Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia adalah
Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia di masa depan

membawa dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila

penduduk lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain,

bersarnya jumlah penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki

masalah penurunan kesehatan yang berkaitan pada peningkatan biaya

pelayanan kesehatan, penurunan pendapatan/penghasilan, peningkatan

disabilitas, tidak adanya dukungan sosial dan lingkungan yang tidak ramah

terhadap penduduk lansia.


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun

2004, lansia adalah seorang yang telah mencapai 60 (enam puluh) tahun ke

atas. Komposisi penduduk tua bertambah dengan pesat baik di negara maju

maupun negara berkembang, hal ini disebabkan oleh penurunan angka

fertilitas (kelahiran) dan mortalitas (kematian), serta peningkatan angka

harapan hidup (life expectancy), yang mengubah struktur penduduk secara

keseluruhan
Bedarsarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017

terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi

jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta),

tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta) (Kemenkes RI, 2017).
Keberhasilan pembangunan terutama dibidang kesehatan dan sosial

ekonomi menjadikan kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik. Dengan

semakin membaiknya kualitas hidup masyarakat berpengaruh terhadap

meningkatnya angka harapan hidup, dan hal ini mendorong peningkatan

jumlah penduduk lanjut usia. Mengacu pada Indeks Pembangunan Manusia

(IPM), angka harapan hidup di Jawa Barat pada tahun 2017 sebesar 72,47

tahun, sementara pada tahun 2010 angka harapan hidup di Jawa Barat sebesar

71, 29. Ini menunjukkan bahwa dalam ukuran waktu tujuh tahun angka

harapan hidup penduduk Jawa Barat mengalami kenaikan sebesar 1,18 tahun

(BPS Jabar, 2017).


Berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2010-2035, jumlah

penduduk lansia di Jawa Barat pada tahun 2017 sebanyak 4, 16 juta jiwa,

sedangkan pada tahun 2015 jumlah penduduk lansia sebanyak 3,77 juta jiwa.

Pada tahun 2021 jumlah penduduk lansia di Jawa Barat diperkirakan sebanyak

5,07 juta jiwa atau sebesar 10,04 persen dari penduduk Jawa Barat. Kondisi

ini menunjukkan bahwa Jawa Barat sudah memasuki ageing population (BPS

Jabar, 2017).
Seiring dengan meningkatnya lanjut usia, semakin meningkat pula

permasalahan akibat proses penuaan. Lanjut usia cenderung mengalami

kerapuhan, baik fisik maupun mental di kalangan lanjut usia, permasalahan

kesehatan mental yang umum terjadi salah satunya adalah demensia

(Notosoedirdjo, 2011). Demensia biasanya timbul secara perlahan dan

menyerang usia diatas 60 tahun (Irianto, 2017). Di masa depan, jumlah


penderita demensia di dunia diperkirakan akan 65,7 juta orang pada tahun

2030 dan 115.400.000 pada tahun 2050, dan lebih dari 90% dari semua kasus

mulai antara orang-orang dengan usia lebih dari 65 tahun (WHO, 2012).
Demensia adalah sebuah sindrom, yang terjadi pada lansia karena

perubahan fisiologis yang ditandai dengan penurunan fungsi kognitif, memori

bahasa, dan kemampuan visiopasial (Hussein et al., 2012; Erol et al., 2015).

Demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang

disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi

perubahan kepribadian dan tingkah laku (Grayson C, 2010). Ada beberapa

faktor yang mempengaruhi penurunan daya ingat salah satunya adalah

interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling

mempengaruhi antara individu, saling mempengaruhi dalam pikiran dan

tindakan, serta tidak bisa terlepas dari hubungan yang terjadi antar individu,

sosial, dan masyarakat dalam kehidupan seharu-hari (Maryati & Suryawati,

2007). Interaksi sosial dapat diartikan sebagai kemapuan memelihara

hubungan sosial dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial. Menurut penelitian

semakin banyak hubungan sosial dan semakin banyak aktivitas sosial

diasosiasikan dengan semakin lambatnya penurunan kognitif dan mereka yang

menerima dukungan emosional mempunyai fungsi kognitif lebih baik

(Wreksoatmodjo, 2014).

Anda mungkin juga menyukai