Tinjauan Uu Ite Terhadap Penggunaan Media Sosial Diindonesia
Tinjauan Uu Ite Terhadap Penggunaan Media Sosial Diindonesia
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi dan komunikasi yang begitu pesar membawa
banyakperubahan di berbagai bidang tak terkecuali internet, yang dimana saat inimengaharuskan agar
informasi disampaikan serba cepat, tanpa mengenal batas jarakdan waktu. Telekomunikasi memiliki peran
penting dan stategis dalam kehidupanterutama untuk menunjang
dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkanpertahanan dan keamanan, memperlancar
pemerintahan, mencerdaskan kehidupan bangsa,memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, serta
meningkatkan hubungan antarbangsa[1].Indonesia sekarang ini menjadi negara dengan pertumbuhan
jumlah penggunaInternet terbesar di dunia. Pengguna Internet pada tahun 2017 mencapai 132,7 juta naik
51persen dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 88,1 juta pengguna.
Pertumbunhanpengguna internet turut diiringi oleh meningkatnya pengguna media sosial. Hanyaberjumlah 79
juta pada tahun lalu, angka tersebut kini telah naik menjadi 106 jutapengguna. Para pengguna yang secara aktif
menggunakan media sosial diperangkat
mobile
pun naik dari angka 66 juta menjadi 92 juta. Dari segi
pertambahan jumlah pengguna di layanan media sosial tersebut, Indonesia bahkan menempati
posisi. ketiga di dunia mengalahkan Brazil dan Amerika Serikat, dan hanya kalah dari Cina danIndia [2].
Selain memberikan manfaat, media sosial juga memiliki potensi sebagai alatpenyalahgunaan tindak kriminal
di internet atau kejahatan siber (cyber crime).
POLEKMIK MEDIA SOSIAL
Media sosial adalah sebuah media online, dimana para pengguna dapat denganmudah berpartisipasi, berbagi,
dan menciptakan isi. Media sosial meliputi blog, jejaringsosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring
sosial dan wiki merupakan bentukmedia sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh
dunia.Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai "sebuahkelompok aplikasi
berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologiWeb 2.0 , yang memungkinkan
penciptaan dan pertukaran user-generated content ".Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media
sosial :Pertama, Proyek Kolaborasi yaitu website yang mengijinkan user dapat mengubah,menambah,
ataupun remove konten yang ada di website. Contoh media ini adalahwikipedia.Kedua, Blog dan Microblog,
dimana user lebih bebas mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti ‘curhat’ ataupun mengritik
kebijakan pemerintah. Contoh media ini adalah twitter.Ketiga, Konten, yaitu web dimana para user
dari pengguna website ini saling share kontenmedia, baik video, e-book, gambar, dan lain-lain. Contohnya
youtube.Keempat, Situs Jejaring Sosial, yaitu aplikasi yang mengijinkan user untuk dapat terhubungdengan
cara membuat informasi pribadi, sehingga dapat terhubung dengan orang lain.Informasi pribadi itu bisa seperti
foto-foto. Contoh jejaring sosial adalah facebook.Kelima, Virtual Game World, yaitu dunia virtual,
yang mengreplikasikan lingkungan 3D,dimana user bisa muncul dalam bentuk avatar-avatar yang diinginkan
serta berinteraksidengan orang lain selayaknya di dunia nyata. Contohnya game online.Keenam, Virtual
Social World, yaitu dunia virtual dimana penggunanya merasa hidup didunia virtual, sama seperti virtual
game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun,Virtual Social World lebih bebas dan lebih ke arah
kehidupan. Contohnya second life.Varian media sosial demikian beragam, sehingga masyarakat
dapat mengaksesdengan mudah dan memanfaatkannya untuk interaksisosial. Demikian mudah interaksisosial
dijalin melalui media sosial, maka komunikasi dua arah ini bisa menjadi bersifatprivat maupun terbuka. Pada
ruang komunikasi yang bersifat terbuka, sering tidak disadaribahwa ada norma-norma yang mengikat
interaksi tersebut.Salah satu norma yang berimplikasi pada ruang sengketa adalah norma
hukum.Keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 310 Ayat (1) juncto Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), padadasarnya menjadi rambu-
rambu dalam interaksi sosial melalui internet. UU ITE mengaturberbagai perlindungan hukum atas kegiatan
yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU
ITE ini juga diatur berbagaiancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. Sementara dalam KUHP,
khususnyaPasal 310 Ayat (1), juga diatur masalah pencemaran nama baik.Setidaknya ada 2 (dua) kasus yang
sudah dijerat dengan UU ITE, yaitu Kasus PritaMulyasari dan Kasus Yogi Santani. Prita Mulyasari didakwa
dengan Pasal 27 Ayat (3)Undang-Undang ITE tentang pencemaran nama baik lewat dunia maya. Berawal
dari rasakecewa Prita atas pelayanan RS Omni Internasional yang ditumpahkan melalui email dandisebarkan
melalui mailing list. Berita kecewa itu menyebar dari satu email ke emaillainnya dan dari milis A ke milis B,
hingga akhirnya terbaca oleh pihak RS. Omni.Penyelesaian yang ditempuh dari pihak RS. Omni adalah
memperkarakan Prita dengandelik aduan pencemaran nama baik. Prita Mulyasari dijerat dengan Pasal 27Ayat
(3) yangbunyi selengkapnya : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronikdan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemarannama baik”. Pada Kasus Yogi Sentani,
penyidik Mabes Polri menuduh Yogi melanggar Pasal 35 jo Pasal 51 Ayat (1) UU ITE.
Ancaman pidana pasal itu di atas lima tahun. Yogi didugamenyebarkan foto korban Sukhoi
Superjet 100 di Cijeruk Gunung Salak, beberapa waktulalu, yang ternyata foto tersebut adalah korban tragedi
pesawat di India pada tahun 2010.Penyebaran foto itu berdampak pada kejiwaan keluarga korban yang masih
menungguproses evakuasi dari tempat kejadian. Pasal 35 UU ITE menyebutkan “Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan,perubahan, penghilangan,
pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronikdengan tujuan agar informasi elektronik dan
atau dokumen elektronik tersebut dianggapseolah- olah data yang otentik”. Pasal 51 Ayat (1)
menyebutkan, “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 miliar”.[3]
PENUTUP
Terlepas dari pro kontra yang terjadi, dampak positif maupun negative daripemanfaatan media sosial di
Indonesia sangat luas mencakup berbagai bidang. Mesikipunpenggunaan dan pemanfaatannya menjadi hak
bagi setiap warga negara Indonesia sebagaisarana kebebasan untuk berpendapat yang telah dijamin oleh
Undang-Undang Dasar 1945yang tertuang dalam pasal 28, perlu adanya regulasi serta hukum yang khusus
mengaturpemanfaatkan dan penggunaan agar dapat meminimalisi tindak kejahatan siber (cybercrime) yang
dapat merugikan banyak pihak bahkan mengancam keutuhan Negara KesatuanRepublik Indonesia. Selain
regulasi serta hukum, pemahaman oleh masyarakat dansosialisasi oleh pihak berwenang tentang regulasi yang
ada menjadi hal yang wajib untukdilaksanakan. Sebab sebaik apapun Undang-Undang (ITE) dibuat jika tanpa
kesadaranakan hukum dari masyarakat tidak akan berpengaruh. Dan yang terpenting sebagaipengguna dapat
menjaga etika dan bijak dalam ber-media sosial.
REFERENSI
[1] Indonesia, Undang-Undang Telekomunikasi, UU No. 36 tahun 1999, LN No. 154Tahun 1999, TLN No.
3881, Penjelasan Umum
[2] Perkembangan Pengguna Internet dan Media sosial di Indonesia diambil darihttps://wearesocial.com
[3] Hati-hati Memanfaatkan Media Sosial, diambil dari http://www.bin.go.id
[4] Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE)
[5] UU ITE Baru dan Risiko Hukum Bagi Pengguna Media Sosial, diambil
darihttp://www.hukumonline.com
[6] UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU no 11 Tahun 2008
[7] Biro Humas Kementrian Kominfo Siaran Pers Kementerian Komunikasi dan InformatikaNo.
84/HM/KOMINFO/07/2017 Tentang Pemutusan Akses Aplikasi Telegram
dan No.86/HM/KOMINFO/07/2017 Tentang Perkembangan Terkini Mengenai Pemblokiran AksesAplikasi
Telegram.