Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

1.1. Demokrasi Parlementer


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak pengalaman tentang
demokrasi. Sudah ada tiga jenis demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia, yaitu
presidensial, terpimpin, dan parlementer. Dari ketiga jenis demokrasi itu, yang menjadi
pembuka lembaran sejarah Indonesia adalah demokrasi parlemeter yang dimulai sejak tanggal
14 November 1945 sampai dengan 5 Juli 1959.
Demokrasi parlementer (liberal) adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan
badan legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh
seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan
diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai
kepala negara. Demokrasi liberal dikenal pula sebagai demokrasi parlementer karena pada
saat itu berlangsung sistem pemerintahan parlementer.
1.1.1. Ciri-Ciri Demokrasi Parlementer
1. Kedudukan DPR lebih kuat atau lebih tinggi daripada pemerintah
2. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/Dewan menteri dibawah pimpinan
Perdana menteri dan bertanggung jawab pada parlemen.
3. Presiden hanya sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dipegang Perdana
Menteri.
4. Program kebijakan kabinet disesuaikan dengan tujuan politik anggota parlemen
5. Kedudukan kepala negara terpisah dari kepala pemerintahan, biasanya hanya
berfungsi sebagai simbol negara
6. Jika pemerintah dianggap tidak mampu, maka anggota DPR dapat meminta mosi
tidak percaya kepada parlemen untuk membubarkan pemerintah
7. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas

1.2. Kabinet Pada Masa Demokrasi Parlementer


Pada tanggal 17 Agustus 1950 negara RIS secara resmi dibubarkan. Sebelum Republik
Indonesia Serikat dinyatakan bubar, terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu
Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik
Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian
pembentukan Negara Kesatuan berdasarkan UUD Sementara 1950. Menurut UUD ini, sistem
pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer. Oleh karena itu, jatuh
bangunya kabinet sangat tergantung pada parlemen.
Penyebab sering terjadinya pergantian kebinet karena adanya perbedaan kepentingan antara
partai-partai tersebut tidak pernah dapat terselesaikan dengan baik sehingga dari tahun 1950

1
sampai tahun 1959 Indonesia telah berganti kabinet sebanyak 7 kali. Hal ini menyebabkan
ketidakstabilan politik, ekonomi, sosial mupun keamanan terganggu. Terbukti dengan adanya
perpecahan daerah, pertentangan antar partai, bahkan pemberontakan di daerah-daerah seperti
pemberontakan DI/TII di berbagai kota, pemberontakan APRA, pemberontakan RMS,
pemberontakan PPRI dan Permesta yang tidak dapat dielakkan lagi. Kabinet-kabinet tersebut
diantaranya :
1.2.1. Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir
(Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang
dipimpin Masyumi.
a) Program kerja :
1) Menggaitkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3) Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante
4) Mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk
peralatan negara yang kuat dan daulat
5) Menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas anggota
tentara dan gerilya dalam masyarakat
6) Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya
7) Mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi
pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat
8) Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha
meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat
b) Hasil
Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya
mengenai masalah Irian Barat.
c) Kendala yang dihadapi
1) Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan).
2) Timbul masalah keamanan dalam negeri, yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, dan Gerakan RMS.
d) Berakhirnya kabinet
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah
mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 tahun
1950 mengenai DPRD yang terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui
parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
1.2.2. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
Setelah Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden, Presiden Soekarno
menunjuk Sartono, ketua PNI, untuk menjadi formatur. Hampir selama satu bulan
Sartono membuat kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi, tetapi gagal. Akhirnya
Sartono mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 23 hari (28

2
Maret 1951 – 18 April 1951). Kemudian presiden menunjuk Sukiman Wirosandjojo dari
Masyumi dan menunjuk Djojosukarto sebagai formatur, mereka berhasil membentuk
kabinet koalisi antara Masyumi, PNI, dan sejumlah partai kecil.
a) Program kerja :
1) Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin
keamanan dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan
negara
2) Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek
untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha
penempatan bekas pejuang dalam pembangunan
3) Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan
menyelenggarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya
otonomi daerah
4) Menyampaikan Undang-Undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,
penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh
5) Menyelenggarakan politik luar negeri bebas aktif
6) Memasukkan Irian Barat ke wilayah RI secepatnya
b) Hasil
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir, hanya saja
terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk
menjamin keamanan dan ketentraman.
c) Kendala yang dihadapi
1) Adanya pertukaran Nota Keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Soebardjo
dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran, mengenai pemberian bantuan
ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika Serikat kepada Indonesia berdasarkan
ikatan Mutual Security Act (MSA). Dalam MSA ini terdapat pembatasan kebebasan
politik luar negeri RI. Hal ini dikarenakan RI menjadi diwajibkan memperhatiakan
kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik
luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat, bahkan
dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
2) Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada
setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran terhadap barang-barang mewah.

3) Masalah Irian barat belum juga teratasi.

4) Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya
tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Sulawesi Selatan.

d) Berakhirnya kabinet

3
Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga
mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman
dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
1.2.3. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya.Dipimpin oleh Mr. Wilopo.
a) Program kerja :
1) Mempersiapkan pemilu
2) Berusaha mengembalikan Irian Barat ke dalam pangkuan RI
3) Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
4) Perbaharui bidang pendidikan dan pengajaran
5) Melaksanakan politik luar negeri bebas dan aktif
b) Kendala yang dihadapi
1) Masalah Angkatan Darat yang dikenal dengan Peristiwa 17 Oktober 1952. masalah
ini dilatarbelakangi oleh: (1) masalah ekonomi (perkembangan ekonomi dunia
kurang menguntungkan hasil ekspor Indonesia), dan (2) reorganisasi
(profesionalisasi tentara) yang menimbulkan kericuhan di kalangan militer yang
akhirnya menjurus ke arah perpecahan. Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan
upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul
sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan
kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam
TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H. Nasution yang
ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai
penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan
parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin
diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot
Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini
menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya
parlemen. Sementara itu, TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden
dan menyarankan agar parlemen dibubarkan, tetapi saran tersebut ditolak.
Akhirnya muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan
reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini
adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Soekarno agar
membubarkan kabinet.
2) Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di
Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB, pemerintah mengizinkan
pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah
perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama
masa penjajahan Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan

4
dianggap sebagai miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi
kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah
mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah
dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani
terbunuh. Intinya dari peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan
antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
3) Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak
terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar
untuk mengimport beras.
4) Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam
keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi
dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
5) Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-
barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
c) Berakhirnya kabinet
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat
Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Selain itu, peristiwa tersebut dijadikan
sarana oleh kelompok yang antikabinet dan pihak oposisi lainnya untuk mencela
pemerintah sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

1.2.4. Kabinet Ali Sastroamijoyo ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )


Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Dipimpin oleh Mr. Ali
Sastroamijoyo.
a) Program kerja :
1) Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
2) Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
3) Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika
4) Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan
Pemilu.
5) Pembebasan Irian Barat secepatnya.
6) Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
7) Penyelesaian Pertikaian politik
b) Hasil
1) Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955.
2) Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955.
c) Kendala yang dihadapi
1) Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan,
seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

5
2) Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) menuntut Aceh sebagai Propinsi. Daud
Beurueh (pimpinan PUSA) menilai bahwa tuntutan itu diabaikan dan
menyatakan Aceh sebagian dari NII.

3) Terjadi peristiwa 27 Juni 1955, suatu peristiwa yang menunjukkan adanya


kemelut dalam tubuh TNI-AD. Peristiwa ini adalah masalah TNI-AD yang
merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Setelah peristiwa 17
Oktober, Nasution mengundurkan diri sebagai KSAD dan digantikan oleh
Bambang Sugeng. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan
permohonan berhenti karena tugasnya dirasakan sangat berat dan permohonan
tersebut disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya menteri pertahanan menunjuk
Kolonel Bambang Utoyo, tetapi Angkatan Darat di bawah KSAD Zulkifli
Lubis menolak menolak pemimpin baru tersebut karena proses
pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di
lingkungan TNI-AD. Ketika Bambang Utoyo dilantik pada tanggal 27 Juni
1955, TNI AD memboikot pengangkatan itu karena Bambang Utoyo adalah
KSAD yang tidak pernah berkantor di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).
Tidak ada seorangpun panglima tinggi yang hadir dalam upacara tersebut
meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD pun menolak melakukan
serah terima dengan KSAD baru.

4) Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi


yang menunjukkan gejala membahayakan.

5) Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.

6) Munculnya konflik antara PNI dan NU. Hal ini menyebabkkan NU


memutuskan untuk menarik kembali menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli
1955 yang diikuti oleh partai lainnya.

d) Berakhirnya Kabinet
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinet inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya kepada
presiden
1.2.5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Dalam kabinet ini Burhanudin Harahap berasal dari Masyumi, sedangkan PNI
membentuk partai oposisi.
a) Program kerja :
1) Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah

6
2) Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru
3) Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4) Perjuangan pengembalian Irian Barat
5) Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif
b) Hasil
1) Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955
(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih Konstituante).
Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos
seleksi. Hasil seleksi ini menghasilkan empat partai politik besar yang
memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
2) Perjuangan diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran
Uni Indonesia-Belanda.

3) Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan


oleh polisi militer.

4) Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.

5) Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel


A.H. Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Darat pada tanggal 28 Oktober
1955

c) Kendala yang dihadapi


Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan
ketidaktenangan.
d) Berakhirnya kabinet
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin pun dianggap
selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet
sehingga kabinet pun jatuh. Sehingga dibentuk kabinet baru yang harus
bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula. Tanggal 3 Maret 1956, Kabinet
Burhanudin mengembalikan mandatnya kepada presiden. Kabinet ini merupakan
kabinet peralihan dari DPR. Sementara ke DPR hasil Pemilu.
1.2.6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan koalisi antara tiga partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo.
a) Program kerjanya disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun, yaitu :
1) Menyelesaikan pembatalan KMB
2) Pembentukan provinsi Irian Barat
3) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif
4) Perjuangan pengembalian Irian Barat
5) Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota
anggota DPRD.
6) Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.

7
7) Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
8) Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat.
9) Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan
politik luar negeri bebas aktif
10) Melaksanakan keputusan KAA.
b) Hasil
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari
periode planning and investment, hasilnya adalah pembatalan seluruh perjanjian
KMB.
c) Kendala yang dihadapi
1) Berkobarnya semangat anti-Cina di masyarakat.
2) Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah
pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer, seperti Dewan
Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda
di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan
Dewan Manguni di Sulawesi Utara.

3) Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap


mengabaikan pembangunan di daerahnya.

4) Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya


mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang
merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi
pengusaha nasional.

5) Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar


Ali Sastroamidjojo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan
PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas
demokrasi dan parlementer.

d) Berakhirnya kabinet
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I
ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
1.2.7. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yatu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena kegagalan konstituante dalam menyusun
Undang-Undang Dasar pengganti UUDS 1950 serta terjadinya perebutan kekuasaan
politik.Dipimpin oleh Ir. Juanda.
a) Program kerjanya disebut Panca Karya (Kabinet Karya ), yaitu :
1) Membentuk dewan nasional
2) Normalisasi keadaan RI

8
3) Melanjutkan pembatalan KMB
4) Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
5) Mempercepat pembangunan
b) Hasil
1) Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui
deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia
karena lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
2) Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan
menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan
presiden sebagai ketuanya. Dengan dibentulnya Dewan Nasional merupakan
titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
3) Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di
berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional
dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
4) Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis
dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
c) Kendala yang dihadapi
1) Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah
semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi
terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
2) Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program
pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.

3) Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap


Presiden Soekarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta
sekolah tempat putra-putrinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957.
Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena
mengancam kesatuan negara.

Anda mungkin juga menyukai