Anda di halaman 1dari 4

BAHASTRA

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


ISSN: 2550-0848; ISSN Online : 2614-2988
Vol. 3, No. 2, Maret 2019

GANGGUAN BERBICARA PADA AFASIA WERNICKE

Riska Damayanti
Dikbind PPs Universitas Negeri Medan
riskadamayanti882@gmail.com

Abstrak. Salah satu gangguan berbicara yang banyak terjadi adalah afasia. Anak
yang mengalami afasia tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata.
Pada afasia wernicke anak hanya mampu mengeluarkan isi pikiran, tetapi tidak
mengerti pembicaraan orang lain. Perkembangan bahasa anak afasia wernicke ini
sama dengan anak normal lainnya. Anak lancar berbicara tetapi tanpa ujung dan
intinya, membuat kalimatnya tidak beraturan (berantakan). Anak afasia wernicke
dapat dilihat yakni umur di atas 3-4 tahun.

Kata kunci: Gangguan Berbicara, Afasia Wernicke

Abstract. One of the most common talking disorders is aphasia. Children who
experience aphasia are unable to understand or express words. In aphasia
wernicke children are only able to issue the contents of the mind, but do not
understand the talk of others. The development of Wernicke's aphasic language is
the same as that of other normal children. Children speak fluently but without end
and essence, make the sentence irregular (messy). Wernicke's aphasia children
can be seen at ages above 3-4 years.

Keywords: Speech Disorder, Aphasia Wernicke

PENDAHULUAN Anak yang menderita gangguan


Pada dasarnya setiap manusia otak baik gangguan akibat faktor medis
berkomunikasi menggunakan sederetan atau gangguan karena kelainan fungsi otak
fungsi kebahasaan yang diaplikasikan juga melewati tahap pemerolehan bahasa.
melalui proses formulasi, menyimak Namun, pemerolehan bahasa pada anak
bahasa, menghasilkan nada-nada tertentu, tidak normal akan berjalan lambat dan
menghasilkan pengucapan bunyi bahasa, sesuai dengan perkembangannya.
membuat lagu kalimat dan berinteraksi Salah satu gangguan yang
melalui komunikasi. Akan tetapi banyak terjadi adalah afasia. Dalam
kemampuan tiap orang dalam menguasai bidang neurologi, afasia didefinisikan
fungsi kemampuan berbahasa tertentu sebagai suatu gangguan kebahasaan yang
berbeda satu sama lain. Ada orang yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau
dengan cepat mengaplikasikan fungsi cedera pada erea bahasa otak (Subyantoro,
kebahasaan tersebut. (Subyantoro, 2013: 2013:29)
28). Darley (1982) mengemukakan
Kemampuan berbahasa setiap bahwa afasia biasanya melukiskan suatu
anak itu berbeda-beda, ada yang mampu kerusakan atau pelemahan bahasa akibat
berbahasa dengan sempurna yaitu mampu terjadinya cedera otak pada area dominan
berbahasa sesuai dengan kaidah bahasa cerebral hemisphere. Afasia dapat
kebahasaan seperti stuktur bahasa, terjadi mengikuti stroke dan traumatic
intonasi, dan konteks. Ada juga anak yang brain injury, dapat pula dihubungkan
tidak mampu berbahasa secara sempurna dengan penyakit yang mempengaruhi
atau mengalami gangguan berbahasa. unsur dan fungsi otak (Nadeau, Rothi, &
Chaer (2009: 148) menyatakan bahwa Crosson, 2000).
secara umum terdapat dua penyebab Definisi lain mengungkapkan
gangguan berbahasa. Pertama, gangguan afasia dicirikan sebagai permasalahan
akibat faktor medis, yaitu gangguan yang bahasa dan cognitive communication yang
diakibatkan kelainan fungsi otak maupun berhubungan dengan kerusakan otak
akibat kelainan-kelainan alat-alat bicara. lainnya seperti dementia dan traumatic
Kedua, akibat faktor lingkungan sosial brain injury (Orange & Kertesz, 1998).
seperti tersisih atau terisolasi dari Bagaimanapun, penje‐ lasan terhadap
lingkungan kehidupan masyarakat. afasia bukan sederhana semata‐mata
sebagai kekacauan berbahasa, melainkan

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 188


Riska Damayanti
Gangguan Berbicara pada Afasia Wernicke

sebagai suatu kesatuan klinis yang tidak yakin. Jelas anak afasia wernicke ini
kompleks. mengalami ganguan saraf sensorinya yang
Secara klinis Kertezs (1979) berpengaruh juga pada pendengaran,
menguraikan afasia sebagai bagian dari menyebabkan perbedaan asumsi
neurology di mana gangguan terjadi pada pembicara dengan pikiran. Anak tidak
pusat bahasa ditandai oleh paraphasias, mampu menirukan apa yang diucapkan
kesukaran menemukan kata‐kata, oleh lawan bicara.
pemahaman yang berbeda dan berubah Perkembangan bahasa anak
lemah. Disamping itu berkaitan pula afasia wernicke ini sama dengan normal
dengan gangguan membaca dan menulis lainnya. Anak tidak begitu gagap seperti
yang lazim seperti dysarthria, konstruksi anak afasia broca atau autis. Anak lancar
non‐verbal, kesulitan menyelesaikan berbicara tetapi tanpa ujung dan intinya,
masalah serta kelemahan dalam memberi membuat kalimatnya menjadi berantakan.
dan merespon melalui isyarat( impairment Suatu komunikasi dikatakan
of gesture). berhasil apabila pesan yang disampikan
Pada afasia wernicke pembicara dapat dipahami dengan baik
berhubungan dengan kerusakan pada oleh penyimak sesuai dengan maksud
daerah wernicke, yaitu pusat bahasa yang pembicara tersebut. Bahasa seseorang
bertanggung jawab untuk memproduksi mencerminkan pikirannya. Semakin cerah
makna. Interpretasi kata selama dan jelas pikiran seseorang semakin
pemahaman dan pemilihan kata dalam terampil seseorang berbahasa. Melatih
memproduksi ujaran. Penderita afasia keterampilan berbaha berarti melatih
wernicke hanya lancar mengeluarkan isi keterampilan berfikir (Dawson 1963:27
pikiran. dan Traigan 1980:11).
Anak afasia wernicke dapat METODE PENELITIAN
dilihat ketika dia sudah lancar atau bisa Metode penelitian yang akan
bicara, yakni sekitar pada umur 3-4 tahun. digunakan dalam penelitian ini adalah
Dilihat ketika dia berbicara dengan orang penelitian deskriptif. Metode deskriptif
lain dia bisa memahami maksud dari yaitu metode yang bermaksud untuk
pembicara itu atau tidak. Pada waktu menggambarkan/ melukiskan keadaan
berbicara, anak yang mengalami afasia subjek/objek penelitian. (Hadari Nawawi,
wernicke hanya berbicara sesuai dengan 1989:63).
persepsi dan pendapat dirinya sendiri. Penelitian ini bermaksud
Anak tampak lancar berbicara tetapi mendeskripsikan tentang ganguan
kalimat yang dikeluarkan kacau atau berbicara Khlalisa. Khalisa mampu
disebut juga dengan gado-gado kata. berbicara tetapi tidak mampu menyimak
Mengeluarkan apa yang ada dalam perkataan orang lain. Khalisa adalah anak
pikirannya tetapi tidak nyambung dengan kelas 6 SD dengan umur 12 tahun.
apa yang dibicarakan afasia wernicke HASIL PENELITIAN
disebut juga dengan afasia sensorik Beradasarkan hasil penelitian,
merupakan kemampuan memahami lawan afasia wernicke tidak mampu menyimak
bicara, ia tidak mampu menyimak apa secara baik, anak tersebut hanya membuat
yang dibicarakan. persepsinya saja dalam manjawab
Anak yang mengalami afasia pertanyaan lawan bicaranya.
wernicke ini sering berbicara tanpa arti  Anak tidak mampu menyimak lawan
yang tidak bisa dipahami oleh lawan bicaranya
bicara. Kerusakannya pada wernicke area Pewawancara : Alamat kamu dimana
jadi untuk tercapainya agak susah. Anak ?
dimulai dengan menggunakan alat peraga, Dinda : Saya bersaudara dan
menjelaskan maksud dengan tujuan si tingal bersama ibu saya
anak mengenal maksud dari pembicara. Disini jelas sekali terlihat bahwa
Mula-mula dari pendengaran yang tidak anak afasia wernicke tidak mampu
begitu jelakemudian anak menangkap menyimak dengan baik, dia hanya mampu
asumsi lain dari pembicaraan. Anak membuat persepsi sendiri, yang ditanya
mampu berbicara, dengan apa yang lawan bicara dengan jawaban yang
dibicarakan. Ia bisa saja memahami apa diberikan anak afasia wernicke tidak
yang diterangkan tetapi kesulitan untuk sesuai. Dia hanya mampu menerka-nerka
mengatakan asumsinya tersebut, ragi dan

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 189


Riska Damayanti
Gangguan Berbicara pada Afasia Wernicke

pertanyaan yang diberikan anak afasia teman yang tidak membawa bekal makan
wernicke. Makanya ada asumsi siang tersebut, itu anjuran kakak osis yang
Sekilas ada asumsi bahwa anak telah memberikan arahan dalam acara
afasia wernicke dipengaruhi oleh Mos kami. Itu yang seharusnya diucapkan
pendengaran yang tidak sempurna, jadi anak afasia wernicke. Tetapi dia tidak
maksud dari pembicara tidak disimak baik mampu mengeluaran isi pikirannya, dan
oleh si anak. apa di ucapkannya tidak memiliki makna,
Diperkuat oleh (Wernicke, sehingga lawan bicaranya susah untuk
1874) area wernicke adalah bagian pada berokunikasi dengannya.
bagian dari otak manusia yang berada PEMBAHASAN
pada bagian korteks otak besar, bagian Penyajian hasil dari penelitian
posterior kiri dari gyrus temporalis deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode
superior, mengelilingi korteks yang bermaksud untuk menggambarkan/
pendengaran, di fissure sylvian adalah melukiskan keadaan subjek/objek
bagian pertemuan lobus temporalis dan penelitian. Bahwa Khalisa tidak mampu
parietalis otak. Akibat kerusakan yang menagkap atau memproses pertanyaan
terjadi dalam sistem otak anak tersebut. dari pewawancara. Bisa dipastikan ada
Mengakibatkan sistem komunikasi antara kesalah di dalam sel saraf otak kiri
anak tersebut terganggu. khalisa. Maka dari itu perlu adanya
 Anak tidak mampu penanganan khusus untuk penyembuhan
mengungkapkan isi pikirannya khalisa. Yang paling mampu untuk
untuk lawan bicaranya. mendiagnosa Khalisa adalah dokter
Pewawancara : Bagaiamana spesialis saraf.
pengalaman kamu sewaktu mos ? Perolehan dari hasil penelitan
Dinda : saya kelas satu. Guru- tersebut bahwa khalisa wajib untuk
guru di Man Islamiyah mengikuti terapi sel saraf untuk mampu
ini baik, cantik. menyimak lawan berbicaranya. Karna
Teman-teman saya penyakit afasia itu sangat mempengaruhi
baik. Saya suka pertumbuhan masa depannya yang akan
pelajaran bahasa datang.
Indonesia karna Dilakukan peneltian ini guna
cantik. untuk membantu anak-anak yang lain
Wawancara selanjutnya, yang terkena afasia wernicke agar orang
pewawancara manayakan bagaiamana tuanya lebih tanggap dan lebih cepat
pengalamannya sewaktu mos, dalam mengobati anaknya yang terkena afasia
wawancara tersebut dia menceritakan tersebut. Karena kalau dilihat dari fisik
bagaiamana perasaannya sekarang, memang penyakit afasia ini tidak terlihat
padahal jawaban yang dilontarkan tidak cacat, hanya saja ketika di ajak
seperti itu. Disini jelas sekali apa terlihat komunikasi akan sangat mengalami
yang diucapkannnya juga tidak kesulitan dalam sistem menyimak.
mempunyai makna, pewawancara tidak SIMPULAN
mengerti maksud yang disampikannya, Khalisa tidak mampu berbicara
tujuannya kemana. Dia hanya membuat dengan baik, dengan apa yang ada dalam
persepsi saja dalam menjawab pertanyaan pikirannya tetapi berbeda dengan maksud
si pewawancara, diperkuat oleh yang dibicarakannya. Afasia wernicke
(Subyantoro, 2013: 29) anak afasia yang diderita oleh Khalisa mengalami
wernicke ini tidak mempunyai gangguan sensorisnya yang berpengaruh
kemampuan untuk menangkap apa yang juga pada pendengarannya, menyebabkan
dibicarakan orang lain, hanya mengerti perbedaan asumsi pembicaraan dengan
dengan apa yang ada di dalam pikirannya, pikiran. Khalisa tidak mampu menirukan
itu karena adanya kerusakan pada lobus. yang diucapkan oleh lawan bicara.
Seharusnya dia menjawab SARAN
pengalaman saya sewaktu mos sangatlah Berdasarkan penelitian yang
berkesan, selama mos kami diajar untuk telah dilakukan yakni penelitian
sealu berbagai. Karena bagi teman kami Gangguan Komunikasi Anak Afasia
yang tidak membawa bekal makan siang, Wernicke semoga penelitian ini bagi
agar disuruh membagi setiap orang bekal seseorang yang normal tidak mengucilkan
makan siangnya, dan diberikan kepada atau tidak mencaci anak afasia werncike

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 190


Riska Damayanti
Gangguan Berbicara pada Afasia Wernicke

ketika saat berkomunikasi. Karena anak


afasia wernicke tidak mamu memahami
atau tidak mampu menyimak apa yang
diucapkan anak afasia wernicke.
Untuk itu peneliti menyarankan
agar anak afasia wernicke
mengembangkan penelitian cara mudah
berkomunikasi dengan afasia wernicke
atau cara berbicara dengan afasia
wernicke supaya apa yang diucapkan
sampai kepada penderita afasia wernicke.
DAFTAR ISI
Arifuddin. 2013. Neuropsikolinguistik.
Jakarta: RajaGrafindo.

Chaer Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian


Teoritik. Jakarta:Rineka Cipta.

Dardjowidjojo Soenjoyo. 1991. PELLBA


4. Jakarta: Kansius.

Subyantoro. 2013. Ganguan Berbahasa.


Yogyakarta: Ombak.

Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara


sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung:Angkasa.

Delfiza dkk. 2013. Kalimat Penderita


Afasia (Studi Kasus pada Anggela
Efellin). Jurnal Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia Vol.1 No 2.
Dachrud Musdalifah. 2010. Studi
Metaanalisis terhadap Intensitas
Terapi pada Pemulihan Bahasa
Afasia. Jurnal Psikologi Vol. 37 No1.

Kasondra, Sharon, dkk. Perspektive


Devising a Method to Study if
Wernicke's Aphasia Patients are
Aware That They Do Not
Comprehend Language or Speak It
Understandably. Neuroscience
Education (JUNE), Fall 2017,
16(1):E5-E12.

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 191

Anda mungkin juga menyukai