Askep Edema Paru
Askep Edema Paru
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
1.3.1 Akademi
Untuk menambah wawasan para akademisi, khususnya mahasiswa
keperawatan, serta menambah literature pembelajaran tentang asuhan
keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema paaru.
1.3.2 Praktek Klinik
Untuk mengetahui serta dapat menerapkan asuhan keperawatan gawat
darurat pada klien dengan edema paru dengan tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan
ekstravaskuler yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru di
sebabkan karna akumulasi cairan di ruang inhsisal dan alveoli yang dapat di
sebabkan oleh tekanan ekstravaskuler yang tinggi ( edema paru kardiak ) atau
peningkatan permeabilitas membran kapiler ( edema paru non kardiak ) yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema paru
secara klinis mempunyai kedua aspek tesebut di atas. Sebab sangat sulit terjadi
terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada
mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun sangat penting untuk menetapkan faktor
mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.
( sjaharudin Harun & sally Aman Nasution 2006 ).
Edema paru merupakan suat trkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler
dalam paru ( Arief Muttaqin2008 ).
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik rongga
interstitial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tidak lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding
kapiler,merembes keluar menimbulkan dispneu sangat berat ( Smeltzer, C.
Suzanne. 2008 ).
2.2 Etiologi
Menurut ( Arif Muttaqin 2008 ) edema paru di sebabkan 2 hal yaitu:
a Peningkatan tekanan hidrostatik
b Peningkatan permebilitas kapiler paru
Secara garis besar edema paru di bagi mnjadi 2 garis besar yaitu:
1. Kardiogenik
a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventikel
kiri ( stenosis mitral ).
b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karna gangguan fungsi
ventrikel kiri.
c. Peningkatan kapiler paru sekunder oleh karna peningkatan tekanan arteri
pulmonalis.
d. Post cardioversion :
1. Penyakit Jantung Koroner : AMI (Infark Miokard Akut), OMI (Old
Miokard Infark)
2. Penyakit Jantung Hipertiroid Anterior
e. Eclampsia
2. Non kardiogenik
a. Pneumonia
b. Pneumonitis radiasi akut
c. Bahan vasoaktif endogen
d. Aspirasi asam lambung
e. Peningkatan tekanan onkotik interstitial
f. Bahan toksik ihalan
g. Bahan asin dalam sirkulasi seperti ular,endoktoksin,dan bakteri
h. Emboli paru
i. Post cardiopulmonary bypass
j. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura.
2.4 Komplikasi
Jika edema paru terus menerus, dapat meningkatkan tekanan diarteri
pulmonalis dan akhirnya ventrikel kanan mulai gagal. Ventrikel kanan
memiliki dinding lebih tipis dari otot dari pada sisi kiri karena berada
dibawah tekanan untuk memompa darah ke paru- paru. Peningkatan tekanan
punggung atas ke atrium kanan dan kemudian ke berbagai bagian tubuh,
sehingga dapat menyebabkan :
Kaki bengkak
Pembengkakan abdomen
Penumpukan cairan dalam membran yang mengelilingi paru – paru
(efusi pleura)
Kemacetan dan pembengkatal akan hati
Bila tidak diobati, edema paru bisa berakibat fatal, dalam beberapa kasus
dapat berakibat fatal bahkan jika menerima pengobatan (Mayo Clinic
Staff,2011).
2.5 Patofisiologi
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding
mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini
akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi
pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di
dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein
dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran
darah melalui saluran limfe. Pergerakan cairan tersebut memenuhi hukum
starling sebagai berikut. ( Nendrastuti & Soetomo, 2010)
Ruang alveolar dipisahkan dan interstisium paru terutama oleh sel
epitel alveoli tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier
reltif nonpermeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga –
rongga (spaces). Fraksi yang besar ruang interstitial dibemtuk oleh kapiler
paru yang dindingnya terdiri atas satu lapis sel endhotelium di atas membran
basal, sedangkan sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri atas jaringan
kalogen dan jaringan elastis, fibroblast, sel fargosit, dan beberapa jaringan
lain (Muttaqin,2012)
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstitial tetap kering adalah
:
1. Tekanan omkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler
paru.
2. Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap
protein plasma.
3. Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan
dari jaringan interstisial.
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge”pressure)
adalah sekitar 7 dan 12 mmHg, karena tekanan onkotik plasma berkisar
antara 25 mmHg, maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke dalam
kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barrier
seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap
terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara
ekstensif dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air
didalam jaringan interstisial paru.
Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru
tetap kering terganggu seperti tersebut dibawah ini ( Flick, 2000, Alpert 2002)
:
Permeabilitas membran yang berubah.
Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat
Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun
Tekanan osmotik / ankotik mikrovaskuler yang meningkat
Gangguan saluran limfe
Apapun penyebabnya, akibatnya terhadap paru tetap sama yaitu edema
paru yang terjadi dalam 3 tahap :
Tahap 1 : Terjadi peningkatan perpindahan cairan koloid dari kapiler ke
ruang interstitial tapi masih diikuti oleh peningkatan aliran limfatik.
Tahap 2 : Terjadi bila kemampuan pompa sistem limfatik telah melampaui
sehingga cairan dan kristaloid mulai terakumulasi dalam ruang interstitial
sekitar bronkioli, arterial dan venula ( Pada foto toraks terlihat sebagai
edema paru interstisial).
Tahap 3 : Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema
alveolus. Pada tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas.
( Subagyo,2012)
Secara histologis kerusakan tampak berubah dengan berjalannya
waktu dan bagi menjadi 3 fase yang saling berhubungan dan tumpang
tindih sebagai berikut :
Satge 1 : Fase eksudatif, ditandai dengan ekstravasasi cairan kaya protein
ke dalam ruang interstisial.
Stage 2 : Fase proliferative, sesuai dengan perkembangan penyakit, edema
disertai respon seluler yang kuat dan berhubungan dengan perdarahan,
nekrosis seluler, hiperplasi sel pneumosit tipe II, deposisi fibrin dan
akulasi vaskuler dan trombosit.
Stage 3 : Fase fibrotic, pada pasien yang masih bertahan, proses
perbaikan terjadi ditandai dengan fibrosis dan penebalan septa alveolar,
akibatnya terjadi pembesaran tak beraturan ruang udara dan obliterasi
vaskuler (Surabaya, 2012).
2.6 Pathway
Edema paru
Ketidakmampuan
kerusakan membran Resultan edukasi cairan jantung kiri untuk
alveolar kapiler paru ke dalam cairan interstisial memompa
Difusi lapisan
Surfaktan hipoksemia kekurangan o² tekanan
pada jaringan darah hidrosulfat
Intoleransi
aktivitas alkalosis hiperventilasi
respiratori
pembesaran cairan ke
cepat lelah jaringan interstisial
nutrisi Acute respiratory
distress syndrome tidak
kesadaran terjadi difusi alveoli terisi
cairan
Ganggua
n
pertukar
an
gas
Resiko Ketidakefektif ekspensi paru
terjadiny an
sesak
a bersihan
infeksi jalan
Gangguan pola
nafas
( Arif Muttaqin 2008 )
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan edema paru menurut (Mayo clinic staff 2011) :
1. Posisi semi fowler
2. Terapi oksigen : Oksigen (40-50%) segera diberikan sampai dengan
8L/menit untuk mempertahankan PO², Kalau perlu dengan masker, jika
kondisi pasien semakin memburuk, timbul sianosis, makin sesak,
kakipneu, ronki bertambah, PO² tidak bisa dipertahankan ≤ 60 mmHg, atau
terjadi kegagalan mengurangi cairan edema secara adekat maka perlu
dilakukan intubasi endotrakeal dan penggunaan ventilator.
3. Morphin iv 2,5 mg
4. Diuretik : untuk mengurangi beban miokard dengan menurunkan preload
dan afterload.
Contohnya: forusemide
5. Inotropik : pada pasien hipotensi atau pasien yang membutuhkan
tambahan obat-obatan inotropic dapat dimulai dengan dopamine dosis 5-
10 ug/kg/menit dan dititrasi sampai mencapai tekanan sistolik 90-100
mmHg, Dopamin dapat diberikan sendiri atau dikombinasikan dengan
dobutamin yang dimulai dengan dosis 2,5 ug/kg BB/menit dan dititrasi
sampai terjadi respon klinis yang diinginkan.
6. Balance cairan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.3.2 Blood
TD : 166/87 mmHg
Nadi : 103 x/menit
CRT : 4 detik
3.3.3 Brain
Tingkat kesadaran composmentis, GCS: E4 V5 M6
3.3.4 Bladder
Terpasang kateter, urin (24 jam) 1500cc, warna kuning keruh, Balance
Cairan +250 / 24 jam. (Intake : 2250cc, Output : 2000, IWL : 750).
3.3.5 Bowel
Bising usus 5x/menit.
3.3.6 Bone
Ekstrimitas atas kanan 5, kiri 5
Ekstrimitas bawah kanan 5, kiri 5.
3.9 Implementasi
Nama : Ny T No RM : 477373
Umur : 76 Tahun Diagnosa Medis : Edema Paru
Tanggal No. Implementasi Respon TTD
/Jam Dx
Senin, 1 Memonitor respirasi dan S : -
31-10-2016 status O² O:
11:00 WIB - RR : 34x/menit.
- SpO² : 95%
11:02 WIB 1 Mengauskultasi suara S : Pasien
nafas mengatakan bersedia
O : Terdengar suara
ronchi basah kasar.
11:04 WIB 1 Memposisikan pasien S : Pasien
semifowler mengatakan bersedia
O : Pasien tampak
nyaman.
11:06 WIB 1 Berkolaborasi pemberian S : Pasien
O² mengatakan bersedia
O : O² Nasal kanul
terpasang 4L/menit.
Tanggal / No
Evaluasi TTd
jam .Dx
S : Pasien mengatakan sesak nafas
O:
- RR : 34x/menit,
- SpO² : 95%
31-10-2016
1 A : Masalah gangguan pertukaran gas belum
13:00 WIB
teratasi.
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor respirasi dan Status O²
- Kolaborasi pemberian O²
13:00 WIB 2 S : Pasien mengatakan sesak nafas
O:
- Nafas cuping hidung
- sekret telah keluar
- RR : 36x/menit
A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor respirasi pasien
- Keluarkan sekret dengan batuk efektif
S : Pasien mengatakan nyeri dada.
- P : Nyeri ketika beristirahat dan
beraktivitas
- Q : Nyeri seperti tertimpa benda berat.
- R : Nyeri di dada
- S : Skala 5
13:00 WIB 3
- T : Hilang timbul
O : Pasien tampak meringis kesakitan
A : Masalah Nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Kaji nyeri secara komprehensif
- Kolaborasi pemberian analgetik
S : Pasien mengatakan sesak nafas
O:
- RR : 28x/menit,
- SpO² : 97%
1-11-2016
1 A : Masalah gangguan pertukaran gas belum
10:00 WIB
teratasi.
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor respirasi dan Status O²
- Kolaborasi pemberian O²
S : Pasien mengatakan sesak nafas
O:
- Nafas cuping hidung
- sekret telah keluar
- RR : 28x/menit
10:00 WIB 2
A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor respirasi pasien
- Keluarkan sekret dengan batuk efektif
S : Pasien mengatakan nyeri dada.
- P : Nyeri ketika beristirahat dan
beraktivitas
- Q : Nyeri seperti tertimpa benda berat.
- R : Nyeri di dada
10:00 WIB 3 - S : Skala 3
- T : Hilang timbul
O : Pasien tampak rileks
A : Masalah Nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Kaji nyeri secara komprehensif
2-11-1016 1 S : Pasien mengatakan sesak nafas
O:
- RR : 26x/menit,
- SpO² : 98%
A : Masalah gangguan pertukaran gas belum
10:00 WIB
teratasi.
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor respirasi dan Status O²
- Kolaborasi pemberian O²
S : Pasien mengatakan sesak nafas
O:
- Nafas cuping hidung
- sekret telah keluar
10:00 WIB 2 - RR : 26x/menit
A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor respirasi pasien
S : Pasien mengatakan nyeri dada.
- P : Nyeri ketika beristirahat dan
beraktivitas
- Q : Nyeri seperti tertimpa benda berat.
- R : Nyeri di dada
10:00 WIB 3
- S : Skala 1
- T : Hilang timbul
O : Pasien tampak rileks
A : Masalah Nyeri teratasi
P : Hentikan Intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa yang kedua yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis, diagnosa ini didukung oleh data : pasien mengatakan nyeri pada dada,
nyeri bertambah ketika beraktivitas dan beristirahat, kualitas nyeri seperti tertimpa
benda berat, nyeri dirasakan pada skala 5. Tindakan yang dilakukan diantaranya
mengkaji nyeri secara komprehensif, hal ini dilakukan diantaranya mengajarkan
pasien relaksasi nafas dalam ketika dada terasa nyeri, dan juga berkolaborasi
dengan dokter dalam memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Edema paru adalah akumulasi cairan tidak normal dalam ruang ekstra
vaskuler dan jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut dapat terjadi
karena penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung (edema paru
kardiogenik dan non kardiogenik).
2. Kondisi klien dapat diperbaiki ketika klien menerima pengobatan yang
tepat, bersama dengan pengobatan untuk masalah yang mendasar untuk
pengobatan edema paru, pengobatan pada edema paru bervariasi
tergantung pada penyebabnya, tetapi umumnya termasuk oksigen dan
obat-obatan.
5.2 Saran
1. Diharapkan penulis selanjutnya melakukan penyusunan yang lebih
komplek tentang asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan
edema paru dengan melihat fakta yang terjadi dilapangan.
2. Diharapkan pembaca lebih aktif dalam mencari informasi melalui media
cetak atau media masa untuk meningkatkan pengetahuan tentang asuhan
keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema paru.
DAFTAR PUSTAKA
Nendrastuti & Soetomo , 2010 . Edema Paru Akut Kardiogenik Dan Non
Kardiogenik . Majalah Kedokteran Respirasi vol 1 . No 3 Oktober 2010
Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution 2006. Keperawatan Medikal Bedah
Jakarta : Salemba Medika.