Anda di halaman 1dari 6

REVIEW BUKU “ON THE PHILOSOPHY OF COMMUNICATION” (GARY P.

RADFORD)

HOW WE TALK ABOUT COMMUNICATION TODAY:


THE REGIME OF COMMUNICATION

FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI

Dosen Pengampu: Dr. Sunarto

Oleh:

Danang A. Rachmansyah (14040119410033)

Konsentrasi: Kebijakan Media

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019
CHAPTER 1
BAGAIMANA KITA MEMBAHAS KOMUNIKASI SAAT INI : REZIM KOMUNIKASI
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Barnett Pearce, yang menyatakan apabila kita
menanyakan kepada 10 orang secara acak mengenai makna dari komunikasi, maka akan muncul jawaban
yang bermacam-macam sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki. Jawaban-
jawaban yang muncul tersebut memiliki pengertian-pengertian yang hampir mirip dan cenderung
memiliki inti yang sama, yakni Proses Pertukaran Ide. Komunikasi dalam hal ini dapat dimaknai sebagai
proses penyampaikan pesan kepada orang lain atau proses memahamkan orang lain akan pesan yang kita
sampaikan, dengan istilah-istilah yang acap kali kita gunakan yakni; Sender, Receiver, Encode &
Decode.
Pakar komunikasi James Carey (1992) berpendapat bahwa komunikasi adalah proses dimana pesan
ditranmisikan dan didistribusikan di udara untuk mengendalikan jarak & orang lain. Carey menambahkan
orientasi dasar kita pada komunikasi tetap berpijak pada akat dari pemikiran kita. Pandangan transmisi
menyediakan struktur semantik mendasar dari cerita yang disampaikan oleh pembicara bahasa Inggris
mengenai komunikasi, yakni Michael Reddy (1979)
Demi menjalin hubungan komunikasi dengan berbagai jenis individu, kemampuan keterampilan
dalam berkomunikasi yang baik tentunya akan sangat dibutuhkan oleh berbagai macam individu, terlebih
khusus bagi individu-individu yang menduduki jabatan yang tinggi. Dengan kemampuan keterampilan
komunikasi yang baik, akan menggiring kepada hubungan komunikasi yang baik pula.

THE IDEA OF THE IDEA


Pesan yang disampaikan selalu menjadi awal dari Komunikasi. Sebelum pesan itu disampaikan, maka
dimulai dengan terciptanya “ide” yang dimiliki oleh orang yang akan menyampaikan pesan. Hal ini
sejalan dengan apa yang diungkapkan Descartes, Locke, Hume, Kant, yakni:
• What is an idea? – Apa itu Ide?
• What is knowledge? – Apa itu pengetahuan?
• How can I know what is in your mind? – Bagaimana caraku mengetahui apa yang ada di pikiranmu?
• How can I know what is around me? – Bagaimana caraku mengetahui apa yang ada disekitarku?
• How can my mind represent what is around me? – Bagaimana caranya pikiranku merepresentasikan
apa yang ada di sekitarku?
• How does an idea relate to the world? – Bagaimana sebuah ide berhubungan dengan dunia?

2|Filsafat Ilmu Komunikasi


Sampai pada pertanyaan ini, maka mulailah muncul banyak pengertian-pengertian mengenai ide
seperti ide adalah sesuatu yang ada dikepala / tanda didalam simbol, yang kemudian simbol tersebut akan
ditransmisikan kepada orang lain. Ketika seseorang telah menerima tanda yag telah disampaikan orang
lain, maka otak si penerima tanda akan menafsirkan ide yang disampaikan oleh si pemberi tanda. Fakta
mengenai ide dimana apa yang perlahan-lahan menjadi jelas adalah pemahaman komunikasi yang
sebelumnya tidak bermasalah yang kemudian didasarkan pada konsep ide yang benar-benar bermasalah
dan tidak dapat diketahui, pada akhirnya menicptakan sesuatu yang benar-benar sulit untuk dimengerti.
Hal ini merujuk pada wacana yang dirujuk oleh Wittgensten (1953) sebagai Disguised Non-Sense
(Omong Kosong yang disembunyikan) dan Permainan Bahsasa.

REGIME OF COMMUNICATION
Lawrence Grossberg (1977) menggambarkan Regime of Communication sebagai “Kami hidup dalam
organisasi kekuatan diskursif & ideologis. Uraian ini mendeskripsikan mengenai pemaksaan dalam
berkomunikasi dengan cara-cara tertentu dan batas-batas yang di adakan sebagai aturan kita untuk
berbicara.
Michael Reddy (1979) mengatakan bahwa gagasan Conduit Metaphor yang bermakna Logika dari
kerangka kerja tertentu yang tidak mengacu pada sistem logis formal yang dikembangkan, melainkan
logika budaya yang diinformasikan oleh penggunaan bahasa Inggris. Hal ini merupakan logika yang
ditunjukkan karena ungkapan bahasa Inggris sehari-hari digunakan oleh individu guna menggambarkan
proses komunikasi. Reddy mengidentifikasi empat kategori yang merupakan kerangka utama dari
conduit metaphor:
• Fungsi bahasa seperti saluran, mentransfer pikiran secara fisik dari satu orang ke orang lain.
• Dalam menulis dan berbicara, orang memasukkan pikiran atau perasaan mereka menggunakan
kata-kata
• Penyempurnaan pentransferan kata yang terdapat pada pikiran atau perasaan dan
menyampaikannya kepada orang lain.
• Dalam mendengarkan atau membaca, akan menghasilkan sebuah pikiran dan perasaan dari kata-
kata.
Reddy (1979) menunjukkan bahwa "logika kerangka kerja berjalan seperti benang (pakaian) ke
beberapa arah melalui kain sintaksis dan semantik dari kebiasaan bicara kita. Hanya menyadari sesuatu
akan hal ini, sama sekali tidak akan mengubah situasi". Dalam hal ini kita perlu membuat refleksi tentang
bagaimana & mengapa kita menggunakan komunikasi sebagai subjek. Mengenai hal ini muncullah

3|Filsafat Ilmu Komunikasi


berbagai pertanyaan, seperti sifat dari kenyataan apa yang dirujuk oleh teori & pembicaraan kita
mengenai komunikasi? Serta alasan apa yang mendasari mengapa kita berkomunikasi tentang
komunikasi menggunakan kosakata tranmisi & saluran?
Dalam buku ini, Ludwig Wittgenstein (1980) mengatakan “Ketika saya mengatakan "Saya ingat, saya
percaya ..." jangan bertanya pada diri sendiri "Apa faktanya?, proses apa yang dia ingat? "... namun coba
lebih tanyakan "Apa tujuan dari bahasa ini?, bagaimana itu digunakan?"
Tujuan dari buku ini adalah menghasilkan wacana mengenai wacana komunikasi. Lebih tepatnya pada
tujuan dan cara bagaimana wacana-wacana semacam itu dapat dihasilkan. Hal ini yang membentuk
problematika utama dalam karya filsuf Perancis Michel Foucault. Foucault menganggap pandangan
transmisi komunikasi sebagai objek wacana. Untuk memahami wacana komunikasi, kita perlu untuk
mengesampingkan gagasan mengenai apa itu komunikasi (yaitu bagaimana kata / konsep berhubungan
dengan dunia), dan berfokus pada apa yang dikatakan dan alasan menganai mengapa hal tersebut
dikatakan. Regime of Communication bisa juga dimaknai sebagai penerjemahan ide dalam pikiran dan
menjadikannya menjadi sebuah pesan yang akan menimbulkan respons pada receiver / penerima pesan.

STRUKTUR BUKU
Buku ini juga mengambil bahasan mengenai diskusi psikologi kognitif. Dengan alasan bahwa regime
of communication yang diartikulasikan sangat bergantung pada pandangan psikologis tentang manusia
itu sendiri dan dunia. Komunikasi dapat dimulai dalam pikiran pengirim dan berakhir di pikiran
penerima. Pembicaraan pikiran ini sangat bergantung pada wacana psikologis di mana mental proses
menentukan siapa kita dan apa yang kita lakukan. Wacana psikologi sebagai sumber daya dalam
membangun akun komunikasi diri sendiri.
Buku ini membahas sumber-sumber diskursif lain yang menjadi dasar bagi artikulasi dan pemahaman
kita tentang komunikasi. Pada pokok bahasan bab dua berfokus kepada laporan empiris dari pemahaman
manusia yang disediakan oleh John Locke (1690/1975). Pertimbangan Locke tentang bahasa dan
komunikasi adalah tangensial pada penjelasannya tentang gagasan, pengetahuan, dan pemahaman
manusia. Bagi Locke, semua komunikasi pada dasarnya tidaklah sempurna. Secara fundamental tidak
mungkin untuk mengkomunikasikan secara akurat ide-ide dalam pikiran satu orang untuk menstimulasi
ide yang sama persis dalam pikiran orang lain.
Pada bab selanjutnya, bab tiga, akan dikaji mengenai wacana ketidaksadaran seperti yang
diartikulasikan oleh tokoh-tokoh seperti Eduard von Hartmann, Frederick Myers, William James dan

4|Filsafat Ilmu Komunikasi


Sigmund Freud dan bagaimana ketidaksadaran menyediakan sarana untuk mengartikulasikan catatan
ilmiah pengalaman batin manusia.
Pada bab empat, akan meneliti dampak mendalam dari teori matematika komunikasi yang
dikembangkan oleh Claude. E. Shannon (1949), Pengantar teori Shannon yang ditulis oleh Warren
Weaver (1949), yang menunjukkan kepada kita bukan komunikasi apa, tetapi bagaimana kita dapat
berbicara tentang komunikasi dengan cara yang sah secara ilmiah. Selain itu, Bab ini juga menguji
konvergensi pemrosesan informasi dan teori informasi dalam teori Cybernetics Norbert Wiener (1954),
yang menyediakan sumber daya linguistik yang diperlukan untuk melihat komunikasi sebagai alat
kontrol.
Selanjutnya pada bab lima, akan mengkaji mengenai anggapan terhadap dampak wacana komunikasi
telah dibuat pada wacana psikologis. Wacana psikologi disini digunakan sebagai sarana untuk
mengartikulasikan pemahaman mereka tentang komunikasi. Namun, karena wacana karya psikolog
eksperimental Elizabeth Lotus dan Norman F. Dixon bergabung, hal yang menguntungkan juga terjadi;
wacana komunikasi datang untuk menginformasikan pemahaman kita tentang diri kita sebagai pengolah
informasi. Dalam bab ini karya psikolog eksperimental Elizabeth Lotus dan Norman F. Dixon digunakan
sebagai contoh untuk menjelaskan bagaimana model komunikasi yang diturunkan dari Locke
mempengaruhi wacana psikologi saat ia berusaha untuk menggambarkan rutinitas pemrosesan informasi
dari pikiran
Pada bab selanjutnya, bab enam, munculnya pertanyaan yang diajukan menganai: “Bagaimana kita
bisa mengubah regime of communication dan berbicara tentang komunikasi dengan cara lain?” Karena
wacana kita membentuk realitas kita, ini bukanlah tugas yang mudah. Pengambilan pemilihan Ludwig
Wittgenstein (1958) dan karakter O'Brien dari Novel George Orwell (1949/1984) sebagai pedoman /
pemandu, banyak memberikan keyakinan yang ditawarkan mengenai komunikasi dan hubungannya
dengan ide-ide dan ingatan mereka yang tercermin dalam The Beliefs of Winston Smith, protagonis
Orwell pada tahun 1984.
Pada bab tujuh, kita akan diminta untuk membayangkan sebuah teori komunikasi yang tidak mengacu
pada pikiran manusia. Regime of Communication telah mengkondisikan kita untuk melihat komunikasi
sebagai produk dari pikiran kita, dan percaya bahwa pemahaman komunikasi dapat dicapai melalui
pemahaman tentang pikiran yang memungkinkan. Sumber-sumber wacana yang mendominasi cara-cara
kontemporer dalam berkomunikasi mengenai komunikasi adalah yang disediakan oleh psikologi, baik
kuno maupun modern. Dalam bab ini, terdapat penawaran akan serangkaian wacana yang berbeda dari
sumber-sumber daya, contohnya seperti teori semiotik Umberto Eco dan Investigasi Logika Edmund

5|Filsafat Ilmu Komunikasi


Husserl (1900/1970), di mana dimungkinkan untuk memahami dan berbicara tentang komunikasi dengan
cara yang tidak bergantung pada wacana pikiran.
Selanjutnya, pada bab delapan, akan ditawarkan seperangkat sumber wacana lain untuk
mengartikulasikan komunikasi: terlebih khusus pada hermeneutika. Contohnya seperti wacana teoretisi
Eropa Wilhelm Dilthey dan Hans-Georg Gadamer yang disajikan sebagai sarana untuk mengatasi
wacana psikologis dominan dari regime of communication dengan menggunakan percakapan, daripada
transmisi, sebagai metafora pusat.
Dan pada akhirnya, buku ini diakhiri dengan bab ke-sembilan, di mana kita kembali ke gagasan bahwa
pengetahuan kita tentang komunikasi terkandung dalam bahasa yang kita gunakan untuk
membicarakannya. Konsep-konsep seperti "pemikiran," "ide," "pengkodean," "transmisi," dan
"decoding," dapat memperoleh signifikansi dan penampilan akan realitas dari konteks yang terdapat pada
wacana di mana mereka muncul.
Pada akhir buku ini, diharapkan akan lebih mendapatkan pemahaman yang lebih jelas mengenai
sumber daya yang secara naluri dapat diandalkan ketika seseorang mengartikulasikan pemahamannya
mengenai istilah "komunikasi". Juga diharapkan bahwa individu akan mampu mengartikulasikan cara-
cara alternatif untuk mengartikulasikan dan memahami komunikasi yang akan membawa individu
tersebut melampaui batas-batas "regime of communication" Grossberg (1997).

6|Filsafat Ilmu Komunikasi

Anda mungkin juga menyukai