Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH EKONOMI PERTANIAN

“SUMBER SUMBER PEMBIAYAAN”

DOSEN PENGAMPU : Ainul Mardhiyah,SP,.M.Si

Disusun Oleh:Kelompok VIII

EVI NOVIANA PARDEDE (7171141007)

YOHANA SIJABAT (7171141026)

DAMAYANTI MANULLANG (7173341009)

TUPPAL HAMONANGAN MALAGO (7171141025)

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN, 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunianya makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan judul “Potret
Lembaga Pembiayaan Sektor Pertanian” tepat pada waktunya. Tak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membimbing dan membantu
kami dalam menyelesaikan tugas ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, umtuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Penyusun menyadari
bahwa penulisan maupun pelaporan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu saran dan kritik dari pembaca yang membangun sangat penulis
harapkan guna menyempurnakan tugas ini. Semoga para pembaca mendapatkan
informasi dari tugas ini dan dapat bermanfaat untuk kami juga pada para pembaca
sekalian.

Medan, 23 Oktober 2019

Penulis kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3

BAB I .................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................... 5

BAB II ................................................................................................................................ 6

PEMBAHASAN ................................................................................................................ 6

2.1 Potret Lembaga Pembiayaan Sektor Pertanian ........................................................ 6

2.1.1 Lembaga Pembiayaan Sektor Pertanian ............................................................. 8

2.2 Sistem Kredit Pertanian ......................................................................................... 12

2.2.1 Pengertian Kredit Sektor Pertanian .................................................................. 12

2.2.2 Jenis-Jenis Kredit Sektor Pertanian................................................................. 13

2.3 Kendala Kredit Pertanian ....................................................................................... 15

BAB III............................................................................................................................. 17

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 17

3.2 Saran ....................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari13667
pulau dengan 5 pulau besar. Indonesia juga memiliki jumlah penduduk terbayak
ke tiga setelah China dan India. Berdasarkan kondisi geografis tersebut potensi
pemanfaatan sumberdaya wilayah meliputi pertanian, perkebunan, kehutanan,
Perikanan, Peternakan,Pariwisata, Pertambangan, Industri dan jasa,
Perdagangan. Sektor pertanian menduduki peringkat pertama dikarenakan
memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Sektor pertanian menyerap
banyak tenaga kerja sehingga menjadi pendorong bergeraknya sektor ekonomi
riil.
Meskipun mempunyai peran yang sangat strategis, sektor pertanian
mempunyai banyak kendala, salah satunya yang paling penting adalah kebutuhan
akan modal. Kebutuhan akan modal akan meningkat dimasa mendatang seiring
melonjaknya harga-harga input pertanian, seperti pupuk, obat-obatan, dan upah
buruh. Kendala ini akan menjadi potensi yang besar bagi lembaga keuangan
seperti perbankan swasta maupun negeri. Salah satu peran lembaga keuangan
antara lain menejer investasi, mereka menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan dalam bentuk pinjaman atau pembiayaan. Namun kenyataanya,
perbankan tidak tertarik untuk ‘menggarap’ sektor pertanian. Karakteristik usaha
yang mengandung banyak resiko yang menyebabkan minat lembaga keuangan
dalam memberi pembiayaan sangat minim.
Kegiatan usaha pada sektor pertanian pada umumnya dilaksanakan dengan
pola ekonomi rakyat sebagai bagian dari systemekonomi nasional yang perlu
untuk ditingkatkan, dalam pembangunan ekonominasional peran sektor pertanian
ini merupakan bagian yang tak terpisahkan danmerupakan bagian yang sangat
penting dan strategis.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas adapun yang menjadi rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana potret dari lembaga pembiayaan sektor pertanian ?
2. Apa itu sistem kredit dalam pembiayaan sektor pertanian?
3. Dan apa kendala dalam pembiayaan sektor pertanian itu?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
bagaimana potret dari lembaga pembiayaan , sistem kredit dan kendala yang
dihadapi dalam sektor pertanian.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Potret Lembaga Pembiayaan Sektor Pertanian


Keuangan pertanian dimana pembiayaan perusahaan agribisnis di
dalamnya berhubungan dengan soal-soal keuangan disektor pertanian. Sektor
terakhir ini pada gilirannya termasuk sektor ekonomi yang bersama-sama dengan
sektor industri dan sektor jasa di suatu negara, merupakan sektor ekonomi
nasional negara tersebut. Keuangan pertanian berhubungan dengan permintaan,
penawaran, pengaturan dan permohonan modal di sektor pertanian, sedangkan
pembiayaan perusahaan agribisnis berhubungan dengan semua keperluan dan
pengaturan serta pengontrolan keuangan untuk membiayai status
perusahaan/kegiatan di sektor pertanian. Perusahaan di sektor pertanian disebut
usahatani, selama semua hasil usahatani tersebut ditujukan untuk pasaran,
walaupun peringkat usahanya masih tradisional dan sederhana, masih subsisten,
maupun sudah moderan dan komersil.
Keuangan pertanian adalah suatu studi makro tentang usaha untuk
mendapatkan modal, memakai modal tersebut dan terakhir mengontrolnya di
bidang pertanian dalam arti agregatif, apakah itu bidang pertanian dalam arti
genetif termasuk kehutanan dan perkebunan, atau di bidang peternakan, perikanan
dan di bidang lainnya yang hasilnya bersumber dari alam dan sekitarnya.
Pembiayaan perusahaan agribisnis merupakan bagian dari studi keuangan
pertanian. Sektor pertanian, terutama di negara-negara yang sedang berkembang
mempunyai kedudukan yang sangat penting, bahkan yang paling penting dalam
sektor ekonomi secara keseluruhan. Pembiayaan perusahaan agribisnis adalah
studi mikro tentang bagaimana menyediakan modal, kemudian memakai, dan
akhirnya mengontrolnya di dalam suatu perusahaan agribisnis (Kadarsan , 1992).
Modal pertanian dalam arti makro adalah faktor produksi modal yang
disalurkan, dikelola dan dikontrol di dalam kegiatan ekonomi di sektor pertanian
dalam arti luas dan merupakan salah satu sektor ekonomi nasional. Modal
usahatani dalam arti mikro adalah faktor produksi modal yang disediakan, diolah
dan dikontrol di dalam suatu usahatani perusahan agribisnis maupun suatu
usahatani yang masih sederhana. Modal investasi adalah modal yang dipakai
untuk membiayai pendirian suatu perusahaan untuk memperluas volume
perusahaan atau untuk mengganti peralatan seperti mesin-mesin, bangunan dan
barang-barang modal lainnya. Didalam dunia pertanian biasanya jumlah terbesar
dari modal investasi terdiri dari modal untuk membeli tanah pertanian. Modal
operasional atau modal kerja atau disebut juga modal lancar dipakai untuk
membiayai semua pengeluaran yang menyebabkan perusahaan aktif beroperasi.
Contohnya yaitu untuk membeli bahan-bahan produksi, perlengkapan-
perlengkapan, upah pegawai harian atau borongan, dan biaya-biaya lainnya yang
pada akhirnya setelah proses produksi berjalan akan menghasilkan produk yang
nantinya akan siap untuk dipasarkan. Pengeluaran–pengeluaran untuk tujuan
konsumtif pada masa operasional tersebut juga dibiayai oleh modal operasional
(Riyanto, 1983).
Keuangan pertanian adalah usaha untuk mendapatkan modal, memakai
modal tersebut dan terakhir mengontrolnya yang dilakukan disegala bidang
pertanian dalam arti agregatif. Keuangan pertanian berhubungan dengan
permintaan, penawaran, pengaturan dan permohonan modal di sektor pertanian,
sedangkan pembiayaan perusahaan agribisnis berhubungan dengan semua
keperluan dan pengaturan serta pengontrolan keuangan untuk membiayai suatu
perusahaan/kegiatan di sektor pertanian (usahatani) (Kadarsan, 1992).
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa modal pertanian dalam
arti makro adalah faktor produksi modal yang disalurkan, dikelola dan dikontrol
di dalam kegiatan ekonomi di sektor pertanian. Modal usahatani dalam arti mikro
adalah faktor produksi modal yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam
suatu usahatani perusahaan agribisnis maupun suatu usahatani yang masih
sederhana. Modal dapat berupa modal investasi dan modal operasional.
Penggunaan modal tersebut bertujuan agar perusahaan agribisnis/usahatani dapat
berjalan dan berproduksi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
khususnya masyarakat tani.
2.1.1 Lembaga Pembiayaan Sektor Pertanian
Lembaga pembiayaan sektor pertanian dapat berupa bank ataupun
nonbank.
1. Pusat Pembiayaan Pertanian
Tujuan dan Sasaran
Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui
pembentukan PDB, perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku
industri, pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan
pendapatan masyarakat.Revitalisasi Pertanian yang dicanangkan oleh Presiden RI
mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali pentingnya
sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, dalam arti menyegarkan
kembali vitalitas, memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja
pertanian dalam pembangunan nasional yang terintegrasi dengan masing-masing
subsektor. Sesuai dengan mandat Pusat Pembiayaan Pertanian, maka ditetapkan
tujuan dan sasaran dari organisasi sebagai berikut:

1. Tersusunnya kebijakan dan program pembiayaan pertanian yang fleksibel,


serta tersedianya sumber-sumber pembiayaan yang mudah diakses oleh petani.
2. Terlaksananya kerjasama dengan lembaga-lembaga penyedia jasa keuangan
untuk penyediaan skim-skim kredit yang dibutuhkan oleh petani.
3. Terwujudnya lembaga keuangan yang mampu melayani petani yang
diharapkan dapat menjembatani kebutuhan petani atas jasa dan pelayanan
keuangan.

Sasaran yang ingin dicapai oleh Pusat Pembiayaan Pertanian adalah


membangkitkan kinerja sektor pertanian yang cenderung menurun sebagai akibat
kurangnya perhatian pemerintah dalam mendorong peningkatan akses petani
kepada sumber pembiayaan baik dari perbakan maupun lembaga keuangan
lainnya.

Visi dan Misi


Visi Pusat Pembiayaan Pertanian adalah Menjadi Lembaga yang mampu
menjembatani kebutuhan petani atas pembiayaan yang mudah diakses dalam
upaya mewujudkan pertanian tangguh untuk Pemantapan Ketahanan Pangan,
Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian serta Peningkatan
Kesejahteraan Petani. Untuk mencapai Visi Pusat Pembiayaan Pertanian tersebut,
maka misi yang harus dilaksanakan adalah :

1. Mengembangkan sistem pembiayaan pertanian yang fleksibel sesuai


dengan arah pembangunan pertanian;
2. Mendorong tersedianya subsidi kredit sebagai bentuk keberpihakan
pemerintah dalam pembangunan pertanian;
3. Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumber-sumber
pembiayaan pertanian melalui penjaminan dan pendampingan;
4. Mendorong peningkatan peran lembaga keuangan (bank/non bank) dalam
pembangunan pertanian;
5. Mengembangkan skim-skim kredit pertanian mulai dari hulu - budidaya -
hilir, serta skim-skim yang terintegrasi dengan lembaga pembiayaan
lainnya;
6. Mendorong terbentuknya konsep dan kebijakan pendirian asuransi
pertanian dan Lembaga Pembiayaan Pertanian;
7. Mendorong berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro untuk pertanian di
pedesaan yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Strategi dan Kebijakan Pembiayaan Pertanian


Modal, baik yang berasal dari masyarakat maupun lembaga keuangan sangat
berperan dalam perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia. Walaupun
alokasi pembiayaan untuk kegiatan pertanian ini relatif kecil bila dibandingkan
dengan sektor lain, akan tetapi ketersediaan modal khususnya melalui kredit
program yang telah diluncurkan sejak kredit pola Bimas ternyata mampu
mengantar Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984.
Ketersediaan modal untuk pertanian khususnya kredit lunak saat ini menjadi
sangat terbatas setelah berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia dan LoI antara Pemerintah Indonesia dengan IMF. Kebijaksanaan
tersebut mengisyaratkan bahwa pembiayaan pertanian tidak dapat sepenuhnya
bergantung pada KLBI, akan tetapi lebih banyak mengandalkan ketersediaan
modal yang dimiliki oleh lembaga keuangan perbankan dan non perbankan di
dalam negeri maupun luar negeri, dengan pola penyaluran yang mengarah pada
sistem pembiayaan komersial. Sehubungan dengan itu, diperlukan upaya dalam
memfasilitasi pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan yang ada maupun
pengembangan sumber pembiayaan baru bagi para pelaku agribisnis, mulai dari
petani skala kecil, menengah, koperasi sampai skala besar. Sesuai dengan konteks
Revitaliasi Pertanian maka Strategi yang ditempuh dalam rangka mengembangkan
pembiayaan pertanian adalah sebagai berikut :

1. Menyempurnakan kebijaksanaan pembiayaan yang ada sehingga dapat


meningkatkan aksesibilitas petani dan pelaku agribisnis terhadap sumber
pembiayaan;
2. Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit pertanian yang
mudah diakses oleh petani dan pelaku usaha pertanian lainnya.
3. Meningkatkan aksesibilitas petani atau pelaku pertanian lainnya terhadap
sumber-sumber pembiayaan yang tersedia, baik yang berasal dari perbankan
maupun non perbankan.
4. Mensosialisasikan sumber-sumber pembiayaan pertanian yang telah tersedia.
5. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan dan negara donor di luar
negeri untuk pengembangan pembiayaan pertanian.
6. Mengembangkan pola subsidi bunga kredit agar kredit perbankan terjangkau
oleh petani kecil di pedesaan;
7. Mengembangkan pola penjaminan kredit dan pola pendampingan bagi usaha
mikro, kecil dan menengah pertanian;
8. Mengembangkan pembiayaan pola syariah untuk pembiayaan sektor pertanian;
9. Mengembangkan lembaga keuangan khusus pertanian dan lembaga keuangan
mikro (LKM) pedesaan untuk pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah
pertanian;
10. Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit agribisnis yang
mudah diakses oleh petani;
11. Mengembangkan konsep pendirian Lembaga Pembiayaan Agribisnis
Indonesia;
12. Mengembangkan konsep Asuransi Komoditas Pertanian dan pendirian
Lembaga Asuransi Pertanian.

2. Bank Pertanian
Untuk mempercepat pemberdayaan sektor pertanian diperlukan adanya
satu lembaga pembiayaan/keuangan khusus membiayai kegiatan usaha sektor-
sektor produktif pertanian, terutama bagi usaha pertanian produktif skala mikro
dan kecil. Lembaga tersebutmengadopsi model pembiayaan perbankan namun
hanya terbatas bagi pertanian, tidak pada sektor-sektor lain sebagaimana
umumnya perbankan yang ada saat ini. Usulan ini menarik, mengingat secara
rata-rata penyaluran pembiayaan/kredit pertanian dibanding sektor lain
(perdagangan, konstruksi, jasa dll) masih cukup rendah, yaitu hanya sekira
dibawah 10%. Salah satu penyebabnya adalah karena pembiayaan kegiatan usaha
pertanian, bila dilihat dari sisi risiko pembiayaannya, relatif lebih besar ketimbang
sektor lain. Sehingga, bagi perbankan hal ini menjadi acuan mendasar sebelum
memutus kredit, selain masalah collateral (agunan).
Bank pertanian adalah bank atau lembaga keuangan yang mengkhususkan
diri untuk memberikan pinjaman bagi petani dan nelayan. Bank pertanian dapat
dimiliki oleh negara maupun dikelola oleh swasta.
Di Indonesia, wacana kemunculan bank pertanian mulai ramai di pertengahan
2014 setelah diketahui bahwa bank umum hanya menyalurkan sejumlah kecil
kredit pada usaha pertanian. Menurut data Bank Indonesia, hingga Februari 2013
tercatat penyaluran pembiayaan kredit di sektor pertanian hanya 5,5% dari total
kredit perbankan sebesar Rp2.721,9 triliun, dan sebagian besar tertuju kepada
perkebunan kelapa sawit. Hal ini dikarenakan pertanian masih merupakan sebuah
sektor usaha yang memiliki resiko tinggi sehingga bank cenderung berhati-hati
dalam mengeluarkan pinjaman kepada petani. Karena selama ini dalam undang-
undang perbankan di Indonesia tidak mengenal adanya bank yang khusus
melayani pertanian.
Meski demikian, keberadaan bank pertanian di Indonesia disarankan oleh
akademisi Institut Pertanian Bogor, diinginkan oleh Menteri Pertanian Republik
Indonesia, dan dibutuhkan oleh petani menurut Perhimpunan Petani dan Nelayan
Sejahtera Indonesia.
Tujuan pembentukan bank ini adalah sebagai pemberdayaan dan
pengembangan usaha pertanian yang lebih berpihak pada petani skala mikro dan
kecil yang sangat perlu untuk didukung. Yang perlu dikaji adalah model, peran
dan skema bisnis pertanian yang akan dikelola oleh Bank Pertanian ini. Sebagai
lembaga perbankan, bank ini tunduk pada peraturan Bank Indonesia, terutama
menyangkut ketentuan dan kriteria penyaluran kredit, tingkat kecukupan modal,
batas pinjaman macet (NPL), dan ketentuan lainnya sebagaimana bank
konvensional yang ada saat ini.

2.2 Sistem Kredit Pertanian

2.2.1 Pengertian Kredit Sektor Pertanian


Masalah seputar penyediaan modal dan sulitnya akses ke perbankan umum
adalah kendala yang sering dilontarkan oleh para petani, baik petani tradisionil,
pedagang maupun pengumpul hingga industri rumah tangga yangberbasis
pertanian. Kredit sektor pertanian termasuk kredit produktif yangmenghasilkan
barang berupa bahan makanan utama rakyat Indonesia,membicarakan kredit
sektor pertanian dengan sendirinya tidak akan terlepas daripola tata hidup
pertanian yang selalu terkait dengan keadaan alam, luas tanahgarapan, pola tanam,
dan musim.Kredit sektor pertanian ini secara tehnis perkreditan dan sosial
ekonomimemerlukan suatu kajian secara khusus, hal ini tidak terlepas faktor-
faktorkehidupan petani, pedesaan, kepadatan penduduk, semakin sempitnya
tanahgarapan, adat istiadat dan tata kehidupan yang tidak berubah, serta
kemampuanSDM petani itu sendiri.Kalau kita perhatikan, perbankan rasanya
belum serius memberdayakanagrikultur. Rata-rata proporsi kredit Investasi untuk
pertanian hanya 12.13 %sedang untuk industri 32.13 % dan jasa 36.87 %.
Disamping itu, kredit modalkerja untukl pertanian hanya 6.05 % jauh lebih kecil
bila dibandingkan dengankredit ke industri yang rata-rata 37.67 % dan jasa 23.39
%. Lagi pula hanyabank-bank pemerintah yang dominan memberikan kredit ke
sektor ini, denganmenyumbang 61 % dari total kredit ke sektor pertanian. Dari
sebanyak 131 bankyang ada, hanya 4 % saja yang peduli dengan sektor
pertanian.Kredit pada sektor pertanian ini pada umumnya adalah kredit
programyang merupakan kredit masal dan sering bersifat politis, kredit yang
bersifatmasal seringkali memberikan beban berat kepada bank BUMN khususnya
bankpemerintah yang lebih dominan memberikan kredit pada sektor ini.
Kreditprogram pada dasarnya merupakan kredit bersubsidi yaitu pengenaan
sukubunga biasanya berada dibawah suku bunga komersial yang berlaku pada
saatini. Dengan sifatnya yang masal maka menjadikan bank tidak
mungkinmenganalisa satu persatu debiturnya, disamping itu banyaknya jumlah
debituryang juga tidak paham tentang pencatatan keuangannya sehingga data-
datauntuk analisa sulit didapatkan, ini penyebab terjadinya analisa secara
banktehnis tidak memenuhi syarat. Memang mengharapkan administrsi yang
tertib dari para petani adalahsuatu jangkauan yang sangat jauh dan panjang,
sehingga jika ketertibanadministrasi ini selalu dijadikan obyek utama penilaian
secara bank tehnis, makapenilaian bank memang jauh dari standart.

2.2.2 Jenis-Jenis Kredit Sektor Pertanian


Kebijakan perbankan yang ekspansif namun tetap mengacu kepada asas
kehati-hatian (prudent), menjadi pendukung utama dalam memacupengembangan
sektor pertanian, tanpa adanya dukungan dari lembagaperbankan maka sangat
sulit diperoleh atau dicapainya pertumbuhan yangsignifikan pada sektor riil
khususnya sektor pertanian.Lembaga perbankan harus dipacu untuk selalu
mengembangkankebijakan yang selalu searah dan sejalan dengan pengembangan
sektorpertanian, untuk itu lembaga perbankan diupayakan tetap eksis membiayai
kreditpada sektor pertanian dengan mengupayakan kredit bersubsidi maupun
kreditdengan bunga dibawah kredit komersiil. Adapun jenis – jenis kredit
padaprogram sektor pertanian antara lain adalah :
a. Kredit Usaha Tani
KUT merupakan kredit yang diberikan kepada para petani guna
mendukungpeningkatan produksi pangan melalui pembiyaan usaha tanidalam
rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura. Kredit inidisalurkan melalui
Kelompok Tani, KUD maupun LSM yang telahdirekomendasikan oleh dinas-
dinas terkait diluar perbankan.Kredit Usaha Tani (KUT) ini merupakan fasilitas
kredit berprioritas tinggiyang mengandung unsur subsidi, serta KUT ini pada
dasarnya merupakankelanjutan dari kredit Bimas yang pada masa order baru
hanya disalurkanmelalui Bank Rayat Indonesia (BRI) yang sepenuhnya didukung
olehKredit Likwiditas Bank Indonesia (KLBI), Hasil nyata dari program
initerlihat tercapainya swasembada beras pada tahun 1984.
Dalamperkembangannya bank penyalur KUT adalah bank umum yang
telahditunjuk pemerintah (BRI, Bank Danamon, Bank Pembangunan
Daerah).Kredit ini bersifat masal, pemberian kredit ini disesuaikan dengan
musimtanam dan dalam jangka waktu hanya satu tahun.
b. Kredit Kepada Koperasi (KKOP)
Kredit KKOP ini bertujuan untuk mengembangkan koperasi
dibidangagribisnis terutama untuk pengadaan distribusi pangan serta
pembiayaanpasca panen kepada koperasi.Kredit Kepada Koperasi (KKOP) adalah
kredit investasi dan atau modaldalam rangka pembiayaan usaha agribisnis, yaitu
semua kegiatan yangterkait dengan pengadaan dan penyaluran (distribusi) sarana
produksipertanian, budidaya pertanian, pengolahan hasil pertanian danpemasaran
hasil pertanian antara lain sebagai berikut :
a. Pengadaan padi, palawija, cengkeh, pupuk dan hortikultura,
b. Distribusi beras, gula pasir, minyak goreng dan kedelai
c. Usaha agribisnis lainnya yang secara langsung mendukung
d. kelancaran usaha anggota koperasi.

3. Program Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai (PKUK-DAS)


Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai selanjutnya disebut PKUK-
DASadalah kredit investasi yang digunakan untuk biaya pensertifikatan tanahdan
atau modal kerja yang diberikan oleh Bank pelaksana kepada petanidan peternak
di daerah aliran sungai. Kredit ini merupakan programpemerintah melalui
Departemen Kehutanan bekerja sama dengan bankpelaksana dan instansi terkait
lainnya. Kredit ini bersifat masal, pemberiankredit ini disesuaikan dengan
Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok(RDKK) atas rekomendasi dari dinas
tehnis.

2.3 Kendala Kredit Pertanian


Adapun yang menjadi kendala dalam kredit pertanian adalah :
1. Kurangnya respon pemerintah desa dalam mengajukan berkas permohanan ke
Balai Penyuluh Pertanian ke kecamatan setempat.
2. Kurang Optimalnya Peranan Koperasi-koperasi yang ada di pedesaan.
Sebagai koperasi yang sehat dan mampu mensejahtrakan anggotanya, koperasi
semestinya dapat memberikan modal untuk pertanian kepada petani dan dapat
menyerap hasil pertanian dengan harga yang sesuai pada musim panen untuk
diperoleh lebih lanjut. Namun kenyataannya tidaklah demikian, koperasi
pertanian desa dan pertanian gagal menyalurkan kredit pertanian karena
prosedurnya yang dianggap berbelit-belit dan adanya uang yang
diselewengkan oleh oknum-oknum pengurus koperasi itu sendiri.
3. Kurangnya jaminan dari pemerintah, umumnya menjadi kendala utama
penyaluran kredit di sector pertanian. Selain itu, tidak dapat memenuhi
persyaratan andministrasi, hasil penjualan panen kurang menjanjikan dan
karakter petani yang kurang baik, juga menjadi kendala dalam menyalurkan
kredit di sektor pertanian.
4. Menurunnya aktivitas perekonomian yang mempengaruhi usaha pertanian.
Ketika suatu perekonomian mengalami kelesuan, itu akan berimbas pada
macetnya kredit yang itu juga mempengaruhi usaha pertanian. Ekonomi lesu,
kredit macet merupakan langkah-langkah menuju ketidaksejahteraan.
5. Adanya Bank yang mengejar target pengucuran kredit sehingga melakukan
ekspansi berlebihan dalam menyalurkan dananya ke nasabah yang berimbas
kredit menjadi macet. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki target
pengucuran kredit dimana target tersebut harus dicapai dengan berbagai cara
termasuk melakukan ekspansi berlebihan dalam menyalurkan kredit. Namun
bank lupa bahwa kebijakannya itu dapat menyebabkan kredit menjadi macet
yang akan bermuara pada lesunya usaha (dalam hal ini tentu usaha pertanian.)
6. Penempatan perencanaan kredit bank yang tidak diperhitungkan dengan
seksama, misalnya hanya terkonsentrasi pada salah satu bidang saja (satu
sektor saja), sehingga ketika terjadi kondisi yang tidak menguntungkan dalam
sektor tersebut seluruh kreditnya menjadi macet.
7. Keterampilan manajerial yang kurang. Untuk kemampuan manajerial ini
sangat memegang peranan penting. Karena hampir sekitar 50% kegagalan
sebuah kredit berasal dari hal yang mendasar ini. Yaitu kemampuan
manajerialnya. Jadinya penting bagi semua orang menguasai ilmu manajemen
dalam hal ekonomi. Walaupun tidak harus detail namun dasar-dasarnya
menurut saya sudah cukup. Kegagalan kredit terkait keterampilan manajerial
yang kurang biasanya terjadi seperti adanya jumlah nasabah yang tidak
dicantumkan (padahal meminjam uang), terjadinya miss komunikasi antar
sesama pegawai.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Pembiayaan sektor pertanian adalah salah satu komponen penting dalam
strategi revitalisasi pertanian yang belum memperoleh perhatian.
Dalam Pasal 87 Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani, lanjutnya, disebutkan pembiayaan dalam perlindungan dan
pemberdayaan petani dilakukan untuk mengembangkan usaha tani melalui: bank
bagi petani, lembaga perbankan yang ada, dan lembaga pembiayaan petani.
Peranan Pemerintah yang diwujudkan dalam APBN tidak diikuti dengan
program pembinaan yang signifikan oleh instansi-instansi terkait. Lemahnya
koordinasi pelaksanaan program pembangunan pertanian, terutama antara Pusat
dan Daerah mengakibatkan hingga saat ini Indonesia belum punya cetak biru
pembangunan pertanian yang jelas. Selama ini, pertanian diarahkan untuk
pemenuhan kebutuhan pangan nasional.Kalaupun ada upaya pengembangan
pertanian ke arah industri yang lebih berpihak pada petani, misalnya KUT, PIR,
tidak diikuti oleh konsep yang jelas target dan sasaran pemberdayaan petani.
Akibatnya, banyak kredit program kurang berhasil, dan bahkan tidak sedikit
petani yang hingga saat ini masih terbelit utang dan menjadi korban. Peran
penyuluh pertanian pun sepertinya nyaris tak terdengar.
Adanya lembaga pembiayaan khusus pertanian dinilai akan menjadikan
pertanian dalam negeri kita maju. Kalau sektor pertanian maju, berarti ketahanan
pangan kita juga baik.

3.2 Saran
Rekomendasi terkait permasalahan kredit menurut kami adalah :
1. Pemerintah desa lebih merespon dalam mengajukan berkas permohonan ke
Balai penyuluh pertanian kecamatan setempat, hal ini dikarenakan untuk
meminilaisasi terjadinya kegagalan kredit.
2. Mengoptimalkan peranan koperasi desa dan me-deregulasi (menata ulang)
prosedur agar tidak berbelit-belit.
3. Pemerintah memberikan jaminan, mengadakan pelatihan agar hasil panen
sesuai harapan dan karakter petani menjadi lebih baik. Itu semua akan
berimbas pada lancarnya penyaluran kredit.
4. Pemerintah memberikan injeksi agar perekonomian kembali bergairah.
Perekonomian yang bergairah akan menyebabkan penyaluran kredit menjadi
lancar.
5. Bank sebaiknya tidak mengejar target pengucuran kredit, idealnya bank
mengucurkan kredit sesuai dengan kebutuhan.
6. Memperhitungkan penempatan perencanaan kredit bank dengan seksama,
tidak terkonsentrasi pada salah satu bidang.
7. Meningkatkan kapasitas kemampuan/keterampian manajerial. Dengan
demikian diharapkan bisa mengelola kredit secara optimal.
8. Pemerintah harus mendorong berdirinya lembaga khusus untuk pembiayaan
sektor pertanian karena selama ini bank BUMN milik pemerintah sangat
kurang dalam mengucurkan kredit ke sektor pertanian.
DAFTAR PUSTAKA

http://turindraatp.blogspot.com/2009/11/pembiayaan-pertanian.html di akses hari


sabtu, 21 Februari 2015 Pukul 10.00 WIB

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/10/29/19544388/diusulkan.pembent
ukan.lembaga.pembiayaan.untuk.pangan.dan.pertaniandi akses hari sabtu,
21 Februari 2015 Pukul 10.00 WIB

http://epetani.pertanian.go.id/info-pembiayaan/profil-lembaga-1511di akses hari


sabtu, 21 Februari 2015 Pukul 10.00 WIB

http://eprints.undip.ac.id/16910/1/Darmawanto.pdfdi akses hari sabtu, 21 Februari


2015 Pukul 10.00 WIB

https://www.academia.edu/6450541/MAKALAH_Sejarah_Pembangunan_Pertani
an_di_Indonesia_dan_Manfaatnya di akses hari sabtu, 23 Februari 2015
Pukul 02.14 WIB

Anda mungkin juga menyukai