UNIVERSITAS SRIWIJAYA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perizinan tidak lahir dengan sendirnya secara serta merta, namun mestinya ditopang
oleh “wewenang” yang telah diberikan kepada pejabat publik (pemerintah sebagai pelaksana
undang-undang/ chief excecutive). Pada akhirnya pemberian Izin oleh pemerintah kepada
orang/ individu dan badan hukum dilaksanakan melalui surat keputusan atau ketetapan yang
selanjutnya menjadi ranah hukum administrasi negara.
Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan
tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Izin ialah salah satu instrumen
yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi, untuk mengemudikan tingkah laku
para warga. Selain itu izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan
dari suatu larangan.
Terdapat juga pengertian izin dalam arti sempit maupun luas :
a) Izin dalam arti luas yaitu semua yang menimbulkan akibat kurang lebih
sama, yakni bahwa dalam bentuk tertentu diberi perkenaan untuk melakukan
sesuatu yang mesti dilarang.
b) Izin dalam arti sempit yaitu suatu tindakan dilarang, terkecuali
diperkenankan, dengan tujuan agar ketentuan-ketentuan yang disangkutkan
dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap
kasus.
Berbicara tentang perizinan, maka sangat erat kaitannya dengan pelayanan publik
yang mana perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik. Hal ini
dikarenakan tanpa adanya sebuah izin akan banyak hal yang tidak dapat kita lakukan.
Banyaknya aspek kehidupan berwarganegara yang diatur dalam sistem perizinan memberi
bukti bahwa perizinan begitu penting secara hukum.
1
1 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Surabaya: Yuridika, 1993, hlm.2. 2 Ibid., hlm. 2-
3.https://www.ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--mewujudkan-pelayanan-perizinan-yang-pro-
rakyathttp://www.negarahukum.com/hukum/pengertian-perizinan.html
2
Perizinan sebagai salah satu produk pelayanan publik yang sangat diperlukan oleh
masyarakat tentunya harus berpedoman dengan aturan yang telah diatur oleh instansi itu
sendiri. Oleh karena itu Ombudsman RI sebagai sebuah lembaga negara yang mempunyai
kewenangan sebagai pengawas pelayanan publik yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI sangat berharap adanya upaya yang nyata
dari pemerintah terkhusus di Provinsi Sulawesi Barat dalam peningkatan pelayanan
perizinan. Hal ini demi mewujudkan pelayanan perizinan yang efektif, efisien, dan tentunya
pro rakyat. Sehingga akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam melakukan
pengurusan perizinan.
2
https://www.ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--mewujudkan-pelayanan-perizinan-yang-pro-rakyat
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai
berikut:
1. Apakah kompetensi penyelenggara layanan dalam memberikan informasi sudah
akurat kepada masyarakat?
2. Apakah pelayanan selama ini sudah membuat masyrakat puas akan hal itu?
Jenis penelitian
Jenis penelitian di dalam penyusunan Skripsi ini lebih ditekankan ke penelitian hukum
Empiris yaitu pengumpuluan data-data lapangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
3
Poin kedua adalah ketepatan waktu pelayanan, kepuasan pengguna layanan dalam
sebuah pelayanan perizinan dapat diukur dari sejauh mana penyelenggara layanan
menyelesaikan proses perizinan sesuai jangka waktu yang telah ditentukan dalam standar
pelayanan. Permohonan perizinan yang telah memenuhi seluruh persyaratan untuk
memperoleh sebuah izin harusnya dapat terselesaikan tepat waktu dan tidak ditunda oleh
penyelenggara layanan dengan alasan yang tidak jelas. Selain itu dalam permohonan
perizinan seharusnya tidak ada lagi syarat tambahan yang diberikan sehingga akan
menimbulkan penundaan pada proses penyelesaian izin tersebut. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya sebuah maladministasi berupa penundaan berlarut dalam proses
perizinan.
Poin ketiga yang perlu menjadi perhatian adalah tersedianya layanan pengaduan
internal. Pemerintah daerah terkhusus pelayanan dibidang perizinan seharusnya memiliki
layanan pengaduan internal. Layanan pengaduan ini setidaknya memiliki komponen-
komponen seperti mekanisme dan proses pengaduan, jangka waktu proses penanganan
pengaduan, serta memiliki petugas khusus yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
pengelolaan pengaduan. Kewajiban pemerintah daerah dalam melengkapi sebuah layanan
pengaduan internal telah diatur dalam Pasal 8 ayat 2 huruf (b) Undang-Undang Nomor 25
tahun 2009 tentang Pelayanan Publik bahwa Penyelenggara Pelayanan Publik sekurang-
kurangnya meliputi pengelolaan pengaduan masyarakat. Serta dalam Pasal 21 huruf j yang
berbunyi komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi penanganan pengaduan,
saran, dan masukan. Dengan adanya pengaduan internal tentunya akan memudahkan
pengguna layanan dalam menyampaikan keluhannya atas pelayanan yang diperolehnya dan
3
https://www.ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--mewujudkan-pelayanan-perizinan-yang-pro-rakyat
berharap petugas pengelola pengaduan internal dapat menindaklanjuti pengaduan tersebut
dengan baik.
Setelah penulis mencari dan menggali info mengenai pusat layanan pengaduan di
dalam ruang lingkup perizinan, penulis pun menemukan PP No. 24/2018 tentang Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Berikut alasan dari pemerintah membuat
PP No. 24/2018 yang disunting dari salah satu website terpercaya.
Jakarta, Kominfo - Dalam rangka percepatan dan peningkatan penanaman modal dan
berusaha, pemerintah memandang perlu menerapkan pelayanan Perizinan Berusaha
terintegrasi secara elektronik.
Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 21 Juni 2018, Presiden Joko Widodo telah
menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik.
Ditegaskan dalam PP ini, jenis Perizinan Berusaha terdiri atas: a. Izin Usaha; dan b.
Izin Komersial atau Operasional. Sementara pemohon Perizinan Berusaha terdiri atas: a.
Pelaku Usaha perseorangan; dan b. Pelaku Usaha non perseorangan.
Perizinan Berusaha, menurut PP ini, diterbitkan oleh menteri, pimpinan lembaga,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya, termasuk Perizinan Berusaha yang
kewenangan penerbitannya telah dilimpahkan atau didelegasikan kepada pejabat lainnya.
“Pelaksanaan kewenangan penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud,
termasuk penerbitan dokuman lain yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha wajib
dilakukan melalui Lembaga OSS,” bunyi Pasal 19 PP ini.
Lembaga OSS berdasarkan ketentuan PP ini, untuk dan atas nama menteri, pimpinan
lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota menerbitkan Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud, dalam bentuk Dokumen Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud disertai dengan Tanda Tangan
Elektronik, yang berlaku sah dan mengikat berdasarkan hukum serta merupakan alat bukti
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dapat dicetak (print out).
4
https://www.ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--mewujudkan-pelayanan-perizinan-yang-pro-
rakyathttps://www.kominfo.go.id/content/detail/13307/inilah-pp-no-242018-tentang-pelayanan-perizinan-
berusaha-terintegrasi-secara-elektronik/0/berita
Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud, menurut
PP ini, dapat melakukan kegiatan: a. pengadaan tanah; b. perubahan luas lahan; c.
pembangunan bangunan gedung dan pengoperasiannya; d. pengadaan peralatan atau sarana;
e. pengadaan sumber daya manusia; f. penyelesaian sertifikasi atau kelaikan; g. pelayanan uji
coba produksi; dan/atau h. pelaksanaan produksi.
Sementara Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha namun belum
menyelesaikan: a. Amdal; dan/atau b. rencana teknis bangunan gedung, menurut PP ini,
belum dapat melakukan kegiatan pembangunan bangunan gedung.
Dalam PP ini disebutkan, Lembaga OSS menerbitkan Izin Komersial atau
Operasional berdasarkan Komitmen untuk memenuhi: a. standar, sertifikat, dan/atau lisensi;
dan/atau b. pendaftaran barang/jasa sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang
dikomersialkan oleh Pelaku Usah melalui sistem OSS.
“Lembaga OSS membatalkan Izin Usaha yang sudah diterbitkan dalam hal Pelaku
Usaha tidak menyelesaikan pemenuhan Komitmen dan/atau Izin Komersial atau
Operasional,” bunyi Pasal 40 PP ini.
Ditegaskan dalam PP ini, Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional
berlaku efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan Komitmen dan melakukan pembayaran
biaya Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemenuhan Komitmen yang diatur dalam PP ini meliputi Izin Lokasi, Izin Lokasi
Perairan, Izin Lingkungan, dan/atau Izin Mendirikan Bangunan.