Anda di halaman 1dari 23

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

KELOMPOK 2

1. BAMBANG SUGIHARTO
2. BENY HERLAMBANG
3. BUDIYANTO
4. DEDI NURMANSYAH
5. DINDA FATMESIA
6. EKO NOVRI CANDRA
7. ERWIN ARIWIJAYA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PRINGSEWU
LAMPUNG
2019
Konsep Dasar Keperawatan Gerontik

A. Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk
pertama kalinya sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun,
pada tahun 1976, nama tersebut diganti dengan gerontological. Gerontologi
berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan logos berarti ilmu. Gerontologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia dengan masalah-masalah yang
terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis, psikologis, dan
ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach)
terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009).
Menurut Miller (2004), gerontologi merupakan cabang ilmu yg mempelajari
proses manuan dan masalah yg mungkin terjadi pada lansia. Geriatrik adalah salah
satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari khusus aspek kesehatan
dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotof, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang mencakup kesehatan badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit
cacat (Tamher&Noorkasiani, 2009).

1
Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie
Gunter dan Carmen Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini.
Namun istilah keperawatan gerontik sudah jarang ditemukan di literature
(Ebersole et al, 2005). Gerontic nursing berorientasi pada lansia, meliputi seni,
merawat, dan menghibur. Istilah ini belum diterima secara luas, tetapi beberapa
orang memandang hal ini lebih spesifik. Menurut Nugroho (2006), gerontik
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala
permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut para ahli,
istilah yang paling menggambarkan keperawatan pada lansai adalah
gerontological nursing karena lebih menekankan kepeada kesehatan ketimbang
penyakit. Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik adalah praktek perawatan
yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua. Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada
lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional,
perencanaan, implementasi serta evaluasi.

B. Tujuan Keperawatan Gerontik


Adapun tujuan dari gerontologi adalah (Maryam, 2008):
1. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya
berkaitan dengan proses penuaan
2. Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia
baik jasmani, rohani, maupun social secara optimal
3. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan lanjut usia
4. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari
5. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
6. Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit

2
7. Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya
dalam masyarakat
Tujuan dari geriatrik menurut Maryam (2008) adalah sebagai berikut:
1. Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-
tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan akticitas fisik dan mental
3. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu
4. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal
tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)
5. Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah
sampai pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan
yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya,
memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya
berlangsung dengan tenang).
Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,
mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian
dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan gerontik
(Maryam, 2008).

C. Fungsi Perawat Gerontik


Perawat memiliki banyak fungsi dalam memberikan pelayanan prima dalam
bidang gerontik. Menurut Eliopoulus (2005), fungsi dari perawat gerontologi
adalah :
1. Guide persons of all ages toward a healthy aging process (membimbing orang
pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat)
2. Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua)

3
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same (menghormati hak
orang yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang sama)
4. Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan mendorong
kualitas pelayanan)
5. Notice and reduce risks to health and well being (memerhatikan serta menguragi
resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan)
6. Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan)
7. Open channels for continued growth (membuka kesempatan untuk pertumbuhan
selanjutnya)
8. Listen and support (mendengarkan dan member dukungan)
9. Offer optimism, encouragement and hope (memberikan semangat, dukungan, dan
harapan)
10. Generate, support, use, and participate in research (menghasilkan, mendukung,
menggunakan, dan berpartisipasi dalam penelitian)
11. Implement restorative and rehabilitative measures (melakukan perawatan
restorative dan rehabilitative)
12. Coordinate and managed care (mengoordinasi dan mengatur perawatan)
13. Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized, holistic maner
(mengkaji, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi perawatan individu
dan perawatan secara menyeluruh)
14. Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai kebutuhan)
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya)
16. Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of each other
(saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, social, dan spiritual)
17. Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern
(mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya
bekerja)

4
18. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan dan
kenyamanan dalam menghadapi proses kematian)
19. Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal)

D. Peran Perawat Gerontik


Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu
pada berbagai setting, seperti rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas,
dengan menyediakan perawatan kepada individu dan keluarganya (Hess, Touhy,
& Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai macam bentuk pelayanan dan bekerja
sama dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari perencanaan hingga
evaluasi. Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik
spesialis klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat
gerontik pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat
klinis secara langsung, pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus,
dan peneliti dalam perencanaan perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan
bagi klien lansia dan keluarganya pada setting rumah sakit, fasilitas perawatan
jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant. Sedangkan
peran GNP yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan
intervensi untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status
kesehatan klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori,
fasilitas jangka panjang, dan independent practice. Hal ini sedikit berbeda dengan
peran perawat gerontik spesialis klinis. Perawat gerontik spesialis klinis memiliki
peran, diantaranya:

5
a) Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di rumah
sakit dengan kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan jangka
panjang. Lansia biasanya memiliki gejala yang tidak lazim yang membuat rumit
diagnose dan perawatannya. Maka perawat klinis perlu memahami tentang proses
penyakit dan sindrom yang biasanya muncul di usia lanjut termasuk faktor resiko,
tanda dan gejala, terapi medikasi, rehabilitasi, dan perawatan di akhir hidup.
b) Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau
baccalaureate level. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien
dengan metode evidence based practice. Penelitian dilakukan dengan mengikuti
literature terbaru, membacanya, dan mempraktekkan penelitian yang dapat
dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang berada pada level undergraduate
degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu melakukan
pengumpulan data.
c) Manajer Perawat
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan, manajemen
waktu, membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi perubahan. Sebagai
konsultan dan sebagai role model bagi staf perawat dan memiliki jiwa
kepemimpinan dalam mengembangkan dan melaksanakan program perawatan
khusus dan protokol untuk orang tua di rumah sakit. Perawat gerontik berfokus
pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas hidup yang mendorong perawat
menerapkan perubahan inovatif dalam pemberian asuhan keperawatan di panti
jompo dan setting perawatan jangka panjang lainnya.

6
d) Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering terjadi
di masyarakat. Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan
umur seseorang. Seringkali para lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau
tidak adanya kesetaraan terhadap berbagai layanan masyarakat termasuk pada
layanan kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat bahwa menjadi
advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi member kekuatan
mereka untuk tetap mandiri dan menjaga martabat, meskipun di dalam situasi
yang sulit.
e) Edukator
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama
sehubungan dengan modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi konsekuensi
dari gejala atipikal yang menyertai usia tua. Perawat harus mengajari para lansia
tentang pentingnya pemeliharaan berat badan, keterlibatan beberapa jenis kegiatan
fisik seperti latihan dan manajemen stres untuk menghadapi usia tua dengan
kegembiraan dan kebahagiaan. Perawat juga harus mendidik lansia tentang cara
dan sarana untuk mengurangi risiko penyakit seperti serangan jantung, stroke,
diabetes, alzheimer, dementia, bahkan kanker.
f) Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh kesehatan
optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga berperan
sebagai inovator yakni dengan mengembangkan strategi untuk mempromosikan
keperawatan gerontik serta melakukan riset/ penelitian untuk mengembangkan
praktik keperawatan gerontik.
g) Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi
penurunan fungsional klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit.
Umumnya, manajemen kasus disediakan bagi klien yang mendapatkan berbagai
perawatan yang berbeda.

7
E. Masalah Kesehatan Pada Lansia
Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada
dewasa muda, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-
kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda
dari orang dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan
istilah 14 I, yaitu immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan
tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser buang air kecil dan atau buang
air besar), intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia), infection
(infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell, communication,
convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan,
dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang
gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat
obat-obatan), insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh
yang menurun), impotence (impotensi).
Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia
perlu dikenal dan dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan
perawatan lansia agar dapat memberikan perawatan untuk mencapai derajat
kesehatan yang seoptimal mungkin.
Kesehatan
1. Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat
menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah
gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit jantung dan
pembuluh darah.

8
2. Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal
yang berkaitan dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua,
penyakit maupun faktor ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti
obat-obat tertentu dan faktor lingkungan. Akibat yang paling sering dari terjatuh
pada lansia adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh yang mengakibatkan
rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka bakar karena air panas akibat
terjatuh ke dalam tempat mandi.
Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi
pergerakannya.
3. Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering
didapati pada lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan
kekerapan yang cukup mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser bak
merupakan masalah yang seringkali dianggap wajar dan normal pada lansia,
walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh lansia tersebut
maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah, baik masalah kesehatan
maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia
tersebut. Lansia dengan beser bak sering mengurangi minum dengan harapan
untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan lansia
kekurangan cairan dan juga berkurangnya kemampuan kandung kemih. Beser bak
sering pula disertai dengan beser buang air besar (bab), yang justru akan
memperberat keluhan beser bak tadi.
4. Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi
gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan
terganggunya aktivitas kehidupan shari-hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat
mulai usia 60 sampai 85 tahun atau lebih, yaitu kurang dari 5 % lansia yang
berusia 60-74 tahun mengalami dementia (kepikunan berat) sedangkan pada usia
setelah 85 tahun kejadian ini meningkat mendekati 50 %. Salah satu hal yang
dapat menyebabkan gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu
dibedakan dengan gangguan intelektual lainnya.

9
5. Infeksi: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia,
karena selain sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang
menyebabkan keterlambatan di dalam diaggnosis dan pengobatan serta risiko
menjadi fatal meningkat pula. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lansia
mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan tubuh:yang
menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya beberapa
penyakit sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan tubuh yang
sangat berkurang. Selain daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan
kuman akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.
6. Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd
menua semua pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan pada
otak, saraf dan otot-otot yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn
terganggunya komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan
mudah rusak dengan trauma yang minimal.
7. Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang
sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan
lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus
menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan
kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa
penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.

10
8. Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya
kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah
satu pemicu munculnya depresi pada lansia. Namun demikian, sering sekali gejala
depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit gangguan fisik, yang tidak
dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena gejala-gejala depresi yang
muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua yang normal
ataupun tidak khas. Fejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak
bahagia, sering menangis, merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan
tubuh lamban, cepat lelah dan menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat
badan berkurang, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan
perhatian, kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang biasanya dinikmati,
menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri
berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau
bunuh diri, dan gejala-gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering timbul
depresi terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit
kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan lain-
lain, sedangkan gangguan jiwa tidak jelas.
9. Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan
maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk
memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat) terutama
karena gangguan pancaindera, kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama
terjadi pada pria yang sangat tua dan baru kehilangan pasangan hidup, sedangkan
faktor kondisi kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur,
alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.

11
10. Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik
dan mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan
ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya
sehingga tidak dapat memberikan penghasilan. Untuk dapat menikmati masa tua
yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat, yaitu :memiliki uang
yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
memiliki tempat tinggal yang layak, mempunyai peranan di dalam menjalani
masa tuanya.
11. Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah
menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih
banyak, apalagi sebahagian lansia sering menggunakan obat dalam jangka waktu
yang lama tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan timbulnya penyakit
akibat pemakaian obat-obat yaqng digunakan.
12. Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan
manusia adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan tetapi
karena sangat rutin maka kita sering melupakan akan proses itu dan baru setelah
adanya gangguan pada kedua proses tersebut maka kita ingat akan pentingnya
kedua keadaan ini. Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka pada umumnya
manusia dapat menikmati makan enak dan tidur nyenyak. Berbagai keluhan
gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni sulit untuk masuk
dalam proses tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak
mimpi, jika terbangun sukar tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah
bangun dipagi hari.

12
13. Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia
merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur
seseorang walaupun tidak selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi
dapat pula karena berbagai keadaan seperti penyakit yang sudah lama diderita
(menahun) maupun penyakit yang baru saja diderita (akut) dapat menyebabkan
penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian juga penggunaan berbagai obat,
keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
14. Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau
mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan
yang terjadi paling sedikit 3 bulan. Menurut Massachusetts Male Aging Study
(MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria usia 40-70 tahun yang
diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi, yang terdiri dari disfungsi
ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 % dan minimal 17 %. Penyebab
disfungsi ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin
sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik
karena proses menua maupun penyakit, dan juga berkurangnya sel-sel otot polos
yang terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin
pria terhadap rangsangan (Siburian, 2009).

F. Mitos Pada Lansia


1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Kenyataan :
a. Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan
karena penyakit
b. Depresi
c. Kekhawatiran
d. Paranoid
e. Masalah psikotik
2. Mitos konservatisme dan kemunduran
a. Konservatif
13
b. Tidak kreatif
c. Menolak inovasi
d. Berorientasi ke masa silam
e. Merindukan masa lalu
f. Kembali ke masa kanak-kanak
g. Susah berubah
h. Keras kepala
i. Cerewet
3. Mitos berpenyakitan
Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh berbagai
penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses manua.
4. Mitos semilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian
otak
5. Mitos tidak jatuh cinta
Lansia tidak lagi jatuh cinta dan gairah terhadap lawan jenis tidak ada atau
sudah berkurang
6. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, hubungan seksual itu menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang
7. Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif

14
G. Pendekatan pada Lansia
1. Pendekatan fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui
perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia
semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih
bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakitnya yang dapat dicegah atau
progresivitasnya. Perawatan fisik umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas
dua bagian, yaitu:
a. Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-
hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan
klien lanjut usia ini, terutama tentang hal yang terhubung dengan kebersihan
perseorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
2. Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang
akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk
keluhan agar lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip
triple S yaitu sabar, simpatik dan service
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus
mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila perlu, usahakan agar
mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.

15
3. Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama sesame klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi
mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa
orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.
Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antara
lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk
mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk
membaca surat kabar dan majalah.
Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik
dengan sesama mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan
pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan
lansia dipanti sosial tresna wherda.

H. Tempat Pemberian Pelayanan Bagi Lansia


1. Pelayanan social di keluarga sendiri
Home care service merupakan bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia
yangdlakukan di rumah sendiri atau dalam lingkungan keluarga lanjut usia.
Tujuan pelayanan yang diberikan adalah membantu keluarga dalam mengatasi dan
memecahkan masalah lansia sekaligus memberikan kesempatan kepada lansia
untuk tetap tinggal di lingkungan keluarganya.
Pelayanan ini dapat diberikan oleh:
a. Perseorangan : perawat, pemberi asuhan
b. Keluarga
c. Kelompok
d. Lembaga / organisasi sosial
e. Dunia usaha dan pemerintah

16
Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan, bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan,
penyuluhan gizi. Pelayanan diberikan secara kontinu setiap hari, minggu, bulan
dan selama lansia atau keluarganya membutuhkan.
2. Foster Care Service
Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan sosial
yang diberikan kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Lansia
tinggal bersama keluarga lain karena keluarganya tidak dapat memberi pelayanan
yang dibutuhkannya atau berada dalm kondisi terlantar.
Tujuan pelayanan ini adalah membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi
masalah yang dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran pelayanannya adalah
lansia terlantar, tidak dapat dilayani oleh keluarganya sendiri.
Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa
a. Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan memberi makanan
b. Peningkatan gizi
c. Bantuan aktivitas
d. Bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan
e. Pendampingan rekreasi
f. Olah raga dsb
3. Pusat santunan keluarga (pusaka)
Pelayanan kepada warga lansia ini diberikan di tempat yang tidak jauh
daritempat tinggal lansia. Tujuan pelayanan ini adalah membantu keluarga/lanjut
usia dalam mengatasi permasalahan, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah
lansia sekaligus member kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di
lingkungan keluarga.
Sasaran pelayanan adalah lansia yang tinggal/berada dalam lingkungan
keluarga sendiri atau keluarga pengganti. Lansia masih sehat, mandiri tetapi
mengalami keterbatasan ekonomi.

17
4. Panti social Tresna Wherda
Institusi yang member pelayanan dan perawatan jasmani, rohani, sosial dan
perlindungan untuk memenuhi kebutuhan lansia agar dapat memiliki kehidupan
secara wajar.
Pelayanan yang diberikan dalam bentuk kegiatan, antara lain:
 Kegiatan rutin
a. Pemenuhan makan 3x/hari
b. Senam lansia (senam pernafasan, senam jantung, senam gerak latih otak
dsb)
c. Bimbingan rohani/keagamaan sesuai dengan agama
d. Kerajinan tangan (menjahit, menyulam, merenda)
e. Menyalurkan hobi (bermain angklung, menyanyi, karaoke, berkebun)

 Kegiatan waktu luang


a. Bermain (catur, pingpong)
b. Berpantun/baca puisi
c. Menonton film
d. Membaca Koran

18
I. Model Keperawatan Gerontik Menurut Ahli
1. Model Konseptual Adaptasi Callista Roy
Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang berfokus
pada kemampuan adaptasi klien terhadap stressor yang dihadapinya. Dalam
penerapannya Roy menegaskan bahwa individu adalah makhluk biopsikososial
sebagai satu kesatuan utuh yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan. Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua
yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh pada perkembangan manusia. Sehat
adalah suatu keadaan atau proses dalam menjaga integritas diri, respon yang
menyebabkan penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya suatu kebutuhan
dan menyebabkan individu berespon terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya
atau prilaku tertentu. Menurutnya peran perawat adalah membantu pasien
beradaptasi terhadap perubahan yang ada.

2. Model Konseptual Human Being Rogers


Marta Rogers (1992) mengungkapkan metaparadigma lansia. Dia menyajikan
lima asumsi tentang manusia. Setiap manusia diasumsikan sebagai kesatuan yang
dengan individualitas. Manusia secara kontinyu mengalami pertukaran energi
dengan lingkungan. Manusia mampu abstraksi, citra, bahasa, pikiran, sensasi, dan
emosi. Manusia diidentifikasi dengan pola dan mewujudkan karakteristik dan
perilaku yang berbeda dari bagian dan yang tidak dapat diprediksi dengan
pengetahuan tentang bagian - bagiannya.
1. Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya, individu
dan lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan, tereduksi
terpisahkan, energi lapangan pandimensional diidentifikasi dengan pola dan
integral dengan bidang manusia (Rogers, 1992).

19
2. Perawatan utamanya adalah seni dan ilmu dan humanistik kemanusiaan.
Ditujukan terhadap semua manusia dan berkaitan dengan sifat dan arah
pembangunan manusia. Tujuannya untuk berpartisipasi dalam proses perubahan
sehingga orang dapat mengambil manfaat (Rogers, 1992).
3. Kesehatan tidak secara khusus diatur, Malinski (1986) dikutip dari komunikasi
pribadi dengan Rogers di mana di negara bagian Rogers bahwa ia memandang
kesehatan sebagai sebuah nilai. Komunikasi ini menegaskan kesimpulan
sebelumnya bahwa penyakit, patologi dan kesehatan adalah sebuah nilai.
3. Model Konseptual Keperawatan Neuman
Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara
utuh dan keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang mempertahankan
semua variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap stressor. Melalui
penggunaan model keperawatan dapat membantu individu, keluarga dan
kelompok untuk mencapai dan mempertahankan level maksimum dari total
wellness. Keunikan keperawatan adalah berhubungan dengan integrasi dari semua
variabel yang mana mendapat perhatian dari keperawatan . Neuman (1981)
menyatakan bahwa dia memandang model sebagai sesuatu yang berguna untuk
semua profesi kesehatan dimana mereka dan keperawatan mungkin berbagi
bahasa umum dari suatu pengertian. Neuman juga percaya bahwa keperawatan
dengan perspektif yang luas dapat dan seharusnya mengkoordinasi pelayanan
kesehatan untuk pasien supaya fragmentasi pelayanan dapat dicegah.
4. Model Konseptual Keperawatan Henderson
Fokus keperawatan pada teori Henderson adalah klien yang memiliki
keterikatan hidup secar individual selama daur kehidupan, dari fase
ketergantungan hingga kemandirian sesuai dengan usia, keadaan, dan lingkungan.
Perawat merupakan penolong utama klien dalam melaksanakan aktivitas penting
guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien atau mencapai kematian yang
damai. Bantuan ini diberikan oleh perawat karena kurangnya pengetahuan
kekeuatan, atau kemauan klien dalam melaksanakan 14 komponen kebutuhan
dasar.
20
5. Model Konseptual Budaya Leininger
Model konseptual Leininger sering disebut sebagai Trancultural Nursing
Theory atau teori perawatan transkultural.
Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik
individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya
culture shock atau culture imposition. Culture shock terjadi saat pihak luar
(perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok
budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan perasaan tidak nyaman, gelisah dan
disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan. Sedangkan
culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara
diam-diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan,
dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau
kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi
daripada budaya kelompok lain.
6. Model Konseptual Perilaku Johnson
Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana
klien beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress actual atau
potensial dapat mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan
adalah menurunkan stress sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati
masa penyembuhannya (Johnson, 1968). Teori Johnson berfokus pada kebutuhan
dasar yang mengacu pada pengelompokkan perilaku berikut:
1. Perilaku mencari keamanan
2. Perilaku mencari perawatan
3. Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi prestasi
4. Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural
5. Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan cultural
6. Perilaku seksual dan identitas peran
7. Perilaku melindungi diri sendiri

21
Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori
perilaku diatas, yang disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien
berfungsi secara efektif didalam lingkungannya.Akan tetapi ketika stres
mengganggu adaptasi normal, perilaku klien menjadi tidak dapat diduga dan tidak
jelas.Perawat mengidentikasi ketidakmampuan beradaptasi seperti ini dan
memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.
7. Model Konseptual Self Care Orem
Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi
kebutuhan klien untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal.
a. Teori Self care deficit
Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai
keterbatasan-keterbatasan dalam mencapai taraf kesehatannya.
b. Teori Self care
Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka deficit
perawatan diri terjadi dan perawat akan membantu klien untuk melakukan tugas
perawatan dirinya
c. Teori nursing system
Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang mengatur
kemampuan individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai dengan tiga
tingkatan

Anda mungkin juga menyukai