1. Pola fikir
Pola adalah bentuk atau model. pola pikir itu sebenarnya adalah bentuk pikir atau
cara kita berpikir, jadi yang di maksud dengan pola fikir adalah cara berpikir,
menilai dan memberikan kesimpulan terhadap sesuatu berdasarkan sudut
pandang tertentu.yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.
2. Sains
Sains adalah berasal dari bahasa latin yaitu “scientia” yang artinya pengetahuan. Jadi
definisi sains ialah suatu cara untuk mempelajari berbagai aspek-aspek tertentu dari
alam secara terorganisir, sistematik & melalui berbagai metode saintifik yang
terbakukan.
metode berpikir sains (at-thariqah al-‘ilmiyyah Berpikir sains bersifat rasional, sistematis
terorganisasi netral, obyektif dan bersifat eksperimental-laboratoris
Dalam pola pikir sains menggunakan metode ilmiah sebagai metode pengkajiannnya
segala bentuk informasi yang diperoleh sebelumnya tentang materi/benda yang diteliti
terlebih dahulu harus meniadakan setiap pandangan, pendapat, atau keyakinan tentang benda
setelah melakukan eksperimen, maka hasil penelitiannya itu berupa kesimpulan ilmiah,
Dari sini dapat dipahami, bahwa thariqah ilmiah hanyalah berlaku untuk benda/
tidak dapat dilakukan terhadap sesuatu yang berbentuk ide atau pemikiran (abstrak). Oleh
yang dihasilkan dari thariqah ilmiah adalah kesimpulan yang bersifat dugaan dan tidak pasti,
Contoh
, kita dapat menyimpulkan bahwa ‘semua’ hewan mempunyai mata.” , pola pikir semacam
ini, yaitu dari kasus-kasus khusus kemudian dibuat suatu kesimpulan yang bersifat umum
disebut pola berpikir induktif. Pola berpikir induktif seperti contoh inilah yang digunakan
dalam sains. Dan untuk dapat membuat kesimpulan dengan berpikir induktif ini diperlukan
pengamatan dan observasi bahkan eksperimen yang sungguh-sungguh.”
“Kesimpulan pada Contoh 1 ini bisa kita buat lebih luas lagi. Misalnya begini, berdasarkan
pengamatan selama ini kita ketahui bersama bahwa setiap manusia mempunyai mata. Nah,
dengan menggabungkan kesimpulan ini dan kesimpulan pada Contoh 1, kita dapat membuat
kesimpulan baru yang lebih luas yaitu, semua hewan dan manusia mempunyai mata. Dan
seandainya kemudian berdasarkan eksperimen ternyata tumbuhan juga mempunyai mata,
maka kita bisa membuat kesimpulan yang jauh lebih luas lagi, yaitu semua mahluk hidup
mempunyai mata,”
Contoh 2:
Besi bila dipanaskan akan memuai (mengembang);
cara penarikan kesimpulan dengan menggunakan pola berpikir induktif itu kemungkinan
salahnya itu besar sekali. Contohnya, untuk contoh pertama tadi saya pernah melihat ada
hewan yang tidak mempunyai mata misalnya cacing tanah. Dan untuk Contoh 2 bila suatu
waktu nanti ditemukan ada logam yang tak memuai bila dipanaskan, maka kesimpulan itu
pun salah,
pola berpikir induktif itu, sifatnya sementara (tentatif). Karena itu, salah satu sifat sains
adalah bersifat tentatif. Maksudnya adalah selama belum ada temuan baru yang
menggagalkan kesimpulan yang sudah pernah dibuat, maka kesimpulan itu tetap dipakai.
Bahkan kalau pun ada contoh yang menyangkal kebenaran kesimpulan yang sudah dibuat
tersebut, maka biasanya dalam sains contoh baru yang tak sesuai kesimpulan itu disebut
sebagai suatu kasus atau perkecualian atau anomali,”
Berpikir ilmiah tidak cukup hanya berpikir dengan benar. Berpikir ilmiah harus
diikuti bukti ilmiah. Berpikir ilmiah mewajibkan setiap elemen dalam bangun
logika disertai dengan bukti pendukung
Dalam penelitian ilmiah, tidak cukup kesimpulan yg benar secara ilmiah, tapi
juga harus diakui (confirmed) sah dan benar oleh ilmuwan lain. Para ilmuwan
selalu berusaha memastikan setiap hal dalam sains memiliki bukti yg sah baik
secara logis, matematis, dan empiris
Pada hakekatnya ilmu pengetahuan berasal dari Tuhan pencipta Alam, yang berupa
wahyu, alam semesta beserta hukum yang ada di dalamnya, manusia dengan perilakunya
dalam kehidupannya, pemikiran dan pemahamannya serta seluruh ciptaan dan anugrah Allah
yang diturunkan ke Bumi demi menghormati manusia yang ada di dalamnya. Dengan
demikian pencipta ilmu pengetahuan adalah Tuhan dan yang menemukan ilmu pengetahuan
tersebut adalah manusia
Tujuan sains dalam perspektif agama adalah untuk mengetahui watak sejati segala sesuatu
sebagaimana yang telah diberikan tuhan dan memperlihatkan kesatuan hukum alam,
hubungan seluruh bagian dan aspeknya sebagai refleksi dari kesatuan prinsip ilahiah.
Prinsip ilahiyah inilah yang meliputi bidang kajian ilmu pengetahuan dan ilmu sosial hingga
ilmu alam yang bersifat empiris, prinsip ini sesuai dengan perubahan jaman yang
mengagungkan kecerdasan akal serta sains dan teknologi.
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan kami dari segenap
penjuru dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bahwa Al-qur’an itu
benar…….. (QS Fussilat 41:53)
Disegenap penjuru itu artinya disemua bidang ilmu pengetahuan termasuk ilmu alam dan
ilmu eksakta
dan masih banyak ayat-ayat al-qur’an yang mendorong manusia supaya berfikir dan mengkaji
serta memahami alam raya ini seperti:
dengan The Big Bang Theory (teori ledakan besar) yang menyatakan bahwa alam semesta
(galaxies) yang ada sekarang adalah hasil suatu ledakan besar dari satu pusat (nebula utama),
dana juga menurut teori ini pada akhir jaman semua bahan-bahan di alam semesta akan
bertemu kembali menuju satu pusat yang sama yang dikenal dengan lubang hitam (black
Hole). Dari teori ini, kita ketahui bahwa tidak ada perbedaan antara penemuan ini dengan
intruksi Al-qur’an yang turun berabad-abad sebelum ditemukan the big bang theory, Allah
telah menggambarkan bagaiman proses penciptaan Alam semesta dan kemudian
menginformasikan bahwa akan terjadi hari kiamat (the last after) dalam firmannya:
Dan apakah orang-orang kafir, tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah satu padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air kami
ciptakan yang hidup. Maka mengapakah mereka juga tidak beriman (QS. Al-Anbiyah
21:30) .....
(Ingatlah) pada hari kami menggulung langit seperti menggulung lembaran kertas… (SQ Al-
Anbiya 21:104)
Kedaan langit pada hari Kiamat itu hampir sama dengan teori “menggulung langit” oleh ahli
astronomi Barat yang menyatakan bahwa semua bahan di alam semesta akan kembali menuju
kesuatu pusat yang sama bernama Black Hole.
Oleh karena itu sejarah telah mencatat bahwa ledakan ilmu yang pertama dalam sejarah
manusia terjadi dalam peradaban islam. Peradaban Islamlah yang pertama kali meletakan
dasar ilmu pengetahuan yang menggunakan kaidah yang logis, sistematis dan eksperimental.
Kini, sains dan teknologi dipuja dan diletakan pada posisi yang tinggi seolah-olah bisa
menyelesaikan semua masalah manusia.
Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya sains berjalan dengan sangat cepat. Sementara
itu, pemahamaman yang terkait dengan sains yang mendasar pada keimanan berjalan lebih
lambat. Banyak ilmuan yang beragument bahwa semua penelitian dilakukan dengan langkah
yang dapat dipertanggungjawabkan, sebaliknya para agamawan lebih banyak membicarakan
persoalan akhirat dan pesan-pesan moral. Maka dari itu sering terjadi benturan antara ilmu
pengetahuan khususunya sains dengan ilmu agama. Pada dasarnya sains tidak dimaksudkan
untuk menjawab semua hal yang ada dalam kehidupan ini. Hal yang membuat sains begitu
berharga, karena sains membuat kita belajar tentang diri kita sendiri. Oleh sebab itu,
diperlukan kearifan dan kerendahan hati untuk dapat memahami dan melakukan interpretasi
maupun implementasi ilmu sains
Bahkan Albert Einstein pun pernah dalam salah satu pidatonya berkata bahwa ilmu
pengetahuan tanpa agama akan lumpuh dan agama tanpa ilmu
Hubungan Sains dan Agama Membahas mengenai hubungan sains dan agama tidak akan
terlepas dari masalah dasar perdebatan yakni masalah kebenaran dan masalah etika dalam
kehidupan. Oleh karena itu untuk menelaah fakta dan kebenaran yang ada dalam kitab suci
maupun yang nampak secara fisik di alam semesta ini diperlukan kearifan dan etika dalam
proses pemahaman tersebut. Sikap arif dari manusia yang mencoba mengintrepretasi hukum
Tuhan maupun hukum alam akan memberikan kesimpulan atas kebenaran yang ada dapat
dipertanggungjawabkan dalam konteks sains maupun konteks religi
. Jalan tengah yang perlu dibuat adalah kesepakatan logis bahwa setidaknya agamawan tidak
mengesampingkan akal budi, dan ilmuwan tidak mengesampingkan etika. Perbedaan
pandangan antara kalangan agama dan sains disebabkan oleh ketidakpahaman kalangan
agama mengenai ilmu pengetahuan dan ketidakpahaman kalangan ilmuwan mengenai agama
Pada kenyataannya kita memang tidak bisa mencampuradukkan pola pikir sains dengan
agama. Terdapat perbedaan cara pikir agama dengan sains. Agama memang mengajarkan
untuk menjalani agama dengan penuh keyakinan. Sedangkan sebaliknya dalam sains,
skeptisme dan keragu-raguan justru menjadi acuan untuk terus maju, mencari dan
memecahkan rahasia alam.
Belajar sains adalah juga belajar untuk memahami hakekat kehidupan manusia,
dengan segala kekurangan dan keterbatasannya. Dengan belajar sains, kita belajar untuk
rendah hati. Oleh karena itu, pembelajaran sains seyogyanya ditujukan untuk peningkatan
harkat kehidupan manusia sebagai penghuni alam semesta ini. Dan hal ini telah secara
eksplisit dikemukakan dalam semua kitab suci agama, tanpa perlu diperdebatkan atau dikait-
kaitkan dengan kaidah sains.