Anda di halaman 1dari 17

KASUS TUTORIAL

Pasien anak laki-laki usia 8 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari yang
lalu, sebanyak 10 kali dengan konsistensi cair, tidak adanya ampas. BAB tidak berlendir dan
berdarah. BAB cair disertai dengan mual, muntah 4 kali yang berisi makanan yang dikonsumsi.
pasien juga mengeluhkan sakit perut sejak kemarin. Pasien mengalami demam sejak tadi pagi,
tidak menggigil, tidak kejang. Pasien juga tidak batuk maupun flu.

Berdasarkan riwayat penyakit pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnyadan di dalam keluarga tidak ada keluarga yang sedang atau pernah mengalami
keluhan serupa. Anak lahir dari ibu G2P2A0, pasien lahir spontan di rumah sakit dengan bantuan
bidan. Berat badan saat lahir 3200 gram, panjang badan 50 cm dan pasien lahir cukup bulan.
Pasien sejak lahir sampai usia 1 tahun 7 bulan mengkonsumsi ASI dan imunisasi dari usia 0
sampai 10 bulan lengkap.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien yaitu sakit sedang, kesadaran compos
mentis dan status gizi baik. Tanda-tanda vital di dapatkan denyut nadi 134 kali per menit,
pernapasan 29 kali per menit dan suhu badan 37,5 derajat celcius, tekanan darah 100/70 mmHg.
Pada pemeriksaan kulit didapatkan turgor kulit kembali lambat, bentuk kepala normocephal,
pada pemeriksaan mata ikterik (-), anemia (-), mata cekung (+), hidung rhinorea (-), telinga
otorhea (-), mulut kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), pada pemeriksaan tonsil T1/T1
hiperemis (-). Pada pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Pada pemeriksaan thorax tampak pergerakan dada simetris bilateral (+/+), retraksi dinding dada
(-/-), vocal fremitus kanan dan kiri (+/+), bronkovesikuler (+/+). Pada pemeriksaan abdomen
tampak datar, peristaltik usus (+) meningkat, timpani pada seluruh region abdomen (+), nyeri
tekan (+) epigastrium, pembesaran hepar dan lien (-).
Dari hasil laboratorium didapatkan :

WBC 12,01 X 1O3/uL Meningkat L(3,8 – 10,6) P(3,6 –


11,0
RBC 5,20 x 106/uL Normal L(4,4 – 5,9) P(3,8 –
5,2)
HB 13,9 g/dL Normal L(13,2 – 17,3) P(11,7
– 15,5)
HCT 41,6 % Normal L(40-52) P(35-47)
PLT 389 x 103/uL normal L(150-440)

Penatalaksanaan :

- IVFD RL 20 Tpm
- Zink 1 x 20 mg
- Oralit/bab cair
- Parasetamol 4x1 ½ cth

Diagnosis kerja :

Diare dehidrasi ringan sedang

Anjuran :

- Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi


- Makan dengan gizi yang seimbang
- Menjaga kebersihan
DISKUSI KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengeluhkan BAB cair sejak 2 hari yang lau, sebanyak 10
kali dengan konsistensi cair dan tidak berampas. BAB tidak mengandung lender dan darah. BAB
cair disertai dengan mual, muntah 4 kali yang berisi makanan yang dikonsumsi. Pasien juga
mengeluhkan sakit perut sejak kemarin, pasien tidak batuk dan flu. Pasien juga demam sejak tadi
pagi, tidak menggigil dan tidak kejang.

Berdasarkan riwayat penyakit pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
dan di dalam keluarga tidak ada keluarga yang sedang atau pernah mengalami hal serupa. Anak
lahir dari ibu G2P2A0, pasien lahir spontan di rumah sakit dengan bantuan bidan. Berat badan
saat lahir 3200 gram, panjang badan 50 cm dan pasien lahir cukup bulan. Pasien sejak lahir
sampai usia 1 tahun 7 bulan mengkonsumsi ASI dan imunisasi dari usia 0 sampai 10 bulan
lengkap.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien yaitu sakit sedang, kesadaran compos
mentis dan status gizi baik. Tanda-tanda vital di dapatkan denyut nadi 134 kali per menit,
pernapasan 29 kali per menit dan suhu badan 37,5 derajat celcius, tekanan darah 100/70 mmHg.
Pada pemeriksaan kulit didapatkan turgor kulit kembali lambat, bentuk kepala normocephal,
pada pemeriksaan mata ikterik (-), anemia (-), mata cekung (+), hidung rhinorea (-), telinga
otorhea (-), mulut kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), pada pemeriksaan tonsil T1/T1
hiperemis (-). Pada pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Dari
beberapa keluhan telah terpenuhi gejala diare dehidrasi ringan sedang pada pasien.
PEMBAHASAN

DIARE AKUT
1. Pengertian Umum
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1 Ada juga
yang memberi batasan diare akut pada anak yaitu buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24
jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu2.
Diare akut diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari,
sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. 1

2. Epidemiologi
Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak
di berbagai negara berkembang termasuk di Indonesia. Terdapat 60 juta episode diare akut
setiap tahunnya di Indonesia dimana 1-5 % daripadanya akan menjadi diare kronik dan bila
sampai terjadi dehidrasi berat yang tidak segera ditolong, 50-60% diantaranya dapat
meninggal dunia.
Berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain :
a. Faktor lingkungan
b. Gizi
c. Kependudukan
d. Pendidikan
e. Keadaan sosial ekonomi
f. Perilaku masyarakat
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti
kebersihan puting susu, kebersihan botol dan dot susu, maupun kebersihan air yang
digunakan untuk mengolah susu dan makanan. Faktor gizi misalnya adalah tidak
diberikannya makanan tambahan meskipun anak telah berusia 4-6 bulan. Faktor pendidikan
yang utama adalah pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan. Faktor kependudukan
menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan
miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orangtua dan masyarakat misalnya adalah
kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air
besar atau membuang tinja anak. Faktor-faktor di atas terkait erat dengan faktor ekonomi
masing-masing keluarga.2

3. Etiologi
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit. 1
Etiologi diare akut dapat dihubungkan dengan bakteri, viral atau parasit yang telah
dikenal sebagai penyebab enteritis sbb:
a. Bakteri
Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium perfringens, Clostridium
difficile, Escherichia coli, Plesiomonas shigelloides, Salmonella, Shigella,
Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae 01 and 0139, Vibrio parahaemolyticus, Yersinia
enterocolitica.
b. Virus
Astroviruses, Caliciviruses, Norovirus, Enteric adenoviruses, Rotavirus,
Cytomegalovirus, Herpes simplex viruses.
c. Parasit
Balantidium coli, Blastocystis hominis, Cryptosporidium parvum, Cyclospora
cayetanensis, Encephalitozoon intestinalis, Entamoeba histolytica, Enterocytozoon
bieneusi, Giardia lamblia, Isospora belli, Strongyloides stercoralis, Trichuris trichiura.

Juga ada penyebab diare noninfeksi sbb:


a. Defek Anatomik
Malrotasi, duplikasi intestinal, penyakit Hirschsprung, impaksi fecal, sindrom usus
pendek, atrofi microvillus, striktur.
b. Malabsorpsi
Defisiensi disakaridase, malabsorsi glukosa-galaktosa, insuffisiensi pancreas, fibrosis
kistik, Sindrom Shwachman, penurunan garam empedu intraluminal, cholestasis,
Penyakit Hartnup, abetalipoproteinemia, Penyakit Celiac.
c. Endokrinopati
Thyrotoxicosis,Penyakit Addison,Sindrom Adrenogenital.
d. Keracunan
Logam berat, Scombroid, Ciguatera, jamur.
e. Neoplasma
Neuroblastomas, Ganglioneuromas, feokromositomas, Karsinoid, Sindrom Zollinger-
Ellison, Sindrom vasoaktif invasif intestinal.
f. Lain-Lain
Infeksi Nongastrointestinal, Alergi susu, Penyakit Crohn (regional enteritis), Familial
Dysautonomia, Penyakit defisiensi imun, Protein-Losing Enteropati, Kolitis Ulseratif ,
Enteropatika Acrodermatitis, Penyalahgunaan Laxative, Gangguan Motilitas, Pellagra
(kekurangan vitamin B kompleks).

Diare kronik atau persisten lebih dari 14 hari dapat karena :


(1) Agen infeksiosa seperti Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum, enteropatogenik
Escherichia coli;
(2) Setiap enteropatogen yang menginfeksi pejamu yang immunocompromised ; atau
(3) Gejala residual setelah kerusakan intestinal setelah infeksi akut.6

4. Patogenesis
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non
inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di
kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah.
Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik,
mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja
rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel
leukosit polimorfonuklear. 1
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare
cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal
atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada
kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak
ditemukan leukosit. 1
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi
kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif, dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila
ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolalitas dalam lumen yang menarik air
dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat
defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. 1
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang
ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri
misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau
laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal
polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. 1
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat
non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat
radiasi. 1
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus
menjadi lebih cepar. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau
diabetes melitus. 1
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak
ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus.
Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan
terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invansif mengakibatkan perdarahan atau adanya
leukosit damam feses. 1
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus. 1
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare
pula.
Patogenesis diare akut :
a. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung.
b. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
c. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin/toksin diaregenik).
d. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia, dan sebagainya).
b. Gangguan gizi sebagai akibat masukan makanan kurang dan pengeluaran bertambah.
c. Hipoglikemia.
d. Gangguan sirkulasi darah.5

Virus
Beberapa jenis virus seperti Rotavirus, berkembang biak dalam epitel vili usus halus,
menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara
normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk
kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elekrolit. Kerusakan vili
dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase terutama laktase.
Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang.
Bakteri
Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus pertama-
tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi
melalui antigen yang menyerupai rambut getar, disebut pili atau fimbria yang melekat pada
reseptor di permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya pada E. coli enterotoksigenik dan V.
Cholera. Pada beberapa keadaan, penempelan di mukosa dihubungkan dengan perubahan
epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan sekresi
cairan.
Toksin yang menyebabkan sekresi. E. coli enterotoksigenik, V. cholerae dan beberapa
bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi
absorbsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi chlorida dari kripta, yang
menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti
dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari.
Invasi mukosa. Shigella, C. Jejuni, E. coli enteroinvasife dan Salmonella dapat
menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi
sebagian besar di colon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan
mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah
putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini
menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari
mukosa.
Parasit
Penempelan mukosa. G. Lamblia dan Cryptosporodium menempel pada epitel usus
halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare.
Invasi mukosa. E. histolytica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel
mukosa di kolon atau ileum yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun hal ini baru
terjadi bila strainnya sangat ganas.
Obat-obatan
Beberapa macam obat terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare.
Antibiotika agaknya membunuh flora normal usus sehigga organisme yang tidak biasa atau
yang kebal terhadap antibiotik itu sendiri akan berkembang bebas. Disamping itu sifat
farmakokinetika dari antibiotika itu sendiri juga memegang peran penting. Sebagai contoh
ampisilin dan klindamisin adalah antibiotik yang dikeluarkan di dalam empedu yang
merubah flora tinja secara intesif walaupun diberikan secara parental. Antibiotik juga bisa
menyebabkan malabsorbsi, misalnya tetrasiklin, kanamisin, polmiksin, dan neomisin.3

5. Manifestasi Klinis
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan
atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah dehidrasi. Berat
badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput
lendir bibir dan mulut kering.5
Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu sendiri.
Terdapat 4 macam tipe klinis diare, dimana tiap macam menggambarkan kelainan yang
mendasari dan perubahan fisiologi yang berbeda-beda :
a. Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai dengan beberapa
hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya dehidrasi, juga dapat terjadi
penurunan berat badan apabila intake makanan kurang.
b. Diare akut dengan pendarahan (disentri) , dimana pada diare ini bahaya utamanya adalah
kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi.
c. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya utamanya adalah
malnutrisi dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi.
d. Diare dengan malnutisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya utamanya
antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan defisiensi mineral dan
vitamin.4

6. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
1) Riwayat diare sekarang:
a) Sudah berapa lama diare berlangsung
b) Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan jumlah tinja
c) Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah tidak)
d) Muntah (frekuensi dan jumlah)
e) Demam
f) Buang air kecil terakhir
g) Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun
h) Jumlah cairan yang masuk selama diare
i) Tindakan yang telah diambil (diberi cairan, ASI, makanan, obat,oralit)
j) Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya
2) Riwayat makanan sebelum diare : ASI, susu formula, makan makanan yang tidak
biasa.3

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu, kesadaran, rasa
haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun besar
cekung atau tidak, mata cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata, kering atau
tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan.
Penilaian derajat dehidrasi menurut IDAI (2004) dilakukan sesuai dengan kriteria
berikut :
1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
a) Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
b) Keadaan umum baik dan sadar
c) Tanda vital dalam batas normal
d) Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan bibir
basah
e) Turgor abdomen baik, bising usus normal
f) Akral hangat
2. Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
a) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
Tambahan
b) Keadaan umum gelisah dan cengeng
c) Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa
mulut dan bibir kering
d) Turgor kurang
e) Akral hangat
f) Pasien harus rawat inap

3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)


a) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan
b) Keadaan umum lemah, letargi atau koma
c) Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa
mulut dan bibir sangat kering
d) Turgor buruk
e) Akral dingin
f) Pasien harus rawat inap. 3

Penilaian dehidrasi menurut MTBS


Terdapat 2 atau lebih dari tanda-tanda
berikut ini :
 Letargis atau tidak sadar
 Mata cekung
 Tidak bisa minum atau malas Dehidrasi berat
minum
 Cubitan kulit perut kembalinya
sangat lambat
Terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut
ini:
 Gelisah, rewel
 Mata cekung Dehidrasi ringan/sedang
 Haus, minum dengan lahap
 Cubitan kulit perut kembalinya
lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan dehidrasi berat atau Tanpa dehidrasi
ringan/sedang

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja
1) makroskopis : bau, warna, lendir, darah, konsistensi
2) mikroskopis : eritrosit, lekosit, bakteri, parasit
3) kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
4) biakan dan uji sensitivitas3

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses
adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap
sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan
berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitivitas leukosit feses terhadap
inflamasi patogen (Salmonella, Shigella, dan Campylobacter) yang dideteksi dengan
kultur feses bervariasi dari 45%-95% tergantung dari jenis patogennya. 1
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus
diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah, dan
pemeriksaan darah lengkap. 1
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi, dan lainnya biasanya
tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi. 1

7. Pengobatan
a. Atasi dehidrasi
1) Tanpa dehidrasi
Cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan sesuai usia setiap
kali buang air besar atau muntah dengan dosis :
 <1 tahun : 50-100 cc
 1-5 tahun : 100-200 cc
 5 tahun : semaunya
2) Dehidrasi ringan sedang
Rehidrasi dengan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan pemberian
kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur sepeti yang di atas setiap kali
buang air besar.
Bisa juga dengan kriteria :
 Dehidrasi Ringan (Perkiraan defisit cairan 30-50 ml/kgBB)
 Rehidrasi dengan CRT/ORALIT 30-50 ml/kgBB/3-4 jam jika ada perbaikan
lalu maintenance 100 ml/kgBB/20-21 jam
 Dehidrasi Sedang (Perkiraan defisit cairan 30-50 ml/kgBB)
Rehidrasi dengan ORALIT/RL iv 70 ml/kgBB/3 jam jika ada perbaikan
maintenance 100 ml/kgBB/20-21 jam.
Apabila pasien susah untuk minum, maka dapat diberikan secara parenteral :
 BB < 10 kg = 200 cc/kgBB/24jam
 BB 10 – 15 kg = 175 cc/kgBB/24jam
 BB > 15 kg = 135 cc/kgBB/24jam
3) Dehidrasi Berat
Rehidrasi parenteral dengan cairan Ringer Laktat atau Ringer Asetat 100 cc/kgBB.
Cara pemberian :
 < 1 tahun 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam 5
jam berikutnya.
 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam ½ jam pertama dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam 2 ½
jam berikutnya.
Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi.
b. Pemakaian antibiotik
Bila ada indikasi seperti pada Shigella dan Cholera. Antibiotik sesuai dengan
hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah kotrimoksazol, amoksisilin dan atau
sesuai hasil uji sensitivitas.
c. Diet
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering,
rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.
d. Jangan menggunakan spasmolitika
e. Koreksi elektrolit : koreksi bila terjadi hipernatremia, hiponatremia, hiperkalemia atau
hipokalemia.
f. Probiotik
g. Vitamin A
 6 bulan- 1 tahun : 100.000 IU
 > 1 tahun : 200.000 IU
Pendidikan orangtua : penyuluhan tentang penanganan diare dan cara-cara pencegahan
diare.3
8. Pemantauan
a. Terapi
Setelah pemberian cairan rehidrasi harus dinilai ulang derajat dehidrasi, barat
badan, gejala dan tanda dehidrasi. Jika masih dehidrasi maka dilakukan rehidrasi ulang
sesuai dengan dehidrasinya. Jika setelah 3 hari pemberian antibiotik klinis dan
laboratorium tidak ada perubahan maka dipikirkan penggantian antibiotik sesuai hasil uji
sensitivitas.
b. Tumbuh Kembang
c. Timbang berat badan sebelum dan sesudah rehidrasi, 2 minggu setelah sembuh dan
seterusnya secara periodik sesuai umur. Jika anak mengalami gizi buruk maka dikelola
sesuai dengan SPM gizi buruk. 3

9. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi seperti :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
b. Syok hipovolemik
c. Hipokelemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemeh, bradikardi, perubahan
pada EKG).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan. 5

10. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal.6
11. Pencegahan
a. Upayakan ASI tetap diberikan.
b. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan.
c. Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban.
d. Imunisasi campak.
e. Memberikan makanan penyapihan yang benar.
f. Penyediaan air minum yang bersih
g. Selalu memasak makanan. 3
DAFTAR PUSTAKA

1. Soebagyo B. (2008). Diare Akut Pada Anak. UNS Press. Surakarta.


2. Umar Z., Khalid H.S., dan Josia G. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri.
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf
3. Irwanto, 2002. Ilmu Penyalit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika.
Jakarta, hal : 73 – 79.

4. IDAI, 2004. Standar Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. Hal :49-52
5. WHO, 2004. Diarrhoea : Water, Sanitation and Hygiene Links to Health.

6. Rusepno H dan Husein A. (1988). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Infomedika. Jakarta.
7. Cahyadi E. (2006). Gastroenteritis. http://fkuii.org/tiki-
read_article.php?articleId=17&comzone=show

Anda mungkin juga menyukai