Anda di halaman 1dari 28

AKUNTANSI PERSEDIAAN

A. Pengertian umum
 Persediaan (Inventory), merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan,
baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi,
hampir 50% dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan bangunan.
 Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang
akan digunakan atau dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual.
Berdasarkan pengertian di atas maka perusahaan jasa tidak memiliki persediaan, perusahaan dagang hanya memiliki persediaan
barang dagang sedang perusahaan industri memiliki 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses
dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual).
Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting karena baik laporan Rugi/Laba maupun Neraca tidak akan
dapat disusun tanpa mengetahui nilai persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung berakibat kesalahan dalam
laporan Rugi/Laba maupun neraca.
Dalam perhitungan Rugi/Laba nilai persediaan (awal & akhir) mempengaruhi besarnya Harga Pokok Penjualan (HPP).
HPP = PERSEDIAAN AWAL+ PEMBELIAN BERSIH – PERSEDIAAN AKHIR
a. Inventory perusahaan dagang

Persediaan merupakan barang-barang yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk dijual kembali dengan tanpa mengubah bentuk
dan kualitas barang, atau dapat dikatakan tidak ada proses produksi sejak barang dibeli sampai dijual kembali oleh perusahaan.

b. Inventory perusahaan industry

Pengertian persediaan untuk perusahaan industri adalah barang-barang atau bahan yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk
diproses lebih lanjut menjadi barang jadi atau setengah jadi atau mungkin menjadi bahan baku bagi perusahaan lain, hal ini tergantung
dari jenis dan proses usaha utama perusahaan.
Misalnya : Perusahaan industri permintaan kapas, bahan bakunya adalah kapas dari petani atau perkebunan, diolah menjadi benang,
benang merupakan barang jadi baginya. Sedangkan perusahaan industri kain bahan bakunya adalah benang yang diolah menjadi kain
sebagai barang jadi, dan perusahaan industri pakaian jadi membutuhkan bahan baku kain dan seterusnya.
Dengan gambaran diatas maka persediaan untuk perusahaan-perusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan
yaitu:
1. Bahan baku (direct material)
2. Barang dalam proses ( Work in proses)
3. Barang jadi (Finished goods)

B. Jenis-jenis persediaan
a. Bahan baku
Barang persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses produksi, sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau
barang jadi sesuai dengan kegiatan perusahaan. Besarnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh perkiraan produksi, sifat musiman
produksi, dapat diandalkannya pihak Pemasok serta tingkat efisiensi penjadualan pembelian dan kegiatan produksi.
b. Barang dalam proses
Adalah barang yang masih memerlukan proses produksi untuk menjadi barang jadi, sehingga persediaan barang dalam proses sangat
dipengaruhi oleh lamanya produksi, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk keproses produksi sampai dengan saat
penyelesaian barang jadi. Perputaran persediaan bisa ditingkatkan dengan jalan memperpendek lamanya produksi. Dalam rangka
memperpendek waktu produksi salah satu cara adalah dengan menyempurnakan tekhnik-tekhnik rekayasa, sehingga dengan demikian
proses pengolahan bisa dipercepat. Cara laian adalah dengan membeli bahan-bahan dan bukan membuatnya sendiri.
c. Barang jadi
Adalah barang hasil proses produksi dalam bentuk final sehingga dapat segera dijual, pada persediaan ini besar kecilnya persediaan
barang jadi sebenarnya merupakan masalah koordinasi produksi dan penjualan. Manajer keuangan dapat merangsang peningkatan
penjualan dengan cara mengubah persyaratan kredit atau dengan memberikan kredit untuk resiko yang kecil (marginal risk). Tetapi
tidak peduli apakah barang-barang tercatat sebagai persediaan atau sebagai piutang dagang, manajer keuangan harus tetap
membiayainya. Sebenarnya perusahaan lebih suka menjualnya (dan tercatat sebagai piutang dagang), karena dengan demikian untuk
menuju realisasi kas tinggal satu langkah saja. Dan laba potensial dapat menutup tambahan resiko penagihan piutang.
Dari uraian tersebut dapat kita artikan bahwa dalam proses akuntansi persediaan, persediaan memerlukan adanya penilaian
(valuation), karena persediaan merupakan bagian dari cost yang akan dimatch dengan revenue, dan akan menghasilkan income dan
penyajian laporan arus kas.
Dengan melihat sifat-sifat dasar persediaan dalam hubungannya dengan kegiatan perusahaan dan tujuan serta konsep dasar akuntansi,
maka persediaan merupakan input values. Metode tersebut merupakan salah astu konsep penilaian terhadap inventory yang akan
menjadi dasar dalam penyajian di neraca.
Penekanan pembahasan tujuan teori akuntansi terhadap inventory, adalah menentukan alternative pedoman untuk mengevaluasi
prosedur yang dapat memberikan penilaian (pengukuran) yang lebih baik dan memberikan informasi yang lebih baik tentang arus kas
perusahaan dikemudian hari. Beberapa dasar pengukuran inventory dari segi kadar interpretasi dan revaluasi bagi pengambil
keputusan investasi.
C. Tujuan penilaian inventory
Pertama adalah dalam upayanya untuk mematch cost terhadap revenue yang berkaitan, sehingga dihasilkan income, proses ini
merupakan tujuan dasar akuntansi tradisional. Penekanan pada perhitungan net income yang didasarkan kepada revenue pada saat
penjualan memerlukan adanya alokasi biaya ke peiode dimana revenue dilaporkan yaitu cost of goods sold. Sedangkan nilai inventory
yang belum terjual akan dibawa ke periode berikutnya dalam laporan keuangan perusahaan. Jadi dalam proses pengukuran income
sangat mirip dengan ciri-ciri umum pada penilaian prepaid expense dan aktiva tetap atau disebut penangguhan expenses, yaitu atas
dasar input prices, kemudian untuk menentukan nilai cost of goods sold dapat juga dilakukan melalui perhitungan (rumus) yang lazim
digunakan dalam persediaan. Namun demikian dalam keadaan tertentu persediaan dinilai berdasarkan output values (harga jual) untuk
memperoleh penilaian income.
Tujuan kedua pengukuran inventory lainnya adalah untuk menyajikan nilai barang-barang perusahaan didalam komponen neraca
(laporan keuangan).
Tujuan ketiga pengukuran inventory adalah membantu investor untuk memprediksi arus kas dikemudian hari, yaitu dipandang dari
jumlah inventory sebagai resources yang akan mendukung arus kas dan jumlah inventory yang akan dijual kemudian hari dan akan
mempengaruhi arus kas keluar.
D.Penentuan,kuantitas,persediaan
Untuk menentukan jumlah barang yang masih dikuasai oleh perusahaan pada suatu saat dapat ditentukan melalui beberapa cara yaitu:
1. Stock opname: perhitungan barang pada awal dan akhir periode yang dihitung, cara ini merupakan ketentuan yang harus
dilakukan oleh manajemen untuk menentukan jumlah persediaan akhir, sebagai salah satu persyaratan memperoleh
unqualified opinion.
2. Menggunakan metode pencatatan perpetual.
3. Menggunakan metode gabungan antara metode pencatatan perpetual dengan stock opname.
4. Menggunakan metode penilaian berdasarkan hubungan agregatif, yaitu gross profit method dan realized inventory method.
Penyajian laporan laba rugi dapat dibuat dalam dua bentuk, yaitu all inclusive concept of income (AICI) dan current operating concept
of income (COCI). Dari kedua metode tersebut metode penyajian yang banyak mengandung kelemahan untuk penyajian persediaan
adalah AICI, kelemahan-kelemahan tersebut dapat kita lihat sbb:
1. a. Metode,stock,opname,atau,periodic,method:
Persediaan yang merupakan komponen cost of goods sold (CGS) maka perhitungan kuantitas persediaan yang dilakukan
dengan stock opname tergantung dari kelengkapan data/catatan dan perhitungan barang. Dengan cara ini perhitungan
persediaan yang dibebankan pada CGS ada kemungkinan overstatement, karena hanya membandingkan dan menghitung
jumlah barang yang dimiliki dikurangi dengan persediaan akhir. Sehingga kalau terjadi adanya barang yang hilang, rusak,
menguap, turun kualitasnya dsb, maka hal ini bila tidak terungkap akan menyebabkan laporan laba – rugi tidak atau kurang
informative. Karena adanya kerugian-kerugian yang seharusnya diperlukan sebagai kerugian extraordinary item, kemudian
dengan perhitungan stock opname secara berkala tidaklah cukup sebagai dasar pembuatan keputusan yang bersifat manajerial
secara cepat.
1. b. Metode,perpetual
Dalam metode perpetual ini terdapat kelemahan pada saat menentukan nilai dan jumlah barang, karena dengan metode
pencatatan yang kontinyu ini berarti saldo persediaan setiap saat dapat diketahui, namun perlu diperhatikan bahwa dengan
hanya menghitung jumlah barang bedasarkan catatan akan mengakibatkan nilai persediaan overstatement, karena adanya
persediaan yang rusak dsb. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam menentukan jumlah inventory adalah kalau menggunakan
metode gabungan antara metode perpetual dengan stock opname.
2.
3. c. Metode,agregatif
Dalam metode ini kesulitannya sama dengan kesulitan yang dialami metode perpetual, kalau dalam hal pembahasannya adalah
masalah penentuan harga persediaan. Dalam metode ini juga lebih tepat kalau penentuan jumlah dan nilai persediaan
dikombinasi dengan stock opname.
4.
E.Dasar,penilaian,persediaan
Penilaian persediaan pada prinsipnya ada dua yaitu input values dan output values, sedangkan kedua konsep tersebut dapat digunakan
sesuai dengan siapa pemakainya dan tujuannya. Kalau untuk pembuatan prediksi arus kas dikemudian hari lebih relevan kalau
digunakan output values, karena akan mencerminkan nilai perusahaan pada saat itu. Sedangkan kalau kondisi nilai konversi tidak pasti
seperti kondisi di Indonesia tahun 1997 lebih relevan kalau digunakan input values, karena akan memungkinkan interpretasi yang
lebih baik sebagai prediksi arus kas dikemudian hari untuk memperoleh persediaan kembali.

a.Output,values
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa persediaan merupakan komponen yang timbul diberbagai tingkatan proses produksi, yang
pada umumnya memerlukan kegiatan bernilai ekonomis yang cukup besar, maka dengan metode input values lebih tepat. Tetapi
dalam keadaan penentuan crucial event, yaitu menentukan pada saat persediaan diserahkan kepada langganan (penentuan nilai jual),
maka lebih tepat kalau digunakan metode output values, karena memperhitungkan nilai current persediaan kalau dijual pada saat itu.
Untuk konsep output values ini ada 3 (tiga) konsep yang dapat digunakan yaitu:
Konsep Discounted Money Receipt: konsep ini menekankan pada, bahwa persediaan dapat dinilai dengan mendiskontokan arus kas
dikemudian hari, dengan syarat:
 Nilai atau tingkat harga stabil dan ada kepastian yang tinggi.
 Timing penerimaan kas yang diharapkan cukup memberikan kepastian.
Current Selling Price: konsep ini menekankan nilai persediaan berdasarkan harga jual (pasar) sehingga diperlukan harga yang fixed,
sehingga untuk konsep ini disyaratkan:
 Adanya suatu pasar yang terkendali dengan harga yang stabil – tetap.
 Tidak ada komponen biaya tambahan yang besar (material), misalnya biaya bunga atau diskonto dalam penerimaan hasil
penjualan.
Net Realizable Values: dalam konsep ini perhitungan biaya yang timbul dari penjualan seperti diskon penjualan harus diperhitungkan
dalam nilai penjualan bersih (Net Realizable Values). Maka konsep ini merupakan konsep current output values dikurangi dengan
current values dari semua biaya tambahan, misalnya biaya penagihan, biaya penjualan.

Sprouse dan Moonitz menyatakan: “……..Inventory yang siap jual dengan harga yang telah diketahui dan biaya-biaya penjualan
yang relative kecil atau biayanya dapat diketahui secara langsung, maka inventory dinilai dengan Net Realizable Values”, mereka
menyatakan bahwa konsep ini bukan merupakan penyimpangan prosedur penilaian yang lazim melainkan harus dianggap
“…….sejalan dengan tujuan akuntansi yang utama”.
Bulletin no. 43 menyatakan : “Hanya dalam kondisi khususlah, inventory dapat dinyatakan dengan nilai diatas cost”, dalam bulletin
ini konsep cost merupakan konsep dasar utama bagi penilaian inventory. Jadi konsep Sprouse dan Moonitz sesuai dengan konsep
current selling price diatas. Sedangkan konsep bulletin no. 43 disyaratkan :
1. Kemungkinan pemasaran secara langsung harga yang di-quote.
2. Barang dapat dipertukarkan (interchangeability of unit)
3. Biaya tambahan dapat diperhitungkan
4. Adanya unsur kesulitan menentukan penilaian cost secara tepat.
5.
b.Input,Values
Pengukuran persediaan dengan input values merupakan pengukuran resources yang dipakai untuk memperoleh persediaan pada
kondisi saat ini, sehingga untuk persediaan yang tidak perlu adanya proses produksi interpretasi mengenai nilai persediaan (input
values) sangat jelas. Karena input values disini menggambarkan arus dari pada kas yang telah dikeluarkan sesungguhnya. Sedangkan
kalau input values tersebut dari nilai resources yang dipergunakan dalam proses produksi, hal ini akan lebih menyulitkan untuk
menentukan input valuesnya, karena adanya proses penilaian resources ke periode yang bersangkutan dan pengalokasian resources ke
dalam masing-masing departemen. Namun konsep ini dapat dikurangi tingkat kesulitan penilaiannya dengan penerapan prosedur
alokasi costnya, yang hasilnya akan langsung menjadi investment decision model.
Dengan struktur akuntansi tradisional, selisih input dan output values merupakan gross profit atau gross margin, sehingga semua
metode yang menganut konsep input values berarti adanya penangguhan pengakuan revenues dan net income keperiode kemudian.
Penundaan ini dapat dibenarkan apabila masih ada kegiatan-kegiatan perusahaan yang harus dilakukan untuk pelaksanaan penjualan
atau karena output tidak verifiable.
Konsep input values pada dasarnya dinyatakan dengan historical cost atau dapat juga dengan current cost atau standard cost. Current
cost disini menggunakan konsep net realizable values dikurangi dengan normal gross margin dari net realizable values.
COMWIL: merupakan metode penilaian masukan karena istilah “market” pada dasarnya adalah konsep input values.
F. KONSEP PERSEDIAAN
a.Historicalcost
Dalam metode historical cost ini persediaan diukur berdasarkan pada pembayaran yang dilakukan dimasa lalu atau harus dilakukan
dimasa yang akan datang untuk memperoleh barang atau jasa. Oleh karena itu kalau pembayarannya dilakukan dimasa yang akan
datang harga persediaan harus didiskontokan untuk mendapatkan present cost.
Menurut konsep ini biaya produksi terdiri dari Biaya langsung: material, tenaga langsung dan BOP, sedangkan avail atau tenaga kerja
idle dapat diperhitungkan sebagai COGS, tergantung kebijakan manajemen.
Keuntungan konsep ini:
1. Inventory bahan baku dan barang dagangan mencerminkan harga yang sebenarnya.
2. Dalam kondisi harga tidak pasti konsep ini merupakan alternative yang layak daripada net realizable values sebagai alat
prediksi.
3. Nilai persediaan tidak dipengaruhi oleh bias kebijakan manajemen.
4. Penilaian dengan cost memungkinkan pertanggung jawaban mengenai kas dan sumber lain untuk memperoleh persediaan
(cross evidence).
Kelemahan konsep ini:
1. Untuk persediaan barang yang cepat usang dan nilai tambah atas barang tidak dapat disesuaikan harganya.
2. Bila terdapat harga yang berbeda susah untuk diperbandingkan.
3. Banyaknya unsur joint cost dan metode alokasi sehingga menyulitkan penilaian persediaan.
4. Matching antara revenue dengan cost masa lalu kurang tepat.
b. Current Replacement Cost
Konsep ini adalah untuk mengurangi kelemahan dari konsep historical cost, banyak penulis dan komite prinsip akuntansi
menyarankan menggunakan konsep CRC untuk mengukur persediaan. Dengan pertimbangan:
1. CRC memungkinkan untuk matching antara current input value dengan current revenue atas hasil current operation.
2. CRC memungkinkan identifikasi dari holding gains dan loss.
3. CRC merupakan current value dari persediaan.
4. CRC memungkinkan pelaporan current operation profit dapat digunakan sebagai prediksi arus kas dikemudian hari.
d. Net Realizable Values Dikurangi Normal Markup
Dalam konsep ini persediaan dinilai dengan konsep realizable values dikurangi dengan gross profit margin yang normal, sehingga
nilai persediaan merupakan nilai perolehannya menurut konsep realizable.
COMWIL
Penilaian dengan konsep comwil sebenarnya tidak konsisten, dan bukanlah penilaian inventory dengan dasar yang logis menurut teori
akuntansi, tetapi lebih menekankan pada unsur conservatism. Menurut AICPA konsep comwil merupakan metode eclectical yang
mencerminkan nilai keluaran dalam hal-hal tertentu dan nilai masukan pada kesempatan yang lain. Pengertian market disini bisa cost
dan bisa replacement mana yang lebih rendah, sedangkan menurut AICPA bulletin no. 43 juga, bahwa market ini dibatasi nilai
tertinggi (ceiling) dan terendah (floor) adalah batas untuk net realizable values, sehingga comwil memungkinkan penilaian yang
sangat subyektif.
1. d. Standard cost
Current standard mencerminkan biaya produksi dibawah kondisi harga dan teknologi yang sekarang dan formula ditetapkan
setelah melalui perhitungan standard efisiensi yang diinginkan sehingga menyerupai replacement cost. Menurut AICPA
bulletin no. 43 : “Standard cost dapat diterima apabila di-adjust secara berkala agar mencerminkan kondisi sekarang sehingga
pada tanggal neraca standard cost secara layak merupakan approximate costs berdasarkan salah satu cara penilaian yang
diakui.
G. BIAYA-BIAYA YANG HARUS DIMASUKAN DALAM PERSEDIAAN
Salah satu masalah paling penting dalam menangani persediaan berhubungan dengan berapa jumlah persediaan yang harus yang
dicatat dalam akun. Pembelian (akuisisi) persediaan, seperti aktiva lain, umumnya di perhitungkan atas dasar biaya.
a. Biaya produk
(product cost) adalah biaya yang” melekat” pada persediaan dan di catat dalam akun persediaan. Biaya-biaya ini berhubungan
langsung dengan transfer barang kelokasi bisnis pembeli dan pengubahan barang tersebut ke kondisi yang siap di jual. Beban seperti
itu mencakup ongkos pengangkutan barang yang di beli, biaya pembelian langsun lainnya, dan biaya tenaga kerja serta produksi lain
nya yang dikeluarkan dalam memproses barang ketika dijual. Namun karna adanya kesulitan prak tis dalam mengalokasikan biaya dan
beban, maka tidak dimasukkan dalam penilaian persediaan.
b. Biaya periode
beban penjualan (selling expenses) dan, dalam kondisi yang biasa, beban umum serta adminstrasi tidak dianggap berhubungan
langsung dengan akuisisi atau produk si brang dan, karenanya, tidak dianggap sebagai bagian dari persediaan. Biaya semacam itu
disebut dengan biaya periode secara konseptual, beban ini merupakan biaya dari produk eperti halnya harga beli awal dan ongkos
pengangkutan.
Biaya bunga yang berhubungan dengan penyiapanpersediaan agar siap dijual biasanya di bebankan pada saat dikeluarkan. Arguman
penting untuk pendekatan ini adalah bahwa biaya bunga merupakan biaya pembiayaan.
c. Biaya manufaktur
seperti telah dibahas sebelumnya, sebuah bisnis yang membuat barang mengunakan persediaan- bahan baku,barang dalam proses,
barang jadi. Brang dalam proses dan brang jadi meliputi bahan, tenaga kerja langsung, da biaya overhead manufaktur. Biaya overhead
manufaktur meliputi bahan tidak langsung,tenaga kerja tidak langsung da pos-pos seperti penyusutan , pajak,asuransi, pemanas, dan
listrik yang dibutuhkan dalam proses manufaktur.

H. ASUMSI ARUS BIAYA


Secara konseptual, identifikasi khusus atas pos-pos yang terjual dan pos-pos yang belum terjual optimal, tetap cara ini sering kali tidak
haya mhal tetapi juga tidak mungkin untuk di terapkan. Sebagai akibatnya, beberapa Asumsi arus biaya yang bersifat sistematis dapat
digunakan. Sebetulnya ,arus fisik barang aktual dan asumsi biaya sering kali sangat berbeda. Tidak ada keharusan bahwa asumsi arus
biaya yang d pakai terus konsisten dengan pergeraan fisik barang. Tujuan utama dari pemiliahan asumsi arus biaya adalah untuk
memilih asumsi yang paling mencerminkan laba periodik,sesuai kondisi yang berlaku.
a.Indentifikasi khusus
Digunakan dengan cara mengidentifikasi seiap brang yang dijual dan dalam pos persediaan. Biaya barang” yang telah terjual
dimaukan dalam harga pokok penjualan, sementara biaya barang’ hsus yang masih berada di tangan dimasukan pada persedian.
Metode ini hanya bisa digunakan dalam kondisi yang memungkinkan perusahan memisahkan pembelian yang berbeda yag telah
dilakukan secara fisik. Metod ini dapat diterapkan dengan baik dalam situasi yang melibatkan sejumlah kecil item berharga tinggi dan
dapat dibedakan.
Dalam industri ritel hal ini meliputi beberapa jenis perhiasan, jas bulu, mobil, dan sejumlah furnitur. Dalam area manufaktur, meliputi
produk pesanan, khusus dan banyak produk yang diproduksi menurut job cost system.
b. biaya rata-rata
metode biaya rata-rata menghitung harga pos-pos yang terdapat dalam persediaan atas dasar biaya rata-rata barang yang sama yang
tersedia selama suatu periode.
I. Biaya Persediaan Manufaktur dan Dampak Peningkatan Produksi
Biaya persediaan manufaktur terdiri atas tiga komponen:
1. Bahan baku atau bahan mentah-biaya dari bahan dasar yang digunakan untuk membuat produk.
2. Tenaga kerja –biaya tenaga kerja langsung yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk jadi.
3. Overhead- biaya tidak langsung pada proses manufaktur,seperti penyusutan peralatan manufaktur, gaji penyelia, dan biaya
prasarana.
Perusahaan dapat mengistiminasi dua komponen pertama secara akurat dari spesifikasi rancangan dan penelitian atas waktu dan
pergerakan pada proses perakitan. Overhead sering kali merupakan komponen biaya produk terbesar dan paling sulit diukur untuk
tingkat produk. Total overhead harus dialokasi pada seluruh hasil produksi. Umumnya produk yang terbanyak menggunakan sumber
daya (yaitu membutuhkan mesin mahal trbanyak atau memakai waktu rekayasa tertinggi) harus diberikan alokasi sebagian besar dari
overhead. Biaya persediaan untuk perusahaan manufaktur umumnya dipelajari pada mata kuliah akuntansi manajemen. Namun analis
perlu waspada bahwa alokasi biaya overhead bukan merupakan ilmu pasti dan sangat tergantung pada asumsi yang digunakan.
Analisis juga perlu mengerti dampak tingkat produksi pda profitabilitas. Overhead dialokasi pada semua unit yang diproduksi, dan
biaya ini dimasukan pada biaya persediaan, bukan menjadi beban periode berjalan, dan tetap berada pada neraca hingga prsediaan
dijual,pada saat tersebut persediaan menjadi harga pokok penjualan pada laporan laba rugi. Jika peningkatan pada tingkat produksi
menyebabkan persediaan akhir meningkat, lebih banyak biaya overhead yang tertinggal di neraca dan profibilitas
meningkat.kemudian, saat kuantitas persediaan menurun, laporan laba rugi terbebani dengan bukan hanya biaya overhead periode
berjalan, tetapi juga biaya overhead periode sebelumnya yang berasal dari persediaan tahun berjalan, karenanya laba menjadi turun.
Oleh karna itu, analis harus waspada terhadap dampak perubahan tinkat produksi terhadap laba yang dilaporkan.
J. Biaya Perolehan atau Nilai PasaR
Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku atas nilai persediaan adalah menilainya pada biaya perolehan atau nilai pasar, mana yang
lebih rendah ( lower of cost or market – LOCOM). penilaian ini dapat mempengaruhi secara signifikan laba berjalan dan nilai
persediaan. Aturan LOCOM menyatakan bahwa jika harga pasar persediaan turun melebihi biaya perolehan persediaan untuk alasan
apapun termasuk keusangan, rusak, perubahan harga –maka nilai persediaan diturunkan untuk mencerminkan kerugian ini. Penurunan
biaya ini secara efektif dibebankan pada pendapatan periode saat kerugian terjadi. Karena meningkatkan biaya menjadi harga pasar
dilarang ( kecuali untuk menutupi kerugian hingga kembali kembali kepada biaya perolehan awal), maka penilaian persediaan menjadi
konservatif. Nilai/harga pasar (market) dijabarkan sebagai biaya biaya penggantian terkini melalui pembelian atau reproduksi.
Meskipun begitu, nilai pasar tidak boleh melebihi nilai realisasi bersih atau kurang dari nilai realisasi bersih setelah dikurangi margin
keuntungan normal. Batas atas nilai pasar, atau nilai realisasi bersih, mencerminkan biaya penyelesaian dan penyerahan yang terkait
dengan penjualan barang. Batas bawah memastikan bahwa jika nilai persediaan diturunkan dari biaya perolehan awal menjadi nilai
pasar, angka penurunan yang terjadi mencakup realisasi laba kotor normal atas penjualan yang dilakukan. Biaya (cost)
merupakan biaya perolehan persediaan. Biaya ini dihitung dengan salah satu metode biaya persediaan, misalnya FIFO, atau
AVERAGE (rata-rata). Analis persediaan kita harus mempertimbangkan dampak dari aturan LOCOM. Saat harga meningkat, aturan
ini cenderung menilai persediaan terlalu rendah tanpa memperhatikan pilihan metode biaya persediaan. Hal ini akan menekan rasio
lancar.
Cuplikan analisis:
Usaha awal toro company untuk menjual alat kebersihan salju (snowblowers) tidak berhasil. Toro berangapan bahwa alat pembersih
salju merupakan komplemen (pelengkap) usaha alat pemotong rumputnya, terutama setelah curah salju yang begitu tinggi dari tingkat
normal selama beberapa tahun terakhir. Toro bereaksi memproduksi alat pembersih salju seolah-olah salju merupakan usaha yang
berkembang dan andal seperti tumbuhnya rumput. Tahun disaat alat pembersih salju diperkenalkan, musim dinginnya menghasilkan
salju yang lebih sedikit dari biasanya, sehingga baik toro maupun penyalurnya memiliki persediaan barang berlebih. Keuangan
beberapa penyalur bahkan sangat tertekan hingga mereka tidak mampu mendanai persediaan alat pemotong rumput untuk musim
depan.
Cuplikan analisis:
Tingkat pengembalian barang regina company akhir-akhir ini sangat tinggi karna rendahnya kualitas barang. Petunjuk analitis awal
masalah ini terlihat dari adanya kenaikan hanpir dua kali lipat pada persediaan barang jadi dan piutang saat peningkatan penjualan
melebihi yang diharapkan. Namun banyak investor, kreditor, dan pihak-pihak lain yang terkejut saat berita msalah ini tersebar luas.
K. Harga Pokok Penjualan
Tujuan pokok akuntansi persediaan adalah menetapkan secara layak hasil usaha selama satu periode dengan mengaitkan pendapatan
terhadap biaya untuk memperoleh dan mempertahankan penghasilan tersebut. Dalam akuntansi persediaan harus ditentukan apakah
suatu persediaan merupakan beban atau merupakan aktiva. Jika persediaan telah terjual maka persediaan tersebut akan dilaporkan
sebagai beban atau merupakan komponen dari harga pokok penjualan, sebaliknya jika persediaan tersebut masih merupakan milik
perusahaan (belum terjual) maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar
perusahaan.
Menurut PSAK no 14, jika barang dalam persediaan di jual, maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada
periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Proses pengakuan nilai tercatat persediaan yang telah dijual sebagai beban
menghasilkan pengaitan (matching) beban dengan pendapatan. Oleh karena itu dalam menentukan besarnya laba harus dihitung
terlebih dahulu besarnya harga pokok penjualan. Persediaan yang dibeli atau ibuat selama suatu periode ditambahkan ke persediaan
awal dan jumlah biaya persediaan ini disebut dengan harga pokok barang tersedia untuk dijual. Pada akhir periode akuntansi, jumlah
biaya yang tersedia untuk dijual dialokasikan antara persediaan yang masih tersisa (dicatat di neraca sebagai aktiva) dan persediaan
yang dijual selama periode (dilaporkan dalam laba rugi sebagai biaya, harga pokok penjualan). Secara ringkas dapat kita ilustrasikan
sebagai berikut:
Penjualan barang dagangan XXX
Harga pokok penjualan terdiri dari:
Persediaan 1 Jan 2003 XXX
Pembelian XXX
(Retur pembelian) (XXX)
(Potongan pembelian) (XXX)
Pembelian bersih XXX
Persediaan tersedia untuk dijual XXX
Persediaan 31 Des 2003 (XXX)
Harga pokok penjualan barang dagangan (XXX)
Laba/(Rugi) kotor XXX
Dalam menentukan harga perolehan dan harga pokok persediaan akan
dipengaruhi oleh sistem pencatatan dan system penilaian persediaan yang
digunakan oleh perusahaan

K. SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN


Untuk dapat menetapkan nilai persediaan pada akhir periode dan menetapkan biaya persediaan selama satu periode, sistem persediaan
yang digunakan adalah:
1. Sistem Periodik (physical), yaitu pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara phisik untuk menentukan jumlah
persediaan akhir. Perhitungan tersebut meliputi pengukuran dan penimbangan barangbarang yang ada pada akhir suatu periode
untuk kemudian dikalikan dengan suatu tingkat harga/biaya. Perusahaan yang menerapkan sistem periodik umumnya memiliki
karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil. Sebagai ilustrasi adalah kios majalah di sebuah
pusat perkantoran dan pertokoan yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris handphone, dan gantungan
kunci. Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif kecil sehingga tidaklah efisien jika harus mencatat setiap
transaksi yang nilainya kecil namun frekuensi transaksi tinggi. Meskipun demikian sebenarnya pada saat ini alasan tersebut
dapat diabaikan dengan adanya teknologi komputer yang meMudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi, misalnya
seperti di toko retail.
1. Sistem Permanen (Perpetual), yaitu melakukan pembukuan atas persediaan secara terus menerus yaitu dengan membukukan
setiap transaksi persediaan baik pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali digunakan dalam hal persediaan
memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengatur
pemesanan kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu. Misalnya persediaan alat rumah tangga elektronik (mesin
cuci, kulkas, microwave).
Perbedaan penggunaan kedua metode adalah pada akun yang digunakan untuk mencatat pembelian persediaan. Pada system
pencatatan periodik pembelian persediaan dicatat dengan mendebit akun pembelian sehingga pada kahir periode akan dilakukan
penyesuaian untuk mencatat harga pokok barang yang dijual dan melaporkan nilai persediaan pada akhir periode.
PERBEDAAN JURNAL UMUM (METODE PEREODIK DAN PERPETUAL)

metode preiodik metode perpetual

no Keterangan debet kredit keterangan debet kredit

1 Pembelian 6,000 persediaan 6,000

Kas 6,000 kas 6,000

2 ongkos masuk 300 HPP 300

Kas 300 kas 300

3 utang dagang 200 utang dagang 200

retur 200 persediaan 200


pembelian
4 utang dagang 1,500 utang dagang 1,500

Kas 1,470 kas 1,470

diskon 30 HPP 30
pembelian

5 piutang dagang 7,000 piutang dagang 7,000

Penjualan 7,000 penjualan 7,000

HPP 5,600

persediaan 5,600

6 retur penjualan 200 retur penjualan 200

piutang dagang 200 piutang 200


dagang

persediaan 160
HPP 160

7 Kas 1,950 kas 1,950

diskon penjualan 50 diskon 50


penjualan

piutang dagang 2,000 piutang dagang 2,000

8 beban operasional 650 beban 650


oprasional

Kas 650 kas 650


JURNAL PENYESUAIAN :

Laporan laba-rugi

metode preiodik metode perpetual

no Keterangan debet kredit keterangan debet Kredit

Iktisar L/R 2,000 TIDAK PERLU


DI BUAT

PERSEDIAAN 2,000

PERSEDIAAN 2,360

Iktisar L/R 2,360

METODE PERIODIK METODE PERPETUAL

PENJUALAN xxx PENJUALAN xxx


RETUR PENJUALAN (xxx) RETUR PENJUALAN (xxx)

POT. PENJUALAN (xxx) POT. PENJUALAN (xxx)

PENJUALAN BERSIH xxx PENJUALAN BERSIH xxx

HARGA POKOK HARGA POKOK (xxx)


PENJUALAN PENJUALAN

PERS. Barang awal xxx LABA KOTOR xxx

Pembelian xxx

ongkos angkut (xxx)

potongan pembelian (xxx)

barang tersedia dijual xxx

Pers. Barang akhir (xxx)


HARGA POKOK (xxx)
PENJUALAN

LABA KOTOR xxx


a. PENILAIAN PERSEDIAAN DENGAN SISTEM FISIK ( PEREODIK)
Untuk menentukan nilai persediaan barang pada akhir periode menurut system pisik
adalah sebagai berikut :
1. Metode Tanda Pengenal Khusus
2. Metode RataRata
3. Metode MPKP ( FIFO )
4. Metode MTKP ( LIFO )
5. Metode Persediaan Dasar.

1. Metode Tanda Pengenal Khusus


Dalam metode tanda pengenal khusus ( specific identification ) setiap barang yang dibeli atau yang masuk diberi kode / tanda
pengenal yang menunjukkan harga per satuan sesuai faktur yang diterima. Pada metode ini sudah jelas harga per satuannya Dengan
demikian untuk mengetahui jumlah atau nilai persediaan pada akhir periode tinggal mengalikan jumlah barang yang masih ada dengan
harga yang tercantum dalam etiket barang tersebut.

2. Metode RataRata
a. Metode RataRata Sederhana
Dalam metode ini harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga beli per satuan setiap transaksi pembelian dan
persediaan awal dengan frekwensi pembelian dan persediaan awal periode.
b. Metode Rata-Rata Tertimbang
Dalam metode ini harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual yakni jumlah
persediaan awal ditambah jumlah pembelian dengan kuantitas barang tersebut
3. Metode MPKP ( FIFO )
Dalam metode ini, barang yang lebih dulu masuk diaggap lebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas
persediaan barang yang dibeli atau yang masuk belakangan. Jadi harga pokok barang yang keluar (dijual) dihitung berdasarkan harga
barang yang dibeli lebih dahulu, sesuai dengan jumlah pembeliannya. Atau dengan kata lain nilai persediaan akhir barang didasarkan
pada harga barang yang dibeli terakhir, sesuai dengan jumlah unitnya.
4. Metode MPKP ( LIFO )
Dalam metode ini, barang yang terakhir masuk diaggap lebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas
persediaan barang yang dibeli atau yang masuk lebih awal. Sehingga harga pokok barang yang terjual dihitung berdasarkan pada
harga barang yang dibeli terakhir sesuai dengan jumlah unitnya, atau nilai persediaan barnag didasarkan pada harga barang yang dibeli
pada awal, sesuai dengan jumlah unitnya.
5. Metode Persediaan Dasar ( Basic Stock )
Disebut juga sebagai persediaan besi yakni persediaan minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga likuiditas
perusahaannya. Dalam metode Ini keterlambatan masuknya barang yang disebabkan adanya kemacetan atau sebabsebab lain tidak
mengganggu persediaan sehingga perusahaan masih dapat melayani pelanggan atau pembeli.
Dalam metode ini persediaan akhir dihitung berdasarkan harga pokok yang ditetapkan. Adapun selisih antara persediaan barang yang
ada dengan persediaan dasar dinilai dengan harga menurut metode yang dikehendaki ( Metode ratarata, MPKP, MTKP, harga pasar dll
).

b. PENILAIAN PERSEDIAAN DENGAN SISTEM PERPETUAL


Dalam sistem perpetual setiap terjadi mutasi persediaan dicatat dalam akun persediaan. Metode penilaian persediaan digunakan pada
saat terjadi transaksi penjualan, dengan membuat Kartu Persediaan Barang secara lengkap yang memuat kuantitas, harga satuan,
jumlah harga baik untuk lajur masuk, keluar, maupun sisa. Kartu persediaan tersebut sebagai buku pembantu untuk tiap macam barang
digunakan atau yang dijual. Sehingga apabila perusahaan memiliki 15 jenis barang, maka harus membuat Kartu Persediaan barang
sebanyak 15.
Format Kartu Persediaan adalah sebagai berikut :

KARTU PERSEDIAAN (STOCK CARD)

NAMA METODE PENCATATAN : HARGA JUAL :


BARANG:

TGL KETERANGAN MASUK KELUAR SALDO

UNIT HARGA JUMLAH UNIT HARGA JUMLAH UNIT HARGA JUMLAH

Metode penilaian persediaan dalam pencatatan secara perpetual sebagai berikut :


1. Metode RataRata bergerak ( Moving Average )
Dalam metode ini, harga beli ratarata dihitung setiap terjadi transaksi
pembelian. Harga pokok penjualan per satuan didasarkan pada harga ratarata pada saat terjadi transaksi penjualan.
2. Metode FIFO
Metode ini beranggapan barang yang ada paling awal dianggap dijual paling awal juga. Perbedaanya adalah dalam metode
perpetual perhitungan harga pokok dilakukan pada saat terjadi penjualan.
3. Metode LIFO
Pada metode ini barang yang terakhir dibeli dianggap dijual lebih dahulu. Harga pokok dihitung pada saat terjadi penjualan

c. PENILAIAN PERSEDIAAN DENGAN METODE TAKSIRAN


Penetapan harga pokok persediaan dengan metode cost mengharuskan perusahaan untuk mengadakan perhitungan secara pisik
atas persediaan, umumnya memerlukan waktu lama dan biaya yang besar . Pada perusahaan tertentu seperti Toserba atau swalayan,
metode cost dirasa kurang praktis atau tidak efisien. Untuk itu diperlukan metode lain, yakni metode Taksiran, khususnya dalam
penilaian persediaan pada laporan intern. Dalam metode ini dapat digunakan dua cara yakni :
a. Metode Eceran
b. Metode Laba kotor.

Metode Eceran
Metode ini banyak digunakan pada perusahaanperusahaan besar seperti toserba atau
swalayan yang memperdagangkan puluhan bahkan ratusan jenis barang. Dalam hal ini setiap jenis barang yang ada dilekati label
harga jual eceraannya sehingga pelayan toko lebih tahu harga jual eceran dari pada harga pokoknya dan lebih mudah baginya
membuat laporan atas barang yang masih ada berdasarkan harga eceran tersebut .
Prosedur penilaian persediaan :
 Atas persediaan awal , selain diketahui harga pokoknya, juga diketahui harga jual ecerannya
 Setiap terjadi transaksi pembelian harus diketahui jumlah harga jualnya
 Dihitung barang tersedia untuk dijual menurut harga beli dan menurut harga jual.
 Dihitung prosentase harga pokok terhadap harga jual dengan rumus :

Harga Pokok Persediaan Barang Tersedia dijual


X 100 % = ………%
Harga jual barang tersedia dijual

Prosentase harga pokok dengan harga jual tersebut digunakan untuk menaksir harga pokok persediaan yang ada pada kahir
akhir suatu periode.
Metode Laba Kotor ( Gross Profit Method )
Dalam metode ini konsep yang digunakan adalah konsep hubungan antara harga pokok dan harga jual. Besarnya prosentase laba kotor
umumnya didasarkan prosentase laba-laba tahun lalu.

Metode laba kotor dapat bermanfaat dalam kondisi berikut ini :


a) Perusahaan memerlukan laporan persediaan untuk keperluan intern bila perusahaan menggunakan sistem periodik. Atau untuk
melihat persedian bulanan,sedang biaya stock opname sangat mahal.
b) Persediaan rusak atau musnah akibat kebakaran, pencurian, bencana alam dll.
c) Untuk menguji keabsahan angka persediaan yang dihitung dengan cara lain.
Dalam metode laba kotor besarnya prosentase laba kotor dapat dihitung dengan
 Prosentase laba kotor dari harga jual
 Prosentase laba kotor dari harga pokok.

Prosentase laba kotor dihitung dari harga Jual


Dalam metode ini harga jual adalah 100%, sedangkan Harga pokok barang yang dijual adalah 100% dikurangi laba kotor, atau persen
laba kurang dari 100. Cara menentukan nilai persediaan akhir adalah sebagai berikut :
1. Dihitung lebih dahulu jumlah barang tersedia untuk dijual dengan jalan menambahkan persediaan barang daganga awal tahun
ditambah pembelian bersih tahun berjalan.
2. Dihitung harga pokok barang yang dijual dengan cara jumlah penjualan dikurangi persentase dikali jumlah penjualan.
3. Dihitung nilai persediaan akhir barang dagangan, yakni barang tersedia untuk dijualdikurang harga pokok barang yang sudah
dijual.

Persentase laba kotor dihitung dari harga Pokok.


Bila persentase laba kotor ditentukan dari harga pokok , besarnya harga jual adalah harga pokok ( 100% ) ditambah prosentase laba.
Jadi harga jual lebih dari seratus persen atau disebut persen laba diatas seratus.
Kesimpulan
Persediaan (inventory), adalah meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau
dikonsumsi dalam siklus operasi normal perusahaan. Aktiva lain yang dimiliki perusahaan, tetapi tidak untuk dijual atau dikonsumsi
tidak termasuk dalam klasifikasi persediaan. Persediaan merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting
dalam suatu perusahaan.
Dengan gambaran tersebut maka persediaan untuk perusahaan-perusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis
persediaan yaitu:
1. Bahan baku (direct material)
2. Barang dalam proses (work in proses)
3. Barang jadi (finished goods).

Metode yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan persediaan ada dua, yaitu:
1. Metode Stock Opname atau Metode Periodik (Fisik)
2. Metode Perpetual.

Masalah kepemilikan barang dalam perjalanan (Goods in transit) sangat tergantung dari perjanjian yang disepakati oleh penjual dan
pembeli. 2 syarat tersebut adalah (1) Fob Shipping Point dan (2) Fob Destination. Tidak semua barang yang berada di gudang/toko
bisa diakui menjadi milik perusahaan, misalnya barang titipan (barang konsinyasi) dari pihak lain dengan tujuan akan dijual untuk dan
atas nama pihak lain tersebut dengan mendapatkan sejumlah komisi (consignment in) tidak dapat diakui sebagai milik perusahaan.
Sebaliknya untuk barang yang sifatnya consigment out, yang sampai dengan tanggal neraca belum terjual harus dicantumkan di
Neraca.
Sistem pencatatan (administrasi) persediaan ada dua, yang pertama sistem fisik/periodik (periodic inventory system), berdasarkan
sistem ini persediaan ditentukan dengan melakukan menghitung fisik terhadap persediaan.
DAFTAR PUSTAKA
Kieso, Donald E, dkk. Akuntansi Intermediate.2007. Jakarta: Erlangga
Hamizar, Nuh Muhammad.Akuntansi intermediate.2008.Jakarta: CV Fajar

Anda mungkin juga menyukai