MAKALAH
Diajukan Kepada Dosen Mata Kuliah Hukum Ketenagakerjaan Universitas
17 Agustus 1945 Fakultas Hukum Untuk Memenuhi Tugas Sebagai
Persyaratan Kelulusan Mata Kuliah Hukum Ketenagakerjaan
OLEH :
NAMA : YONGKY SUSANTO
NO. BI. : 02 33 0000 17
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
JAK AR TA
2004
2
KATA PENGANTAR
Tahun 2003, dan dengan ini diharapkan menambah wawasan akan fenomena yang
Makalah ini dibuat untuk supaya kita tahu dan mengerti serta memahami hak-hak
para pensiunan yang telah memasuki usia pensiun yang memang harus berhenti bekerja ,
sehingga perlu kompensasi atas jasa-jasanya yang lebih layak , maka sebagai
2003.
Dengan terselesainya makalah ini yang disusun atas arahan dan bimbingan dosen
yang ahli dibidangnya yakni Bapak Djokopitojo, S.H., maka penulis mengucapkan rasa
terimah kasih.
Jakarta, 27 – 06 - 2004
penulis
2
3
DAFTAR ISI
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ---------------------------------------------------------------- 25
B. Saran ----------------------------------------------------------------------- 25
DAFTAR PUSTAKA
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pemerintah sebagai pemegang amanat UUD 1945 berusaha memberikan
perlindungan terhadap seluruh warga negaranya agar dapat bekerja dan memperoleh
penghidupan yang layak, sebab Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “
tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan “. Implementasinya didalam bidang ketenagakerjaan tertuang
dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 (dulu diatur Pasal
3 Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok-pokok
Ketenagakerjaan ) tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan :” setiap pekerja
berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kerja dalam hal ini
adalah berupa perlindungan hukum agar pemberi kerja (pengusaha) tidak semena-
mena memperlakukan para tenaga kerja, perlindungan hukum yang dapat dilakukan
pemerintah kepada para tenaga kerja adalah bersifat preventif (pencegahan) dan
represif (penaggulangan atau penyelesaian).
Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah yang
bersifat preventif adalah yang diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan mengenai tata cara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di
perusahaan yang terdapat pada Pasal 150 Undang-undang tersebut , menurut
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 pemerintah memberikan perlindungan hukum
kepada buruh supaya tidak terjadi pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan
sewenang-wenang oleh pihak pemberi kerja, hal ini diatur dalam Pasal 153 ayat (1)
UU No 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa`” Pengusaha dilarang melakukan
pemutusan hubungan kerja dengan alasan :”
4
5
Bila pemutusan hubungan kerja dengan alasan yang telah dilarang seperti yang
disebutkan diatas, maka pemutusan hubungan kerja tersebut dianggap batal demi
hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan buruh kembali, ketentuan ini adalah
bunyi Pasal 153 ayat (2), tetapi ada tindakan PHK yang tidak dilarang yang untuk
dilakukan oleh pengusaha dan merupakan pengecualian dari pasal 153 diatas, yakni
yang diatur Pasal 154 Undang-undang No.13 Tahun 2003 , yang memberikan hak
bagi pengusaha melakukan PHK dalam hal :
5
6
B. Identifikasi Masalah.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa identifikasi masalah makalah ini
adalah :
1. Apa konsekuensi hukum yang timbul akibat hak para pensiunan tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ?
2. Apakah Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 harus diberlakukan terhadap
para pensiunan yang telah pensiun sebelum diberlakukannya Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 ?
C. Metode Penelitian.
Dalam pembahasan makalah ini yang akan diteliti adalah kaidah-kaidah hukum
ketenagagkerjaan , khususnya yang diataur dalam Undang-undang No. 13 Tahun
2003, maupun Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (JAMSOSTEK). Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis
normatif yaitu membandingkan peraturan atau kaidah-kaidah yang ada (das sollen)
dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat (das sein) .
6
7
BAB II
HUBUNGAN KERJA
Bekerja pada pihak lainnya menunjukan bahwa pada umumnya hubungan itu
sifatnya ia bekerja dibawah pimpinan pihak lain lain.3 Dari pengertian diatas dapat
terlihat adanya unsur-unsur dari suatu hubungan kerja yakni :
1
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1980, hal. 53
2
Mr. R. Soebekti dan Tjitro Sudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradya Paramita Jakarta, hal
, 358
7
8
3
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan,Jakarta, 2003, hal 71
4
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja GrafindoPersada, 2003, hal.39
8
9
9
10
10
11
5
Himpunan Surat Edaran Mahkamah Agung, Jakarta, Mahkamah Agung RI, 1981, hal 12
11
12
utama buruh adalah imbalan yang berupa uang atau yang dapat dinilai dengan
uang.
Pada umumnya upah buruh tidak begitu banyak , sehinggaa diperlukan suatu
cara agar dpat memberikan kesejahtraan bagi buruh terutama di bidang jaminan
nasional, yaitu dengan diadakannya perusahaan jaminan sosial . dan hak buruh
untuk mendapatkan jaminan sosial diatur dalam Undang-undang No. 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang meliputi :
a. Jaminan kecelakaan kerja
b. Jaminan Kematian
c. Jaminan Hari Tua
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Selain mempunyai hak-hak tersebut , buruh diharuskan menjalankan
kewajiban-kewajiban tertentu yakni buruh harus menjalankan pekerjaannya
dengan baik dan diatur dalam Pasal 93 ayat (1) sedangakan pada Pasal 93 ayat (2)
untuk pengeculian. Maksudnya bila buruh :
1. buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
2. buruh wanita yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
3. buruh tidak masuk kerja karena buruh menikah, mengkhitankan anak,
membabtiskan anak, istri melahirkan atau keguguran kandungan,
suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua
atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.
4. buruh tidak dapat menjalankan pekerjajannya karena sedang
menjalankan kewajiban terhadap negara
5. buruh tidak dapat menjalankan pekerjaannya karena menjalankan
ibadah yang diperintahkan agamannya.
6. buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi
pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri
maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
7. buruh melaksanakan hak istirahat.
8. buruh melaksanakan tugas serikat atas persertujuan pengusaha, dan
9. buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan
12
13
BAB III
13
14
agar pengusaha tidak melakukan PHK secara semena-mena dan juga untuk
melindungi pekerja disatu sisi dan kepentingan perusahaan disisi yang satunya
Sedangkan hak-hak para pekerja yang di putuskan hubungan kerjanya , mempunyai
hak-hak sesuai Pasal 156 yang menetapkan :
a. uang pesangon.
b. Uang penghargaan masa kerja
c. uang penggantian hak.
B. Jaminan Sosial Tenaga Kerja menurut Undang -undang No. 3 Tahun 1992
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan Nasional yang pada hakekatnya merupakan
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakaat
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka upaya untuk mewujudakan
kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan kewajiban
konstitutional yang harus dilakukan secara berencana , bertahap dan
berkesinambungan.
Sejalan dengan itu upaya untuk memelihara kesinambungan penghasilan pada hari
tua perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna . dalam hubungan ini di masyarakat telah berkembang , suatu bentuk tabungan
masyarakat yang semakin banyak dikenal oleh para karyawan, yang bersangkutan
pensiun. Penyelenggaaannya dilakukan dalam suatu program , yaitu program pensiun
yang mengupayakan manfaat pensiun bagi pesertanya melalui sistem pemupukan
dana yang lazim disebut sistem pendanaan. Asas-asas pokok dalam Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1992 yakni mengandung asas –asas pokok sebagai berikut ;
a. asas keterpisahan kekayaan
maksudnya kekayaan dana pensiun dan kekayaan badan hukum pendirinya
terpisah, asas ini didukung oleh adanya badan hukum tersendiri bagi dana
pensiun dan diurus dan dikelola berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
b. asas penyelenggaraanya dalam sistem pendanaan
maksudnya sesuai dengan tujuannya harus dihindarkan penggunaan kekayaan
dana pensiun dari kepentingan yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya
maksud utama dari pemupukan dana yaitu untuk memenuhi pembayaran hak
peserta (pekerja).
14
15
Sedangkan pemungutan iuran dana pensiun, dengan cara memungut iuran yang
kemudian dibayarkan kepada PT Jamsostek ini adalah bunyi Pasal 22 undang-undang
No. 3 Tahun 1992 . maka ini menjadi lebih baik sehingga persiapan masa pensiun
bagi pekerja lebih terjamin.
Para pengusaha wajib ikut program pensiun yang diwajibkan menurut Undang-
undang No. 3 Tahun 1992 , tetapi bisa ada pengecualian bagi perusahaan yang
mempunyai program hari tua yang lebih makmur , maka tidak wajib untuk ikut serta
ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang
penyelenggaran jaminan sosial tenaga kerja yakni pada Pasal 2 ayat (1) yang
menyebutkan jamianan dapat berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian,
jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Bagi pengusaha
(perusahaan) yang telah menyelenggarakan sendiri program jaminan sosial
yang lebih baik untuk pekerjanya tidak lagi wajib untuk ikut serta dan ini
adalah isi ketentuan dari Pasal 2 ayat (4) Undang-undang No.3 Tahun 1992.
15
16
BAB IV
Menurut pendapat penulis hak para pensiunan mutlak hak yang timbul karena
peraturan atau karena Unang-undang sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja oleh
para pengusaha karena merupakan hak dari pegawai yang telah pensiun.
Dalam pemutusan hubungan kerja karena usia kerja , pada dasarnya tidak timbul
perselisihan karena akibat hukum dari putusnya hubungan kerja menyangkut hak
pekerja sudah diatur sebelumnya. Kecuali aturan tersebut tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya sehingga dapat menimbulkan perselisihan.
6
Djokopitojo, Catatan Kuliah Hukun Perlindungan Kerja, Jakarta, 2004
16
17
7
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu negara, , Gaya Media Pratama, 2000, hal 131
8
Maria Farida Indrati Soerapapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 1998
9
Solly Lubis, Landasan Dan Teknik Perundang-undangan, Mandar Maju, Bandung, 1995, hal. 7
17
18
18
19
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Konsekunsi hukum akibat diberlakukannya Undang-undang No.13 Tahun 2003 ,
maka para perusahaan harus membayarkan hak pensiunan pegawai yang telah
pensiun sesuai Pasal 167 dan terhitung sejak diberlakukannya UU ini sesuai,
sedangkan sanksinya dapat dilihat pada Pasal 184 nya .serta Undang-undang ini
dibuat dengan pertimbangan dewan perweakilan rakyat (DPR) jadi lebih
mempunyai kekuatan mengikat , dikarenakan DPR merupakan perwujudan dari
perwakilan rakyat Indonesia
2. Keputusan UU ini tidak berlaku daya surut , sehingga hanya mengikat terhitung
sejak tanggal ditetapkan. Dengan demikian para pensiunan yang pensiun
sebelum Undang-undang ini ditetapkan tidak dapat diberikan dasar sebagai
pembayaran pensiun.
B. Saran
Dengan disahkannya UU Ketenagakerjaan oleh DPR RI Tahun 2003, dimana sesuai
pasal 167 seluruh Badan Usaha milik negara adalah termasuk dalam kriteria
perusahaan yang harus tunduk pada ketentuan ketenagakerjaan khususnya pengaturan
tentang pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun sebagaimana tercantum
dalam pasal 167.Sehingga pekerja yang telah pensiun dapat menikmati hari tuanya
10
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Ilmu hukum, PT. Prehallindo, Alumni, Bandung, 2000, hal 63
19
20
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
1. Djokopitojo, Catatan Kuliah Hukum Perlindungan Kerja, Jakarta, 2004
2. Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 2003
3. Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Rafindo
Persada, 2003.
4. Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius,
Yogyakarta, 1998
5. Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar hukum Indonesia, PT. Prehalindo,
alumni, Bandung, 2000
6. Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, , Gaya Media Pratama,
Jakarta, 2000
7. Solly Lubis, Landasan Dan Teknik perundang-undangan, Mandar Maju,
Bandung, 1995
8. R. Soebekti dan Tjitro Sudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
Pradnya Paramita, Jakarta
.
B. Peraturan perundang-undangan
20