Pengelolaan Limbah Bahan Kimia Berbahaya Isi Makalh
Pengelolaan Limbah Bahan Kimia Berbahaya Isi Makalh
PENDAHULUAN
1
melebihi baku mutu lingkungan yang telah ditentukan maka hasil pemeriksaan dilaporkan
secara periodik kepada Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Provonsi Banten, dan Dinas Lingkungan
Hidup Pertambangan dan Energi (DPLHPE) Kota Cilegon.
1.2 TUJUAN
Tujuan dalam pembuatan makalah ini, antara lain :
1. Mengetahui tentang gambaran umum PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk
2. Mengetahui jenis dan karakteristik limbah B3 PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk
3. Mengetahui pengelolaan limbah B3 pada PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk.
BAB II
PT. TRI POLYTAINDONESIA, Tbk
3
etena berpolimer acak yang ditambahkan ke homopolimer PP menurunkan kristalinitas
polimer dan membuat polimer lebih tembus pandang.
PT. Tri Polyta Indonesia Tbk adalah produsen bijih plastik polypropylene terbesar di
Indonesia. Polypropylene yang dihasilkan Perusahaan meliputi homopolymer, random
copolymer dan impact copolymer. Produk homopolymer terutama digunakan sebagai bahan
baku dalam pembuatan berbagai macam produk konsumen seperti plastik kemasan makanan,
peralatan rumah tangga, karung plastik, alas karpet dan aplikasi-aplikasi lainnya. Sementara
itu produk random copolymer dan impact copolymer masing-masing, terutama digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan komponen kendaraan, barang elektronik, botol plastik
dan berbagai aplikasi lainnya. Produk - produk Perusahaan terutama dipasarkan di Indonesia
dengan menggunakan merek dagang Trilene.
Perusahaan didirikan pada tahun 1988 dan mulai beroperasi secara komersial pada
tahun 1992 dengan dua lajur produksi yang berkapasitas total 160.000 ton per tahun. Pada
akhir tahun 1993, Perusahaan menyelesaikan proyek debottlenecking yang berhasil
meningkatkan kapasitas produksi menjadi 215.000 ton per tahun. Lajur produksi ketiga
selesai dibangun pada tahun 1995. Secara keseluruhan, ketiga lajur produksi tersebut
mempunyai kapasitas untuk memproduksi 360.000 sampai dengan 380.000 ton polypropylene
per tahun, tergantung pada kombinasi jenis yang diproduksi.
Pabrik Perusahaan terletak di kawasan industri petrokimia di Cilegon, Banten dan
menggunakan teknologi gas UNIPOL yang merupakan proses reaksi gas bertekanan rendah
yang dikembangkan oleh Union Carbide Corporation dan Shell Chemical Company.
Teknologi UNIPOL tidak menghasilkan limbah cair, sementara sebagian besar limbah padat
yang dihasilkan ditampung kembali dan didaur ulang. Perusahaan juga memiliki fasilitas
dermaga yang berlokasi di lingkungan pabrik yang mampu menampung kapal dengan bobot
mati 80.000 ton. Perusahaan menerima sertifikasi ISO 9002 pada tahun 1996, ISO 14001 pada
tahun 2000 dan selanjutnya ISO 9001 pada tahun 2002.
Sebagai implementasi kepedulian lingkungan dalam menjalankan bisnis, Perusahaan
menerima penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dalam bentuk Sertifikasi
Perusahaan Ramah Lingkungan dalam kategori PROPER Hijau pada tahun 2004-2005.
Sementara itu, di bidang Keselamatan dan Kesehatan, Perusahaan menerima Zero Accident
Award dari Pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yang juga
diterima pada tahun 2005. Penghargaan ini diberikan kepada perusahaan yang berhasil
4
melebihi minimum yang dipersyaratkan jam kerja atau minimal tiga tahun berturut-turut tanpa
kecelakaan. Perusahaan telah melebihi 4.118.549 jam untuk periode 20 November 2002
sampai 31 Oktober 2006 dengan nol kecelakaan.
Perseroan juga memiliki fasilitas dermaga yang berlokasi di lingkungan pabrik yang
mampu menampung secara bersamaan dua kapal bermuatan, dengan bobot mati 80.000 ton.
Perseroan memiliki tangki bertekanan tinggi dan bertekanan rendah untuk menampung bahan
baku Propylene. Perseroan memiliki gudang barang jadi yang terletak di kawasan pabrik di
Cilegon dan di Surabaya.
Untuk lambang atau logo dari PT. Tri Polyta Indonesia Tbk dapat dilihat pada gambar
berikut :
5
Gambar 2.2 Bagan Reaktor Lajur Produksi Ketiga
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
6
b. PP No. 85 tahun 1999 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN
c. PP No. 74 tahun 2001 tentang PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN (B3)
d. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 128 tahun 2003 tentang
TATACARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK
BUMI DAN TANAH TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA
BIOLOGIS
e. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2007 tentang
FASILITAS PENGUMPULAN DAN PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN DI PELABUHAN
f. Undang-undang RI No. 32 / 2009 tentang PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
g. PP RI No. 27 /1999 tentang ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
h. PP 38 Tahun 2007 tentang PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA
PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN
DAERAH KABUPATEN/KOTA
i. Permen LH No. 18/2009 tentang TATA CARA PERIZINAN PENGELOLAAN
LIMBAH B3
j. Permen LH No. 30/2009 tentang TATA LAKSANA PERIZINAN DAN
PENGAWASAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 SERTA PENGAWASAN
PEMULIHAN AKIBAT PENCEMARAN LIMBAH B3 OLEH PEMERINTAH
DAERAH
k. Permen LH No. 33 Tahun 2009 tentang TATA CARA PEMULIHAN LAHAN
TERKONTAMINASI LIMBAH B3
l. Permen LH No. 05/2009 tentang PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN
m. Permen LH No. 02/2008 tentang PEMANFAATAN LIMBAH B3
n. Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 tentang TATA CARA & PERSYARATAN TEKNIK
PENYIMPANAN & PENGUMPULAN LIMBAH B3
o. Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 tentang DOKUMEN LIMBAH B3
7
p. Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN
LIMBAH B3
q. Kepdal 04/BAPEDAL/09/1995 tentang TATA CARA PENIMBUNAN HASIL
PENGOLAHAN LIMBAH B3
r. Kepdal 05/BAPEDAL/09/1995 tentang SIMBOL DAN LABEL LIMBAH B3
8
Dapat bereaksi dengan air dan menimbulkan ledakan, gas, uap atau asap beracun
pada suhu dan tekanan standar (25 0C, 760 mmHg).
4. Limbah beracun : limbah yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan dan dapat
menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui
panca indera.
5. Limbah yang menyebabkan infeksi : Limbah yang mengandung kuman penyakit
seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada manusia dan menyebabkan bagian
tubuhnya harus diamputasi bila terkena infeksinya.
6. Limbah bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai sifat :
Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
Menyebabkan proses pengkaratan pada baja dengan laju korosi > 6,35 mm/tahun
dengan temperatur pengujian 55 0C.
Mempunyai pH < 2 untuk limbah bersifat asam dan ≥ 12,5 untuk yang bersifat
basa.
Sedangkan menurut Environmental Protection Agency (EPA) (1980) lebih lanjut
mendefinisikan limbah B3 sebagai berikut:
1. Menyandang karakteristik sebagai limbah B3 sesuai dengan definisi yang diberikan
oleh penghasil limbah berdasarkan pengetahuan dan peraturan tentang limbah.
2. Terdapat pada daftar limbah oleh peraturan yang dikeluarkan oleh EPA.
Limbah yang telah dites memiliki salah satu dari empat karakteristik yang telah ditetapkan
oleh EPA, yaitu : ignitable, korosif, reaktif dan beracun (La Grega et al., 1994).
9
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila berdekatan dengan api,
percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar
dan apabila telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
c. Limbah Reaktif
Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran
karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang
tidak stabil dalam suhu tinggi.
d. Limbah Beracun
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menyebabkan kematian dan sakit
serius. Apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit, atau mulit.
Prosedur ekstraksi untuk menentukan senyawa organik dan anorganik (TCLP)
dapat digunakan untuk identifikasi limbah ini. Limbah ynag menunjukkan
karakteristik beracun yaitu jika diekstraksi dari sampel yang mewakili
mengandung kontaminan lebih besar.
e. Korosif (corrosive)
Limbah yang bersifaat korosi, yaitu limbah yang menyebabkan iritasi (terbakar)
pada kulit atau mengkorosi baja. Limbah ini mempunyai pH sama atau kurang
dari 2,0 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk
yang bersifat basa.
f. Limbah Infeksi
Limbah yang menyebabkan infeksi, yaitu bagian tubuh yang diamputasi dan
cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau
limbah lain yang terkena infeksi kuman penyakit yang menular.
g. Uji Toksikologi
Pengujian toksikologi yang dimaksud adalah dengan LD 50 (Lethal Dose Fifty)
adalah perhitungan dosis (gram pencemar per kilogram berat badan) yang dapat
menyebabkan kematian 50% populasi makhluk hidup yang dijadikan
percobaan. Apabila LD50 lebih besar dari 15 gram per kilogram maka limbah
tersebut bukan limbah B3.
10
3.2.2 Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencangkup
reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaataan, pengolahan
dan penimbunan B3. Pengolahaan ini bertujuan untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 serata melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang
telah tercemar. (PP No.18 tahun 1999 Pasal 1).
Perbedaan paling penting yang membedakan pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) dengan pengelolaan limbah lain adalah
pertanggungjawaban hukumnya (law liability). Pada limbah non-B3 hasil akhir
pengelolaan lebih penting dibandingkan dengan cara mencapai hasil tersebut.
Artinya, bila suatu perusahaan telah memenuhi baku mutu limbah, maka
perusahaan tersebut telah berhasil melakukan pengelolaan limbah. Namun, pada
limbah B3, selain hasil akhir, cara pengelolaan juga harus memenuhi peraturan
yang berlaku. Jadi, untuk berhasil mengelola limbah B3, tidak cukup hanya
memenuhi baku mutu limbah B3 saja, cara mengelola seperti pencatatan,
penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan harus juga memenuhi
peraturan yang berlaku. Sekali lagi, dalam limbah B3 cara mengelola adalah suatu
hal yang penting untuk diperhatikan. Dalam tuntutan hukum, limbah B3 tergolong
dalam tuntutan yang bersifat formal. Artinya, seseorang dapat dikenakan tuntutan
perdata dan pidana lingkungan karena cara mengelola limbah B3 yang tidak sesuai
dengan peraturan, tanpa perlu dibuktikan bahwa perbuatannya tersebut telah
mencemari lingkungan. Sekali lagi, mengetahui cara pengelolaan limbah B3 yang
memenuhi persyaratan wajib diketahui oleh pihak-pihak yang terkait dengan
limbah B3 (Anonim, 2007).
11
memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula.
Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus
dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.
12
• bersifat reaktif;
• beracun;
• menyebabkan infeksi;
• bersifat korosif.
14
masyarakat untuk ikut serta dalam usaha pelestarian lingkungan hidup. Salah satunya adalah
sosialisasi informasi mengenai limbah B3. Dengan begitu ada keterlibatan seluruh
stakeholders secara seimbang dan aktif untuk memecahkan setiap persoalan lingkungan hidup
yang akan muncul puluhan bahkan ratusan masalah seiring dengan berkembangnya
industrialisasi di negeri.
15
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis
kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan
limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
16
BAB IV
PENGELOLAAN LIMBAH B3
DI PT. TRI POLYTA INDONESIA TBK
17
Dalam proses produksinya PT. Tri Polyta Indonesia Tbk menggunakan katalis
metalosena sebagai bahan pemercepat reaksi pembentukan polipropilene. Namun katalis
metalosena sendiri masih membutuhkan sebuah ko-katalis untuk pengaktifan. Salah satu
ko-katalis yang paling umum digunakan untuk tujuan ini adalah Methylaluminoxane
(MAO) ataupun Al(C2H5)3.
Pada proses produksi yang melibatkan katalis tersebut sering dijumpai adanya sisa
katalis yang masih tertinggal pada reactor. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal antara lain
karena katalis kehilangan kemampuan katalitiknya akibat perubahan struktur, keracunan,
atau karena permukaan aktifnya tertutup oleh material lain. Sisa katalis inilah yang pada
akhir proses akan menjadi limbah karena sukar untuk diolah.
Berdasarkan bahan penyusun katalis dan ko-katalis yang digunakan limbah katalis
yang dijumpai pada akhir proses produksi biasanya bersifat, sangat reaktif, iritatif dan
beracun. Hal ini disebabkan karena struktur katalis biasanya telah berubah akibat proses
produksi yang berlangsung sehingga sifat dasarnya sebagai katalis sudah berubah.
b. Pelumas bekas
Minyak pelumas berfungsi sebagai pencegah keausan akibat gesekan komponen
mesin, pendingin, perapat, peredam suara dan mencegah korosi. Dalam menjalankan
fungsinya setelah jangka waktu tertentu minyak pelumas harus diganti karena tidak lagi
memenuhi spesifikasi yang diperlukan oleh mesin.
Limbah berupa pelumas bekas jika tidak dikelola dengan baik dan dibuang secara
sembarangan sangat berbahaya bagi lingkungan.oli bekas dapat menyebabkan tanah kurus
dan kehilangan unsur hara. Dikarenakan dalam minyak pelumas bekas terkandung kotoran
– kotoran logam, aditif, sisa bahan bakar dan kotoran lain. Jika minyak pelumas bekas
18
dipakai dalam pembakaran langsung akan mencemari lingkungan karena bau dan sisa
karbonnya.
Sedangkan sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat
air, selain itu sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3).
d. Solvent
Pada proses polimerisasi solvent digunakan untuk melarutkan bahan – bahan,
karena solvent mempunyai berat molekul rendah dan bersifat mudah menguap sehingga
mudah dihilangkan dari produk akhir agar produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi
19
yang diinginkan. Pada industri polimer, solvent yang digunakan terdiri dari 2 macam,
yaitu :
20
Gambar 4.4 Solvent
e. Xylene
Xylene merupakan salah satu jenis solvent yang sering digunakan di industri. Sifat
xylene antara lain, memiliki rating keterbahayaan (rating hazardous), mudah terbakar,
beracun, infeksius dan memiliki sifat kronis. Dimana sifat kronis ini memiliki rating yang
paling tinggi diantara keempat sifat tersebut.
21
1. Sisa katalis
yaitu: Metalosena, Reaktif Beracun
Methylaluminoxane
(MAO) ataupun
Reaktif Beracun
Al(C2H5)3
2. Pelumas Bekas
Mudah terbakar
3. Accu bekas
yaitu : PbO2, H2SO4, Korosif
Seng (Zn) Beracun
Korosif Beracun
4. Solvent
yaitu: hidrokarbon, Mudah
hidrokarbon
aromatik, alkohol,
keton, ester, eter dan
eter glikol
Beracun
22
5. Xylene
Infeksius
4.4 PENGELOLAAN LIMBAH B3
4.4.1 Pengemasan
Pengemasan limbah B3 yang dilakukan PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk dilakukan agar
setiap jenis limbah B3 sebelum disimpan, telah ditandai dengan sistem label yang sesuai
dengan jenis karakteristik limbah, serta telah ditempatkan dalam kontainer yang sesuai
pula.
Pengemasan yang dilakukan terhadap masing-masing jenis limbah mempunyai metode
yang berbeda menurut sifat limbah itu sendiri.Untuk Limbah sisa katalis, titik
perhatiannya lebih ditekankan pada sifatnya yang sangat reaktif dan dapat bereaksi sendiri
oleh sebab itu maka teknik pengemasannya adalah dengan tidak menyisakan ruang kosong
pada drum kemasannya.
Limbah pelumas bekas memiliki sifat yang mudah terbakar, sehingga pengemasannya
dilakukan dengan kemasan yang tertutup rapat sehingga gas-gas yang terbentuk dari
proses penguapan tidak keluar dari kemasan yang memungkinkan tersulut oleh api.
Limbah accu bekas memiliki sifat yang sangat korosif yang disebabkan oleh
kandungan asam didalamnya, oleh sebab itu kemasan yang digunakan untuk mengemas
limbah ini dipilih yang tahan terhadap korosi sehingga tidak terjadi kebocoran pada
kemasan.
Solvent dan xylene walaupun pengemasannya tidak dicampurkan satu sama lain tapi
metodenya hampir sama karena sifat utamanya yaitu menghasilkan uap yang mudah
terbakar. Oleh sebab itu maka cara pengemasan limbah solvent dan xylene harus
memperhatikan terbentuknya gas yang timbul dengan memberi space kosong pada drum
23
kemasan. Selain itu katup drum harus ditutup dengan rapat agar gas yang terbentuk tidak
keluar sehingga terhindar dari kebakaran.
24
Gambar 4.7 Penyimpanan Limbah B3
4.4.3 Pengangkutan dan Pengolahan
Pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan menggunakan truk dari jasa pengangkutan
limbah B3, yang selanjutnya akan dikirim ke PT. PPLI (untuk limbah B3 berupa sisa
katalis dan waste water from laboratory) dan PT. RGM (untuk limbah B3 berupa pelumas
bekas dan accu bekas) untuk dikelola lebih lanjut.
25
yang dibuang ke lingkungan tidak melebihi baku mutu lingkungan yang telah ditentukan
maka hasil pemeriksaan dilaporkan secara periodik kepada Kementerian Negara
Lingkungan Hidup (KNLH), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL)
Provonsi Banten, dan Dinas Lingkungan Hidup Pertambangan dan Energi (DPLHPE)
Kota Cilegon.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini antara lain :
1. PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk merupakan produsen polipropilen yang menghasilkan
limbah B3
2. Limbah B3 yang dihasilkan PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk bersumber dari proses
produksi yang berupa sisa katalis, pelumas bekas, accu bekas, solvent, xylene dan
waste water from laboratory.
3. PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk tidak melakukan pengolahan limbahnya secara
langsung, mereka hanya melakukan pengelolaan limbah B3 dalam hal pengemasan
dan penyimpanan. Sedangkan untuk pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan
akhir atau penimbunan dilakukan oleh pihak lain ( PT. PPLI, PT RGM, dan jasa
pengangkutan).
4. Untuk limbah B3 berupa sisa katalis dan waste water from laboratory dikirim ke
PPLI dan untuk limbah B3 berupa pelumas bekas dan accu bekas dikirim ke
PT.RGM untukdilakukan pengolahan lebih lanjut.
5.2 SARAN
26
Saran yang dapat diberikan dari penulis, antara lain:
1. Sebaiknya PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk memiliki instalasi pengolahan limbah,
sehingga nantinya limbah B3 yang dihasilkan dari proses produksi tidak terlalu
mencemari lingkungan.
2. Sebaiknya antara pemerintah daerah setempat dengan PT. Tri Polyta Indonesia,
Tbk dilakukan koordinasi yang lebih tepat dalam pengolahan limbah B3. Sehingga
PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk tidak perlu jauh – jauh mengirim limbah B3 nya ke
pihak lain (seperti PT. PPLI) untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.
27