Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urtikaria dan angioedema merupakan kelainan kulit yang sering dijumpai.
Angioedema merupakan kegawatdaruratan dan lesi urtikaria yang bertahan lebih dari
72 jam merupakan indikasi pasien rawat inap.8 Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit
akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat
timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi
dipermukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.3
Urtikaria merupakan erupsi eritematosa yang meninggi, terjadi secara singkat
atau edema bagian dermis erupsi eritematosa yang meninggi, terjadi secara singkat atau
edema bagian dermis bagian atas dan berhubungan dengan rasa gatal.7
Urtikaria juga didefinisikan sebagai suatu kelainan yang terbatas pada bagian
superfisialis kulit berupa bintul (wheal) yang berbatas jelas dengan dikelilingi daerah
yang eritematus. Pada bagian tengah bintul tampak kepucatan. Biasanya kelainan ini
bersifat sementara (transient), gatal dan bisa terjadi di daerah manapun di seluruh
permukaan kulit.1
Urtikaria merupakan penyakit dermatologis umum, 15–25% penduduk dalam
waktu tertentu dalam hidupnya pernah mengalaminya. Urtikaria dapat terjadi pada
semua jenis kelamin dan berbagai kelompok umur. Angka kejadian pada urtikaria akut
(40–60%) dibandingkan pada urtikaria kronik (10–20%).7
Frekuensi urtikaria diperkirakan sebesar 20% dari seluruh populasi, dapat
terjadi pada semua umur namun lebih sering pada wanita dan biasanya pada usia 20-
40 tahun.3 Sekitar 40% pasien urtikaria disertai angioedema, 50% hanya dengan
urtikaria sedangkan angioedema saja sebesar 10%.4 Ada banyak faktor penyebab
urtikaria dan angioedema seperti toleransi terhadap makanan, infeksi, obat-obatan,
trauma fisik dan penyakit sistemik, namun 70-95% penyebabnya masih belum
diketahui terutama pada urtikaria kronik. Hal ini seringkali menimbulkan masalah
fisik, psikis maupun sosial dalam kehidupan penderita sehari-hari sehingga
mempengaruhi kualitas hidupnya.2

1
Urtikaria dan angioedema merupakan penyakit yang pengobatannya menitik
beratkan pada etiologinya sehingga dalam penegakan diagnosis sangat diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang komprehensif untuk menentukan klasifikasi
serta pemeriksaan penunjang yang sesuai agar dapat memberikan edukasi dan terapi
yang tepat kepada pasien serta menghemat biaya yang harus dikeluarkan.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Urtikaria adalah reaksi vaskuler pada kulit ditandai dengan adanya edema
setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat atau
kemerahan, umumnya dikelilingi oleh halo kemerahan (flare) dan disertai rasa gatal
yang berat, rasa tersengat atau tertusuk.3
Urtikaria merupakan suatu kelompok penyakit yang mempunyai kesamaan pola
reaksi kulit yang khas.8 Ruam urtikaria cepat timbul dan hilang perlahan-lahan dalam
1-24 jam. Sedangkan angioedema adalah urtikaria yang terjadi pada lapisan dermis
bagian bawah atau subkutis, sering mengenai wajah dan membran mukosa seperti bibir,
laring dan genetalia. Pada angioedema lebih dominan rasa nyeri daripada gatal dan
ruamnya hilang secara perlahan dalam 72 jam.2
Urtikaria (hives, biduren) ialah erupsi eritematosa yang meninggi, terjadi secara
singkat atau edema bagian dermis bagian atas dan berhubungan dengan rasa gatal.1
Gambaran dari urtikaria yaitu: peninggian dengan berbagai ukuran baik dengan atau
tanpa dikelilingi eritema, rasa gatal atau kadang-kadang timbul rasa terbakar dan kulit
akan kembali normal.7
Berdasarkan waktu, urtikaria mempunyai 2 bentuk yaitu urtikaria akut (UA)
yang berlangsung kurang dari enam minggu dan urtikaria kronik (UK) yang
berlangsung lebih dari enam minggu. Urtikaria akut sering terjadi pada anak-anak.
Penyebab paling umum untuk urtikaria akut adalah obatobatan, vitamin, suplemen,
makanan, food additives, minuman, infeksi, kontak alergi, bahan inhalasi, transfusi
darah, vaksinasi. Urtikaria kronik biasanya penyebabnya bukan lagi karena alergi
makanan. Ada beberapa sumber yang bisa menimbulkan urtikaria kronik, yaitu faktor
nonimunologik (bahan kimia, paparan fisik, zat kolinergik, infeksi dan penyakit
infeksi) dan faktor imunologik.7

3
2.2 Epidemiologi

Urtikaria dan angioedema adalah salah satu masalah kesehatan yang umum
dijumpai di dunia. Urtikaria akut memiliki durasi kurang dari 6 minggu 3 sedangkan
urtikaria kronik lebih dari 6 minggu. Urtikaria akut biasanya dapat ditangani dengan
mudah, namun adanya manifestasi klinis angioedema dapat menyebabkan suatu
kegawatan. Urtikaria kronis diasosiasikan dengan tingginya angka morbiditas dan
penurunan kualitas hidup. Angioedema dan lesi urtikaria yang bertahan lebih dari 72
jam merupakan 2 indikasi pasien dirawat di rumah sakit.8
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Usia, ras, jenis kelamin,
pekerjaan, lokasi geografik, dan musim dapat menjadi agen predisposisi bagi urtikaria.
Berdasarkan data dari National Ambulatory Medical Care Survey dari tahun 1990
sampai dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69% dari semua pasien urtikaria yang
datang berobat ke pusat kesehatan. Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan
30-40 tahun. Menurut Sheldon (1951) juga menyatakan bahwa umur rata-rata penderita
urtikaria adalah 35 tahun, sering dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih
dari 60 tahun.3
Urtikaria merupakan penyakit dermatologis umum, 15–25% penduduk dalam
waktu tertentu dalam hidupnya pernah mengalaminya. Urtikaria dapat terjadi pada
semua jenis kelamin dan berbagai kelompok umur. Angka kejadian pada urtikaria akut
(40–60%) dibandingkan pada urtikaria kronik (10–20%).7 Frekuensi urtikaria
diperkirakan sebesar 20% dari seluruh populasi, dapat terjadi pada semua umur namun
lebih sering pada wanita dan biasanya pada usia 20-40 tahun. Sekitar 40% pasien
urtikaria disertai angioedema, 50% hanya dengan urtikaria sedangkan angioedema saja
sebesar 10%.4 Ada banyak faktor penyebab urtikaria dan angioedema seperti toleransi
terhadap makanan, infeksi, obat-obatan, trauma fisik dan penyakit sistemik, namun 70-
95% penyebabnya masih belum diketahui terutama pada urtikaria kronik.2
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang
normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Umur,

4
ras, jabatan, pekerjaan, letak geografis, dan perubahan musim dapat mempengaruhi
hipersensivitas yang diperankan oleh IgE. Penisilin tercatat sebagai obat yang sering
menimbulkan urtikaria.1

2.3 Etiologi dan Patogenesis

Urtikaria terjadi karena adanya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas


kapiler sehingga terjadi transudasi cairan setempat yang secara klinis tampak edema
lokal disertai eritema. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator seperti histamin, leukotrien, sitokin dan kemokin
yang juga mengakibatkan peningkatan regulasi endothelial adhesion molecules
(ELAMs) dan vascular adhesion molecules (VCAMs) disertai migrasi sel
transendotelial dan kemotaksis.2
Pelepasan mediator tersebut terjadi karena adanya degranulasi sel mast akibat
rangsangan atau paparan dari alergen. Ada beberapa agen yang dapat mengaktivasi sel
mast untuk melepaskan histamin antara lain substansi P, Vasoactive intestinal
polypeptide (VIP), latex, surfaktan, dextran, morfin dan codein. Penyebab terjadinya
angioedema antara lain adalah adanya defisiensi C1 esterase inhibitor (C1INH) yang
berfungsi menghambat pembentukan kinin, aktivasi komplemen yang menghasilkan
vasoactive kinin-like peptides dan pembentukan bradikinin.2
Kinin adalah peptida dengan berat molekul rendah yang ikut berperan dalam
proses inflamasi dengan mengaktivasi sel endotelial dan menyebabkan terjadinya
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular.2
Berbagai mekanisme menyebabkan aktivasi sel mast, dan digolongkan
menjadi:3
1. Faktor imunologik yang terdiri atas:
– Hipersensitivitas tipe cepat yang diperantarai IgE, contohnya Obat.
– Aktivasi komplemen jalur klasikmaupun alternatif, menghasilkan
anafilatoksin (C3a, C4a dan C5a) yang menyebabkan pelepasan mediator
sel mast.

5
2. Faktor Non Imnunologik yang mengakibatkan aktivasi langsung sel mast oleh
penyebab, misalnya bahan kimiapelepas mediator (morfin, kodein, media radio-
kontras, aspirin, NSAID, benzoat), dan faktor fisik (suhu, mekanik, sinar-X,
ultraviolet, efek kolinergik.3

(gambar patogenesis urtikaria)

Berdasarkan etiologinya urtikaria dibagi menjadi :2


1. urtikaria imunologik : urtikaria autoimun, kontak alergi dan kompleks imun
2. urtikaria nonimunologik: urtikaria fisik, karena obat-obatan dan kontak non
alergi.
3. Urtikaria idiopatik.
Menurut European Academy of Allergology and Clinical Immunology
(EAACI) tahun 2006 secara klinis urtikaria diklasifikasikan menjadi:2
1. urtikaria spontan: urtikaria akut dan urtikaria kronis.
2. Urtikaria fisik: dermografik, delayed pressure, panas, dingin, solar dan getaran

6
3. Urtikaria spesifik: kolinergik, adrenergik, kontak (alergi/non alergi) dan
aquagenik.
Para ahli yang lain menambahkan klasifikasi dengan urtikaria yang berhubungan
dengan penyakit lain seperti urtikaria pigmentosa (mastositosis) dan vaskulitis.
Penyebab urtikaria sangat beragam, diantaranya: obat, makanan, dan food additives,
infeksi dan infestasi, proses inflamasi, penyakit sistemik dan keganasan, proses
autoimun dan rangsangan fisik. Lebih dari 50% urtikaria kronis adalah idiopatik.2
Obat merupakan penyebab tersering urtikaria akut dan dapat menimbulkan
urtikaria secara imunilogik maupun non-imunologik. Jenis obat yang sering
menimbulkan urtikaria adalah penisilin dan derivatnya, sulfonamid, analgesik, aspirin,
dan obat NSAID.3
Makanan juga merupakan penyebab urtikaria, peranan makanan ternyata lebih
penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi imunologik. Makanan yang sering
menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi,
keju, bawang, dan semangka. Sebagian kecil (<10%) urtikaria kronis disebabkan oleh
food additives misalnya ragi, salisilat, asam sitrat, asam benzoat dan pewarna
makanan.3
Infeksi dan infestasi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri,
virus, jamur, maupun infestasi parasit. Serta gigitan atau sengatan serangga dapat
menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE ( tipe I ) dan
tipe seluler ( tipe IV ).tetapi venom dan toksin biasanya dapat mengaktifkan
komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya dapat menimbulkan urtika
bentuk popular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh dengan sendirinya setelah
beberapa hari, minggu, atau bulan.3
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang,
dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). reaksi ini
sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan nafas.3
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan,
dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non
imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit

7
sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena
Darier.3
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi
lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Faktor genetik juga
berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal
dominant. Diantaranya ialah familial cold urticaria, familial localized heat urticaria,
vibratory angiodema. Begitu juga tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler.3

2.4 Klasifikasi

Urtikaria/angioedema dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi ataupun


klinis, namun dalam praktek sehari-hari lebih mudah mengklasifikasikannya secara
klinis daripada etiologi yang sulit untuk ditegakkan. Klasifikasi berguna dalam
menentukan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan yang tepat bagi pasien
urtikaria/angioedema.2
Berdasarkan etiologinya urtikaria dibagi menjadi :
1. Urtikaria imunologik : urtikaria autoimun, kontak alergi dan kompleks imun
2. Urtikaria nonimunologik: urtikaria fisik, karena obat-obatan dan kontak non
alergi.
3. Urtikaria idiopatik.
Menurut European Academy of Allergology and Clinical Immunology
(EAACI) tahun 2006 secara klinis urtikaria diklasifikasikan menjadi:
1. Urtikaria spontan: urtikaria akut dan urtikaria kronis.
2. Urtikaria fisik: dermografik, delayed pressure, panas, dingin, solar dan getaran
3. Urtikaria spesifik: kolinergik, adrenergik, kontak (alergi/non alergi) dan
aquagenik.
Para ahli yang lain menambahkan klasifikasi dengan urtikaria yang
berhubungan dengan penyakit lain seperti urtikaria pigmentosa (mastositosis) dan
vaskulitis.

8
Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau
berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu biasanya hilang
dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan dengan atopi.
Sekitar 20%-30% pasien dengan urtikaria akut berkembang menjadi kronis atau
rekuren.2
Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu2,
pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih dari 6
minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah dan dapat
mengganggu kesehatan terkait dengan kualitas hidup.2
Dermographism
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan
merupakan suatu edema setempat berbatas tegas yang biasanya berbentuk linier yang
tepinya eritem yang muncul beberapa detik setelah kulit digores. Dermographism
tampak sebagai garis biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang
sementara muncul secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi,
kulit biasanya mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat muncul.2
Delayed pressure urticaria
Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema lokal,
sering disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap
kulit. Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di bawah sabuk
pengaman, pada kaki setelah berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan
dengan tangan.2
Local heat urticaria
Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi dalam
beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal, biasanya muncul 5 menit
setelah kulit terpapar panas diatas 43°C. Area yang terekspos menjadi seperti terbakar,
tersengat, dan menjadi merah, bengkak dan indurasi.2

9
Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan
(herediter). Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang meliputi
perubahan dalam temperatur lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin.
Jarak antara paparan dingin dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam,
dan rata-rata durasi episode adalah 12 jam.2

Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadang-
kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan sinar
matahari atau sumber cahaya buatan. Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil
dan neutrofil dapat ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A
(UVA), UVB, dan sinar atau cahaya yang terlihat.2

Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat, dapat
berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa tahun karena paparan
vibrasi okupasional seperti pada pekerja-pekerja di pengasahan logam karena getaran-
getaran gerinda. Urtikaria ini dapat sebagai kelainan autosomal dominan yang
diturunkan dalam keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada
wajah.2

Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh. Cholinergic
urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast. Erupsi tampak dengan
biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare
eritema sedikit atau luas merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.2

10
Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white halo
yang terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi karena peran
norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah rangsangan faktor pencetus seperti
emosional (rasa sedih), kopi, dan coklat.2

Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus


Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan
urtikaria dan atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak sebagai
pembawa antigen-antigen epidermal yang larut air. Erupsi terdiri dari biduran-biduran
kecil yang mirip dengan cholinergic urticaria.2

2.5 Gambaran Klinis

Rasa gatal yang hebat hampir selalu merupakan keluhan subyektif urtikaria,
dapat juga timbul rasa terbakar atau rasa tertusuk dan gejala lain yaitu :3
1. Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:
 Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
 Biduran berwarna merah muda sampai merah.
 Lesi dapat menghilang dalam 24-48 jam, tapi lesi baru dapat mucul
seterusnya.
 Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare,
muntah dan nyeri kepala.
2. Tanda urtikatria adalah sebagai berikut:
 Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-
kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
 Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.
 Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi,
respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress.

11
 Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan,
maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan
perubahan pigmentasi.
 Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan objek
tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.
 Edema jaringan kulit yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan
submukosa atau subkutan pada angioedema.3

(gambaran klinis urtikaria)

(gambaran klinis angioderma)

12
2.6 Diagnosa

Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat, umumnya
diagnosis urtikaria dan angioderma dapat ditegakkan dengan mudah. Pemeriksaan
penunjang dibutuhkan untuk menyokong diagnosis dan mencari penyebab. Perlu pula
dipertimbangkan beberapa penyakit sebagai diagnosis banding karena memiliki gejala
urtikaria atau mirip urtika dalam perjalanan penyakitnya, yaitu vaskulitis mastositis,
pemfigoid bulosa, pitriasis rosea tipe papular, lupus eritematosus kutan, anafilaktoid
purpura, dan morbus Hansen. Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini perlu
dilakukan pemeriksaan histopatologis kulit.3
Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi rash/ruam, dan gatal
dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik.3
Beberapa pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah
sebagai berikut:2
 Apakah biduran berhubungan dengan makanan, Apakah ada makanan baru yang
ditambahkan dalam menu makanan?
 Apakah pasien sedang menjalani pengobatan rutin atau menggunakan obat baru?
Jika iya, apakah jenis obat tersebut?
 Apakah pasien mempunyai penyakit kronik atau riwayat penyakit kronik?
 Apakah biduran disebabkan oleh stimulus fisik seperti panas, dingin, tekanan,
vibrasi?
 Apakah biduran berhubungan dengan senyawa yang dihirup atau kontak dengan
kulit yang mungkin timbul pada tempat kerja?
 Apakah biduran berhubungan dengan gigitan atau sengatan serangga?

Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi:2
 Lokalisasi: badan, ekstremitas, kepala, dan leher.
 Efloresensi: eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan elevasi
kulit, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.

13
 Ukuran: beberapa milimeter hingga sentimeter.
 Bentuk: papular, lentikular, numular, dan plakat.
 Dermographism
b. Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan
menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa,
diantaranya adalah:
 Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak.
 Angiodema pada bibir, lidah, atau laring.
 Sclera ikterik, pembesaran hepar, atau nyeri yang mengindikasikan
hepatitis
 Pemeriksaan pulmonal untuk mencari apakah ada riwayat asthma
 Ekstremitas untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur.2
Pemeriksaaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada urtikaria terutama ditujukan untuk mencari
penyebab atau pemicu urtikaria. Adapum pemeriksaan yang dilakukan adalah:3
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Pemeriksaan darah
rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit
penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi,
elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan urinalisis akan
membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4
komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.
Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.3,2

b. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.


Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.3

14
c. Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan
melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik
(radio-allergosorbent test-RASTs).Tes injeksi intradermal menggunakan
serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai sebagai
tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif
seperti histamine-releasing autoantibodies.3,2

d. Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes
alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes
provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya.
Tes provokasi meliputi:3,2
1. Tes eleminasi makanan
Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.3,2
2. Tes Kulit
Meskipun terbatas kegunaannya dapat digunakan untuk membantu
diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes
intradermal dapat digunakan untuk mencari allergen inhalan, makanan
dermatofit, dan kandida.3,2

15
(scratch test) (skin prick test)

3. Ice Cube Test


Tes dengan es (ice cube test) biasanya digunakan untuk mendiagnosis
cold urtikaria.3,2

(ice cube test)


e. Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu diagnosis.
Pada urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis. Tidak terdapat
perubahan epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan peningkatan jarak
antara serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh edema dermis. Selain itu
terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di papilla dermis dan pembuluh limfe
pada kulit yang berkaitan. Selain itu terdapat suatu infiltrat limfositik
perivaskuler dan mungkin sejumlah eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya
pada kulit yang bersangkutan.3,2
Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan kronik.
Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu campuran
limfosit, polymorphonuclear leukocyte (PMN), dan sel-sel inflamasi lainnya.
Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan histopatologi dari respon
alergi fase akhir. Beberapa pasien dengan urtikaris yang sangat parah atau
urtikaria atipikal memiliki vaskulitis pada biopsi kulit. Spektrum histopatologi
berhubungan derajat keparahan penyakit, mulai dari limfositik (ringan) sampai
ke vaskulitik (parah) .3,2

16
2.7 Diagnosis Banding

A. Sengatan serangga multipel


Pada sengatan serangga akan terlihat titik di tengah bentol yang merupakan
bekas sengatan serangga.2

B. Angioedema herediter
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang disertai urtikaria. Pada kelainan
ini terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai rasa sakit dan
terkadang disertai edema laring. Edema biasanya mengenai ekstremitas dan
mukosa gastrointestinal yang sembuh setelah 1-4 hari. Pada keluarga terdapat
riwayat penyakit yang serupa. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan kadar
komplemen C4 dan C2 yang menurun dan tidak adanya inhibitor C1-esterase dalam
serum.2
C. Vaskulitis
Vaskulopati livedoid (VL) atau yang dikenal juga sebagai vaskulitis livedoid,
vaskulitis livedo, dan atrophie blanche adalah penyakit kulit ulkus yang nyeri
rekuren, kronik, pada ekstremitas bawah yang disertai dengan livedoid reticularis
(livedo racemosa) yang sering berwarna ungu gelap. Vaskulopati livedoid terutama
terjadi wanita daripada laki-laki dengan 3 : 1, dapat muncul pada usia berapapun
namun paling sering muncul antara usia 15-50 tahun dengan usia rata-rata adalah
32 tahun.5,3
D. Anafilaktoid Purpura
Purpura Henoch-Schönlein (PHS) atau disebut juga sebagai purpura
anafilaktoid adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah
kecil sistemik. Penyakit ini ditandai oleh lesi kulit spesifik berupa purpura
nontrombositopenik, artritis, nyeri perut dan perdarahan saluran cerna, serta dapat
pula disertai nefritis. Kelainan ini dapat mengenai semua usia, tetapi sebagian besar
terjadi pada anak usia antara 2 - 11 tahun, lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan dengan perbandingan 1,5 : 1. Insidens kelainan ini
rata-rata 14 per 100.000 populasi.6,3

17
2.8 Penatalaksanaan

Hal terpenting dalam penatalaksanaan urtikaria adalah identifikasi dan


eliminasi penyebab dan faktor pencetus. Pasien juga dijelaskan tentang pentingnya
menghindari kensumsi alkohol, kelelahan fisik dan mental, tekanan pada kulit misalnya
pakaian yang ketat, dan suhu lingkungan yang panas, karena hal tersebut dapat memicu
urtikaria.3
Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang-kadang
sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan pengobatan. Prinsip pengobatan
urtikaria akut adalah sebagai berikut.2

Penanganan Umum
1. Eliminasi/Penghindaran faktor penyebab
2. Antihistamin
Medikamentosa utama adalah antihistamin karena mediator utama pada
urtikaria adalah histamin. Preparat yang bisa digunakan:
 Antihistamin H1 generasi I (sedatif), misal Chlorfeniramin
Maleat (CTM) dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis, atau antihistamin H1 generasi II (nonsedatif), contoh
setirizin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/kali (usia < 2 tahun: 2
kali/hari; usia > 2 tahun: 1 kali/hari). Pada urtikaria akut
lokalisata cukup diberikan antihistamin H1.
 Penambahan antihistamin H2, misal simetidin 5 mg/kgBB/kali,
3 kali/hari dapat membantu efektifitas antihistamin H1.

Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit
setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan
lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Antihistamin dapat diberikan selama
7-10 hari.2

18
3. Adrenergik
Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distress pernapasan, asma
atau edema laring, mula-mula diberi adrenalin (1:1000) dengan dosis 0,01
ml/kgBB/kali subkutan (makasimal 0,3 ml) dilanjutkan dengan pemberian
antihistamin.2

4. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan bila tidak memberi respon yang baik dengan obat
lain dengan mewaspadai efek samping yang dapat terjadi. Kortikosteroid
jangka pendek digunakan pada urtikaria akut yang berat dengan atau tanpa
angioedema atau bila urtikaria diduga berlangsung akibat reaksi alergi fase
lambat. Obat yang digunakan adalah prednison dengan dosis 1
mg/kgBB/hari selama 5 hari, tapering off biasanya tidak
dibutuhkan pada urtikaria akut.2

5. Antileukotrien (Leukotriene pathway modifiers)


Antileukotrien dapat digunakan bersamaan dengan antihistamin H1 untuk
menangani urtikaria yang tidak terkontrol, tetapi penggunaannya sebagai
terapi tunggal masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Antileukotrien
pernah tercatat memiliki manfaat pada kasus alergi aspirin, namun efek
sesungguhnya masih belum dapat dipastikan. Salah satu antileukotrien yang
sering dipakai adalah montelukast dengan dosis yang dianjurkan untuk anak-
anak adalah 4-5 mg/hari. Tablet 4 mg digunakan pada anak 2-6 tahun dan 5
mg digunakan pada anak 6-15 tahun. Di Indonesia, antileukotrien itu sendiri
masih jarang digunakan dan preparatnya pun masih sangat terbatas. Preparat
antileukotrien yang telah beredar di Indonesia adalah zafirlukast, sedangkan
montelukast belum tersedia. Zafirlukast dapat digunakan untuk mengobati
asma akibat alergi.2

19
Golongan Obat Dosis Frekuensi
Antihistamin H1 (generasi ke-1, sedatif)
Hydroxizine 0,5-2 mg/kg/kali Setiap 6-8 jam
(dewasa 25-100 mg)
Diphenhydramin 1-2 mg/kg/kali Setiap 6-8 jam
(dewasa 50-100 mg)
Chlorpheniramin 0,25 mg/kg/hari Setiap 8 jam
Maleat (dibagi 3 dosis)
Antihistamin H1 (generasi ke-2, nonsedatif)
Setirizin 0,25 mg/kg/kali 6-24 bulan: 2 kali/hari
>24 bulan: 1 kali/hari
Fexofenadin 6-11 tahun: 30 mg 2 kali/hari
> 12 tahun: 60 mg
Dewasa : 120 mg 1 kali/hari
Loratadin 2-5 tahun: 5 mg 1 kali/hari
> 6 tahun: 10 mg
Desloratadin 6-11 bulan: 1 mg 1 kali/hari
1-5 tahun: 1,25 mg
6-11 tahun: 2,5 mg
>12 tahun: 5 mg
Antihistamin H2
Cimetidine Bayi: 10-20 mg/kg/hari Tiap 6-12 jam (terbagi 2-4 dosis
Anak: 20-40 mg/kg/hari
Ranitidine 1 bln-16 tahun: 5-10 Tiap 12 jam (terbagi dalam 2
mg/kg/hari dosis)
2
(terapi histamin untuk terapi urtikaria) .

Asian consensus guidelines yang diajukan oleh AADV pada tahun 2011untuk
pengelolaan urtikaria kronis dengan menggunakan antihistamin H1 non-sedasi, yaitu:3
 Antihistamin H1 non-sedasi (AH1-ns), bila gejala menetap setelah 2 minggu.
 AH1-ns dengan dosis ditingkatkan sampai 4 akli, bila gejala menetap setelah 1-
4 minggu.
 AH1 sedasi golongan lain + antagonis antagonis leukotrien, bila terjadi
eksaserbasi gejala, tambahkan kortikosteroid sistemik 3-7 hari.
 Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu, tambahkan siklosporin A, AH2,
dapson, omalizumab.
 Eksaserbasi diatasi dengan kortikosteroid sistemik 3-7 hari.3

20
Penanganan Khusus
Dilakukan sesuai dengan diagnosis jenis urtikaria.2
Penanganan Topikal
Untuk mengatasi pruritus, dapat diberikan lotion calamin atau bedak salisilat.
Urtikaria kronim biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah etap identifikasi dan
menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga sulit dilakukan. Untuk ini, selain
antihistamin H1, juga dapat menambahkan obat antihistamin H2. Kombinasi lain yang
dapat diberikan adalah antihistamin H1 dan H2 pada malam hari atau antihistamin H1
dengan antidepresan trisiklik. Pada kasus berat dapat diberikan antihistamin H1 dengan
kortikosteroid jangka pendek. .2

Suportif
 Lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas atau
pengap, dan ruangan tidak penuh sesak). Pakaian, handuk, sprei, dibilas bersih
dari sisa deterjen dan diganti lebih sering.
 Pasien dan keluarga diedukasi untuk kecukupan hidrasi, dan menghindarkan
garukan untuk mencegah infeksi sekunder
Indikasi Rawat Inap
Urtikaria yang meluas dengan cepat (hitungan menit-jam) disertai dengan
angioedema hebat, distres pernapasan, dan nyeri perut hebat.2

2.9 Prognosis

Prognosis urtikaria akut baik, karena penyebabnya dapat diketahui dengan


mudah, untuk selanjutnya dihindari. Urtikaria kronis merupakan tantangan bagi dokter
maupun pasien, karena membutuhkan penanganan yang komperhensif untuk mencari
penyebab dan menentukan jenis pengobatannya. Walaupun umumnya tidak
mengancam jiwa, namun dampaknya terhadap kualitas hidup pasien sangat besar.
Urtikaria yang luas atau disertai dengan angiodermamerupakan kedaruratan sehingga
membutuhkan penanganan yang tepat untuk menurunkan mortalitas.3

21
BAB III

KESIMPULAN

Urtikaria adalah reaksi vaskuler pada kulit ditandai dengan adanya edema
setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat atau
kemerahan, umumnya dikelilingi oleh halo kemerahan (flare) dan disertai rasa gatal
yang berat, rasa tersengat atau tertusuk.
Urtikaria terjadi karena adanya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga terjadi transudasi cairan setempat yang secara klinis tampak edema
lokal disertai eritema. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator seperti histamin, leukotrien, sitokin dan kemokin
yang juga mengakibatkan peningkatan regulasi endothelial adhesion molecules
(ELAMs) dan vascular adhesion molecules (VCAMs) disertai migrasi sel
transendotelial dan kemotaksis.
Berdasarkan waktu, urtikaria mempunyai 2 bentuk yaitu urtikaria akut (UA)
yang berlangsung kurang dari enam minggu dan urtikaria kronik (UK) yang
berlangsung lebih dari enam minggu. Urtikaria akut sering terjadi pada anak-anak.
Penyebab paling umum untuk urtikaria akut adalah obatobatan, vitamin, suplemen,
makanan, food additives, minuman, infeksi, kontak alergi, bahan inhalasi, transfusi
darah, vaksinasi. Urtikaria kronik biasanya penyebabnya bukan lagi karena alergi
makanan. Ada beberapa sumber yang bisa menimbulkan urtikaria kronik, yaitu faktor
nonimunologik (bahan kimia, paparan fisik, zat kolinergik, infeksi dan penyakit
infeksi) dan faktor imunologik.
Untuk diagnosis urtikaria dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis
yang cermat, umumnya diagnosis urtikaria dan angioderma dapat ditegakkan dengan
mudah. Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menyokong diagnosis dan mencari
penyebab.
Dalam penatalaksanaan urtikaria yang terpenting adalah identifikasi dan
eliminasi penyebab dan faktor pencetus. Pasien juga dijelaskan tentang pentingnya
menghindari kensumsi alkohol, kelelahan fisik dan mental.

22
Prognosis urtikaria akut baik, karena penyebabnya dapat diketahui dengan
mudah, untuk selanjutnya dihindari. Urtikaria kronis merupakan tantangan bagi dokter
maupun pasien, karena membutuhkan penanganan yang komperhensif untuk mencari
penyebab dan menentukan jenis pengobatannya. Namun bila urtikaria kronis disertai
angioderma merupakan kegawatdaruratan medis.

23
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1.Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan Angioedema


dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.
2. Fitria. (2013). Aspek Etiologi dan Klinis pada Urtikaria dan Angioedema. Aceh:
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala; Volume 13 Nomor 2
3. Keplen, Allen. (2008). Urticaria in Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine
Seventh edition. New York: p.330
4. Linuwih S, Menaldi SW. (2018). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Puspita S, Brahmanti H, Prabawati D. (2018). Terapi Methotrexate pada Pasien
dengan Vaskulopati Livedoid. Malang. Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya; Vol 5, No 1
6. Tendean S, Sjawitri P. (2005). Laporan Kasus: Purpura Henoch-Schönlein. Jakarta.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI; Vol. 7, No. 1
7. Vella, Widiasmara D, Hutomo M. (2010). Urtikaria - Studi Retrospektif. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit &
Kelamin; Vol. 22 No. 3
8. Wirantari N, Rosita C. (2014). Urtikaria dan Angioedema: Studi Retrospektif.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. BIKKK; Vol. 26 / No.
3

24

Anda mungkin juga menyukai