Akuntansi Persediaan
Akuntansi Persediaan
A. Pengertian umum
Persediaan (Inventory), merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan,
baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi,
hampir 50% dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan bangunan.
Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang
akan digunakan atau dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual.
Berdasarkan pengertian di atas maka perusahaan jasa tidak memiliki persediaan, perusahaan dagang hanya memiliki persediaan
barang dagang sedang perusahaan industri memiliki 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses
dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual).
Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting karena baik laporan Rugi/Laba maupun Neraca tidak akan
dapat disusun tanpa mengetahui nilai persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung berakibat kesalahan dalam
laporan Rugi/Laba maupun neraca.
Dalam perhitungan Rugi/Laba nilai persediaan (awal & akhir) mempengaruhi besarnya Harga Pokok Penjualan (HPP).
HPP = PERSEDIAAN AWAL+ PEMBELIAN BERSIH – PERSEDIAAN AKHIR
a. Inventory perusahaan dagang
Persediaan merupakan barang-barang yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk dijual kembali dengan tanpa mengubah bentuk
dan kualitas barang, atau dapat dikatakan tidak ada proses produksi sejak barang dibeli sampai dijual kembali oleh perusahaan.
Pengertian persediaan untuk perusahaan industri adalah barang-barang atau bahan yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk
diproses lebih lanjut menjadi barang jadi atau setengah jadi atau mungkin menjadi bahan baku bagi perusahaan lain, hal ini tergantung
dari jenis dan proses usaha utama perusahaan.
Misalnya : Perusahaan industri permintaan kapas, bahan bakunya adalah kapas dari petani atau perkebunan, diolah menjadi benang,
benang merupakan barang jadi baginya. Sedangkan perusahaan industri kain bahan bakunya adalah benang yang diolah menjadi kain
sebagai barang jadi, dan perusahaan industri pakaian jadi membutuhkan bahan baku kain dan seterusnya.
Dengan gambaran diatas maka persediaan untuk perusahaan-perusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan
yaitu:
1. Bahan baku (direct material)
2. Barang dalam proses ( Work in proses)
3. Barang jadi (Finished goods)
B. Jenis-jenis persediaan
a. Bahan baku
Barang persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses produksi, sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau
barang jadi sesuai dengan kegiatan perusahaan. Besarnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh perkiraan produksi, sifat musiman
produksi, dapat diandalkannya pihak Pemasok serta tingkat efisiensi penjadualan pembelian dan kegiatan produksi.
b. Barang dalam proses
Adalah barang yang masih memerlukan proses produksi untuk menjadi barang jadi, sehingga persediaan barang dalam proses sangat
dipengaruhi oleh lamanya produksi, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk keproses produksi sampai dengan saat
penyelesaian barang jadi. Perputaran persediaan bisa ditingkatkan dengan jalan memperpendek lamanya produksi. Dalam rangka
memperpendek waktu produksi salah satu cara adalah dengan menyempurnakan tekhnik-tekhnik rekayasa, sehingga dengan demikian
proses pengolahan bisa dipercepat. Cara laian adalah dengan membeli bahan-bahan dan bukan membuatnya sendiri.
c. Barang jadi
Adalah barang hasil proses produksi dalam bentuk final sehingga dapat segera dijual, pada persediaan ini besar kecilnya persediaan
barang jadi sebenarnya merupakan masalah koordinasi produksi dan penjualan. Manajer keuangan dapat merangsang peningkatan
penjualan dengan cara mengubah persyaratan kredit atau dengan memberikan kredit untuk resiko yang kecil (marginal risk). Tetapi
tidak peduli apakah barang-barang tercatat sebagai persediaan atau sebagai piutang dagang, manajer keuangan harus tetap
membiayainya. Sebenarnya perusahaan lebih suka menjualnya (dan tercatat sebagai piutang dagang), karena dengan demikian untuk
menuju realisasi kas tinggal satu langkah saja. Dan laba potensial dapat menutup tambahan resiko penagihan piutang.
Dari uraian tersebut dapat kita artikan bahwa dalam proses akuntansi persediaan, persediaan memerlukan adanya penilaian
(valuation), karena persediaan merupakan bagian dari cost yang akan dimatch dengan revenue, dan akan menghasilkan income dan
penyajian laporan arus kas.
Dengan melihat sifat-sifat dasar persediaan dalam hubungannya dengan kegiatan perusahaan dan tujuan serta konsep dasar akuntansi,
maka persediaan merupakan input values. Metode tersebut merupakan salah astu konsep penilaian terhadap inventory yang akan
menjadi dasar dalam penyajian di neraca.
Penekanan pembahasan tujuan teori akuntansi terhadap inventory, adalah menentukan alternative pedoman untuk mengevaluasi
prosedur yang dapat memberikan penilaian (pengukuran) yang lebih baik dan memberikan informasi yang lebih baik tentang arus kas
perusahaan dikemudian hari. Beberapa dasar pengukuran inventory dari segi kadar interpretasi dan revaluasi bagi pengambil
keputusan investasi.
C. Tujuan penilaian inventory
Pertama adalah dalam upayanya untuk mematch cost terhadap revenue yang berkaitan, sehingga dihasilkan income, proses ini
merupakan tujuan dasar akuntansi tradisional. Penekanan pada perhitungan net income yang didasarkan kepada revenue pada saat
penjualan memerlukan adanya alokasi biaya ke peiode dimana revenue dilaporkan yaitu cost of goods sold. Sedangkan nilai inventory
yang belum terjual akan dibawa ke periode berikutnya dalam laporan keuangan perusahaan. Jadi dalam proses pengukuran income
sangat mirip dengan ciri-ciri umum pada penilaian prepaid expense dan aktiva tetap atau disebut penangguhan expenses, yaitu atas
dasar input prices, kemudian untuk menentukan nilai cost of goods sold dapat juga dilakukan melalui perhitungan (rumus) yang lazim
digunakan dalam persediaan. Namun demikian dalam keadaan tertentu persediaan dinilai berdasarkan output values (harga jual) untuk
memperoleh penilaian income.
Tujuan kedua pengukuran inventory lainnya adalah untuk menyajikan nilai barang-barang perusahaan didalam komponen neraca
(laporan keuangan).
Tujuan ketiga pengukuran inventory adalah membantu investor untuk memprediksi arus kas dikemudian hari, yaitu dipandang dari
jumlah inventory sebagai resources yang akan mendukung arus kas dan jumlah inventory yang akan dijual kemudian hari dan akan
mempengaruhi arus kas keluar.
D.Penentuan,kuantitas,persediaan
Untuk menentukan jumlah barang yang masih dikuasai oleh perusahaan pada suatu saat dapat ditentukan melalui beberapa cara yaitu:
1. Stock opname: perhitungan barang pada awal dan akhir periode yang dihitung, cara ini merupakan ketentuan yang harus
dilakukan oleh manajemen untuk menentukan jumlah persediaan akhir, sebagai salah satu persyaratan memperoleh
unqualified opinion.
2. Menggunakan metode pencatatan perpetual.
3. Menggunakan metode gabungan antara metode pencatatan perpetual dengan stock opname.
4. Menggunakan metode penilaian berdasarkan hubungan agregatif, yaitu gross profit method dan realized inventory method.
Penyajian laporan laba rugi dapat dibuat dalam dua bentuk, yaitu all inclusive concept of income (AICI) dan current operating concept
of income (COCI). Dari kedua metode tersebut metode penyajian yang banyak mengandung kelemahan untuk penyajian persediaan
adalah AICI, kelemahan-kelemahan tersebut dapat kita lihat sbb:
1. a. Metode,stock,opname,atau,periodic,method:
Persediaan yang merupakan komponen cost of goods sold (CGS) maka perhitungan kuantitas persediaan yang dilakukan
dengan stock opname tergantung dari kelengkapan data/catatan dan perhitungan barang. Dengan cara ini perhitungan
persediaan yang dibebankan pada CGS ada kemungkinan overstatement, karena hanya membandingkan dan menghitung
jumlah barang yang dimiliki dikurangi dengan persediaan akhir. Sehingga kalau terjadi adanya barang yang hilang, rusak,
menguap, turun kualitasnya dsb, maka hal ini bila tidak terungkap akan menyebabkan laporan laba – rugi tidak atau kurang
informative. Karena adanya kerugian-kerugian yang seharusnya diperlukan sebagai kerugian extraordinary item, kemudian
dengan perhitungan stock opname secara berkala tidaklah cukup sebagai dasar pembuatan keputusan yang bersifat manajerial
secara cepat.
1. b. Metode,perpetual
Dalam metode perpetual ini terdapat kelemahan pada saat menentukan nilai dan jumlah barang, karena dengan metode
pencatatan yang kontinyu ini berarti saldo persediaan setiap saat dapat diketahui, namun perlu diperhatikan bahwa dengan
hanya menghitung jumlah barang bedasarkan catatan akan mengakibatkan nilai persediaan overstatement, karena adanya
persediaan yang rusak dsb. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam menentukan jumlah inventory adalah kalau menggunakan
metode gabungan antara metode perpetual dengan stock opname.
2.
3. c. Metode,agregatif
Dalam metode ini kesulitannya sama dengan kesulitan yang dialami metode perpetual, kalau dalam hal pembahasannya adalah
masalah penentuan harga persediaan. Dalam metode ini juga lebih tepat kalau penentuan jumlah dan nilai persediaan
dikombinasi dengan stock opname.
4.
E.Dasar,penilaian,persediaan
Penilaian persediaan pada prinsipnya ada dua yaitu input values dan output values, sedangkan kedua konsep tersebut dapat digunakan
sesuai dengan siapa pemakainya dan tujuannya. Kalau untuk pembuatan prediksi arus kas dikemudian hari lebih relevan kalau
digunakan output values, karena akan mencerminkan nilai perusahaan pada saat itu. Sedangkan kalau kondisi nilai konversi tidak pasti
seperti kondisi di Indonesia tahun 1997 lebih relevan kalau digunakan input values, karena akan memungkinkan interpretasi yang
lebih baik sebagai prediksi arus kas dikemudian hari untuk memperoleh persediaan kembali.
a.Output,values
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa persediaan merupakan komponen yang timbul diberbagai tingkatan proses produksi, yang
pada umumnya memerlukan kegiatan bernilai ekonomis yang cukup besar, maka dengan metode input values lebih tepat. Tetapi
dalam keadaan penentuan crucial event, yaitu menentukan pada saat persediaan diserahkan kepada langganan (penentuan nilai jual),
maka lebih tepat kalau digunakan metode output values, karena memperhitungkan nilai current persediaan kalau dijual pada saat itu.
Untuk konsep output values ini ada 3 (tiga) konsep yang dapat digunakan yaitu:
Konsep Discounted Money Receipt: konsep ini menekankan pada, bahwa persediaan dapat dinilai dengan mendiskontokan arus kas
dikemudian hari, dengan syarat:
Nilai atau tingkat harga stabil dan ada kepastian yang tinggi.
Timing penerimaan kas yang diharapkan cukup memberikan kepastian.
Current Selling Price: konsep ini menekankan nilai persediaan berdasarkan harga jual (pasar) sehingga diperlukan harga yang fixed,
sehingga untuk konsep ini disyaratkan:
Adanya suatu pasar yang terkendali dengan harga yang stabil – tetap.
Tidak ada komponen biaya tambahan yang besar (material), misalnya biaya bunga atau diskonto dalam penerimaan hasil
penjualan.
Net Realizable Values: dalam konsep ini perhitungan biaya yang timbul dari penjualan seperti diskon penjualan harus diperhitungkan
dalam nilai penjualan bersih (Net Realizable Values). Maka konsep ini merupakan konsep current output values dikurangi dengan
current values dari semua biaya tambahan, misalnya biaya penagihan, biaya penjualan.
Sprouse dan Moonitz menyatakan: “……..Inventory yang siap jual dengan harga yang telah diketahui dan biaya-biaya penjualan
yang relative kecil atau biayanya dapat diketahui secara langsung, maka inventory dinilai dengan Net Realizable Values”, mereka
menyatakan bahwa konsep ini bukan merupakan penyimpangan prosedur penilaian yang lazim melainkan harus dianggap
“…….sejalan dengan tujuan akuntansi yang utama”.
Bulletin no. 43 menyatakan : “Hanya dalam kondisi khususlah, inventory dapat dinyatakan dengan nilai diatas cost”, dalam bulletin
ini konsep cost merupakan konsep dasar utama bagi penilaian inventory. Jadi konsep Sprouse dan Moonitz sesuai dengan konsep
current selling price diatas. Sedangkan konsep bulletin no. 43 disyaratkan :
1. Kemungkinan pemasaran secara langsung harga yang di-quote.
2. Barang dapat dipertukarkan (interchangeability of unit)
3. Biaya tambahan dapat diperhitungkan
4. Adanya unsur kesulitan menentukan penilaian cost secara tepat.
5.
b.Input,Values
Pengukuran persediaan dengan input values merupakan pengukuran resources yang dipakai untuk memperoleh persediaan pada
kondisi saat ini, sehingga untuk persediaan yang tidak perlu adanya proses produksi interpretasi mengenai nilai persediaan (input
values) sangat jelas. Karena input values disini menggambarkan arus dari pada kas yang telah dikeluarkan sesungguhnya. Sedangkan
kalau input values tersebut dari nilai resources yang dipergunakan dalam proses produksi, hal ini akan lebih menyulitkan untuk
menentukan input valuesnya, karena adanya proses penilaian resources ke periode yang bersangkutan dan pengalokasian resources ke
dalam masing-masing departemen. Namun konsep ini dapat dikurangi tingkat kesulitan penilaiannya dengan penerapan prosedur
alokasi costnya, yang hasilnya akan langsung menjadi investment decision model.
Dengan struktur akuntansi tradisional, selisih input dan output values merupakan gross profit atau gross margin, sehingga semua
metode yang menganut konsep input values berarti adanya penangguhan pengakuan revenues dan net income keperiode kemudian.
Penundaan ini dapat dibenarkan apabila masih ada kegiatan-kegiatan perusahaan yang harus dilakukan untuk pelaksanaan penjualan
atau karena output tidak verifiable.
Konsep input values pada dasarnya dinyatakan dengan historical cost atau dapat juga dengan current cost atau standard cost. Current
cost disini menggunakan konsep net realizable values dikurangi dengan normal gross margin dari net realizable values.
COMWIL: merupakan metode penilaian masukan karena istilah “market” pada dasarnya adalah konsep input values.
F. KONSEP PERSEDIAAN
a.Historicalcost
Dalam metode historical cost ini persediaan diukur berdasarkan pada pembayaran yang dilakukan dimasa lalu atau harus dilakukan
dimasa yang akan datang untuk memperoleh barang atau jasa. Oleh karena itu kalau pembayarannya dilakukan dimasa yang akan
datang harga persediaan harus didiskontokan untuk mendapatkan present cost.
Menurut konsep ini biaya produksi terdiri dari Biaya langsung: material, tenaga langsung dan BOP, sedangkan avail atau tenaga kerja
idle dapat diperhitungkan sebagai COGS, tergantung kebijakan manajemen.
Keuntungan konsep ini:
1. Inventory bahan baku dan barang dagangan mencerminkan harga yang sebenarnya.
2. Dalam kondisi harga tidak pasti konsep ini merupakan alternative yang layak daripada net realizable values sebagai alat
prediksi.
3. Nilai persediaan tidak dipengaruhi oleh bias kebijakan manajemen.
4. Penilaian dengan cost memungkinkan pertanggung jawaban mengenai kas dan sumber lain untuk memperoleh persediaan
(cross evidence).
Kelemahan konsep ini:
1. Untuk persediaan barang yang cepat usang dan nilai tambah atas barang tidak dapat disesuaikan harganya.
2. Bila terdapat harga yang berbeda susah untuk diperbandingkan.
3. Banyaknya unsur joint cost dan metode alokasi sehingga menyulitkan penilaian persediaan.
4. Matching antara revenue dengan cost masa lalu kurang tepat.
b. Current Replacement Cost
Konsep ini adalah untuk mengurangi kelemahan dari konsep historical cost, banyak penulis dan komite prinsip akuntansi
menyarankan menggunakan konsep CRC untuk mengukur persediaan. Dengan pertimbangan:
1. CRC memungkinkan untuk matching antara current input value dengan current revenue atas hasil current operation.
2. CRC memungkinkan identifikasi dari holding gains dan loss.
3. CRC merupakan current value dari persediaan.
4. CRC memungkinkan pelaporan current operation profit dapat digunakan sebagai prediksi arus kas dikemudian hari.
d. Net Realizable Values Dikurangi Normal Markup
Dalam konsep ini persediaan dinilai dengan konsep realizable values dikurangi dengan gross profit margin yang normal, sehingga
nilai persediaan merupakan nilai perolehannya menurut konsep realizable.
COMWIL
Penilaian dengan konsep comwil sebenarnya tidak konsisten, dan bukanlah penilaian inventory dengan dasar yang logis menurut teori
akuntansi, tetapi lebih menekankan pada unsur conservatism. Menurut AICPA konsep comwil merupakan metode eclectical yang
mencerminkan nilai keluaran dalam hal-hal tertentu dan nilai masukan pada kesempatan yang lain. Pengertian market disini bisa cost
dan bisa replacement mana yang lebih rendah, sedangkan menurut AICPA bulletin no. 43 juga, bahwa market ini dibatasi nilai
tertinggi (ceiling) dan terendah (floor) adalah batas untuk net realizable values, sehingga comwil memungkinkan penilaian yang
sangat subyektif.
1. d. Standard cost
Current standard mencerminkan biaya produksi dibawah kondisi harga dan teknologi yang sekarang dan formula ditetapkan
setelah melalui perhitungan standard efisiensi yang diinginkan sehingga menyerupai replacement cost. Menurut AICPA
bulletin no. 43 : “Standard cost dapat diterima apabila di-adjust secara berkala agar mencerminkan kondisi sekarang sehingga
pada tanggal neraca standard cost secara layak merupakan approximate costs berdasarkan salah satu cara penilaian yang
diakui.
G. BIAYA-BIAYA YANG HARUS DIMASUKAN DALAM PERSEDIAAN
Salah satu masalah paling penting dalam menangani persediaan berhubungan dengan berapa jumlah persediaan yang harus yang
dicatat dalam akun. Pembelian (akuisisi) persediaan, seperti aktiva lain, umumnya di perhitungkan atas dasar biaya.
a. Biaya produk
(product cost) adalah biaya yang” melekat” pada persediaan dan di catat dalam akun persediaan. Biaya-biaya ini berhubungan
langsung dengan transfer barang kelokasi bisnis pembeli dan pengubahan barang tersebut ke kondisi yang siap di jual. Beban seperti
itu mencakup ongkos pengangkutan barang yang di beli, biaya pembelian langsun lainnya, dan biaya tenaga kerja serta produksi lain
nya yang dikeluarkan dalam memproses barang ketika dijual. Namun karna adanya kesulitan prak tis dalam mengalokasikan biaya dan
beban, maka tidak dimasukkan dalam penilaian persediaan.
b. Biaya periode
beban penjualan (selling expenses) dan, dalam kondisi yang biasa, beban umum serta adminstrasi tidak dianggap berhubungan
langsung dengan akuisisi atau produk si brang dan, karenanya, tidak dianggap sebagai bagian dari persediaan. Biaya semacam itu
disebut dengan biaya periode secara konseptual, beban ini merupakan biaya dari produk eperti halnya harga beli awal dan ongkos
pengangkutan.
Biaya bunga yang berhubungan dengan penyiapanpersediaan agar siap dijual biasanya di bebankan pada saat dikeluarkan. Arguman
penting untuk pendekatan ini adalah bahwa biaya bunga merupakan biaya pembiayaan.
c. Biaya manufaktur
seperti telah dibahas sebelumnya, sebuah bisnis yang membuat barang mengunakan persediaan- bahan baku,barang dalam proses,
barang jadi. Brang dalam proses dan brang jadi meliputi bahan, tenaga kerja langsung, da biaya overhead manufaktur. Biaya overhead
manufaktur meliputi bahan tidak langsung,tenaga kerja tidak langsung da pos-pos seperti penyusutan , pajak,asuransi, pemanas, dan
listrik yang dibutuhkan dalam proses manufaktur.
diskon 30 HPP 30
pembelian
HPP 5,600
persediaan 5,600
persediaan 160
HPP 160
Laporan laba-rugi
PERSEDIAAN 2,000
PERSEDIAAN 2,360
Pembelian xxx
2. Metode RataRata
a. Metode RataRata Sederhana
Dalam metode ini harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga beli per satuan setiap transaksi pembelian dan
persediaan awal dengan frekwensi pembelian dan persediaan awal periode.
b. Metode Rata-Rata Tertimbang
Dalam metode ini harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual yakni jumlah
persediaan awal ditambah jumlah pembelian dengan kuantitas barang tersebut
3. Metode MPKP ( FIFO )
Dalam metode ini, barang yang lebih dulu masuk diaggap lebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas
persediaan barang yang dibeli atau yang masuk belakangan. Jadi harga pokok barang yang keluar (dijual) dihitung berdasarkan harga
barang yang dibeli lebih dahulu, sesuai dengan jumlah pembeliannya. Atau dengan kata lain nilai persediaan akhir barang didasarkan
pada harga barang yang dibeli terakhir, sesuai dengan jumlah unitnya.
4. Metode MPKP ( LIFO )
Dalam metode ini, barang yang terakhir masuk diaggap lebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas
persediaan barang yang dibeli atau yang masuk lebih awal. Sehingga harga pokok barang yang terjual dihitung berdasarkan pada
harga barang yang dibeli terakhir sesuai dengan jumlah unitnya, atau nilai persediaan barnag didasarkan pada harga barang yang dibeli
pada awal, sesuai dengan jumlah unitnya.
5. Metode Persediaan Dasar ( Basic Stock )
Disebut juga sebagai persediaan besi yakni persediaan minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga likuiditas
perusahaannya. Dalam metode Ini keterlambatan masuknya barang yang disebabkan adanya kemacetan atau sebabsebab lain tidak
mengganggu persediaan sehingga perusahaan masih dapat melayani pelanggan atau pembeli.
Dalam metode ini persediaan akhir dihitung berdasarkan harga pokok yang ditetapkan. Adapun selisih antara persediaan barang yang
ada dengan persediaan dasar dinilai dengan harga menurut metode yang dikehendaki ( Metode ratarata, MPKP, MTKP, harga pasar dll
).
Metode Eceran
Metode ini banyak digunakan pada perusahaanperusahaan besar seperti toserba atau
swalayan yang memperdagangkan puluhan bahkan ratusan jenis barang. Dalam hal ini setiap jenis barang yang ada dilekati label
harga jual eceraannya sehingga pelayan toko lebih tahu harga jual eceran dari pada harga pokoknya dan lebih mudah baginya
membuat laporan atas barang yang masih ada berdasarkan harga eceran tersebut .
Prosedur penilaian persediaan :
Atas persediaan awal , selain diketahui harga pokoknya, juga diketahui harga jual ecerannya
Setiap terjadi transaksi pembelian harus diketahui jumlah harga jualnya
Dihitung barang tersedia untuk dijual menurut harga beli dan menurut harga jual.
Dihitung prosentase harga pokok terhadap harga jual dengan rumus :
Prosentase harga pokok dengan harga jual tersebut digunakan untuk menaksir harga pokok persediaan yang ada pada kahir
akhir suatu periode.
Metode Laba Kotor ( Gross Profit Method )
Dalam metode ini konsep yang digunakan adalah konsep hubungan antara harga pokok dan harga jual. Besarnya prosentase laba kotor
umumnya didasarkan prosentase laba-laba tahun lalu.
Metode yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan persediaan ada dua, yaitu:
1. Metode Stock Opname atau Metode Periodik (Fisik)
2. Metode Perpetual.
Masalah kepemilikan barang dalam perjalanan (Goods in transit) sangat tergantung dari perjanjian yang disepakati oleh penjual dan
pembeli. 2 syarat tersebut adalah (1) Fob Shipping Point dan (2) Fob Destination. Tidak semua barang yang berada di gudang/toko
bisa diakui menjadi milik perusahaan, misalnya barang titipan (barang konsinyasi) dari pihak lain dengan tujuan akan dijual untuk dan
atas nama pihak lain tersebut dengan mendapatkan sejumlah komisi (consignment in) tidak dapat diakui sebagai milik perusahaan.
Sebaliknya untuk barang yang sifatnya consigment out, yang sampai dengan tanggal neraca belum terjual harus dicantumkan di
Neraca.
Sistem pencatatan (administrasi) persediaan ada dua, yang pertama sistem fisik/periodik (periodic inventory system), berdasarkan
sistem ini persediaan ditentukan dengan melakukan menghitung fisik terhadap persediaan.
DAFTAR PUSTAKA
Kieso, Donald E, dkk. Akuntansi Intermediate.2007. Jakarta: Erlangga
Hamizar, Nuh Muhammad.Akuntansi intermediate.2008.Jakarta: CV Fajar