Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Salzmann mendefinisikan oklusi dalam ortodonti sebagai perubahan inter


relasi permukaan gigi maksila dan mandibula yang terjadi selama pergerakan
mandibula dan kontak penuh terminal lengkung gigi maksila dan mandibula. Oklusi
disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan, tekanan
otot dan oklusi secara konstan, serta perubahan akibat perkembangan, maturitas, dan
25
penuaan. Perkembangan oklusi terbagi atas empat tahapan, yaitu:

2.1 Fase Pre-Dental


Fase pre-dental berada pada usia 0-6 bulan. Lengkung rahang pada saat lahir
25
disebut dengan bantalan gusi (gum pads). Lengkung pada maksila berbentuk seperti
tapal kuda (horse-shoe shaped) dan mandibula berbentuk seperti huruf U (U
5,23-24
shaped). Hubungan rahang pada fase pre-dental tidak tetap. Leighton
menyatakan bahwa terdapat banyak kemungkinan pada hubungan bantalan gusi atas
dan bawah sehingga tidak dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik dalam
25
memprediksi oklusi pada periode gigi desidui. Bantalan gusi maksila lebih lebar
daripada bantalan gusi mandibula dan biasanya hanya beroklusi di regio molar
26
(Gambar 1).

Gambar 1. Hubungan bantalan gusi


26
maksila dan mandibula
2.2 Fase Gigi Desidui
Erupsi gigi desidui dimulai pada usia 6 bulan ketika insisivus desidui pada
5
mandibula erupsi. Erupsi gigi desidui seluruhnya selesai pada usia 2-3 tahun.
Perkembangan oklusi pada fase gigi desidui terdapat open dentition atau spaced
dentition. Ada dua jenis spacing, yaitu physiologic spacing (developmental /
generalized) dan primate space. Developmental space terjadi selama fase gigi desidui
dengan tujuan pertumbuhan anterior posterior pada rahang. Rata-rata developmental
space pada maksila adalah 4 mm dan 3 mm pada mandibula. Primate space terjadi
pada fase gigi desidui maksila dan mandibula. Primate space disebut juga dengan
simian space / anthropoid space karena terdapat pada monyet dan digunakan pada
early mesial shift mandibula. Primate space terdapat diantara insisivus lateral desidui
dan kaninus pada maksila sedangkan pada mandibula terdapat diantara kaninus
7,25-26
desidui dan molar pertama desidui (Gambar 2).

Gambar 2. Primate Space


pada maksila
dan
26
mandibula

2.3 Fase Gigi Bercampur


Fase gigi bercampur terjadi pada usia 6-12 tahun dan merupakan fase dimana
5
gigi desidui dan gigi permanen sama-sama berada di rongga mulut. Fase gigi
bercampur disebut juga dengan fase transisi karena pada periode tersebut terjadi
7
transisi dari fase gigi desidui ke fase gigi permanen. Kebanyakan maloklusi
berkembang pada fase ini. Fase gigi bercampur terbagi atas tiga fase, yaitu fase
5
transisi pertama, fase inter-transisi, dan fase transisi kedua.

2.3.1 Fase Transisi Pertama


Fase transisi pertama ditandai dengan pergantian gigi insisivus desidui oleh
gigi insisivus permanen dan penambahan empat gigi molar pertama permanen. Secara
5
umum, fase transisi pertama terjadi pada usia 6-8 tahun. Molar pertama permanen
memegang peranan penting dalam perkembangan dan fungsi oklusi pada fase gigi
2
permanen. Erupsi molar pertama permanen dituntun oleh permukaan distal molar
kedua desidui. Oleh karena itu, terminal plane relationship pada fase gigi bercampur
5
menentukan jenis hubungan molar pada fase gigi permanen. Moyers
27-28
mendeskripsikan tiga kemungkinan jenis hubungan molar desidui, yaitu:
25
1. Flush/Straight terminal plane (Gambar 3) : permukaan distal molar
27-28
desidui maksila dan mandibula berada dalam vertical plane yang sama. Flush
terminal plane biasanya berkembang menjadi hubungan molar Klas I pada fase gigi
5
permanen. Akan tetapi, pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi hubungan
6
molar Klas II jika pertumbuhan mandibula tidak mencukupi. Pada awalnya, molar
pertama permanen memiliki relasi tonjol lawan tonjol (cusp to cusp). Transformasi
5
dari relasi tonjol lawan tonjol ke relasi molar Klas I muncul dalam dua cara, yaitu:

25
Gambar 3. Flush terminal plane
a. Early mesial shift
Early mesial shift pada molar pertama permanen mandibula terjadi
dengan menggunakan physiologic space yang terdapat diantara insisivus
desidui dengan primate spaces. Tekanan erupsi dari molar permanen
mendorong molar desidui ke depan mengisi ruang dan pada akhirnya terjadi
hubungan molar Klas I. Perubahan ini terjadi pada awal fase gigi bercampur
5,25
(Gambar 4).

25
Gambar 4. Early mesial shift

b. Late mesial shift


Hubungan molar Klas I tidak dapat terjadi pada awal fase gigi
bercampur karena tidak adanya developmental spaces pada fase gigi desidui.
Oleh karena itu, hubungan molar Klas I terjadi dengan exfoliasi molar kedua
desidui menggunakan Leeway space dimana molar pertama permanen
mandibula hanya bergerak ke arah mesial, perubahan ini terjadi pada akhir
5,25
fase gigi bercampur (Gambar 5).

25
Gambar 5. Late mesial shift menggunakan Leeway space
2. Mesial step : permukaan distal molar kedua desidui pada mandibula lebih
mesial daripada permukaan distal molar kedua desidui pada maksila (Gambar
25,28
6A). Molar pertama permanen akan langsung erupsi menjadi hubungan molar
Klas I pada mesial step. Pada beberapa kasus, dapat berkembang menjadi hubungan
5
molar Klas III jika pertumbuhan mandibula terus berlanjut.

Gambar 6. Hubungan molar desidui : (A) Relasi mesial step


25
(B) Relasi distal step

3. Distal step : permukaan distal molar kedua desidui pada mandibula lebih
25,28
distal daripada permukaan distal molar kedua desidui pada maksila (Gambar 6B).
Distal step pada fase gigi desidui umumnya akan menuntun pada hubungan molar
5,15
Klas II Angle pada fase gigi permanen (Gambar 7).
15
Gambar 7. Hubungan oklusal pada gigi desidui dan permanen

2.3.2 Fase Inter-Transisi


Setelah gigi molar pertama dan insisivus permanen erupsi, terdapat periode
sementara (fase inter-transisi) selama 1-2 tahun sebelum memasuki fase transisi
5
kedua. Fase ini relatif stabil dengan hanya terjadi perubahan yang sedikit.
2
Ciri-ciri fase inter-transisi, yaitu:
1. Oklusal dan interproksimal pada gigi desidui terlihat aus karena morfologi
oklusal yang menyerupai dataran.
2. Ugly duckling stage.
3. Pembentukan akar terus terjadi pada insisivus, kaninus, dan molar yang
akan erupsi seiring dengan peningkatan puncak alveolar.
4. Akar molar desidui mengalami resorpsi.

2.3.3 Fase Transisi Kedua


Fase transisi kedua terjadi pada usia 10-13 tahun. Fase transisi kedua terjadi
pergantian molar dan kaninus desidui oleh premolar dan kaninus permanen serta
erupsinya molar kedua permanen. Awal dari fase transisi kedua adalah exfoliasi
5
kaninus desidui mandibula pada usia sekitar 10 tahun.

2.4 Fase Gigi Permanen


Fase gigi permanen dimulai pada usia sekitar 13 tahun dimana semua gigi
2,5
permanen telah erupsi kecuali molar ketiga. Ciri-ciri oklusi normal fase gigi
14, 25
permanen:
1. Dalam keadaan oklusi, gigi pada maksila terletak lebih ke labial / bukal
daripada gigi pada mandibula.
2. Angulasi pada fase gigi permanen adalah bukolingual dan mesiodistal.
3. Setiap gigi permanen kecuali insisivus sentralis mandibula dan molar
kedua maksila beroklusi dengan dua gigi antagonisnya.

2.5 Leeway Space


Pada saat pergantian gigi kaninus dan molar desidui oleh gigi kaninus dan
molar permanen terjadi kelebihan ruang. Selisih ruang tersebut terjadi karena
mesiodistal mahkota gigi desidui (kaninus, molar satu, molar dua) lebih besar
daripada mesiodistal mahkota gigi permanen (kaninus, premolar satu, premolar dua).
Selisih ruang tersebut disebut dengan leeway space oleh Nance pada tahun 1947
7-9,28
(Gambar 8).
Leeway space pada mandibula lebih besar daripada maksila. Hal ini terjadi
karena molar desidui mandibula lebih lebar daripada molar desidui maksila. Leeway
space menurut Nance pada maksila memiliki rata-rata 0,9 mm setiap kuadran dan
5,9,13
pada mandibula memiliki rata-rata 1,7 mm. Leeway space yang berlebih akan
lebih baik karena menyediakan ruang untuk pergerakan mesial molar permanen.
Sedangkan Leeway space deficiency terjadi karena ukuran kaninus dan premolar
5,28
permanen yang belum erupsi lebih besar daripada ruang yang tersedia.
Setelah molar kedua desidui tanggal, terjadi perubahan oklusi pada molar
pertama permanen. Pengurangan panjang lengkung rahang terjadi pada maksila dan
7,25
mandibula seiring dengan molar pertama yang bergerak ke arah mesial. Selain itu,
perbedaan Leeway space pada mandibula dan maksila menyebabkan molar pertama
14
permanen lebih bergerak ke arah mesial pada mandibula daripada maksila.
Pergerakan molar pertama yang lebih mesial pada mandibula menyebabkan
perubahan dari hubungan flush terminal plane pada fase gigi desidui ke hubungan
5,25
molar Klas I pada fase gigi permanen.

7
Gambar 8. Leeway space. Keterangan :
AB : lebar mesiodistal dari kaninus dan premolar
permanen
CD : lebar mesiodistal dari kaninus dan molar desidui
AC : Leeway space
2.6 Metode Pengukuran Lebar Mesiodistal Gigi
Untuk mengukur lebar mesiodistal gigi terdapat metode Moorrees dan
Mullen. Metode Moorress adalah metode pengukuran lebar mesiodistal gigi dengan
menggunakan ujung tip kaliper yang diletakkan secara parelel terhadap oklusal
(Gambar 9A). Akan tetapi, metode Moorress hanya dapat digunakan apabila gigi
29
berada dalam posisi yang normal.

A B

Gambar 9. Metode pengukuran lebar mesiodistal


gigi : (A) Moorrees (B) Mullen

Metode Mullen adalah metode pengukuran mesiodistal gigi dengan


menggunakan ujung tip kaliper diletakkan sejajar terhadap bidang oklusal. Mullen
dkk., menemukan bahwa perhitungan analisis Bolton tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara perhitungan pada model atau emodel dengan metode Mullen
30
(Gambar 9B).

2.7 Analisis Kebutuhan Ruang pada Masa Gigi Bercampur


Untuk menganalisis ruang pada masa gigi bercampur terdapat beberapa
9
analisis, yaitu analisis radiografi, non-radiografi, dan kombinasi keduanya.
2.7.1 Analisis Radiografi
Analisis radiografi menggunakan foto radiografi untuk memprediksi
9
mesiodistal kaninus dan premolar permanen yang belum erupsi. Analisis ini
1,6,9,15
digunakan oleh Nance dan Huckaba. Nance menentukan ruang yang tersedia
untuk kaninus dan premolar yang belum erupsi dengan mengukur mesiodistal kaninus
dan molar desidui pada model gigi dan menentukan ruang yang dibutuhkan dengan
mengukur mesiodistal gigi yang belum erupsi pada gambaran radiografi. Nance juga
mengukur total panjang lengkung rahang dari permukaan mesial molar pertama
permanen kanan ke kiri. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa transisi fase
gigi bercampur ke permanen menyebabkan molar bergerak ke arah mesial dengan
1
rata-rata 1,7 mm pada mandibula dan 0,9 mm pada maksila. Analisis Huckaba ini
15
menggunakan foto radiografi periapikal. Kelemahan dari analisis radiografi adalah
gambaran foto rontgen biasanya mengalami distorsi, bisa bertambah panjang atau
16
pendek. Lebar mesiodistal gigi dapat diukur melalui foto radiografi periapikal tetapi
gambar yang dihasilkan lebih lebar dari mesiodistal gigi sebenarnya. Akan tetapi, jika
menggunakan CBCT (cone beam computed tomography) akan memperkecil
pembesaran radiografi hingga 1% sehingga dapat digunakan secara langsung untuk
31
menganalisis Leeway space.

2.7.2 Analisis Non-Radiografi


Analisis non-radiografi adalah analisis yang menggunakan persamaan regresi
dengan menghubungkan ukuran gigi yang telah erupsi dengan ukuran gigi yang
9,29
belum erupsi. Analisis ini digunakan oleh Moyers, Tanaka-Johnston, Ballard and
1-2,6,9,22
Wylie, dan Sitepu. Analisis Moyers memprediksi kaninus dan premolar
permanen pada maksila dan mandibula dengan menghitung lebar mesiodistal
15
insisivus mandibula dan menggunakan tabel prediksi Moyers. Ballard and Wylie
mengamsumsikan jika insisivus lebih besar daripada rata-rata maka ukuran kaninus,
premolar, dan molar juga akan lebih besar dari rata-rata. Ballard and Wylie
mengamati 441 model gigi yang terdapat insisivus, kaninus, premolar, dan molar
pertama permanen yang telah erupsi sempurna untuk merumuskan formula prediksi
1
gigi yang belum erupsi. Sitepu menemukan rumus untuk memprediksi lebar
18
mesiodistal kaninus dan premolar permanen pada ras Deutro-Melayu. Analisis
Sitepu ini mengukur lebar mesiodistal insisivus bawah dan memasukkan angka
tersebut dalam rumus untuk memprediksi lebar mesiodistal kaninus dan premolar
20
permanen.

2.7.2.1 Analisis Tanaka-Johnston


Analisis Tanaka-Johnston memprediksi ukuran kaninus dan premolar
16
permanen berdasarkan ukuran insisivus mandibula. Analisis ini diperkenalkan oleh
Tanaka-Johnston pada tahun 1974. Analisis Tanaka-Johnston ini merupakan
pengembangan dari tabel Moyers dengan meneliti 506 model gigi pasien di daerah
1 -2
Cleveland dari departemen ortodonsia di Universitas Case Western Reserve.
2,15,31
Rumus analisis Tanaka-Johnston dapat dilihat pada rumus dibawah ini :

• Perkiraan Lebar Mesio-distal Kaninus dan Premolar Permanen Mandibula dalam


satu kuadran

= + 10,5 mm
• Perkiraan Lebar Mesio-distal Kaninus dan Premolar Permanen Maksila dalam
satu kuadran

= + 11,0 mm

Analisis Tanaka-Johnston memiliki koefisien korelasi 0,63 pada maksila dan 0,65
pada mandibula. Standard error analisis ini adalah 0,86 mm pada maksila dan 0,85
31
mm pada mandibula. Keuntungan dari analisis ini adalah tidak memerlukan
gambaran radiografi, dapat digunakan pada maksila dan mandibula, mudah
digunakan, dapat diaplikasi langsung pada kunjungan pertama, hemat waktu, dan
3,11
memiliki akurasi yang cukup baik.
2.7.3 Analisis Kombinasi
Analisis kombinasi menggunakan gambaran radiografi dan persamaan regresi
6,9
untuk memprediksi Leeway space. Analisis ini digunakan oleh Staley and Kerber
1,6,9,20
dan Hixon-Oldfather. Analisis Staley and Kerber hanya dapat digunakan pada
mandibula dan membutuhkan radiografi periapikal. Analisis Staley and Kerber cukup
15
akurat bila digunakan pada anak-anak keturunan Eropa. Analisis Hixon-Oldfather
menjumlahkan mesiodistal satu gigi insisivus sentral dan satu gigi insisivus lateral
dengan mesiodistal premolar yang belum erupsi pada gambaran radiografi teknik
31
paralel. Kemudian, hasil penjumlahan tersebut dibandingkan dengan tabel prediksi
Hixon-Oldfather dibawah ini :

32-33
Tabel 1. Prediksi Hixon dan Oldfather

Hasil Penjumlahan Prediksi Ukuran Gigi


23 mm 18,4 mm
24 mm 19,0 mm
25 mm 19,7 mm
26 mm 20,3 mm
27 mm 21,0 mm
28 mm 21,6 mm
29 mm 22,3 mm
30 mm 22,9 mm

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Ukuran Mesiodistal Gigi


1. Ras
Pada tahun 1985, Saumantri melakukan penelitian pada sampel suku Jawa dan
menemukan bahwa ukuran gigi permanen sampel suku Jawa lebih besar daripada
ukuran gigi suku bangsa Kaukasoid. Pada penelitian Keene tahun 1979 yang
membandingkan ukuran mahkota gigi pada sampel populasi Negroid dengan
Kaukasoid, ditemukan bahwa ukuran mahkota gigi Negroid lebih besar daripada
Kaukasoid. Pada tahun 1972, Lavelle melakukan penelitian dengan membandingkan
perbedaan antara jenis kelamin pria dan wanita dari kelompok populasi berbeda, yaitu
populasi Negroid, Kaukasoid, dan Mongoloid. Lavelle menemukan bahwa ukuran
gigi terbesar pada populasi Negroid, kemudian populasi Mongoloid, dan yang terkecil
34
pada populasi Kaukasoid.
2. Genetik
Penelitian Lundstrom pada tahun 1964 yang membandingkan 97 pasangan
kembar monozigot dan dizigot, menemukan bahwa terdapat hubungan faktor genetik
yang kuat pada kembar monozigot terhadap morfologi dan ukuran gigi. Penelitian
tersebut jelas menunjukkan bahwa hampir setengah dari faktor yang mempengaruhi
ukuran gigi adalah faktor genetik. Faktor genetik berperan dalam mengontrol ukuran
gigi sewaktu proses odontogenesis. Selain itu, penelitian tersebut berhasil
membuktikan bahwa terdapat ukuran dan bentuk gigi yang sama pada kembar
zigomatik. Penelitian Rakosi dkk. pada tahun 1993 menyatakan bahwa jaringan
utama yang dapat mengalami deformitas dentofasial akibat pengaruh genetik
diantaranya termasuk gigi yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah, mineralisasi gigi,
24
letak erupsi, dan posisi benih gigi.
3. Jenis Kelamin
Pada penelitian Saumantri tahun 1985 pada sampel suku Jawa, ditemukan
bahwa ukuran gigi permanen pria lebih besar daripada wanita. Pada tahun 1974, Arya
dkk. juga menemukan bahwa hampir semua ukuran gigi permanen pada pria lebih
besar dibandingkan dengan wanita (kecuali gigi insisivus pertama bawah). Sedangkan
pada gigi desidui tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita.
Penelitian Lavelle pada tahun 1972 yang membandingkan perbedaan antara jenis
kelamin pria dan wanita dari tiga kelompok populasi berbeda menunjukkan bahwa
34
ukuran gigi pria secara keseluruhan lebih besar daripada ukuran gigi wanita.
4. Lingkungan
Lingkungan berperan terhadap terjadinya keragaman genetik. Keragaman
genetik akan memberikan variasi ukuran gigi. Pada tahun 1949, Selmer-Olsen
menyatakan bahwa selain dikontrol oleh faktor genetik, ukuran gigi juga dipengaruhi
24
oleh faktor lingkungan.
2.9 Ras Proto-Melayu
Von Eickstedt menyebut sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras
Paleomongoloid. Ras Paleomongoloid terdiri dari ras Proto-Melayu (melayu tua) dan
Deutro-Melayu (melayu muda). Menurut antropolog Fischer, kelompok melayu tua
lebih dulu datang ke Indonesia daripada kelompok melayu muda. Pada awalnya
kelompok Proto-Melayu menempati pantai-pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat,
dan Sulawesi Barat. Kemudian terdesak oleh Kelompok Deutro-Melayu sehingga
35-36
kelompok Proto-Melayu masuk ke pedalaman dan hidup terisolasi.
Ras Proto-Melayu terdiri dari suku Batak, Dayak, dan Toraja sedangkan ras
Deutro-Melayu terdiri dari suku Jawa, Bali, Bugis, Makasar, Aceh, Ternate, dan
24
suku-suku yang berbahasa Minangkabau. Ciri fisik antara ras Proto-Melayu dan
Deutro-Melayu pada umumnya berbeda pada bentuk kepala. Ras Proto-Melayu
memiliki ciri-ciri kepala panjang (dolichocephalic) sedangkan ras Deutro-Melayu
36
memiliki ciri-ciri kepala pendek (branchycephalic).
Suku Batak termasuk dalam kelompok suku bangsa Proto-Melayu yang terdiri dari
enam sub suku, yaitu sub suku Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Angkola, dan
37
Mandailing. Penelitian Simanjuntak menyatakan bahwa lebar mesiodistal gigi suku
Batak lebih besar dari suku Jawa dan Madura, tetapi lebih kecil dibandingkan ras
campuran Proto-Melayu dan Deutro-Melayu. Selain itu, lebar dan panjang lengkung
gigi suku Batak lebih besar dibandingkan ras campuran Proto-Melayu dan Deutro-
Melayu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan latar belakang ras / etnik yang dapat
mempengaruhi perkembangan gigi geligi dan perkembangan oklusal seseorang, serta
17
ketepatan dari masing-masing analisis gigi bercampur. Dalam penelitian ini
menggunakan sampel suku Batak.
2.10 Kerangka Teori

Perkembangan Gigi Manusia

Pre-Dental Desidui Bercampur Permanen

Fase Transisi Fase Inter - Fase Transisi


Pertama Transisi Kedua

Leeway Space

Analisis Kebutuhan Ruang Faktor Yang Mempengaruhi


pada Masa Gigi Bercampur Ukuran Mesiodistal gigi
Radiografi Genetik

Kombinasi Jenis Kelamin

Non-Radiografi Lingkungan

(Tanaka-Johnston)

Ras

Kaukasoid Mongoloid Negroid

Proto-Melayu Deutro-Melayu

Suku Gayo Suku Batak Suku Sasak Suku Toraja

Prediksi Nilai Rata-Rata Leeway Space Dengan


Menggunakan Analisis Tanaka-Johnston Pada Murid
Sekolah Dasar Suku Batak Di Kota Medan
2.11 Kerangka Konsep

• Murid Sekolah Dasar


usia 7-10 tahun
• Suku Batak
• Jenis kelamin
• Waktu pencetakan dan
pengisian model gigi
• Bahan cetak
• Bahan pengisi cetakan
• Operator pencetakan

Ukuran lebar Besar Leeway space


mesiodistal gigi maksila dan
mandibula

• Lingkungan
• Genetik

Keterangan :

Variabel tergantung

Variabel bebas

Variabel terkendali

Variabel tidak terkendali

Anda mungkin juga menyukai