Anda di halaman 1dari 71

~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

KATA PENGANTAR

Sumberdaya tanah sebagai salah satu komponen lahan memiliki


kapasitas terbatas baik secara kualitas maupun kuantitas. Kelebihan atau
kekurangan input faktor produksi terhadap suatu penggunaan sumberdaya
tanah untuk produksi biomassa dapat menimbulkan kerusakan fisik, kimia,
dan biologi tanah.
Upaya mempertahankan kemampuan dan daya dukung lahan untuk
produksi biomassa akan dapat diukur dan berlangsung dengan baik apabila
informasi obyektif kondisi lahan sasaran tersedia. Ketersediaan data
kerusakan dan kekritisan lahan untuk produksi biomassa yang bersifat
obyektif dan informatif dipandang penting oleh Pemerintah Kabupaten
Badung sehingga pada tahun 2018 kembali dilakukan pekerjaan Belanja
Jasa Konsultansi Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan
untuk Produksi Biomassa di Kabupaten Badung. Pekerjaan ini merupakan
updating data terhadap pelaksanaan pekerjaan pada tahun 2016 dan 2017.
Salah satu keluaran dari pelaksanaan pekerjaan Belanja Jasa
Konsultansi Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk
Produksi Biomassa di Kabupaten Badung tahun anggaran 2018 ini adalah
Laporan Pendahuluan. Laporan ini merupakan laporan hasil pelaksanaan
studi pustaka dan pengumpulan data sekunder, metodologi dan rencana
kerja pelaksanaan pekerjaan, dan hasil identifikasi dan analisis potensi
kerusakan lahan untuk produksi biomassa. Selain sebagai suatu bentuk
keluaran pelaksanaan pekerjaan, laporan ini adalah pedoman bagi konsultan
dan tim teknis untuk mewujudkan pelaksanaan pekerjaan yang tepat biaya,
mutu, dan waktu.
Demikian laporan pendahuluan ini disusun agar dapat dipergunakan
sebagaimana perlu dalam kaitannya dengan Konsultansi Studi/Penelitian
Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa di
Kabupaten Badung tahun anggaran 2018. Akhir kata diucapkan terima kasih
kepada seluruh partisipan yang secara langsung maupun tidak langsung
telah membantu terwujudnya laporan ini.

Mangupura, Juni 2018

Tim Penyusun

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 ii
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM .......................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................... I-1


1.1 Latar Belakang ................................................... I-1
1.2 Dasar Hukum ..................................................... I-2
1.3 Maksud dan Tujuan ........................................... I-3
1.4 Target atau Sasaran .......................................... I-4
1.5 Lingkup Pekerjaan ............................................. I-5
1.6 Lokasi Pekerjaan ............................................... I-6

BAB II STATUS KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI


BIOMASSA .................................................................... II-1
2.1 Degradasi Sumberdaya Lahan ........................... II-1
2.2 Konservasi Tanah dan Air ................................... II-3
2.3 Status Kerusakan Lahan untuk
Produksi Biomassa di Kabupaten Badung
2016-2017 ........................................................... II-4

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI ........................... III-1


3.1 Selayang Pandang Kabupaten Badung ............. III-1
3.2 Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Badung ...... III-4
3.3 Rencana Pola Ruang Wilayah ............................ III-4
3.4 Penduduk .......................................................... III-9
3.5 Iklim dan Hidrologi ............................................. III-13
3.5.1 Iklim ......................................................... III-13
3.5.2 Hidrologi .................................................. III-13
3.6 Topografi dan Geologi ....................................... III-14
3.6.1 Topografi ................................................. III-14
3.6.2 Geologi .................................................... III-15

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 iii
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

BAB IV METODOLOGI DAN RENCANA KERJA ....................... IV-1


4.1 Pendekatan dan Metodologi .............................. IV-1
4.1.1 Identifikasi Kondisi Awal Tanah untuk
Menentukan Areal yang Berpotensi
Mengalami Kerusakan ............................. IV-4
4.1.2 Verifikasi Lapangan ................................. IV-11
4.1.3 Alat dan Bahan ........................................ IV-21
4.2 Rencana Kerja Pelaksanaan Pekerjaan ............. IV-21
4.3 Input dan Outcome ............................................ VI-23

BAB V HASIL DAN ANALISIS PENDAHULUAN ....................... V-1


5.1 Satuan Unit Lahan di Daerah Studi .................... V-1
5.2 Potensi Kerusakan Lahan untuk Produksi
Biomassa di Daerah Studi ................................. V-7

DAFTAR PUSTAKA

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 iv
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

DAFTAR TABEL

Halaman
2.1 Status kerusakan untuk produksi biomassa di Kabupaten
Badung .................................................................................. II-5
3.1 Indikator geografis kecamatan di Kabupaten Badung ............. III-6
3.2 Indikator demografi kecamatan di Kabupaten Badung ............ III-9
3.3 Indikator pendidikan Kabupaten Badung ................................ III-11
3.4 Indikator ekonomi Kabupaten Badung .................................... III-12
3.5 Curah hujan dan hari hujan per kecamatan di
Kabupaten Badung ................................................................ III-14
4.1 Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan jenis tanah IV-7
4.2 Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan kemiringan
lereng ................................................................................... IV-8
4.3 Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan kelas curah
hujan tahunan ....................................................................... IV-8
4.4 Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan penggunaan
lahan .................................................................................... IV-9
4.5 Kriteria kelas potensi kerusakan tanah berdasarkan nilai skor IV-10
4.6 Jadwal pelaksanaan pekerjaan ............................................. IV-24
4.7 Jadwal mobilisasi dan demobilisasi personil pelaksana
pekerjaan .............................................................................. IV-25
4.7 Jadwal penggunaan peralatan dan bahan pelaksanaan
pekerjaan ............................................................................... IV-25
5.1 Penggunaan lahan per kecamatan di Kabupaten Badung .... V-2
5.2 Satuan unit lahan di Kabupaten Badung ............................... V-5

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 v
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

DAFTAR GAMBAR

Halaman
3.1 Lambang Daerah Kabupaten Badung ................................... III-2
3.2 Peta Administrasi Kabupaten Badung .................................. III-5
3.3 Rencana Pola Ruang Kabupaten Badung 2013-2033 .......... III-8
3.4 Kondisi Topografi Kabupaten Badung ................................... III-16
3.5 Kondisi Geologi Kabupaten Badung ..................................... III-17
3.6 Jenis Tanah Kabupaten Badung ............................................ III-18
4.1 Bagan alir tata cara pengukuran kerusakan tanah untuk
produksi biomassa ................................................................ IV-2
4.2 Bagan alir pembuatan peta kerja, peta potensi dan status
kerusakan lahan ................................................................... IV-6
5.1 Peta Satan Unit Lahan di Kabupaten Badung ....................... V-6

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 vi
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008
mendefinisikan lahan untuk produksi biomassa adalah areal yang telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah provinsi atau rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota sebagai kawasan untuk produksi biomassa,
seperti lahan pertanian, perkebunan, hutan tanaman, dan ruang terbuka
hijau perkotaan. Bentuk-bentuk pemanfaatan sumberdaya tanah untuk
menghasilkan biomassa disebut produksi biomassa, dan biomassa adalah
tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting,
batang, dan akar, termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan
pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman.
Sumberdaya tanah sebagai salah satu komponen lahan memiliki
kapasitas terbatas baik secara kualitas maupun kuantitas (Sukisno et al.,
2011). Kelebihan atau kekurangan input faktor produksi terhadap suatu
penggunaan sumberdaya tanah untuk produksi biomassa dapat
menimbulkan kerusakan fisik, kimia, dan biologi tanah. Arsyad (2006)
menyatakan bahwa kerusakan tanah adalah hilangnya atau menurunnya
fungsi tanah, baik sebagai sumber unsur hara tumbuhan maupun sebagai
matriks tempat akar tumbuh berjangkar dan tempat air tersimpan. Untuk
daerah perkotaan, kerusakan tanah dapat disebabkan pencemaran tanah
akibat kegiatan industri, permukiman, dan kegiatan penghasil limbah lainnya.
Aspek lingkungan berupa faktor antropogenik dan perubahan iklim
global sering dikaitkan dengan kondisi kerusakan lahan. Aktivitas
antropogenik yang melampaui daya dukung sumberdaya lahan sangat
berpotensi sebagai penyebab degradasi lahan untuk produksi biomassa,

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 I-1
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

demikian halnya dampak yang ditimbulkan oleh cekaman perubahan iklim


global. Perubahan siklus musim hujan dan kemarau dan faktor iklim lainnya
pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya alih fungsi penggunaan lahan
dari lahan untuk produksi biomassa menjadi penggunaan lahan lainnya.
Upaya mempertahankan kemampuan dan daya dukung lahan untuk
produksi biomassa akan dapat diukur dan berlangsung dengan baik apabila
informasi obyektif kondisi lahan sasaran tersedia. Penyediaan data dan
informasi tersebut sangat diperlukan terutama dalam penyusunan strategi
dan program pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan kerusakan lahan
yang berdaya guna sehingga dapat diwujudkan pelaksanaan dan hasil
kegiatan yang berfungsi optimal sesuai dengan kemampuan daya dukung
sumberdaya lahan serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat.
Dalam hal ini, ketersedian informasi yang akurat dan informatif tentang
luasan dan sebaran lahan sesuai dengan tingkat kerusakannya memiliki
peran yang sangat penting. Updating data terhadap kerusakan dan
kekritisan lahan harus dilakukan secara berkesinambungan.
Ketersediaan data kerusakan dan kekritisan lahan untuk produksi
biomassa yang bersifat obyektif dan informatif di Kabupaten Badung
sebagaimana telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Badung
Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Badung Tahun 2013-2033 dipandang penting oleh Pemerintah Kabupaten
Badung, sehingga pada tahun 2018 kembali dilakukan pekerjaan Belanja
Jasa Konsultansi Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan
untuk Produksi Biomassa di Kabupaten Badung. Pekerjaan ini merupakan
updating data terhadap pelaksanaan pekerjaan pada tahun 2016 dan 2017.

1.2 Dasar Hukum


Pencegahan dan pengendalian kerusakan tanah telah ditetapkan
Pemerintah Republik Indonesia melalui penerbitan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 150 tahun 2000 (PP 150/2000) tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Peraturan
tersebut bertujuan untuk mengendalikan kerusakan tanah untuk produksi

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 I-2
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

biomassa melalui penetapan kriteria baku kerusakan tanah, kondisi tanah


dan status kerusakan tanah, tata laksana pengendalian, peningkatan
kesadaran masyarakat, keterbukaan informasi dan peran masyarakat,
pembiayaan, dan ketentuan pidana bagi pelanggar kriteria baku kerusakan
tanah
Tindak lanjut dari penerbitan PP 150/2000, Kementerian Lingkungan
Hidup menerbitkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7
Tahun 2006 (PerMenLH 7/206) tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Peraturan ini diterbitkan untuk
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa terutama
terhadap ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8.
Kedua peraturan tersebut di atas, diterbitkan mengacu pada
perundangan-undangan dan peraturan pelaksanaan bagi peraturan-
peraturan di bawahnya antara lain sebagai berikut :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi Bali, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 I-3
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun


2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup
Daerah Kabupaten/Kota.
8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun
2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang
Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten/Kota.
9. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali.
10. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi.
11. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun
2013-2033.
12. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 23 Tahun 2013
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1.3 Maksud, Tujuan, dan Manfaat


Maksud, tujuan, dan manfaat penyusunan Laporan Pendahuluan
pekerjaan Jasa Konsultansi Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan
Lahan untuk Produksi Biomassa di Kabupaten Badung dapat dirinci sebagai
berikut :
1. Penyusunan laporan pendahuluan ini dimaksudkan untuk
melaksanakan dan memenuhi Kontrak Nomor
027 / 2018 / DLHK / 2018
tanggal 8 Mei 2018 antara Pejabat
002 / KONT  GGS / V / 2018
Pembuat Komitmen Bidang Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
Kabupaten Badung dengan Penyedia Jasa Konsultansi PT.
Ganeshaglobal Sarana, dan untuk menetapkan pendekatan dan
metodologi pelaksanaan Studi/Penelitian Update Data Status
Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa di Kabupaten Badung
tahun anggaran 2018.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 I-4
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

2. Penyusunan laporan pendahuluan ini memiliki tujuan untuk


mengidentifikasi dan menetapkan potensi kerusakan lahan
dan/atau tanah untuk produksi biomassa di daerah studi tahun
2018, dan sebagai upaya mendapatkan updating data serta
kecendrungan terhadap status kerusakan lahan untuk produksi
biomassa di Kabupaten Badung tahun 2016 sampai dengan tahun
2018.
3. Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dengan penyusunan
laporan pendahuluan ini adalah sebagai pedoman bagi tim teknis
pekerjaan dalam menilai ketersedian personil dan data sekunder,
kesesuaian pendekatan dan metodologi, dan kecukupan waktu
pelaksanaan Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan
untuk Produksi Biomassa di Kabupaten Badung tahun anggaran
2018 dan pedoman konsultan pelaksana pekerjaan dalam
mewujudkan pelaksanaan pekerjaan yang tepat biaya, mutu, dan
waktu.
Pelaksanaan pekerjaan Belanja Jasa Konsultansi Studi/Penelitian
Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa di
Kabupaten Badung tahun anggaran 2018 dimaksudkan untuk melakukan
penelitian dan update data status kerusakan lahan dan/atau tanah melalui
pekerjaan belanja Jasa Konsultansi Studi/Penelitian Update Data Status
Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa di Kabupaten Badung. Adapun
tujuannya adalah memetakan potensi dan status kerusakan tanah dan/atau
lahan di Kabupaten Badung tahun anggaran 2018.
Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan pekerjaan Belanja Jasa
Konsultansi Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk
Produksi Biomassa di Kabupaten Badung tahun anggaran 2018 adalah
adanya pedoman yang dapat dijadikan sebagai salah acuan pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah dalam penyusunan langkah tindak lanjut
untuk peningkatan, pemeliharaan, pelestarian, dan perbaikan kualitas lahan
dan/atau tanah.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 I-5
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

1.4 Target atau Sasaran


Pelaksanaan pekerjaan Belanja Jasa Konsultansi Studi/Penelitian
Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa di
Kabupaten Badung tahun anggaran 2018 memiliki target atau sasaran
berupa diperolehnya informasi dan updating data kualitas dan status
kerusakan lahan dan/atau tanah di Kabupaten Badung tahun anggaran 2018
baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Secara kualitatif target atau sasaran pelaksanaan pekerjaan berupa
dapat tersedianya dokumen dan informasi status kerusakan lahan untuk
produksi biomassa di Kabupaten Badung Tahun 2018, dan secara kuantitatif
berupa dapat tersusunnya dokumen dan informasi status kerusakan lahan
untuk produksi biomassa di Kabupaten Badung Tahun 2018 sebanyak satu
dokumen.

1.5 Lingkup Pekerjaan


Untuk mewujudkan pelaksanaan pekerjaan yang tepat biaya,mutu, dan
waktu ditetapkan ruang lingkup kegiatan sebagai berikut :
1. Inventarisasi data-data dasar terkait pekerjaan. Kegiatan
pengumpulan data sekunder baik berupa data statistik, data
laporan terdahulu, data peta, dan perundangan-undangan terkait
pekerjaan. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait seperti
Badan Pusat Statistik, Dinas Lingkungan dan Kebersihan, dan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Badung
yang didapatkan secara langsung maupun melalui media
elektronik.
2. Verifikasi kartografi terhadap peta satuan unit lahan yang dipakai
sebagai peta kerja pada pekerjaan sejenis tahun anggaran 2016
dan 2017. Kegiatan ini adalah melakukan pemeriksaan untuk
memastikan peta kerja memenuhi spesifikasi teknis peta dan
bilamana perlu melakukan koreksi terhadap ketelitian geometris

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 I-6
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

peta meliputi sistem referensi geospasial, skala, dan unit pemetaan


sehingga dapat dijadikan peta kerja pada pekerjaan tahun
anggaran 2018.
3. Verifikasi dan penetapan titik lokasi pengamatan dan pengambilan
sampel tanah mengacu pada lokasi pelaksanaan pekerjaan sejenis
tahun anggaran 2016 dan 2017 dan bilamana perlu dilakukan
pemindahan titik lokasi sampel sama sesuai hasil survey lapangan
pendahuluan dengan batasan tetap berada pada satuan unit lahan
yang sama.
4. Pengukuran/uji laboratorium kualitas tanah. Kegiatan ini diawali
dengan pengamatan dan pengambilan contoh tanah baik contoh
tanah terganggu maupun contoh tanah tidak terganggu, dan
selanjutnya dilakukan analisis kualitas tanah di laboratorium yang
telah berpengalaman.
5. Analisis dan evaluasi status kerusakan tanah. Kegiatan ini
dilakukan dengan pendekatan teknis dan kelembagaan.
Pendekatan teknis berupa analisis terhadap sifat dasar tanah dan
menetapkan status kerusakan tanah mengacu pada kriteria
kerusakan lahan dan/atau tanah. Pendekatan kelembagaan
berupa penyelenggaraan diskusi mendalam dalam penetapan
status kerusakan tanah sesuai dengan arah kebijakan Pemerintah
Kabupaten Badung khususnya Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan Kabupaten Badung dalam kaitannya dengan lahan
dan/atau tanah untuk produksi biomassa.
Adapun keluaran atau output dari pelaksanaan pekerjaan adalah
dokumen laporan pendahuluan sebanyak lima buku, laporan akhir sebanyak
sepuluh buku, dan CD laporan sebanyak sepuluh keping.

1.6 Lokasi Pekerjaan


Lokasi pelaksanaan pekerjaan Belanja Jasa Konsultansi
Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 I-7
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Biomassa di Kabupaten Badung tahun anggaran 2018 dilakukan pada enam


kecamatan di wilayah Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Pengamatan dan
pengambilan sampel dilaksanakan di 23 titik lokasi sampel dengan jumlah
titik per kecamatan adalah sebagai berikut :
1. Kecamatan Petang (lima titik).
2. Kecamatan Abiansemal (tiga titik).
3. Kecamatan Mengwi (lima titik).
4. Kecamatan Kuta Utara (lima titik).
5. Kecamatan Kuta (dua titik).
6. Kecamatan Kuta Selatan (tiga titik).
Lokasi titik pengamatan dan pengambilan sampel adalah lokasi atau berada
pada satuan unit lahan yang sama dengan pelaksanaan pekerjaan sejenis
tahun anggaran 2016 dan 2017.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 I-8
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

BAB II

STATUS KERUSAKAN LAHAN UNTUK


PRODUKSI BIOMASSA

2.1 Degradasi Sumberdaya Lahan


Lahan merupakan salah satu bentuk sumberdaya alam yang
menduduki posisi penting bagi keberlangsungan kehidupan di dalam biosfer.
Sumberdaya lahan merupakan kreasi alam yang memiliki sistem dan
keteraturan dinamis yang memberikan dukungan kepada kegiatan di atas
permukaan bumi. Sumberdaya lahan juga memiliki peran penting pada
berbagai macam siklus di alam, antara lain siklus air, hara dan rantai
pangan. Sumberdaya lahan bagi kepentingan pertanian merupakan modal
dasar yang menentukan keberhasilan budidayanya, oleh karena itu program-
program pemenuhan kebutuhan produksi biomassa menjadi sangat
bergantung kepada pola ketersediaan lahan (Budiyanto, 2015). Sementara
itu di satu sisi, tidak semua hamparan lahan siap dimanfaatkan dalam
budidaya tanaman, tetapi sebagian kawasan terdiri dari lahan-lahan yang
tidak produktif dan masuk ke dalam kriteria lahan marginal, serta di sisi lain,
dari tahun ke tahun lahan produktif justru mengalami pengurangan luasan
karena dimanfaatkan oleh kepentingan non-pertanian dan kerusakan karena
pencemaran lingkungan dan bencana alam yang mengarah pada terjadinya
degradasi lahan.
Degradasi lahan dapat didefenisikan sebagai berkurangnya atau
menurunnya bahkan hilangnya daya guna, ataupun potensi guna, pergantian
keanekaragaman atau hilangnya organisme yang tidak dapat digantikan.
Secara umum, bahwa degradasi lahan juga dapat berupa penurunan jenis
alternatif penggunaan suatu lahan atau status penggunaannya. Blaikie
(1989) menyatakan bahwa degradasi lahan terjadi bila lahan mengalami
penurunan/kemunduran dalam kemampuan dan macam
penggunaannya,salah satunya sebagai akibat hasil tekanan tindakan

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 II - 1
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

manusia terhadap sumberdaya alam dalam upaya untuk mendapatkan suatu


tempat untuk suatu kegiatan tertentu. Chartres dalam (Chisolm dan
Doosday, 1987) menyatakan bahwa degradasi lahan akan mungkin
diakibatkan suatu faktor atau akibat kombinasi dari berbagai faktor yang
mengakibatkan penurunan/pemunduran sifat fisik, sifat kimia ataupun sifat
biologi suatu lahan yang mengakibatkan perubahan mendasar pada status
penggunaan lahan tersebut sehingga terjadi penghambatan terhadap
penggunaan lahan untuk suatu usaha.
Ancaman degradasi lahan dapat diakibatkan erosi, pencemaran
agrokimia, pencemaran industri, pertambangan dan galian C, dan alih fungsi
lahan (Atmojo, 2006). Erosi tanah merupakan penyebab kemerosotan
tingkat produktivitas lahan DAS bagian hulu, yang akan berakibat terhadap
luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas. Penggunaan produk
agrokimia yang tidak proporsional secara nyata mengakibatkan terjadinya
kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara dan/atau
kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik
tanah. Kegiatan industri berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap
sumberdaya lahan, yaitu dengan dihasilkannya limbah berupa gas seperti
SO2 dapat menyebabkan hujan asam dan limbah cair mengandung logam
berat sebagai penyebab degradasi dan pencemaran terhadap lahan
dan/atau tanah. Pertambangan dan galian C mengakibatkan hilangnya
lapisan tanah yang subur, dan sisa ekstraksi (tailing) yang akan berpengaruh
pada reaksi tanah dan komposisi tanah, dan pada akhirnya mengakibatkan
degradasi lahan dan/atau tanah. Alih fungsi lahan pertanian menjadi
peruntukan lahan bukan pertanian secara nyata akan mempengaruhi
ketersediaan lahan untuk produksi biomassa dan fungsi lahan dan/atau
tanah lainnya.

2.2 Konservasi Tanah dan Air


Tanah dan air merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan (non
renewable resources) yang merupakan satu kesatuan yang berperan

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 II - 2
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

sebagai sistem pendukung kehidupan (life support system) bagi kepentingan


seluruh rakyat Indonesia. Posisinya sangat strategis sebagai modal dasar
pembangunan nasional yang berkelanjutan, selain itu juga merupakan
sumber devisa negara dan memberikan kontribusi yang besar dalam
menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional. Di lain pihak, tanah dan air
merupakan sumber daya alam yang mudah terdegradasi fungsinya karena
kondisi geografis dan akibat penggunaan yang tidak sesuai dengan fungsi,
peruntukan, dan kemampuannya sehingga penggunaan dan pemanfaatan
tanah harus dilaksanakan secara terencana, rasional, dan bijaksana.
Upaya tersebut dilaksanakan dengan cara melindungi, memulihkan,
meningkatkan, dan memelihara fungsi tanah pada lahan melalui
penyelenggaraan konservasi tanah dan air secara memadai agar
manfaatnya dapat didayagunakan secara berkelanjutan lintas generasi.
Penyelenggaraan konservasi tanah dan air yang meliputi perlindungan fungsi
tanah pada lahan, pemulihan fungsi tanah pada lahan, peningkatan fungsi
tanah pada lahan, dan pemeliharaan fungsi tanah pada lahan dilaksanakan
pada lahan prima, lahan kritis, dan lahan rusak di kawasan lindung dan di
kawasan budidaya pada setiap jenis penggunaan lahan yang meliputi
pertanian, perkebunan, kehutanan, padang penggembalaan, peternakan,
perikanan, pertambangan, perindustrian, pariwisata, permukiman (perkotaan
dan perdesaan), dan jalan.
Guna mencegah semakin menurunnya ketersediaan lahan yang baik
serta menjamin kelestariannya untuk tujuan menumbuhkan tanaman
penghasil termasuk di dalamnya lahan pertanian, perkebunan, hutan, dan
padang rumput, tidak termasuk perkotaan, permukiman, dan perairan,
perlindungan fungsi tanah pada lahan dalam penyelenggaraan konservasi
tanah dan air dilaksanakan dengan cara pengendalian konversi penggunaan
lahan prima, serta pengamanan dan penataan kawasan. Pemulihan fungsi
tanah pada lahan dilaksanakan pada lahan kritis dan lahan rusak dengan
metode vegetatif berupa penanaman tanaman konservasi, dan/atau sipil
teknis berupa pembuatan bangunan konservasi tanah dan air. Metode sipil

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 II - 3
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

teknis tidak dilakukan dalam kawasan lindung. peningkatan fungsi tanah


pada lahan dilaksanakan pada lahan kritis dan lahan rusak dengan metode
agronomi, vegetatif, dan sipil teknis. Pemeliharaan fungsi tanah pada lahan
dilaksanakan pada lahan prima, lahan kritis, dan lahan rusak yang telah
dipulihkan dan ditingkatkan fungsinya dengan menggunakan metode
agronomi dan pemeliharaan bangunan konservasi tanah dan air.

2.3 Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa di Kabupaten


Badung 2016-2017
Status kerusakan lahan untuk produksi biomassa adalah kondisi tanah
di tempat dan waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku
kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Kriteria baku kerusakan tanah
untuk produksi biomassa adalah ukuran batas perubahan sifat dasar tanah
yang dapat ditenggang, berkaitan dengan kegiatan produksi biomassa.
Penetapan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa perlu
dilakukan sebagai salah satu upaya pengendalian kerusakan tanah.
Kerusakan tanah untuk produksi biomassa dapat disebabkan oleh sifat alami
tanah, dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan
tanah tersebut terganggu/rusak hingga tidak mampu lagi berfungsi sebagai
media untuk produksi biomassa secara normal.
Kriteria baku yang digunakan untuk menentukan status kerusakan
tanah untuk produksi biomassa didasarkan pada parameter kunci sifat dasar
tanah, yang mencakup sifat fisik, sifat kimiawi dan sifat biologi tanah. Sifat
dasar tanah ini menentukan kemampuan tanah dalam menyediakan air dan
unsur hara yang cukup bagi kehidupan (pertumbuhan dan perkembangan)
tumbuhan.
Mengacu pada tata cara pengukuran kriteria baku kerusakan tanah
untuk produksi biomassa, Pemerintah Kabupaten Badung telah menetapkan
status kerusakan untuk produksi biomassa di Kabupaten Badung Tahun
2016 dan 2017. Adapun status kerusakan tersebut seperti Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Status kerusakan untuk produksi biomassa di Kabupaten Badung

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 II - 4
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

2016 2017
Kecamatan Total Status Luas Total Status Luas
Pembatas Pembatas
skor kerusakan (ha) skor kerusakan (ha)
Petang 4 rusak ringan redoks 10.020 5 rusak berat isi, 2.406
ringan derajat
pelulusan air,
redoks
Abiansemal 4 rusak ringan redoks 5.723 4 rusak berat isi, 1.112
ringan derajat
pelulusan air,
redoks
Mengwi 4 rusak ringan redoks 6.454 4 rusak berat isi, 1.835
ringan derajat
pelulusan air,
redoks
Kuta Utara 4 rusak ringan redoks 1.785 5 rusak berat isi, 1.703
ringan derajat
pelulusan air,
redoks
Kuta 4 rusak ringan redoks 85 4 rusak berat isi, 533
ringan derajat
pelulusan air,
redoks
Kuta 4 rusak ringan redoks 6.454 4 rusak berat isi, 6.011
Selatan ringan derajat
pelulusan air,
redoks

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung,


2018.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 II - 5
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

BAB III

GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

3.1 Selayang Pandang Kabupaten Badung


Puputan Badung adalah salah satu peristiwa heroik Rakyat Badung
pada tahun 1906 dan sebagai bagian sejarah perlawanan terhadap upaya
penjajahan di Pulau Bali. Peristiwa perang sampai titik penghabisan
membela kebenaran dan kedaulatan tersebut diejawantahkan dalam motto
Kabupaten Badung, yaitu Çura Dharma Rakşaka yang berarti berani
membela kebenaran (Perda Kabupaten Badung No 15/2010). Motto tersebut
mengandung makna bahwa Pemerintah Kabupaten Badung berkewajiban
untuk melindungi kebenaran dan rakyatnya.
Bentuk batas wilayah Kabupaten Badung yang unik seperti sebilah
keris, dan keris sebagai senjata utama dan khas Rakyat Badung pada
khususnya dan Rakyat Indonesia pada umumnya diwujudkan dalam
Lambang Daerah Kabupaten Badung. Unsur dan bentuk keris yang terdiri
dari dua mata keris dan satu ujung dan ber-luk tiga mengandung makna
mentalitas jiwa keperwiraan. Pemerintah Kabupaten Badung adalah
pemerintahan yang berkomitmen tinggi dalam mewujudkan arta, otot, dan
kepradnyan dan berkesadaran bahwa setiap kehidupan dan penghidupan
tidak terlepas dari proses penciptaan dan peleburan.
Lambang Daerah Kabupaten Badung berbentuk segi lima sama sisi
dengan warna dasar biru laut dengan garis pinggir hitam seperti Gambar 3.1.
Terdapat gambar segi lima sama sisi, meru tumpang solas (sebelas), keris,
padi dan kapas yang diikat dengan sebelas kali gulungan tali, dan Motto
Kabupaten Badung dalam lambang daerah tersebut.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 1
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Gambar 3.1 Lambang Daerah Kabupaten Badung

Kabupaten Badung secara yuridis formal dibentuk berdasarkan


Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 yang meliputi Wilayah Kabupaten
Badung dan Kota Denpasar saat ini. Pembentukan Kota Denpasar sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 berdampak terhadap wilayah
Kabupaten Badung, yaitu pada awal pembentukan seluas 546,30 km2 dan
saat ini adalah seluas 418,52 km2.
Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Badung yang pesat dan
kemampuan untuk membangun infrastruktur dalam wilayahnya sebagai Ibu
Kota Kabupaten Badung, pemindahan Ibu Kota Kabupaten Badung dari
Wilayah Kota Denpasar ke Wilayah Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung
Provinsi Bali menjadi hal yang strategis untuk dilakukan (PP No 67/2009).

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 2
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Lebih lanjut, Ibu Kota Kabupaten Badung diberi nama Mangupura dengan
batas-batas sebagai berikut :
1) sebelah utara berbatasan dengan Desa Werdhi Bhuana dan Desa
Baha Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung;
2) sebelah timur berbatasan dengan Desa Penarungan Kecamatan
Mengwi dan Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal Kabupaten
Badung;
3) sebelah selatan berbatasan dengan Desa Buduk Kecamatan
Mengwi, Desa Dalung Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung,
dan Kota Denpasar; dan
4) sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tabanan.

Komitmen Pemerintah Kabupaten Badung terdeskripsikan sangat jelas


dalam Visi dan Misi Pembangunan Daerah Kabupaten Badung.
Memantapkan arah pembangunan Badung berlandaskan Tri Hita Karana
menuju masyarakat maju, damai dan sejahtera adalah visi pembangunan
daerah Kabupaten Badung dengan misi : 1) memperkokoh kerukunan hidup
bermasyarakat dalam jalinan keragaman adat, budaya dan agama; 2)
memantapkan kualitas pelayanan publik melalui penerapan teknologi
informasi dan komunikasi; 3) memantapkan tata kelola pemerintah dengan
menerapkan prinsip good governance dan clean governance;
4) meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana
(KB) dalam pengelolaan kependudukan; 5) memperkuat usaha mikro kecil
dan menengah (UMKM) sebagai pilar ekonomi kerakyatan; 6) mewujudkan
tatanan kehidupan bermasyarakat yang menjunjung tinggi penegakan hukum
dan HAM (Hak Asasi Manusia); 7) meningkatkan perlindungan dan
pengelolaan sumber daya alam, lingkungan hidup dan penanggulangan
bencana; 8) memperkuat daya saing daerah melalui peningkatan mutu
sumber daya manusia dan infrastruktur wilayah; dan 9) memperkuat
pembangunan bidang pertanian, perikanan dan kelautan yang bersinergi
dengan kepariwisataan berbasis budaya.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 3
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

3.2 Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Badung


Secara geografis Kabupaten Badung terletak antara 8°14’01”-8°50’52”
Lintang Selatan dan 115°05’03”-115°26’51” Bujur Timur dengan luas wilayah
418,52 km2 atau sekitar 7,43% dari daratan Pulau Bali. Wilayah Kabupaten
Badung membentang di tengah-tengah Pulau Bali dengan hulu adalah
Pegunungan Bedugul dan Samudera Indonesia sebagai hilirnya.
Wilayah Kabupaten Badung pada sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Buleleng, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bangli,
Gianyar, dan Kota Denpasar, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera
Indonesia, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tabanan.
Wilayah Kabupaten Badung seperti Gambar 3.2.
Secara administratif Kabupaten Badung dibagi menjadi enam wilayah
kecamatan, yaitu Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi, Kuta Utara,
Kuta, dan Kuta Selatan. Pada tingkat pemerintahan lebih kecil dari
kecamatan, terdapat 62 desa dinas, 122 desa adat, 373 banjar dinas, dan
164 lingkungan (https://www.badungkab.bps.go.id, 2018).
Luas dan letak wilayah, jarak ke ibukota provinsi dan ibu kota
kecamatan di Kabupaten Badung seperti Tabel 3.1.

3.3 Rencana Pola Ruang Wilayah


Perkembangan pembangunan dan perekonomian Kabupaten Badung
yang cukup pesat dapat menggerakan roda pembangunan daerah, namun
sangat berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian
lingkungan, baik terhadap lingkungan fisik dan sosial.
Selaras dengan pesatnya perkembangan pembangunan dan
perekonomian Kabupaten Badung, mendorong terciptanya lapangan kerja
dan berbagai aktivitasnya yang berdampak terhadap perkembangan jumlah
penduduk Kabupaten Badung dan konsekuensi terjadinya peningkatan
kebutuhan terhadap ruang.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 4
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Gambar 3.2 Peta Administrasi Kabupaten Badung

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 5
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Tabel 3.1. Indikator geografis kecamatan di Kabupaten Badung


Luas wilayah Letak Jarak
Kecamatan Ibu kota
2 a) b)
(km ) (%) (%) koordinat mdpl km

Petang 115,00 27,48 2,04 08°14'01"-08°28'25" LS 275-2.075 30,0 Petang


115°11'01"-115°26'51" BT

Abiansemal 69,01 16,49 1,23 08°26'59"-08°36'10" LS 75-350 15,0 Blahkiuh


115°11'38"-115°14'57" BT

Mengwi 82,00 19,59 1,46 08°26'36"-08°39'16" LS 0-350 15,0 Mengwi


115°05'03"-115°12'20" BT
08°36'29"-08°40'40" LS
Kuta Utara 33,86 8,09 0,60 115°07'52"-115°10'23" BT 0-65 6,6 Kerobokan

Kuta 17,52 4,19 0,31 08°40'41"-08°43'33" LS 0-27 9,5 Kuta


115°09'04"-115°11'20" BT

Kuta Selatan 101,13 24,16 24,16 08°45'36"-08°50'52" LS 0-28 18,3 Jimbaran


115°04'59"-115°14'20" BT

Jumlah 418,52 100 7,43

Sumber : https://www.badungkab.bps.go.id, 2018 dan analisa, 2018


Keterangan : a) persentase dari luas Wilayah Kabupaten Badung, b)
persentase dari luas Pulau Bali, LS = lintang selatan, BT =
bujur timur, mdpl = meter dari permukaan laut, dan jarak = jarak
ibu kota kecamatan ke ibu kota provinsi.

Guna dapat memenuhi peningkatan kebutuhan ruang di Kabupaten


Badung yang harus dimanfaatkan secara serasi, selaras, seimbang, berdaya
guna, berhasil guna, dan berkelanjutan berlandasarkan kebudayaan Bali
yang dijiwai oleh Agama Hindu sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana, dan
upaya mewujudkan keterpaduan dan sinergitas pembangunan antar sektor
dan antara wilayah maka dilakukan pengaturan tata ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang berdasarkan struktur ruang dan pola ruang. Pemerintah
Kabupaten Badung melalui perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang
serta pengendalian pemanfaatan ruang yang selanjutnya ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033
mengharapkan dapat dicapainya tujuan pemanfaatan ruang wilayah secara
optimal, serasi, seimbang, dan lestari, jelas, tegas, menyeluruh, dan dapat
memberikan kepastian hukum.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 6
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Pola ruang sebagai salah satu wujud tata ruang, yang merupakan
distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya
memiliki peran penting dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan
pelaksanaan program dan pembiayaannya, sedangkan pengendalian
pemanfataan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Badung tahun 2013-2033 seperti
Gambar 3.3.
Hutan lindung, kawasan konservasi Pulau Pudut, kawasan konservasi
dan ekosistem pesisir, taman wisata alam, dan perlindungan setempat
adalah peruntukan ruang untuk kawasan berfungsi lindung dengan luas
2.882,57 ha (6,89% dari luas wilayah Kabupaten Badung).
Peruntukan ruang untuk kawasan berfungsi budidaya seluas 38.969,43
ha (93,11% dari luas wilayah Kabupaten Badung) yang terdiri dari kawasan
peruntukan hutan rakyat, budidaya tanaman pangan, budidaya perkebunan,
budidaya hortikultura, peruntukan minapolitan, peruntukan pariwisata, daya
tarik wisata khusus promosi, peruntukan kegiatan industri, peruntukan
permukiman, peruntukan perdagangan dan jasa, peruntukan kantor
pemerintahan, peruntukan pendidikan tinggi, peruntukan prasarana
transportasi, dan peruntukan pertahanan dan keamanan.
Kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan budidaya tanaman
pangan, kawasan budidaya tanaman perkebunan, dan kawasan budidaya
hortikultura lebih lanjut dapat disebut sebagai kawasan peruntukan untuk
produksi biomassa. Kawasan peruntukan untuk produksi biomassa
ditetapkan seluas 22.806,31 ha (54,49% dari luas wilayah Kabupaten
Badung dan/atau 58,52% dari luas kawasan peruntukan budidaya).

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 7
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Gambar 3.3. Rencana Pola Ruang Kabupaten Badung 2013-2033

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 8
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

3.4 Penduduk
Sumberdaya Manusia Kabupaten Badung secara kuantitatif dan
kualitas dapat dilihat dari indikator demografi, pendidikan, dan ekonomi.
Indikator demografi menunjukkan proyeksi penduduk, kepadatan penduduk
per km2, dan rasio jenis kelamin, indikator pendidikan menunjukan partisipasi
penduduk dalam memanfaatkan kesempatan pendidikan yang tersedia, dan
indikator ekonomi menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan
menggunakan data pendapatan domestik regional bruto (PDRB).
Proyeksi penduduk, kepadatan penduduk per km2, dan rasio jenis
kelamin Kabupaten Badung seperti Tabel 3.2. Jumlah penduduk Kabupaten
Badung diproyeksikan sebanyak 616.400 jiwa pada tahun 2020 atau
bertambah 66.800 jiwa dari jumlah penduduk tahun 2015. Kepadatan
penduduk per km2 sebesar 1.473 jiwa/km2 pada tahun 2015 menjadi 1.632
jiwa/km2 pada tahun 2020. Rasio jenis kelamin relatif sama pada tahun 2015
dan 2020 yaitu sebesar 1,04% yang menunjukkan jumlah penduduk laki-laki
1,04 kali lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan.

Tabel 3.2. Indikator demografi kecamatan di Kabupaten Badung


Proyeksi jumlah penduduk (ribu jiwa) Kepadatan (ribu Rasio jenis
Kecamatan 2015 2020 jiwa/km2) kelamin (%)

L P Jml L P Jml 2015 2020 2015 2020

Petang 13,1 12,88 25,98 12,91 12,69 25,6 0,226 0,223 1,02 1,02

Abiansemal 45,31 45,58 90,89 46,16 46,47 92,63 1,317 1,342 0,99 0,99

Mengwi 65,16 63,92 129,08 67,41 66,2 133,61 1,574 1,629 1,02 1,02

Kuta Utara 63,47 60,16 123,63 72,86 69,17 142,03 3,651 4,195 1,06 1,05

Kuta 52,11 48,19 100,3 58,34 54,04 112,38 5,725 6,414 1,08 1,08

Kuta Selatan 75,15 71,37 146,52 90,72 86,23 176,95 1,449 1,75 1,05 1,05

Jumlah 314,3 302,1 616,4 348,4 334,8 683,2 1,473 1,632 1,04 1,04

Sumber : https://www.badungkab.bps.go.id, 2018 dan analisa, 2018


Keterangan : L = laki-laki, P = perempuan, Jml = jumlah.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 9
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Dilihat per kecamatan, proyeksi jumlah penduduk tertinggi dimiliki


Kecamatan Kuta Selatan, yaitu sebesar 146.520 jiwa pada tahun 2015 dan
176.950 jiwa pada tahun 2020 dan terendah dimiliki Kecamatan Petang,
yaitu sebesar 25.980 jiwa pada tahun 2015 dan 25.600 jiwa pada tahun
2020. Kepadatan penduduk per km2 dan rasio jenis kelamin yang melebihi
data kabupaten adalah Kecamatan Kuta Selatan, Kuta, dan Kuta Utara
(>1.473 jiwa/km2; 1,04% pada tahun 2015 dan >1.632 jiwa/km2; 1,04% pada
tahun 2020) dan tiga kecamatan lainnya masih lebih rendah dibandingkan
data kabupaten.
Dilihat dari jenjang pendidikan, Kabupaten Badung memiliki angka
partisipasi kasar (APK), angka partisipasi sekolah (APS), dan angka
partisipasi murni (APM) seperti Tabel 3.3. APK Kabupaten Badung
menunjukan terdapat penduduk yang mengenyam pendidikan tidak sesuai
dengan batas usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan,
yaitu pada jenjang pendidikan SD (usia 7-12 tahun) sebesar 2,03-3,04%,
SMP (usia 13-15 tahun) sebesar 0,26-5,44%, dan SMU (usia 16-18 tahun)
sebesar 5,18% pada tahun 2011-2015. Hal ini dapat mengindikasikan
terdapat kasus tinggal kelas atau terlambat masuk sekolah dan/atau terdapat
siswa yang lebih muda dibanding usia standar pada jenjang pendidikan yang
bersangkutan. Untuk APK jenjang pendidikan tinggi, Kabupaten Badung
dapat dikategorikan tinggi (20,52-33,81%) dibandingkan APK pendidikan
tinggi Indonesia yaitu sebesar 31,5%.
APS Kabupaten Badung periode tahun 2011-2015 berkisar 99,08-100%
untuk SD, 95,23-100% untuk SMP, 80,65-89,68% untuk SMU, dan 18,4-
29,46% untuk pendidikan tinggi. Hal ini berarti kesempatan penduduk untuk
mengenyam pendidikan di Kabupaten Badung adalah sangat besar. Angka-
angka pada periode tahun 2011-2015 yang lebih kecil dibandingkan 100%
untuk SD, SMP, dan SMU menunjukkan masih terdapat penduduk usia
sekolah yang tidak memanfaatkan kesempatan untuk mengenyam
pendidikan di Kabupaten Badung.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 10
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Tabel 3.3. Indikator pendidikan Kabupaten Badung


Jenjang Pendidikan

Uraian Tahun Sekolah Sekolah


Sekolah Dasar Perguruan
Menengah Menengah
(SD) Tinggi
Pertama (SMP) Umum (SMU)

2011 102,03 98,41 89,17 26,74

2012 97,71 94,9 105,18 20,52

2013 103,04 105,44 74,35 25,63

2014 102,82 100,26 85,79 28,4

2015 102,06 94,24 98,75 33,81

2011 99,08 95,44 80,65 18,4

2012 99,29 95,23 83,27 22,31

2013 99,85 96,67 82,25 20,16

2014 100 97,52 81,43 24,86

2015 99,22 100 89,68 29,46

2011 90,24 71,18 63,69 17,54

2012 89,97 72,05 73,89 19,23

2013 91,17 86,03 81,52 19,85

2014 93,44 88,37 69,19 24,51

2015 95,96 82,21 72,18 27,29

Sumber : https://www.badungkab.bps.go.id, 2018.

Periode tahun 2011-2015, penduduk di Kabupaten Badung yang


mengenyam pendidikan mencapai 89,97-95,96% di SD, 71,18-88,37% di
SMP, 63,69-81,52% di SMU, dan 17,54-27,29% di perguruan tinggi.
Kisaran nilai APM tersebut menunjukkan penduduk Kabupaten Badung
memiliki semangat tinggi untuk mengenyam pendidikan tepat waktu.
Perekonomian Kabupaten Badung sangat tergantung dari lapangan
usaha penyediaan akomodasi dan makanan minuman. Sektor penyediaan
akomodasi dan makanan minuman adalah penyumbang terbesar terhadap
PDRB atas dasar harga konstan 2010 yaitu berkisar 25,34-26,13% pada
periode tahun 2011-2016 yang dapat dilihat seperti Tabel 3.4.
Untuk aktifitas ekonomi, dilihat dari PDRB atas dasar harga konstan
2010 Kabupaten Badung cenderung mengalami fluktuasi pertumbuhan
ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Badung berkisar 6,27-
7,64% per tahun pada periode tahun 2011-2016. Perekonomian Kabupaten

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 11
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Badung mengalami peningkatan yang relatif besar pada tahun 2012, yaitu
sebesar 0,57% dibandingkan tahun 2011 dan mengalami perlambatan
terbesar pada tahun 2013, yaitu sebesar 0,82% dibandingkan tahun 2012.

Tabel 3.4 Indikator ekonomi Kabupaten Badung


Kategori Lapangan PDRB atas dasar harga konstan 2010 (dalam juta Rp)
Usaha (2010) 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertanian, 1,812,795.45 1,836,400.68 1,954,367.93 1,982,149.30 2,087,311.52 2,182,148.25 2,243,344.23
Kehutanan, dan
Perikanan
Pertambangan dan 76,692.90 84,575.78 98,015.95 105,140.06 106,351.56 102,076.35 104,234.34
Penggalian
Industri Pengolahan 1,017,282.91 1,024,515.73 1,074,565.49 1,163,278.25 1,283,499.34 1,387,237.78 1,447,932.00

Pengadaan Listrik 42,491.90 46,208.73 51,323.05 55,373.49 59,447.24 60,098.40 65,577.68


dan Gas
Pengadaan Air, 72,161.47 72,209.56 74,588.21 78,636.80 85,523.50 88,569.39 93,194.08
Pengelolaan
Sampah, Limbah dan
Daur Ulang
Konstruksi 1,948,890.35 2,074,421.43 2,478,052.47 2,623,075.96 2,705,925.44 2,817,432.18 3,009,188.41

Perdagangan Besar 1,565,745.30 1,649,392.22 1,749,222.25 1,905,693.38 2,073,019.99 2,238,226.30 2,359,245.68


dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda
Motor
Transportasi dan 3,939,180.04 4,292,633.23 4,552,037.69 4,826,614.93 4,958,177.64 5,093,133.81 5,552,875.01
Pergudangan
Penyediaan 5,296,461.71 5,657,141.50 6,117,806.94 6,631,284.55 7,132,961.49 7,640,246.88 8,142,314.48
Akomodasi dan
Makan Minum
Informasi dan 1,551,915.94 1,685,974.34 1,824,268.39 1,927,366.11 2,092,927.96 2,276,899.04 2,481,239.41
Komunikasi
Jasa Keuangan dan 572,127.91 601,693.73 653,915.47 737,528.19 819,727.54 890,634.57 957,430.07
Asuransi
Real Estat 852,143.86 888,023.73 945,467.00 1,010,167.48 1,115,698.20 1,202,303.50 1,264,178.17

Jasa Perusahaan 176,037.56 181,359.75 185,228.65 202,082.97 220,511.43 236,098.87 248,113.39

Administrasi 788,160.24 988,888.31 999,984.18 998,014.50 1,122,021.42 1,229,680.24 1,324,152.76


Pemerintahan,
Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 692,143.63 766,137.84 768,876.53 873,738.83 981,167.07 1,062,447.70 1,137,383.71

Jasa Kesehatan dan 270,144.57 286,944.45 304,442.62 343,019.56 391,441.84 432,650.18 468,674.44
Kegiatan Sosial
Jasa lainnya 174,185.52 186,178.11 195,488.34 203,367.30 222,346.90 240,595.96 261,506.73

PDRB 20,848,561.24 22,322,699.12 24,027,651.15 25,666,531.63 27,458,060.08 29,180,479.41 31,160,584.59

LPEt 7,07 7,64 6,82 6,98 6,27 6,79

Sumber : https://www.badungkab.bps.go.id, 2018.


Keterangan : PDRB = pendapatan domestik regional bruto; LPEt = laju
pertumbuhan ekonomi tahun ke-i

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 12
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

3.5 Iklim dan Hidrologi

3.5.1 Iklim
Wilayah Kabupaten Badung berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan
Ferguson termasuk ke dalam tipe iklim C, D, dan E. Perbandingan antara
rerata bulan kering dan basah dengan kisaran 33,3-60,0% termasuk tipe
iklim C, kisaran 60,0-100% termasuk tipe D, dan kisaran 100-167% termasuk
tipe E. Wilayah bagian utara Kabupaten Badung cenderung bertipe iklim C,
bagian tengah tipe D, dan bagian selatan tipe E.
Dilihat dari tekanan udara, kelembaban udara, rerata suhu, dan
penyinaran matahari bulanan di Kabupaten Badung pada tahun 2016
berturut-turut berkisar 1.008-1.012 mb (terendah pada bulan februari dan
tertinggi pada bulan agustus), 79-82% (terendah pada bulan juli dan tertinggi
pada bulan maret), 26,0-27,9°C (terendah pada bulan juli dan tertinggi pada
bulan november), dan 63-91% (terendah pada bulan januari dan tertinggi
pada bulan juli) (BPS Kabupaten Badung, 2017).

3.5.2 Hidrologi
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah 3 di
Provinsi Bali mengoperasikan stasiun curah hujan dengan jumlah terbesar
diantara tiga badan yang ada yaitu BMG, Unit Hidrologi Pekerjaan Umum,
dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Unda
Anyar. Jumlah dari stasiun curah hujan yang dioperasikan oleh ketiga badan
tersebut adalah 90 stasiun (BMKG), 36 stasiun (Unit Hidrologi Pekerjaan
Umum), dan 2 stasiun (BPDASHL).
Curah hujan dan hari hujan bulanan di Kabupaten Badung pada tahun
2016 berturut-turut berkisar 24,6-332,1 mm (terendah pada bulan agustus
dan tertinggi pada bulan januari) dan 4-23 hari hujan (terendah pada bulan
agustus dan tertinggi pada bulan januari) (BPS Kabupaten Badung, 2017).
Curah hujan dan hari hujan per kecamatan di Kabupaten Badung pada tahun
2016 seperti Tabel 3.5.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 13
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Tabel 3.5. Curah hujan dan hari hujan per kecamatan di Kabupaten Badung
Bulan 2016
Kecamatan
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
Petang CH 180 855 280 213 165 217 219 193 247 510 795 541
HH 18 29 20 16 16 11 18 17 5 26 28 30
Abiansemal CH 168 310 150 59 31 163 86 131 299 237 340 417
HH 7 22 11 7 4 21 12 10 12 15 22 21
Mengwi CH 143 428 178 96 26 122 216 217 355 260 504 435
HH 12 19 11 11 8 11 14 10 13 15 18 22
Kuta Utara CH 385 451 155 - - 73 79 30 137 90 255 254
HH 6 15 7 - - 6 8 4 7 7 14 14
Kuta CH - - - - - - - - - - - -
HH - - - - - - - - - - - -
Kuta Selatan CH 50 427 98 7 65 189 193 29 412 156 631 740
HH 4 16 10 3 7 10 15 3 8 5 16 18

Sumber : https://www.badungkab.bps.go.id, 2018


Keterangan : CH = curah hujan (mm), HH = hari hujan (hari), 01-12 = angka
menunjukkan bulan.

3.6 Topografi dan Geologi

3.6.1 Topografi
Secara topografi Kabupaten Badung dibedakan menjadi tiga wilayah
yaitu bagian utara, tengah, dan selatan. Bagian utara atau hulu berada pada
Wilayah Pegunungan Bedugul dengan ketinggian 1.500-3.000 m yang
membentang dari arah timur-barat. Wilayah bagian utara memiliki topografi
yang curam, sementara bagian selatan secara relatif memiliki kemiringan
yang tidak terlalu besar utamanya yang berada di bawah 500 m diatas
permukaan laut meskipun bagian di atasnya lagi sedikit curam. Kondisi
topografi Kabupaten Badung seperti Gambar 3.4. Kemiringan lereng lahan di
Kabupaten Badung berkisar 0-2%, 2-5%, 5-15%, 15-40%, dan lebih besar
dari 40%. Kemiringan lereng lahan lebih besar dari 5%->40% tersebar di
Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi, dan Kuta Selatan, sedangkan
Kecamatan Kuta Utara termasuk datar dengan kemiringan lereng lahan
berkisar 0-5%.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 14
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

3.6.2 Geologi
Dilihat secara geologi, Pulau Bali terdiri dari hasil-hasil vulkanik seperti
Miocene sampai Pliocene dan sedimen laut sebagai batuan dasar, dilapisi
oleh aliran pyroclastic, hasil-hasil vulkanik dan aliran lumpur ynag berasal
dari aktivitas-aktivitas vulkanik yang intensif di Pleistocene dan Holocene
pada periode Kuarter. Wilayah Kabupaten Badung pada bagian utara
sampai Kecamatan Kuta Utara didominasi lapisan batuan dasar berupa
breksi vulkanik, lahar, dan tufa formasi Buyan-Beratan dan Batur, Kecamatan
Kuta-Kuta Selatan berupa endapan aluvial, dan Kecamatan Selatan
didominasi formasi batu kapur. Kondisi geologi Kabupaten Badung seperti
Gambar 3.5. Dilihat dari jenis tanah, Kabupaten Badung memiliki empat
jenis tanah yaitu latosol, regosol, andosol, dan mediteran. Jenis tanah
regosol dapat dijumpai hampir di setiap kecamatan, latosol tidak dijumpai di
Kecamatan Kuta Selatan, andosol hanya dijumpai di Kecamatan Petang, dan
demikian juga jenis tanah mediteran hanya dijumpai di Kecamatan Kuta
Selatan. Jenis tanah di Kabupaten Badung seperti Gambar 3.6.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 15
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Gambar 3.4. Kondisi Topografi Kabupaten Badung

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 16
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Gambar 3.5. Kondisi Geologi Kabupaten Badung

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 17
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Gambar 3.6. Jenis Tanah Kabupaten Badung

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 III - 18
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

BAB IV

METODOLOGI DAN RENCANA KERJA

4.1 Pendekatan dan Metodologi


Mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Repbulik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, maka Studi/Penelitian Update
Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa di Kabupaten
Badung Tahun 2018 adalah kegiatan pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk
Produksi Biomassa terutama terhadap ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8. Tata
cara pengukuran kerusakan tanah untuk produksi biomassa seperti Gambar
4.1. Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi
Biomassa di Kabupaten Badung Tahun 2018 dilakukan dengan metode
survei, yaitu berupa kegiatan pengamatan dan pengambilan sampel tanah di
daerah studi, dan dilakukan analisis laboratorium terhadap sampel tanah
yang dikumpulkan. Lebih lanjut dilakukan analisis dan evaluasi terhadap
hasil survey dan hasil uji laboratorium untuk menetapkan status kerusakan
lahan untuk produksi biomassa.
Tata cara pengukuran kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi
biomassa seperti Gambar 4.1 disusun agar terdapat kesesuaian pemahaman
mengenai metodologi dan aspek-aspek yang harus ditinjau dalam
menetapkan kondisi dan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa.
Penetapan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa perlu dilakukan
sebagai salah satu upaya pengendalian kerusakan tanah.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 1
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Gambar 4.1. Bagan alir tata cara pengukuran kerusakan tanah


untuk produksi biomassa

Kerusakan tanah untuk produksi biomassa dapat disebabkan oleh sifat


alami tanah, dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang
menyebabkan tanah tersebut terganggu/rusak hingga tidak mampu lagi
berfungsi sebagai media untuk produksi biomassa secara normal. Tata cara
pengukuran kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa hanya
berlaku untuk pengukuran kerusakan tanah karena tindakan manusia di areal
produksi biomassa maupun karena adanya kegiatan lain di luar areal
produksi biomassa yang dapat berdampak terhadap terjadinya kerusakan
tanah untuk produksi biomassa.
Kriteria baku yang digunakan untuk menentukan status kerusakan
tanah untuk produksi biomassa didasarkan pada parameter kunci sifat dasar
tanah, yang mencakup sifat fisik, sifat kimiawi dan sifat biologi tanah. Sifat
dasar tanah ini menentukan kemampuan tanah dalam menyediakan air dan
unsur hara yang cukup bagi kehidupan (pertumbuhan dan perkembangan)

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 2
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

tumbuhan. Dengan mengetahui sifat dasar suatu tanah maka dapat


ditentukan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa.
Kriteria baku ini dapat digunakan untuk produksi biomassa tanaman
semusim maupun tanaman keras (perkebunan dan kehutanan). Khusus
untuk parameter ketebalan solum nilai ambang kritis hanya berlaku untuk
tanaman semusim, sedangkan untuk tanaman keras (perkebunan dan
kehutanan) nilai ambang kritis disesuaikan dengan kebutuhan jenis tanaman
keras tersebut berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan.
Tata cara pengukuran kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi
biomassa seperti Gambar 4.1 disusun untuk menjelaskan hal-hal yang harus
dilakukan oleh bupati/walikota dalam melaksanakan pengukuran kriteria
baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa yang berkaitan dengan
pemantauan dan pengawasan. Dengan adanya tata cara pengukuran kriteria
baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa diharapkan dapat
mempermudah Bupati/Walikota dalam penentuan kondisi dan status
kerusakan tanah untuk produksi biomassa.
Tata cara pengukuran kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi
biomassa juga disusun sebagai upaya pemerintah pusat mempermudah
bupati/walikota dalam melakukan pengaturan dan pemberian kepastian
hukum terhadap pelaku kegiatan teknis produksi biomassa. Pengaturan dan
pemberian kepastian hukum dimaksudkan agar kegiatan teknis produksi
biomassa dilakukan di kawasan peruntukan yang sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah untuk produksi biomassa, kegiatan teknis produksi
biomassa sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan hidup, dan
demikian halnya dalam upaya-upaya pencegahan kerusakan tanah dan
penanggulangan kerusakan dan pemulihan kondisi tanah.
Pengukuran kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa
dilakukan pada areal yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
sebagai kawasan untuk produksi biomassa. Selanjutnya kawasan untuk
produksi biomassa tersebut diidentifikasi untuk mengetahui areal-areal yang

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 3
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

berpotensi mengalami kerusakan tanah berdasarkan data-data sekunder


(peta tematik) atau informasi yang ada. Hal ini dilakukan untuk menetapkan
kondisi tanah yang perlu verifikasi.
Verifikasi merupakan kegiatan pengamatan di lapangan dan/atau di
laboratorium dengan tujuan untuk menganalisis sifat dasar tanah yang
mengacu pada kriteria baku kerusakan tanah sebagaimana yang tercantum
dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Selanjutnya hasil
pengamatan lapangan dan/atau hasil analisis di laboratorium dievaluasi
dengan cara membandingkan dengan kriteria baku kerusakan tanah untuk
mengetahui status kerusakan tanah.

4.1.1. Identifikasi Kondisi Awal Tanah untuk Menentukan Areal yang


Berpotensi Mengalami Kerusakan

Identifikasi kondisi awal tanah dilakukan dengan tujuan untuk


mengetahui areal yang berpotensi mengalami kerusakan. Identifikasi kondisi
awal tanah dilakukan dengan :

1) Menghimpun data sekunder untuk memperoleh informasi awal sifat-


sifat dasar tanah yang terkait dengan parameter kerusakan tanah.
Peta tanah dan peta lahan kritis biasanya memuat informasi sifat
dasar tanah
2) Menghimpun data sekunder yang terkait dengan kondisi iklim,
topografi, penggunaan tanah, dan potensi sumber kerusakan
3) Menghimpun data sekunder lain yang dapat mendukung penetapan
kondisi tanah, seperti citra satelit, foto udara, data kependudukan
dan sosial ekonomi masyarakat, pengaduan masyarakat
4) Data dan informasi yang terhimpun kemudian dituangkan di dalam
peta dasar skala minimal 1:100.000, jika memungkinkan peta
tersebut didigitasi sehingga menjadi peta-peta tematik tunggal

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 4
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

5) Melakukan overlay atau superimpose atas beberapa peta tematik


yang telah dibuat guna memperoleh gambaran tentang areal yang
berpotensi mengalami kerusakan tanah.
Pembuatan peta kerja dengan metode overlay antara peta curah hujan,
jenis tanah, peta lereng, dan penggunaan lahan. Proses pembuatan peta
kerja, peta potensi dan status kerusakan lahan secara umum ditunjukkan
seperti Gambar 4.2. Nilai skoring atau skor pembobotan potensi kerusakan
tanah didapat dari hasil perkalian nilai rating yaitu nilai potensi masing
masing unsur peta tematik terhadap terjadinya kerusakan tanah dengan nilai
bobot masing masing peta tematik yatu peta tanah, peta lereng, peta curah
hujan dan peta penggunaan lahan.

1. Peta Tanah

Pada sistem klasifikasi Soil Taxonomy, terdapat sepuluh ordo tanah


yang ada dan tersebar di Indonesia yaitu : 1) Histosols, 2) Entisols,
3) Inceptisols, 4) Vertisols, 5) Andisols, 6) Alfisols, 7) Mollisol, 8)
Ultisols, 9) Oxisols, dan 10) Spodosols.

Berdasarkan kondisi kelembabannya, tanah dibagi menjadi tanah


lahan basah dan tanah lahan kering. Tanah lahan basah adalah
tanah yang sebagian besar waktu di tahun-tahun normalnya berada
pada kondisi jenuh air. Tanah lahan kering adalah tanah yang
sebagian besar waktu di tahun-tahun normalnya berada pada
kondisi tidak jenuh. Tanah lahan kering dan lahan basah dapat
diduga dari nama jenis tanahnya. Selain Histosol, yang termasuk
lahan basah adalah tanah-tanah mineral yang mempunyai rejim
kelembaban akuik atau bersub ordo akuik, misalkan Aquents,
Aquepts, Aquults, Aquods dan sebagainya.

Dalam menduga potensi kerusakan, tanah-tanah dikelompokan ke


dalam 5 (lima) kelas potensi kerusakan tanah. Nilai rating potensi
kerusakan tanah diberikan terutama berdasarkan pendekatan nilai

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 5
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

erodibilitas tanah. Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan


jenis tanah di Kabupaten Badung seperti Tabel 4.1.

Gambar 4.2 Bagan alir pembuatan peta kerja,


peta potensi dan status kerusakan lahan

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 6
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Tabel 4.1. Penilaian potensi kerusakan tanah


berdasarkan jenis tanah

Potensi Skor pembobotan


Tanah Simbol Rating
Kerusakan Tanah (rating X bobot)
Vertisol, Tanah dengan
rejim kelembaban Sangat ringan T1 1 2
aquik
Oxisol Ringan T2 2 4
Alfisol, Mollisol, Ultisols Sedang T3 3 6
Inceptisols, Entisols,
Tinggi T4 4 8
histosols
Spodosol Andisol Sangat tinggi T5 5 10

Sumber : KemenLH (2009)

2. Peta Lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak
vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan
lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya
adalah dengan persentase (%) dan derajat (°). Kelerengan
mempengaruhi kerusakan lahan terkait dengan besarnya erosi dan
kemampuan tanah menyimpan air hujan. Semakin besar
kelerengan akan menyebabkan kerusakan tanah yang makin tinggi.
Kemiringan lereng yang dihasilkan selanjutnya diklasifikasikan
sesuai dengan klasifikasi kemiringan lereng untuk identifikasi
Potensi Kerusakan Tanah. Penilaian potensi kerusakan tanah
berdasarkan kemiringan lereng di Kabupaten Badung seperti Tabel
4.2.

3. Peta Curah Hujan


Faktor terpenting penyusun iklim yang mempengaruhi erosi tanah
adalah curah hujan. Curah hujan dapat dibedakan menurut sifatnya
menjadi intensitas hujan, distribusi hujan dan jumlah hujan.
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan waktu
tertentu (mm/jam), jumlah hujan menunjukkan banyaknya hujan
selama hujan terjadi dalam periode tertentu (hari, minggu, bulan

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 7
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

dan tahun). Distribusi hujan adalah penyebaran waktu terjadinya


hujan. Sifat hujan tersebut diatas intensitas hujan mempunyai
pengaruh terbesar dibandingkan yang lainnya. Suatu tempat
mempunyai jumlah hujan yang tinggi belum tentu menyebabkan
erosi, sebaliknya jumlah hujan yang rendah dapat menyebabkan
erosi, bila hujan yang terjadi sekali-kali saja.

Tabel 4.2. Penilaian potensi kerusakan tanah


berdasarkan kemiringan lereng
Kemiringan lereng Potensi Skor pembobotan
Simbol Rating
(%) Kerusakan Tanah (rating X bobot)
1–8 Sangat ringan L1 1 3
9 – 15 Ringan L2 2 6
16 – 25 Sedang L3 3 9
26 – 40 Tinggi L4 4 12
> 40 Sangat tinggi L5 5 15

Sumber : KemenLH (2009)

Hujan yang turun akan mengenai tanah dan menghancurkan


agregat tanah, kemudian terangkut ke tempat lain. Hujan yang
sampai ke permukaan tanah akan mengalami infiltrasi, aliran
permukaan, intersepsi dan penguapan. Aliran permukaan (run off)
menyebabkan erosi akan meningkat. Kelas curah hujan tahunan
dalam kaitannya dengan potensi kerusakan tanah seperti Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Penilaian potensi kerusakan tanah


berdasarkan kelas curah hujan tahunan
Curah hujan tahunan Potensi Skor pembobotan
Simbol Rating
(mm) Kerusakan Tanah (rating X bobot)
< 1000 Sangat rendah H1 1 3
1000 – 2000 Rendah H2 2 6
2000 – 3000 Sedang H3 3 9
3000 – 4000 Tinggi H4 4 12
> 4000 sangat tinggi H5 5 15
Sumber : KemenLH (2009)

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 8
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

4. Peta Penggunaan Lahan


Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan penggunaan lahan
didekati berdasarkan koefisien tanaman (faktor C). Dengan
pendekatan tersebut, jenis penggunaan lahan untuk daerah
pertanian maupun vegetasi alami) dikelompokan ke dalam 5 kelas
potensi kerusakan tanah.

Sekalipun informasi pada satuan penggunaan lahan bersifat lebih


umum, namun informasi-informasi yang lebih detil mengenai jenis
komoditas/vegetasi, tipe pengelolaan dan langkah-langkah
konservasi yang diterapkan yang terkait erat dengan sifat tanah
sangat penting dan bermanfaat untuk menduga potensi kerusakan
tanah. Data-data tersebut penting untuk dicatat dan diperhatikan
dalam pemanfaatan peta penggunaan lahan guna penyusunan peta
kondisi awal tanah. Penggunaan lahan dan hubungannya dengan
potensi kerusakan tanah seperti Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan


penggunaan lahan
Potensi Skor pembobotan
Penggunaan lahan Simbol Rating
Kerusakan Tanah (rating X bobot)
Hutan alam, sawah,
alang-alang murni Sangat rendah T1 1 2
subur
Kebun campuran,
semak belukar, padang Rendah T2 2 4
rumput
Hutan produksi dan
Sedang T3 3 6
perladangan
Tegalan (tanaman
Tinggi T4 4 8
semusim)
Tanah terbuka Sangat tinggi T5 5 10

Sumber : KemenLH (2009)

Penyusunan potensi kerusakan tanah disusun dengan cara ataupun


prosedur overlay. Data dianalisis untuk memperoleh informasi

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 9
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

mengenai potensi kerusakan tanah. Analisis spasial dilakukan dengan


menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial (parameter
penentu potensi kerusakan tanah), sehingga diperoleh unit peta baru
yang akan digunakan sebagai unit analisis. Pada setiap unit analisis
tersebut dilakukan analisis terhadap data atributnya berupa data
tabular. Hasil analisis tabular selanjutnya dikaitkan dengan data
spasialnya untuk menghasilkan data spasial potensi kerusakan tanah.

Analisa spasial, sistem proyeksi dan koordinat menggunakan metode


Universal Transverse Mercator (UTM). Sistem koordinat dari UTM
adalah meter, sehingga dimungkinkan analisa yang membutuhkan
informasi dimensi-dimensi linier seperti jarak dan luas. Sistem proyeksi
lazim digunakan dalam pemetaan topografi sehingga sesuai untuk
pemetaan tematik termasuk pemetaan potensi kerusakan tanah.

Metode yang digunakan dalam analisis tabular adalah metode skoring.


Pada unit analisis hasil tumpangsusun data spasial dilakukan dengan
menjumlahkan skor. Hasil penjumlahan skor digunakan untuk klasifikasi
penentuan tingkat potensi kerusakan tanah. Klasifikasi tingkat
kerusakan tanah menurut penjumlahan skor dengan parameter
kerusakan tanah seperti Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Kriteria kelas potensi kerusakan tanah


berdasarkan nilai skor
Simbol Skor Potensi Kerusakan Tanah Pembobotan
PR.I Sangat Rendah <15
PR.II Rendah 15-24
PR.III Sedang 25-34
PR.IV Tinggi 35-44
PR.V Sangat Tinggi 45-50

Sumber : KemenLH (2009)

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 10
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

4.1.2. Verifikasi Lapangan


Verifikasi lapangan adalah untuk membuktikan benar tidaknya indikasi
atau potensi kerusakan tanah yang telah disusun. Kegiatan ini dilakukan
dengan urutan prioritas berdasarkan potensi kerusakan tanahnya. Prioritas
utama dilakukan pada tanah dengan potensi kerusakan paling tinggi

1. Pengamatan dan pengambilan contoh tanah


Pengamatan di lapangan dilakukan untuk parameter erosi air,
ketebalan solum, kebatuan permukaan, derajat pelulusan air, nilai
redoks, subsidensi gambut, kedalaman lapisan berpirit, dan
kedalaman air tanah dangkal, sedangkan pengambilan contoh
tanah dilakukan dengan dua cara, yaitu
 Terusik, menggunakan bor tanah atau membuat profil
tanah. Tiap lapisan tanah (hingga lapisan pembatas)
diambil satu contoh untuk kepentingan analisis pH, Daya
Hantar Listrik (DHL), porositas total, komposisi fraksi, dan
penghitungan jumlah mikroba tanah.
 tidak terusik, menggunakan ring sampler atau bongkah
tanah. Digunakan untuk analisis Berat Isi (BI).

2. Analisa Contoh Tanah


Tanah di lahan kering adalah tanah yang berada di lingkungan tidak
tergenang yang pada umumnya merupakan tanah mineral (bukan
tanah organik). Tanah-tanah ini berada di wilayah beriklim basah
maupun beriklim kering.

 Ketebalan Solum
Ketebalan solum adalah jarak vertikal dari permukaan
tanah sampai ke lapisan yang membatasi keleluasaan
perkembangan system perakaran. Solum tanah merupakan
lapisan-lapiasan yang menyusun dalam tubuh tanah. Pada
umumnya tanah tersusun oleh lapisan organik, top soil, sub
soil dan lapisan batuan induk. Sistem perakaran akan

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 11
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

dibatasi perkembangnya oleh lapisan pembatas yang


berupa lapisan padas/batu, lapisan beracun (garam, logam
berat, alumunium, besi), muka air tanah, dan lapisan
kontras.

Pengukuran ketebalan tanah dilakukan secara langsung


pada profil tanah yang mewakili satuan peta tanah
(mempunyai keragaman morfologi luar) dengan
menggunakan meteran, mulai dari permukaan tanah
sampai ke lapisan pembatas sistem perakaran. Pengukuran
dilakukan dengan membuat liang persegi empat ukuran
panjang 200 cm, lebar 100 cm dan kedalaman hingga
lapisan pembatas, maksimum 180 cm. Pengukuran
ketebalan solum mengacu pada kebutuhan minimum
perakaran untuk dapat berkembang dengan baik. Menurut
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7
Tahun 2006 bahwa solum pembatas bagi pertumbuhan
tumbuhan adalah < 20 cm.

 Kebatuan Permukaan

Kebatuan permukaan adalah persentase tutupan batu di


permukaan tanah. Batu adalah semua material kasar yang
berukuran diameter > 2 mm. Kebatuan permukaan
memagang peranan yang penting dalam mendukung
pertumbuhan tanaman dan kemudahan dalam pengelolaan
tanah. Tanah yang memiliki kebatuan tinggi akan
mengakibatkan penurunan jumlah tanaman, sehingga
penutupan lahan juga semakin berkurang. Menurut
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7
Tahun 2006 bahwa kebatuan permukaan yang menjadi
pembatas pertanaman sebesar 40%. Pengukuran kebatuan
permukaan dapat dilakukan dengan langkah :

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 12
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

 Membuat petak ukur (sampling area) dengan


ukuran 2 m x 2 m, kemudian petak tersebut dibagi
menjadi 16 bagian dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m
untuk memudahkan pengukuran
 Menghitung persentase luas sebaran batuan yang
ada dalam petakpetak kecil tersebut dan
jumlahkan, kemudian bagi dengan jumlah kotak
yang ada (16 kotak).
 Melakukan pengukuran seperti di atas pada 3
tempat yang berbeda dan mewakili satuan peta
tanah, kemudian rata-ratakan.

 Komposisi Fraksi
Komposisi fraksi tanah adalah perbandingan berat dari
pasir kuarsitik (50 – 2.000 μm) dengan debu dan lempung
(< 50 μm). Tanah tidak dapat menyimpan hara dan air
bilamana kandungan pasir kuarsanya > 80 %. Pasir yang
mudah lapuk (vulkanik) yang berwarna gelap tidak
termasuk dalam definisi ini. Pengamatan ini khusus
diberlakukan untuk tanah pasiran berwarna keputih-putihan
yang jika diraba dengan ibu jari dan telunjuk pada kondisi
basah terasa kasar dan relatif tidak liat atau lekat (untuk
memperkirakan kadar pasir kuarsitik > 80%). Untuk tanah di
luar ketentuan di atas tidak diperlukan pengamatan lebih
lanjut, cukup dengan perabaan (liat, lekat, tidak terasa
kasar akibat dominasi pasir). Pengukuran komposisi fraksi
dilakukan dengan menggunakan metode gravimetric.
Komposisi fraksi pasir memegang peranan penting dalam
menentukan tata air dalam tanah yang berupa kecepatan
infiltrasi, penetrasi dan kemampuan mengikat air oleh
tanah. Komposisi pasir yang makin meningkat akan
meningkatkan kecepatan infiltrasi, tetapi mengurangi

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 13
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

kemampuan mengikat air dan aliran permukaan (Suripin,


2001). Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa faktor pembatas
komposisi fraksi adalah koloid < 18 % dan pasir kuarsitik >
80 %.

Pengukuran komposisi fraksi tanah dilakukan dengan


langkah-langkah sebagai berikut :
 Masukkan 20 gram tanah halus kering mutlak ke
dalam panic porselin ( a gram)
 Tambahkan air 1.000 ml
 Kocok sampai terdispensi sempurna
 Tuangkan seluruh larutan ke dalam saringan, bilas
sisa tanah yang masih menempel di dalam tabung
dan masukkan ke dalam saringan yang sama
 Pasir yang tertampung dalam saringan dipindahkan
ke botol timbang dan dikeringkan ke dalam
oven/hot plate, setelah kering dan dingin berat pasir
ditimbang ( b gram).
Perhitungan persentase pasir (%) dengan persamaan :

Berat pasir kering mutlak ( b gram)


% pasir = ------------------------------------------------ x 100%
Berat tanah semula (a gram)

 Berat isi (volume)


Berat isi (volume) adalah perbandingan berat masa
padatan tanah dengan volume tanah dengan volume pori-
porinya. Berat isi ini dapat dinyatakan dalam satuan
gram.cm-3. Berat volume tanah ini sangat dibutuhkan untuk
konversi air dalam (% berat) ke dalam kandungan volume
(% volume), untuk menghitung porositas, untuk menduga
berat dari tanah yang sangat luas. Berat isi merupakan
indikator tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 14
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

tanaman untuk menembus tanah. Cara menghitung nilai BI


dengan persamaan :

(b – a)
BI = ------------ g/cm3
V

 Porositas
Porositas total tanah adalah persentase ruang pori yang
ada dalam tanah terhadap volume tanah (PMNLH, 2006).
Porositas tanah mengambarkan nisbah volume ruang pori
dengan padatan atau disebut nisbah ruang pori (pore space
ratio (PSR)). Sehingga porositas sangat tergantung pada
berat isi dan berat jenis tanah. PSR akan sangat
menentukan kandungan air, udara, suhu dan unsur hara,
ruang akar tanaman. Porositas akan menentukan
kemampuan tanah untuk meloloskan air serta kemampuan
tanah untuk menyimpan air dan hara. Volume pori
mencakup berbagai ukuran ada yang lebar dengan
diameter > 10 um, sedang (berdiameter 10 - 0,2 um), dan
halus (diameter < 0,2 um). Volume pori tanah menurut
peranannya dalam menahan air dapat dibedakan menjadi
pori makro dan mikro. Pori makro tidak dapat menahan air,
karena air akan diloloskan ke bawah oleh gaya gravitasi.
Sedangkan pori mikro merupakan pori yang berukuran kecil
dengan membentuk pipa kapiler dan mampu menahan air,
sehingga air tersedia bagi tanaman. Porositas ini sangat
dipengaruhi oleh agihan ukuran butiran tanah, bahan
Organik dan Bentuk, ukuran dan struktur tanah. Menurut
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7
Tahun 2006 bahwa faktor pembatas porositas untuk
mendukung pertanaman sebesar < 30 % dan > 70 %.
Pengukuran porositas total tanah diberi indeks n, diukur

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 15
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

berdasarkan perbandingan berat isi (BI) tanah dengan berat


jenis/kerapatan partikel (BJ) tanah. Porositas total tanah
dihitung dengan persamaan :

BI
Porositas Total = (1 - ------) x 100 %
BJ

Berat jenis partikel (BJ) atau particle density adalah ukuran


kerapatan zarah-zarah tanah yang merupakan
perbandingan antara berat partikel tanah dengan volume
partikel tanah, diukur dengan piknometer.

 Derajat Pelulusan Air


Derajat pelulusan air atau permeabilitas tanah adalah
kecepatan air melewati tubuh tanah secara vertikal dengan
satuan cm/jam. Derajat pelolosan air sangat dipengaruhi
oleh berat isi, porositas dan komposisi fraksi. Pengukuran
derajat pelulusan air dapat menggunakan metode
permeabilitas di laboratorium. Menurut Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa
faktor pembatas derajat pelolosan air sebesar < 0,7 cm/jam
dan >8,0 cm/jam. Pelolosan air yang terlalu rendah akan
menyebabkan aliran permukaan besar yang berdampak
pada peningkatan erosi. Sedangkan pelolosan air yang
tinggi akan menyebabkan kemampuan tanah untuk
menyimpan air dan hara menjadi rendah.

Dalam pengukuran derajat pelulusan air dapat


menggunakan adalah single ring permeameter dengan
diameter 3 inchi, ketinggian ring 30 cm. Bahan berupa pelat
metal dengan ketebalan 3 mm dan ujung bawah tajam ke
dalam. Ring diberi penutup dengan poros menonjol ke luar

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 16
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

yang digunakan sebagai tumpuan pukulan untuk


memasukkan ring tersebut ke dalam tanah.

Sedangkan jika pengukuran menggunakan Double ring


dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

 Letakkan ring secara vertikal di permukaan tanah


yang rata
 Benamkan ring ke dalam tanah dengan cara
memukul penutup ring secara vertikal pada poros
tutup ring hingga mencapai 10 cm. Usahakan agar
kontak antara dinding ring dengan tanah sangat
rapat. Untuk tanah yang dangkal, ring dimasukkan
sedalam 5 cm
 Buat parit mengelilingi ring dengan jarak 10 cm dari
ring dan kedalaman 5 cm yang dibatasi oleh
tanggul di tepi luar parit (tinggi tanggul ±10 cm).
Tuangkan air ke dalam parit (±10 cm), ulangi
penambahan air hingga tanah di sekitar ring
menjadi jenuh
 Tuangkan air ke dalam ring hingga mencapai 5 cm
dari mulut ring, ulangi penambahan air hingga
tanah di dalam ring menjadi jenuh
 Kondisi jenuh ditandai dengan penurunan muka air
dalam ring lebih lambat dari pada penurunan muka
air di luar ring
 Untuk pengukuran, tuangkan air ke dalam ring
hingga mencapai 5 cm dari mulut ring
 Ukur kecepatan aliran penurunan muka air di dalam
ring selama 1 jam dengan menggunakan
stopwacth. Ulangi pengamatan sampai ditemukan
angka yang tetap minimal 2 kali pengukuran
terakhir

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 17
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

 Reaksi Tanah (pH)


Reaksi tanah menunjukkan reaksi asam dan basa di dalam
tanah. Reaksi tanah tersebut akan mempengaruhi proses di
dalam tanah, seperti laju dekomposisi bahan organik,
mineral, pembentukan mineral lempung dan secara tidak
langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang
berupa ketersediaan unsur hara. Suatu tanah dapat
bereaksi asam atau alkalis tergantung pada konsentrasi ion
H dan OH. Reaksi asam terbentuk jika ion H lebih besar
dibandingkan ion OH dan sebaliknya. Untuk mengetahui
reaksi suatu tanah dapat dicirikan dengan adanya pH yaitu
logaritma negatif dari konsentrasi ion H. Secara kimiawi
tanah dikatakan asam jika pH di bawah 6,5, basa/alkalis
dengan pH lebih besar dari 7,5 dan netral dengan pH 6,6 –
7,5. Namun secara ketesediaan hara bagi tanaman pH
yang terbaik terletak sekitar 6,5. Nilai pH 7 belum tentu
optimum ketersediaannya bagi tanaman.

Dalam reaksi tanah dikenal dua jenis pH yaitu pH actual


dan pH potensial. Reaksi tanah aktual adalah konsentrasi H
+ yang terukur yang terdapat bebas di dalam larutan tanah.
Sedang pH potensial menunjukkan banyaknya ion H+ baik
yang terjerap oleh komplek koloid tanah maupun yang
terdapat bebas di dalam larutan tanah. Nilai pH aktual
diukur dengan menggunakan larutan H2O, pH potensial
diukur dengan larutan KCl.

 Daya Hantar Listrik (DHL)


Nilai DHL adalah pendekatan kualitatif dari kadar ion yang
ada di dalam larutan tanah, di luar kompleks serapan tanah.
Semakin besar kadar ionik larutan akan semakin besar
DHL-nya. DHL dinilai dengan satuan mS/cm atau μS/cm,
pada suhu 25º C. Nilai DHL > 4 mS mengkibatkan akar

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 18
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

membusuk karena terjadi plasmolisis. DHL akan dapat


mengalami peningkatan jika terjadi penguapan yang lebih
tinggi dari hujan, sehingga akan terjadi pengendapan
natrium. Pengukuran DHL dilakukan dengan melihat
tahanan listrik di dalam larutan tanah, menggunakan alat
ukur Electrical Conductivity meter (EC-meter).

Pengukuran DHL dilakukan dengan cara :


 Campur 5 gram contoh tanah dengan 12,5 ml
aquades (aquades dapat diganti dengan air sumur
atau air mineral dalam kemasan, dengan syarat
nilai DHL air tersebut < 100 μS/cm)
 Aduk sampai larut hingga tercampur dengan baik,
biarkan mencapai keseimbangan sekurang-
kurangnya 30 menit
 Ukur DHL dengan memasukkan elektroda ke dalam
larutan sampai kedua kutub metal terendam air.
Setelah itu baca nilainya (bila < 1 mS baca dengan
satuan μS/cm).

 Reaksi Reduksi-Oksidasi (Redoks) tanah


Nilai redoks adalah suasana oksidasi-reduksi tanah yang
berkaitan dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan
oksigen di dalam tanah. Jika nilai Eh < 200 mV berarti
suasana tanah reduktif (tanah di lahan kering), bila nilai Eh
> - 100 mV pirit dapat teroksidasi (tanah berpirit di lahan
basah), dan bila nilai Eh > 200 mV gambut dapat
teroksidasi/ terdegradasi. Pengukuran nilai redoks
menggunakan pH meter yang mempunyai teraan redoks
dan elektroda platina. Pengukuran hanya dilakukan pada
tanah tergenang lama/alamiah (stagnasi), pada tanah di
lahan basah maupun di tanah di lahan kering.Terjadinya
proses pengeringan dan pengenangan akibat pengaruh

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 19
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

curah hujan akan menyebabkan perubahan proses oksidasi


dan reduksi yang saling bergantian. Pada kondisi tergenang
akan mengakibatkan proses reduksi berlangsung,
sedangkan pada saat terjadi kekeringan akan terjadi proses
oksidasi. Proses reduksi akan menghasilkan warna kelabu
kebiruan, kehijauan atau kelabu yaitu warna senyawa ferro
yang melekat pada struktur yang pejal serta mampat.
Sedangkan proses oksidasi akan menghasilkan warna
kuning, karat dan merah akibat terbentuknya besi oksida
(ferri).

 Jumlah Mikroba Tanah


Jumlah mikroba tanah adalah total populasi mikroba di
dalam tanah yang diukur dengan colony counter. Pada
umumnya jumlah mikroba normal adalah 107 cfu/g tanah.
Tanah dikatakan rusak bila jumlah tersebut < 102 cfu/g
tanah baik untuk di lahan kering maupun di lahan basah.
Pengukuran ini sulit untuk dilaksanakan di lapangan, untuk
itu pengukuran parameter ini hanya dilakukan pada kondisi
spesifik, misalnya tanah tercemar limbah B3. Pengukuran
jumlah mikrobia dilakukan dengan cara :
 Timbang contoh tanah 1 gram, masukkan ke
dalam tabung reaksi berisi 99 ml aquades steril,
kocok hingga tercampur. Siapkan tabung reaksi
untuk ulangan dan pengencer larutan tanah
induk.Tuangkan berbagai volume larutan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi 50 ml aquades
steril, setelah itu volume dibuat 100 ml dengan
menambahkan aquades steril dengan tingkat
pengenceran 10², 10³, 104, 105, dan 106.
 Tuangkan masing-masing larutan sebanyak 0,1 ml
di atas cawan petri yang telah diisi media nutrien

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 20
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

agar secara aseptik dan ratakan. Inkubasikan


sekitar 1 minggu sampai kemunculan koloni.
 Hitung koloni dengan colony counter.
 Pilih populasi yang memiliki jumlah koloni antara 20
– 300 koloni/cawan petri tanpa ada spreader.
Kalikan dengan tingkat pengenceran dari masing-
masing populasi yang terpilih (memenuhi syarat).
Nilai rata-rata dari seluruh populasi merupakan
populasi per jumlah mikroba tanah.

4.1.3. Alat dan Bahan


Peralatan dan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini secara garis
besar terdiri dari peralatan dan bahan lapangan dan laboratorium.
Pengamatan lapangan dan pengambilan sampel tanah serta penyusunan
peta meliputi kamera digital, meteran, single ring permeameter diameter 3”,
stopwatch, pH meter, EC meter, ring sample, bor tanah, pisau lapang, GPS,
stiker label, kantong plastik, dan software GIS. Peralatan dan bahan
laboratorium digunakan untuk melakukan uji dan analisis dan menetapkan
sifat-sifat dasar sampel tanah.

4.2 Rencana Kerja Pelaksanaan Pekerjaan


Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan pendekatan dan metodologi
kerja yang mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya: 1) aspek teknis
sesuai dengan lingkup KAK, 2) aspek waktu pelaksanaan, dan 3) aspek
tenaga kerja. Aspek teknis merupakan prioritas utama yang akan dicapai.
Disamping tetap mengacu pada KAK, konsultan juga akan bekerja
berdasarkan standar/ketetapan teknis yang berlaku di Indonesia.
Penyimpangan terhadap standar/ketetapan yang sedang berlaku akan
didasari dengan penjelasan teknis dan alasan yang memadai serta
berpedoman pada suatu referensi, yang disetujui oleh team teknis pekerjaan.
Aspek waktu pelaksanaan, merupakan pembatas (konstraint] yang
harus disikapi oleh konsultan dengan menyusun metode Kerja secara

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 21
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

sistematis tanpa mengurangi batasan teknis yang berlaku. Waktu


pelaksanaan pekerjaan ini adalah 120 hari kalender atau empat bulan
kalender. Aspek Tenaga Kerja, personil yang ditugaskan harus mempunyai
kualifikasi dan jumlah yang memadai dan sesuai dengan ketentuan yang ada
dalam KAK sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan secara tepat biaya,
mutu dan waktu. Hasil pekerjaan yang tepat biaya, mutu dan waktu serta
sesuai dengan maksud-tujuan-sasaran yang terkandung dalam KAK akan
dapat dicapai secara optimal apabila sebelumnya telah disusun suatu tata
laksana prosedur yang baik, yang harus memperhatikan beberapa hal,
diantaranya: 1) organisasi peiaksanaan, 2) tata cara serta tahapan
pelaksanaan, 3) pemilihan metode yang tepat, dan 4) dana serta peralatan
yang memadai. Organisasi Pelaksanaan, untuk dapat melaksanakan
pekerjaan secara optimal, konsultan membuat struktur organisasi
pelaksanaan dengan personil tenaga ahli maupun tenaga pendukung yang
handal dan berpengalaman bidangnya masing-masing. Tiap personil
bertanggung jawab atas hasil pekerjaan yang ditugaskan sehingga produk
desain yang dihasilkan dapat tepat mutu dan tepat waktu. Tata Cara dan
Tahapan Pelaksanaan, dalam pelaksanaan pekerjaan ini, konsultan
menggunakan pendekatan koordinatif internal dan eksternal. Perumusan
permasalahan dan alternatif solusi pemecahannya, konsultan akan menggali
informasi dari berbagai sumber diantaranya dari masyarakat dan instansi
terkait. Secara intern, team konsultan akan melakukan pembahasan secara
bertingkat sesuai dengan tahapan kegiatan dan Ketua Team akan selalu
melakukan fungsi koordinasi baik intern maupun ekstern serta merumuskan
kesimpulan akhir dari masing-masing topik bahasan. Pemilihan Metode
Pelaksanaan, mutu hasil suatu pekerjaan sangat ditentukan oleh pemilihan
metode yang digunakan. Dalam pekerjaan ini, konsultan menggunakan
metode sesuai dengan pendekatan teknis yang telah diuraikan di atas.
Dana dan Peralatan, agar pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lancar,
konsultan menyiapkan dana dan peralatan yang cukup memadai sesuai
dengan tahapan pelaksanaan pekerjaan.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 22
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Mengacu pada pendekatan dan metodologi serta tata laksanan


prosedur pelaksanaan pekerjaan seperti uraian di atas, dapat disusun jadwal
pelaksanaan kegiatan dan jadwal personil seperti Tabel 4.6 dan 4.7.

4.3 Input dan Outcome


Kegiatan ini mendapatkan input berupa data, fasilitas, biaya
pelaksanaan kegiatan, dan pendampingan dari tim teknis pekerjaan
sedangkan dari pihak pelaksana pekerjaan menyiapkan personil dan jadwal
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan KAK. Pelaksanaan
kegiatan akan menghasilkan outcome berupa lima buku Laporan
Pendahuluan, sepuluh buku Laporan Akhir, dan sepuluh keping CD laporan.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 23
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Tabel 4.6. Jadwal pelaksanaan pekerjaan


Waktu Pelaksanaan Minggu ke-
Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

A. Studi pustaka dan persiapan awal :


1. Administrasi dan
koordinasi
2. Mobilisasi dan
demobilisasi
3. Inventarisasi laporan
terkait
4. Pengumpulan data
sekunder
5. Survey pendahuluan

B. Pengamatan lapangan dan pengambilan contoh tanah :


1. Pengamatan lapangan

2. Pengambilan contoh
tanah
3. Uji laboratorium

C. Identifikasi, analisis, dan evaluasi :


1. Kompilasi dan
rekapitulasi data
2. Identifikasi dan analisis
kondisi awal tanah
3. Evaluasi dan penetapan
status kerusakan tanah
4. Perumusan pemecahan
permasalahan
D. Penyusunan Laporan :
1. Penyusunan metode dan
rencana kerja
2. Pembuatan peta satuan
unit lahan
3. Pembuatan peta potensi
kerusakan tanah
4. Penyusunan laporan
pendahuluan
5. Pembuatan peta
kerusakan tanah
6. Penyusunan draft l
aporanakhir
7. Penyusunan laporan
akhir
E. Pelaporan dan pembahasan :
1. Laporan pendahuluan

2. Laporan akhir

3. CD laporan

4. Pembahasan

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 24
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Tabel 4.7. Jadwal mobilisasi dan demobilisasi personil pelaksana pekerjaan


Waktu Pelaksanaan Minggu ke-
Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

A. Tenaga Ahli
1. Team Leader
(M Adi P P, ST)
2. Ahli Tanah
(Ir. Yohannes PS)
B. Tenaga Penunjang
1. Operator komputer
(Ngurah AFYM, SE)
2. Administrasi
(IGA Yudhi P, S.Kom)

Tabel 4.8. Jadwal penggunaan peralatan dan bahan pelaksanaan pekerjaan


Waktu Pelaksanaan Minggu ke-
Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

1. Komputer dan printer

2. ATK

3. Kendaraan roda 4

4. Peralatan survey

5. Peralatan laboratorium

6. Konsumsi seminar

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 IV - 25
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

BAB V

HASIL DAN ANALISIS PENDAHULUAN

5.1 Satuan Unit Lahan di Daerah Studi


Penggunaan lahan dipengaruhi tanah, iklim, relief, hidrologi, vegetasi,
dan benda-benda yang ada di atas tanah termasuk hasil kegiatan manusia,
baik masa lampau maupun sekarang (FAO dalam Arsyad, 2000 dan Rayes,
2007). Penggunaan lahan dapat diartikan sebagai campur tangan manusia
terhadap lahan, baik secara menetap maupun berkala untuk memenuhi
kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Talkurputra, 1996 dan
Arsyad, 2000).
Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar,
yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.
Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam
penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang diusahakan
(sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, lalang, perkebunan dan hutan).
Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan
kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya (Arsyad,
2000).
Tipe penggunaan lahan di Kabupaten Badung terdiri dari sawah
beririgasi, tegal/kebun/ perkebunan, hutan tanaman/hutan rakyat, hutan
negara, lahan terbuka (sementara tidak diusahakan), permukiman, gedung
dan kantor, dan lainnya. Luas masing-masing penggunaan lahan di
Kabupaten Badung adalah sawah beririgasi seluas 9.976 ha (23,84%),
tegal/kebun seluas 8.024 ha (19,17%), perkebunan seluas 6.337 ha
(15,14%, hutan tanaman/hutan rakyat seluas 2.122 ha (5,07%), hutan
negara seluas 112 ha (0,27%), lahan terbuka (sementara tidak diusahakan)
seluas 236 ha (0,56%), dan permukiman, gedung dan kantor, dan lainnya
(lahan bukan pertanian) seluas 13.754 ha (32,86%) (Badan Pusat Statistik

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 V- 1
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Kabupaten Badung, 2017). Penggunaan lahan per kecamatan di Kabupaten


seperti Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Penggunaan lahan per kecamatan di Kabupaten Badung


Luas per kecamatan (ha) Jumlah
Penggunaan lahan Kuta Kuta
Petang Abiansemal Mengwi Kuta ha %
Utara Selatan
Lahan pertanian :
 Sawah irigasi 1.203,0 2.910,8 4.558,0 1.283,9 20,0 0,0 9.975,7 23,84

 Tegal/kebun 4.825,0 903,1 987,0 344,0 55,0 909,4 8.023,5 19,17

 perkebunan 3.593,0 903,0 781,0 0,0 0,0 1.060,0 6.337,0 15,14

 hutan
tanaman/hutan 399,0 998,0 69,0 1,0 0,0 655,0 2.122,0 5,07
rakyat
 hutan negara 82,0 14,0 0,0 0,0 16,0 0,0 112,0 0,27

 lahan terbuka 4,0 0,6 0,0 0,0 4,0 227,0 235,6 0,56
 lainnya 6,0 230,0 346,0 3,0 93,0 614,0 1.292,0 3,09
Lahan bukan pertanian
 permukiman,
gedung dan
1.388,0 941,5 1.459,0 1.906,1 1.591,0 6.468,6 13.754,2 32,86
kantor, dan
lainnya
Jumlah 11.500,0 6.901,0 8.200,0 3.538,0 1.779,0 9.934,0 41.852,0 100

Sumber : https://www.badungkab.bps.go.id, 2018 dan analisa, 2018

Lahan dan/atau tanah untuk produksi biomassa di Kabupaten Badung


telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26
Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung
Tahun 2013-2033. Luas wilayah Kabupaten Badung yang diperuntukkan
untuk produksi biomassa adalah 22.806,31 ha (54,49% dari luas Wilayah
Kabupaten Badung). Rencana pola ruang untuk produksi biomassa terdiri
dari penggunaan hutan rakyat seluas 1.745,42 ha (4,17%), tanaman pangan
seluas 9.737,42 ha (23,27%), perkebunan seluas 4.039,76 ha (9,65%), dan
hortikultura seluas 7.283,71 ha (17,40%) (Pemda Badung, 2013).
Keseimbangan antara kemampuan lahan dengan jenis pemanfaatan
dan teknologi yang digunakan memiliki peran yang sangat penting sebagai
upaya perlindungan terhadap kelangsungan fungsi dan manfaat sumberdaya
lahan di suatu wilayah. Hal tersebut dapat ditetapkan melalui kajian
terhadap potensi lahan untuk peruntukan suatu kegiatan di dalam suatu

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 V- 2
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

wilayah tertentu berdasarkan fungsi utamanya, dan hasil kajian yang


dilakukan disebut sebagai arahan fungsi pemanfaatan lahan (Luntungan
dalam Halengkara, 2012).
Kemiringan lereng, jenis tanah, dan curah hujan merupakan parameter
penting dalam penetapan arahan fungsi pemanfaatan lahan (Balai
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1994). Tingkat penting ketiga
parameter tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Kemiringan lereng. Kemiringan lereng adalah beda tinggi antara dua
tempat yang dibandingkan dengan daerah yang relatif lebih datar
atau datar. Variabel yang digunakan dalam pengidentifikasian
kemiringan lereng adalah sudut kemiringan lereng, titik ketinggian di
atas permukaan laut, dan bentang alam berupa bentukan akibat
gaya satuan geomorfologi yang bekerja. Kemiringan lereng dapat
berpengaruh terhadap penentuan fungsi kawasan. Semakin curam
lereng pada suatu kawasan, maka kawasan tersebut tidak boleh
dijadikan sebagai kawasan budidaya karena pemanfaatan lahan
yang tidak sesuai dapat menyebabkan tingkat erosi yang tinggi pada
kawasan yang memiliki lereng curam.
2) Jenis tanah. Jenis tanah dibentuk pada lingkungan fisiografis dan
proses yang sama. Batuan induk alami, topografi, drainase, iklim,
dan vegetasi adalah faktor fisiografis. Jenis tanah adalah salah satu
parameter dalam penetapan jenis penggunaan lahan yang cocok
untuk suatu tanaman dan arahan fungsi pemanfaatan lahan
berdasarkan resistensi tanah terhadap erosi oleh aliran air. Jika
pada suatu daerah terdapat jenis tanah yang sangat peka terhadap
erosi, maka daerah pemanfaatan lahan di daerah tersebut tidak
dibenarkan sebagai kawasan budidaya.
3) Curah hujan. Curah hujan dapat didefinisikan sebagai jumlah air
yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang
diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila
tidak terjadi evaporasi, runoff, dan infiltrasi. Handoko (1993)

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 V- 3
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

menyatakan bahwa intensitas hujan adalah jumlah curah hujan


dibagi dengan selang waktu terjadinya. Intensitas hujan harian rata-
rata adalah adalah salah satu parameter dalam penetapan jenis
penggunaan lahan yang cocok untuk suatu tanaman dan arahan
fungsi pemanfaatan lahan berdasarkan resistensi tanah terhadap
erosi oleh aliran air. Peluang terjadinya erosi dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya curah hujan, peluang untuk terjadi erosi semakin besar
bila curah hujan sangat tinggi dan sebaliknya.
Berdasarkan kesamaan penggunaan lahan, kemiringan lereng, dan
jenis tanah terdapat 54 satuan unit lahan di Kabupaten Badung. Satuan unit
lahan ditetapkan dengan menumpangtindihkan peta penggunaan lahan, peta
kemiringan lereng, dan peta jenis tanah yang ditampilkan sebagai peta
satuan unit lahan. Peta satuan unit lahan inilah yang dipakai sebagai peta
kerja pada pekerjaan sejenis tahun anggaran 2016 dan 2017, dan pada
tahun anggaran 2018 ini telah dilakukan pemeriksaan untuk memastikan
peta kerja tersebut dapat memenuhi spesifikasi teknis peta dan melakukan
koreksi terhadap ketelitian geometris peta meliputi sistem referensi
geospasial, skala, dan unit pemetaan sehingga dapat dijadikan peta kerja
yang valid dan memenuhi syarat teknis peta.
Satuan unit lahan di Kabupaten Badung seperti Tabel 5.2 dan Gambar
5.1. Setelah dilakukan tumpah tindih peta kerja, lokasi titik pengamatan dan
pengambilan sampel tanah untuk pekerjaan Belanja Jasa Konsultansi
Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi
Biomassa di Kabupaten Badung tahun anggaran 2018 ditetapkan seperti
Gambar 5.1.

Tabel 5.2. Satuan unit lahan di Kabupaten Badung


Unit Kemiringan Jenis
Penggunaan lahan Tindakan konservasi tanah
Lahan lereng (%) tanah
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 V- 4
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

8 8
9 9
10
11 1
12 2
13 3
14 4
15 5
16 6
17 7
18 8
19 9
20
21 1
22 2
23 3
24 4
25 5
26 6
27 7
28 8
29 9
30
31 1
32 2
33 3
34 4
35 5
36 6
37 7
38 8
39 9
40
41 1
42 2
43 3
44 4
45 5
46 6
47 7
48 8
49 9
50
51
52
53
54

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 V- 5
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Gambar 5.1 Peta Satan Unit Lahan di Kabupaten Badung

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 V- 6
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

5.2 Potensi Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa di Daerah Studi


Menindaklanjuti hasil evaluasi terhadap status kerusakan lahan untuk
produksi biomassa di Kabupaten Badung tahun anggaran 2016 dan 2017
seperti diuraikan pada sub bab 2.3, potensi kerusakan lahan untuk produksi
biomassa pada tahun 2018 ini dapat diduga cenderung sama dengan potensi
kerusakan yang terjadi pada tahun 2016 dan 2017. Dugaan ini mengacu
pada status kerusakan lahan untuk produksi biomassa di Kabupaten
Badung tahun 2016 dan 2017 cenderung berstatus rusak ringan dengan
asumsi belum dilakukan upaya konservasi sebagaimana direkomendasikan,
diikuti tidak terjadi perubahaan yang drastis terhadap penggunaan lahan
pertanian menjadi lahan bukan pertanian pada periode tahun 2016-2017,
dan demikian halnya terhadap faktor antropogenik dan perubahan iklim.
Kebijakan pola penggunaan ruang, dan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang telah ditetapkan menjadi peraturan daerah dan
sampai saat ini masih berlaku memiliki peran penting dalam mencegah
peningkatan status kerusakan lahan untuk produksi biomassa di Kabupaten
Badung. Adapun kedua peraturan daerah tersebut adalah Peraturan Daerah
Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2012-2033 dan Peraturan Daerah
Kabupaten Badung Nomor 23 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup .
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2012-2033
mengatur pelaksanaan penataan ruang sehingga pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Badung telah diatur secara
ketat dan tegas. Pemerintah daerah berkewajiban melakukan pengendalian
alih fungsi lahan pertanian menjadi peruntukan lahan bukan pertanian dalam
rangka pelestarian lingkungan dan pelestarian budaya.
Dilihat dari Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 23 Tahun
2013 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara tegas
dinyatakan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 V- 7
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,


rencana, dan/atau program. Pemerintah daerah berkewajiban
melaksanakan kajian lingkungan hidup strategis ke dalam penyusunan atau
evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan hidup, antara lain
perubahan iklim; kerusakan, kemerosotan dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati, peningkatan intensitas dan cakupan wilayah
bencana banjir, longsor, kekeringan dan/atau kebakaran hutan dan/atau
lahan, penurunan mutu dan kelimpahan sumberdaya alam; dan peningkatan
alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 V- 8
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press, Bogor.
Atmojo, Suntoro Wongso. 2006. Degradasi Lahan dan Ancaman bagi
Pertanian. Solo Pos, 7 Nopeber 2006.
Blaikie, P. 1989. Explanation and Policy in Land Degradation and
Rehabilitation for Developing Countries. Methuem. London.
Budiyanto, Gunawan.2015. Manajemen Sumbedaya Lahan. Cetakan II.
Janari 2015. Penerbit Lembaga Penelitian, Publikasi & Pengabdian
Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Chisolm, A. And Doomsday, R. 1987. Land Degradation, Problems and
Policies. CUP. London.
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2008. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 tentang Petunjuk
Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah
Kabupaten/Kota.
Pemerintah Republik Indonesia. 1958. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II
dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14
Agustus 1958.
Pemerintah Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah
Tingkat II Denpasar. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari
1992.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Repbulik
Indonesia Nomor 67 Tahun 2009 tentang Pemindahan Ibu Kota
Kabupaten Badung dari Wilayah Kota Denpasar ke Wilayah Kecamatan
mengwi Kabupaten Badung Provinsi Bali. Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 November 2009.
Pemerintah Kabupaten Badung. 2010. Peraturan Daerah Kabupaten
Badung Nomor 15 Tahun 2010 tentang Lambang Daerah Kabupaten
Badung. Diundangkan di Mangupura pada tanggal 31 Desember 2010.
Pemerintah Kabupaten Badung. 2013. Peraturan Daerah Kabupaten
Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Badung Tahun 2012-2033. Diundangkan di Mangupura
tanggal 30 Desember 2013.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 VI - 2
~ LAPORAN PENDAHULUAN ~

Pemerintah Kabupaten Badung. 2013. Peraturan Daerah Kabupaten


Badung Nomor 23 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Diundangkan di Mangupura tanggal 23 Desember
2013.
Rayes, Luthfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta:
CV.Andi Offset
Sukisno, K. S. Hindarto, Hasanudin, dan A. H. Wicaksono. 2011. Pemetaan
Potensi dan Status Kerusakan Tanah untuk Mendukung Produktivitas
Biomassa di Kabupaten Lebong. Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian UNIB.
Talkurputra, M.N.D. 1996. Tata Guna Tanah. Bandung: Program Pasca
Sarjana Universitas Padjajaran.

Studi/Penelitian Update Data Status Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa


di Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2018 VI - 3

Anda mungkin juga menyukai