang sesuai dengan sumber atau jenis ketidakpastian tersebut. Ketidakpastian
ini dapat berasal dari sektor riil atau pun dari sektor moneter. Sedang
instrumen kebijakan moneter yang dapat dipakai seperti misalnya penentuan
jumlah uang yang beredar atau tingkat bunga. Penilaian berhasil atau tidaknya
kebijaksanaan ini didasarkan pada besarnya penyimpangan dari target yang
ingin dicapai. Diusahakan supaya rata-rata penyimpangan ini paling rendah
(minimum) untuk suatu jangka waktu tertentu.
Masalah implementasi kebijakan moneter mencakup, pertama bahwa
penguasa moneter harus menentukan arah yang hendak dituju untuk mencapai
sasaran kebijaksanaan, seperti misalnya output, employment serta harga.
Kedua, mereka harus menentukan bagaimana caranya mengatur atau
mengubah instrumen kebijakan moneter (seperti cadangan minimum, politik
diskonto serta jual beli surat berharga) agar supaya tujuan atau sasaran
kebijaksanaan moneter tercapai.
Indikator kebijaksanaan moneter adalah variabel ekonomi yang
memberikan informasi tentang gerakan atau perubahan dalam sektor riil
apakah sudah bergerak ke arah sasaran yang diinginkan atau belum. Target
operasional adalah variabel ekonomi atau moneter yang selalu diawasi tiap
hari oleh penguasa moneter (Bank Sentral) dalam menjalankan kebijaksanaan
jual-beli surat berharga (open market operation). Target ini diperlukan oleh
penguasa moneter dikarenakan adanya informasi yang kurang lengkap. Pada
jalur tingkat bunga hipotesa variabel indikatornya adalah tingkat bunga
sedangkan dana perbankan sebagai target operasionalnya. Dan pada jalur
jumlah uang beredar hipotesa variabel indikatornya adalah pertumbuhan
jumlah uang beredar, sedangkan uang inti (monetary base) sebagai target
operasionalnya. Pengaruh kebijaksanaan moneter pertama mempengaruhi
uang inti, kemudian jumlah uang beredar. Perubahan jumlah uang beredar
langsung mempengaruhi permintaan agregat.

25
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak
kekurangan, dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penyusun
menyarankan kepada semua pihak yang membaca dan membahas makalah ini,
agar menambahkan literature-literature yang kurang dalam makalah ini.

26
DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Muhammad. 2011. “Efektifitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter


Pada Jalur Suku Bunga Periode 2005:07-2010:06”. Media Ekonomi. Vol.
19. No. 2.
Herlina, Deswita. 2013. “Identifikasi Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di
Indonesia Tahun 2000-2011”. Jurnal Kinerja. Vol. 17. No. 2. (Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa).
Mishin, Frederic S. 2009. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan.
(Jakarta: Salemba Empat).
Nopirin. 2011. Ekonomi Moneter. (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA).
Sugiyanto. 2017. Materi Pokok Ekonomi Moneter. (Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka).

Anda mungkin juga menyukai