Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Hari/tanggal : Kamis, 12 September 2019

Teknologi Bahan Penyegar Dosen : Dr.Indah Yuliasih STP, MSi


Kelas : P4
Asisten :
1. Fitriana Roselly (F34150038)
2. Asa Desyana (F34150039)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI

Disusun oleh :

1. Renata Elsa Hapsari F34170009


2. Veni Anggita Sari F34170064
3. Suci Rohmawati F34170099
4. Daffa Kurniawan Arief F34170125

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa bagi Indonesia adalah


tanaman kopi (Coffea sp.). Kopi robusta (Coffea robusta) dan kopi arabika
(Coffea arabika) merupakan dua jenis kopi yang sering dibudayakan di Indonesia
(Sulistyaningtyas 2017). Perkebunan kopi berkembang pesat dengan luas area
lebih dari 1.291 juta hektar yang terdiri dari 86,38% perkebunan kopi robusta
dimana 96,33% berasal dari area perkebunan kopi rakyat (Novita et al. 2010).
Namun, pada saat ini, produksi kopi di Indonesia mengalami penurunan
disebabkan kurangnya perawatan lahan, kurangnya pemupukan, dan rendahnya
mutu kopi dari perkebunan rakyat (Mulato 2001). Rendahnya mutu kopi
disebabkan oleh pengolahan pasca panen yang kurang tepat, seperti kadar air yang
masih tinggi dan dapat menyebabkan timbulnya jamur. Hal tersebut dapat
mempengaruhi cita rasa kopi dan dapat menurunkan harga jual (Mayrowani
2013). Selain itu, rendahnya mutu kopi juga disebabkan pengolahan pasca panen
yang masih menghasilkan kopi asalan, dimana biji kopi dihasilkan dengan metode
serta fasilitas yang sederhana dan masih tercampur dengan bahan lain (Yusianto
dan Mulato 2002).

Pengolahan kopi buah dibedakan menjadi dua yaitu pengolahan cara basah
(West Indischee Bereding) dan pengolahan kering (Ost Indischee Bereding)
(Ridwansyah 2003). Pengolahan basah yaitu pengupasan daging buah dilakukan
ketika keadaan kopi masih basah, sementara pengolahann kering, pengupasan
daging buah, kulit tanduk, dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong)
(Sembiring et al. 2015). Pengolahan secara basah memiliki kualitas yang lebih
baik dan harga jual yang tinggi dari pada pengolahan secara kering. Namun,
pengolahan kopi secara basah memerlukan biaya lebih tinggi daripada pengolahan
secara kering. Pengolahan secara basah melalui proses fermentasi yang
menyebabkan terjadinya peristiwa kimiawi dan menimbulkan pembentukan
karakter citarasa yang ditandai dengan terbentuknya senyawa prekursor citarasa,
seperti asam organik, asam amino, dan gula reduksi (Towaha dan Rubiyo 2016).

Kopi arabika dan robusta memiliki karakteristik yang berbeda baik dari
segi fisik maupun kandungan kimianya. Kopi robusta memiliki mutu citarasa
yang lebih rendah daripada kopi arabika. Kelebihan kopi robusta adalah warna
yang lebih kuat dan lebih kental (Siswoputranto 1993). Kopi robusta memiliki biji
yang lebih lonjong daripada kopi arabika. Di Indonesia, menerapkan standar
kualitas biji kopi dengan melihat faktor nilai cacat pada biji kopi. Standar
Nasional Indonesia nomor 01-2907-2008 digunakan sebagai persyaratan standar
mutu biji kopi yaitu dengan menggunakan nilai cacat sebagai acuan untuk
menentukan kualitas atau mutu suatu biji kopi. Pengujian mutu kopi perlu
dilakuakan untuk menjaga kualitas kopi yang dihasilkan. Pengujian mutu kopi
dapat dilakukan dengan cara mengamati tingkat kematangan kopi, pengamatan
bagian buah kopi, kerapatan massa, speritas, kadar air, kadar sari, trase, tes defect,
pengamatan fisik, serta uji organoleptik.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui karakteristik fisik kopi buah atau


cherry dan kopi beras dari jenis kopi arabika dan robusta, mengetahui standarisasi
umum pengujian kualitas biji kopi, membuat kopi bubuk dari kopi beras yang
telah disangrai, menganalisis kadar air dan kadar sari, serta menganalisa rasa kopi
bubuk.

METODOLOGI

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan, pisau,


baskom plastik, gelas ukur, hummermill, jangka sorong, wajan, teflon, griding,
kemasan plastik, oven, kompor, labu ukur, pipet, penangas air, cawan, desikator,
gelas piala, gelas, saringan, sendok, vietnam coffe drip, franch press, teko,
expesso, syphone dan chemex. Sedangkan bahan yang digunakan selama
praktikum adalah buah kopi ceri robusta, buah kopi ceri arabika , kopi beras
robusta, kopi beras arabika, aquades, brown sugar, susu kental manis, creamer
serta nutella.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

[Terlampir]

Pembahasan

Perubahan warna kulit luar pada buah kopi disebabkan menghilangnya


pigmen klorofil dan terakumulasinya anthocyan selama tahap pematangan buah.
Tingkat kematangan buah kopi ditandai dengan perubahan warna yaitu dari warna
hijau menjadi warna merah. Dalam pemanenan buah kopi direkomendasikan
untuk memetik buah yang telah matang sempurna yaitu ketika buah kopi telah
berwarna merah (biji cherry), karena akan menghasilkan nilai perkecambahan dan
vigor benih yang lebih bagus daripada warna kuning dan hijau (Saefudin dan
Wardiana 2013). Pemetikan buah kopi dengan presentase warna hijau yang
banyak akan menyebabkan banyaknya biji muda dan biji hitam pada proses kering
dan tahap pengolahan (Hardjosuwito dan Hermansyah 1985). Berdasarkan hasil
pengamatan diperoleh bahwa rata-rata presentase tingkat kematangan kopi arabika
dan robusta tertinggi yaitu berwarna merah dan sisanya berwarna kuning dan
hijau. Hal ini telah sesuai dengan kriteria rekomendasi dalam pemetikan buah
kopi berdasarkan Saefudin dan Wardiana 2013 dimana pemetikan buah kopi
direkomendasikan untuk memetik buah yang telah matang sempurna yaitu
berwarna merah.

Presentase Tingkat Kematangan


Kelompok Jenis Kopi
Merah Kuning Hijau
Arabika 85,96% 7,73% 6,29%
1
Robusta 77,3% 13,1% 9,6%
Arabika 83,67% 6,34% 9,99%
2
Robusta 84,62% 5,48% 9,10%
Arabika 83,11% 14,26% 2,63%
3
Robusta 90,10% 8,36% 1,54%
Arabika 85,04% 4,77% 10,19%
4
Robusta 85,37% 4,67% 9,95%
Arabika 89,74% 5,72% 4,54%
5
Robusta 78,34% 12,89% 8,76%
6 Arabika 93,83% 1,11% 5,01%
Robusta 73,39% 15,13% 10,94%

Kerapatan massa pada buah kopi adalah ukuran konsentrasi massa zat cair
yang dinyatakan dalam bentuk massa per satuan volume. Kerapatan massa kopi
buah berwarna hijau baik jenis arabika maupun robusta lebih besar daripada
warna kuning dan merah. Hal ini disebabkan karena semakin matang buah maka
berat jenisnya semakin mendekati angka satu (Sativa et al. 2014). Berdasarkan
hasil pengamatan, kerapatan massa kopi buah arabika berwarna merah berkisar
antara 0.609 gr/cm3 – 7.01 gr/cm3, warna kuning antara 0.512 gr/cm3 – 1.2
gr/cm3, warna hijau antara 0.309 gr/cm3 – 1.01 gr/cm3. Sementara kerapatan
massa pada kopi buah robusta berwarna merah berkisar antara 1.00 gr/cm3 – 6.89
gr/cm3, warna kuning antara 1.00 gr/cm3 – 1.42 gr/cm3, warna hijau antara 1.06
gr/cm3 – 1.18 gr/cm3. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur Sativa et
al. 2014, karena pada kopi buah arabika berwarna merah, tidak semua kerapatan
massanya mendekati nilai satu, sementara pada kopi buah robusta berwarna merah
juga terdapat nilai yang tidak mendekati satu, hal ini berarti kedua kopi tidak
semuanya matang sempurna walaupun telah berwarna merah. Ketidaksesuaian
hasil pengamatan dapat disebabkan adanya perubahan komponen dalam buah kopi
(Ridwansyah 2003).

Arabika Robusta
Buah Kopi Buah Kopi
Kel
Merah Kuning Hijau Merah Kuning Hijau
(gr/cm3) (gr/cm3) (gr/cm3) (gr/cm3) (gr/cm3) (gr/cm3)
1 1,05 1,00 1,01 1,00 1,00 1,06
2 1,00 1,06 1,01 1,05 1,01 1,07
3 1,11 1,2 0,97 1,10 1,15 1,11
4 0,609 0,512 0,309 1,25 1,12 1,18
5 1,05 0,93 0,99 1,00 1,11 1,06
6 7,01 0,83 0,94 6,89 1,42 1,14

Uji perbedaan ukuran atau speritas dapat dijelaskan menggunakan dimensi


area yang terproyeksikan melalui diameter minor dan mayor (Sativa et al. 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh bahwa kopi buah robusta dengan warna
merah memiliki nilai speritas antara 0.81 mm – 1.731 mm, warna kuning antara
0.77 mm – 1.506 mm, warna hijau antara 0.80 mm – 1.57 mm, sementara kopi
buah arabika dengan warna merah memiliki nilai speritas antara 0.77 mm – 1.58
mm, warna kuning antara 0.73 mm – 1.28 mm, dan warna hijau antara 0.85 mm –
1.50 mm. Diameter mayor kopi buah robusta berwarna merah antara 1.25 mm –
12.75 mm, warna kuning antara 1.26 mm – 12.67 mm, warna hijau antara 1.18
mm – 13.03 mm, sementara diameter mayor kopi arabika berwarna merah antara
1.15 mm – 12.18 mm, warna kuning antara 1.13 mm – 11.99 mm, dan warna hijau
antara 1.16 mm – 11.72 mm. Diameter minor kopi buah robusta berwarna merah
antara 0.9 mm – 7.34 mm, warna kuning antara 0.75 mm – 8.84 mm, warna hijau
antara 0.9 mm – 9.7 mm, sementara diameter minor kopi arabika berwarna merah
antara 0.81 mm – 8.23 mm, warna kuning antara 0.60 mm – 9.34 mm, dan warna
hijau antara 0.81 mm – 8.84 mm. Sementara pada kopi biji baik jenis robusta
maupun arabika tidak dihitung nilai speritasnya serta nilai mayor dan minornya.
Hasil pengamatan ini kurang sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa
keseragaman ukuran biji merupakan salah satu aspek penting dalam penentuan
mutu biji kopi bagi konsumen (Widyotomo 2005), karena berdasarakan hasil yang
diperoleh, diameter mayor dan minor pada buah robusta serta buah arabika
mempunyai nilai yang berbeda-beda sehingga tidak seragam.

Mayo Pertengah Nilai


Ke Warna Minor
Jenis Kopi r an Speritas
l kopi (mm)
(mm) (mm) (mm)
Merah 1,404 1.210 1.104 1.731
Buah robusta Kuning 1.302 1.202 1.102 1.506
Hijau 1.30 1.206 1.112 1.57
Merah 1.402 1.202 0.85 1.58
Buah arabika Kuning 1.204 1.11 0.902 1.28
1
Hijau 1.206 1.1 0.81 1.50
Biji kopi
- - - - -
robusta
Biji kopi
- - - - -
arabika
Buah robusta Merah 12,75 11,95 7,34 0,81
Kuning 12,67 11,29 8,84 0,85
Hijau 13,03 11,32 9,7 0,86
Buah arabika Merah 12,18 9,37 8,23 0,80
Kuning 11,99 10,26 9,34 0,87
2
Hijau 11,72 10,30 8,84 0,87
Biji kopi
- - - - -
robusta
Biji kopi
- - - - -
arabika
Buah robusta 1,320
Merah 1,1010 0,9002 0,82
7
1,400
Kuning 1,2010 0,8808 0,81
3 6
1,400
Hijau 1,1010 0,9209 0,80
4
Buah arabika 1,420
Merah 1,1005 0,8413 0,77
5
1,300
Kuning 1,1011 0,8609 0,82
4
1,200
Hijau 1,0344 0,9212 0,87
9
Biji kopi
- - - - -
robusta
Biji kopi
- - - - -
arabika
4 Buah robusta Merah 1.25 1.14 1.02 0.91
Kuning 1,26 1,17 1.10 0,93
Hijau 1.18 0.99 0.97 0.88
Buah arabika Merah 1.25 1.08 0.81 0.82
Kuning 1.13 0.86 0.60 0.73
Hijau 1.16 0.98 0.85 0.85
Biji kopi
- - - - -
robusta
Biji kopi
- - - - -
arabika
Buah robusta Merah 1,43 1,31 0,96 0,85
Kuning 1,36 1,14 0,75 0,77
Hijau 1,28 1,19 1,01 0,90
Buah arabika Merah 1,39 1,05 0,87 0,78
Kuning 1,24 1,08 0,77 0,82
5
Hijau 1,24 1,03 0,95 0,86
Biji kopi
- - - - -
robusta
Biji kopi
- - - - -
arabika
Buah robusta 1,288
Merah 1,1532 1,0097 0,8883
8
1,261
Kuning 1,0783 0,9177 0,8537
1
1,270
Hijau 1,1817 1,0076 0,9035
5
Buah arabika Merah 1,152 0,936 0,836 0,8385
6
Kuning 1,175 1,115 1,105 0,9627
1,296
Hijau 1,2212 0,918 0,8738
2
Biji kopi
- - - - -
robusta
Biji kopi
- - - - -
arabika

Kelomp
Jenis biji kopi buah Kadar air
ok
Biji kopi buah robusta Kering: 3,00%
1
merah Basah: 2,80%
Biji kopi buah arabika Kering: 4,00%
2
kuning Basah: 4,00%
Biji kopi buah robusta Kering: -
3
hijau Basah: -
Kering:
Biji kopi buah robusta
4 11,46% Basah:
merah
7,60%
Biji kopi buah robusta Kering: 2,89%
5
kuning Basah: 2,36%
Biji kopi buah robusta Kering: 0,80%
6
hijau Basah: 1,20%

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik yang akan mempengaruhi mutu
kopi, berkaitan dengan daya simpan untuk mencegah perubahan warna,
tumbuhnya jamur dan mikroorganisme lainnya (Novita et al. 2010). Berdasarkan
standar, biji kopi hasil pengolahan basah dan kering memiliki kadar air sampel
antara 12% - 13%. Menurut Wibowo (1985), kadar air 12% dengan toleransi 1%
merupakan batasan yang dapat menjamin keamanan selama penyimpanan. Selain
itu, pengeringan biji kopi ini juga dapat menambah cita rasa dan aroma khas kopi.
Dengan demikian, untuk menjamin kemantapan penyimpanan biji kopi, akan
lebih baik apabila dilakukan pengeringan hingga kadar air maksimum sebesar
11%. Berdasarkan pengamatan, sebagian besar kadar air kopi yang dihasilkan
berada di bawah 9%. Menurut Sivetz and Desrosier (1979), kadar air kurang dari
9% (terlalu kering) akan menyebabkan kerusakan cita rasa dan warna. Hal ini
menunjukan bahwa mutu biji kopi hasil pengolahan telah mengalami penurunan
yang cukup signifikan. Penurunan mutu biji kopi dapat dicerminkan dari cita rasa
dan warna yang dihasilkan.
Berat Berat biji
Kelomp
Jenis biji kopi kopi kopi bagus
ok
(gram) (gram)
Biji kopi beras
100 85,64
robusta
1
Biji kopi beras
100 94
arabika
Biji kopi beras
100 86,74
robusta
2
Biji kopi beras
100 94,18
arabika
Biji kopi beras
100 86,37
robusta
3
Biji kopi beras
100 92,43
arabika
Biji kopi beras
100 75,8
robusta
4
Biji kopi beras
100 92,35
arabika
Biji kopi beras
100 96,11
robusta
5
Biji kopi beras
100 76,4
arabika
Biji kopi beras
100 93
robusta
6
Biji kopi beras
100 98,3
arabika
Sistem nilai kotor (triage atau trase) adalah sistem uji untuk mengetahui
persentase nilai kotor pada biji kopi, yaitu biji berwarna hitam, coklat, dan biji
feksel atau biji pecah (Handayani 2013). Uji trase biasa dilakukan pada biji kopi
asalan untuk menentukan kualitas dari biji tersebut. Uji trase dilakukan dengan
membandingkan berat biji kopi bagus terhadap 100 gr biji kopi. Berdasarkan
pengamatan, seluruh biji kopi hasil pengolahan memiliki trase di atas 70%.
Berdasarkan standar, hasil trase yang bagus memiliki kadar di atas 50%, yang
mencerminkan bahwa dari 100 gram biji kopi, persentase biji kopi bagus itu
dominan. Maka biji kopi hasil pengolahan telah memenuhi standar dari trase.

Sistem SNI Sistem SCAA


Kelompok
Nilai Cacat Mutu Nilai Cacat Mutu
Arabika: 34,3 3 Arabika: >8
1 Off grade
Robusta: 71,2 4b Robusta: >8
Arabika: 36,5 3 Arabika: >8
2 Off grade
Robusta: 76,85 4b Robusta: >8
Arabika: 82,4 5 Arabika: >8
3 Off grade
Robusta: 37,3 3 Robusta: >8
Arabika: 56,2 4a Arabika: >8
4 Off grade
Robusta: 105,15 5 Robusta: >8
Arabika: 25,7 3 Arabika: >8
5 Off grade
Robusta: 69,86 4b Robusta: >8
Arabika: 33,15 3 Arabika: >8
6 Off grade
Robusta: 37,3 5 Robusta: >8

Menurut Siswoputranto (1993), aspek-aspek yang diperhatikan dalam


penetapan standar terutama mengenai ukuran biji kopi dan keseragaman ukuran,
cacat yang terlihat dari warna yaitu biji hitam, biji berbintik-bintik, biji berwarna
coklat. Cacat biji karena biji pipih, biji pecah, biji berlubang akibat serangan
hama. Cacat karena biji berkapang akibat pengeringan biji kopi yang tidak
dilakukan dengan baik, dan lain-lain. Selain itu, kandungan benda asing seperti
ranting, tanah, batu yang berukuran besar, sedang dan kecil termasuk cacat
kontaminasi benda asing. Kontaminasi tanah dan batu dapat terjadi selama proses
penjemuran yang dilakukan di pelataran jalan. Hal ini menyebabkan adanya
kontaminasi dari lingkungan.
Menurut Madi (2010), standar klasifikasi biji kopi hijau yang disediakan
oleh SCAA adalah metode yang sangat baik untuk membandingkan biji kopi.
Sistem ini unggul dari beberapa system lainnya dalam hubungan antara biji kopi
cacat dan biji kopi kelas tinggi. metode penentuan mutu biji kopi berdasarkan
SCAA adalah biji kopi sebanyak 300 gram ditimbang dan diklasifikasikan nilai
persentase cacatnya. Cara pengklasifikasian dengan menggunakan sampel
sebanyak 300 gram kopi ini sangat memakan waktu, sehingga biasanya hanya 100
gram kopi yang digunakan. Jika berurusan dengan kopi kelas tinggi dengan hanya
beberapa cacat, maka digunakan 300 gram. Jika kopi kualitas yang lebih rendah
dengan banyak cacat, 100 gram biasanya cukup dalam klasifikasi yang tepat baik
sebagai Below Standard Grade atau Off Grade. Berdasarkan hasil uji defects,
seluruhnya memiliki nilai cacat lebih dari 8, yang artinya biji kopi hasil
pengolahan yang dihasilkan berada dalam tingkat mutu off grade yaitu lebih dari
86 cacat dari 300 gram.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kopi nomor 01-2907-
2008. Ada beberapa pokok ketetapan mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI)
biji kopi nomor 01-2907-2008 yaitu jenis kopi dapat dibedakan menjadi kopi
robusta dan kopi arabika, kopi dapat digolongkan menjadi 2 jenis berdasarkan
cara pengolahannya adalah kopi pengolahan kering dan kopi pengolahan basah,
sedankan berdasarkan nilai cacatnya, kopi dapat digolongkan menjadi 6 tingkat
mutu. Berdasarkan hasil uji, didapatkan data bahwa nilai cacat dari biji buah kopi
arabika berada di antara 25-85, yang berarti kualitas biji kopi berada di tingkat
mutu 3 – 5, dengan sub tingkat 4a dan 4b. Namun, nilai cacat pada buah robusta
lebih bervariasi, untuk mutunya berada di sekitar 3 - 5 pula. Hal ini dapat
mempengaruhi mutu cita rasa kopi apabila defects tidak tersisihkan. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Yusianto dan Mulato (2002), yaitu penilaian biji kopi
berdasarkan sifat fisik tidak sepenuhnya dapat menjamin mutu seduhan, tetapi
dapat mengantisipasi sebagian besar cacat cita rasa seduhan kopi. Kesalahan -
kesalahan prakiraan citarasa seduhan kopi berdasarkan sifat fisik dapat diperkecil
dengan uji seduhan (cup test). Hasil olahan akhir kopi berupa seduhan sehingga
uji seduhan merupakan pelengkap yang sangat penting dari semua cara uji yang
telah ada meskipun masih belum dapat distandarisasi.
Proses penyangraian biji kopi merupakan proses pembentukan rasa, warna
dan aroma pada biji kopi. Dalam proses penyangraian ini biji kopi mengalami
proses penguapan air pada suhu 100oC dan proses pirolisis pada suhu 180-225oC.
Selama penyangraian biji kopi diaduk agar uap air cepat terbawa keluar dan panas
terdistribusi secara seragam dan menyeluruh (Nugroho et al. 2009). Oleh karena
uap air keluar ketika disangrai, maka biji kopi juga akan mengalami penyusutan
kadar air selama penyangraian.
Praktikum ini menggunakan biji kopi Arabica dan Robusta yang masing-
masing terbagi berdasarkan warna kulit buah merah, kuning, dan hijau serta
berdasarkan jenis pengolahan kering dan basah. Berdasarkan hasil praktikum,
kadar air biji kopi yang telah disangrai berkisar antara 1 hingga 3 persen. Hanya
terdapat satu sampel yang memiliki kadar air cukup tinggi yaitu pada kopi Arabica
kuning dengan pengolahan basah. Tidak terdapat SNI untuk kadar air biji kopi
sangrai. Namun, apabila berdasarkan syarat mutu SNI kopi instan maka kadar air
biji kopi sangrai tersebut telah memenuhi kriteria yaitu maksimal sebesar 4%.
Apabila dibandingkan dengan kadar air biji kopi sebelum penyangraian, terdapat
penyusutan kadar air yang cukup signifikan pada beberapa sampel. Penyusutan
kadar air setelah penyangraian berkisar antara 0,2 hingga 10 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa proses penyangraian berpengaruh nyata terhadap penurunan
kadar air pada biji kopi.

Jenis Kopi Warna Kadar Air (%)


Merah Kering: 1
Basah: 1
Kuning Kering: 3
Arabika
Basah: 9
Hijau Kering: 2
Basah: 1
Merah Kering: 1
Basah: 3
Kuning Kering: 2
Robusta
Basah: 3
Hijau Kering: 2
Basah: 1

Fenomena penurunan kadar air pada proses penyangraian berkaitan


dengan cepat rambat air di dalam sel biji kopi. Makin rendah kandungan air di
dalam biji kopi, maka kecepatan penguapan air menurun karena posisi molekul air
terletak makin jauh dari permukaan biji. Penurunan kadar air pada biji kopi perlu
diketahui, karena air dapat mempengaruhi cita rasa. Selain itu, kadar air juga
berpengaruh terhadap kesegaran dan daya tahan bahan terhadap serangan
mikroorganisme. Semakin rendah kadar air juga menyebabkan penyerapan uap air
dari udara akan semakin lama, sehingga akan menjaga ketahanan biji kopi dari
kerusakan mikroorganisme (Winarno 1992).
Sebelum kopi sampai ke tangan konsumen, kopi akan melalui tahapan
cupping test atau pengujian citarasa seduhan kopi secara organoleptik. Cupping
test mengacu kepada standar Specialty Coffee Association of America atau
disingkat SCAA. Variabel citarasa yang dinilai berdasarkan SCAA meliputi aroma
(bau aroma saat diseduh), flavor (rasa di lidah), body (kekentalan), acidity
(keasaman), aftertaste (rasa yang tertinggal di mulut), sweetness (rasa manis),
balance (keseimbangan rasa), clean up (kesan rasa umum), uniformity
(keseragaman rasa), dan overall (aspek rasa keseluruhan) (Towaha et al. 2014).
Penilaian pada cupping test menggunakan skala antara 6 hingga 9,75 serta
dijumlahkan nilai seluruh variabel citarasa untuk mendapatkan skor citarasa
seduhan. Jika nilai totalskor citarasa seduhan kopi ≥ 80 pada skala 100
berdasarkan cupping test maka kopi tersebut dapat dikategorikan sebagai kopi
spesialti.
Cupping test pada praktikum ini yang bertindak sebagai panelis ialah
praktikan dari kelompok praktikum P4. Kopi yang diuji yaitu jenis kopi arabika
dan kopi robusta. Berdasarkan penilaian, didapatkan skor yang sangat beragam.
Pada kopi arabika skor tertinggi yaitu 81 dan yang terendah yaitu 62. Sedangkan
pada kopi robusta skor tertinggi yaitu 85,6 dan yang terendah yaitu 61. Nilai rata-
rata untuk kedua jenis kopi yaitu arabika 72,2 serta robusta 71,6 sehingga kedua
jenis kopi tersebut secara rata-rata termasuk off grade karena tidak mencapai skor
80.
Nama Arabika Robusta

Yogi 74 68

Mattjik 69 68,9

Veni 62 62

Afdhal 72 61

Otto 67 73

Alya 72 73

Fiqo 83 75

Ilham 75,6 71

Ayu 71,5 69,5

Dhila 59,6 64,3

Naura 63 74

Widya 72 65

Husna 81 75

Badjrai 76,75 76,125

Sandro 76,55 85,625

Renata 69,5 79,5

Suci 69 69,5

Daffa 80,5 77

Imansary 75 74

71
Aspar 74,9

RATA – RATA 72,2 71,6 Off Grade

Adanya perbedaan citarasa yang dihasilkan pada biji kopi selain


dipengaruhi proses penyangraian, juga disebabkan oleh perbedaan komposisi
bahan kimia yang dikandungnya (Taba 2012). Makin banyak senyawa asam
amino yang bereaksi dengan gula reduksi pada reaksi Maillard saat proses
penyangraian, maka semakin banyak senyawa citarasa maupun aroma yang
terbentuk.
PENUTUP

Simpulan

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 01-2907-2008 : Biji Kopi.


Jakarta (ID) : BSN
Handayani A. 2013. Penerapan sistem nilai cacat pada komoditas kopi
robusta (studi kasus di Wonokerso, Pringsurat, Temanggung). Jurnal Litbang
Provinsi Jawa Tengah. 11(2): 201-209.
Hardjosuwito B, Hermansyah. 1985. Biji Kopi Asal Buah Hijau Dinilai
Dengan Sistem Nilai Cacat. Bogor (ID) : Balai Penelitian Perkebunan.
Madi SCY. 2010. Pemutuan biji kopi dengan menggunakan pengolahan citra
(image processing) [Skripsi]. Bogor (ID): IPB University.
Mayrowani H. 2013. Kebijakan penyediaan teknologi pascapanen kopi dan
masalah pengembangannya. Jurnl Forum penelitian Agro Ekonomi. 3(1): 31-49.
Mulato S. 2001. Pelarutan Kafein Biji Robusta Dengan Kolom Tetap
Menggunakan Pelarut Air. Jakarta (ID) : Pelita Perkebunan
Novita E, Syarief R, Noor E, Mulato S. 2010. Peningkatan mutu biji kopi
rakyat dengan pengolahan semi basah berbasis produksi bersih. Jurnal Agrotek.
4(1) : 76-90.
Nugroho J, Lumbanbatu J, Rahayoe S. 2009. Pengaruh suhu dan lama
penyangraian terhadap sifat fisik-mekanis biji kopi robusta. Seminar Nasional
dan Gelar Teknologi PERTETA. A217-A225
Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Medan (ID) : Departemen Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Saefudin, Wardiana E. 2013. Pengaruh varietas dan tingkat kematangan
buah terhadap perkecambahan dan fisik benih kopi arabika. Jurnal Buletin
RISTRI. 4(3) : 245-256.
Sativa O, Yuwana, Bonodikun. 2014. Karakteristik fisik buah kopi, kopi
beras dan hasil olahan kopi rakyat di Desa Sindang Jati, Kabupaten Rejang
Lebong. Jurnal Agroindustri. 4(2) : 65-77.
Sembiring NB, Satriawan IK, Tuningrat IAM. 2015. Nilai tambah proses
pengolahan kopi arabika secara basah (west indischee bereding) dan kering (ost
indischee bereding) di Kecamatan Kintamani, Bangli. Jurnal Rekayasa dan
Manajemen Agroindustri. 3(1) : 61-72.
Siswoputranto PS. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Semarang (ID):
Kanisius.
Siswoputranto PS. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Sivetz M, Desrosier NW. 1979. Coffee Technology. Connecticut (US): AVI
Publ.Co.Westpert.
Sulistyaningtyas AR. 2017. Pentingnya pengolahan basah (wet processing)
buah kopi robusta (Coffea robusta Lindl.ex.de.Will) untuk menurunkan resiko
kecacatan biji hijau saat coffee grading. Prosiding Seminar Nasional Publikasi
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. 90-94.
Taba J. 2012. Coffee taste analysis of an espresso coffee using nuclear
magnetic spectroscopy [Tesis]. Eindhoven (NL): Central Ostrobothnia University
Towaha J, Aunillah A, Purwanto EH, Supriadi H. 2014. Pengaruh elevasi
dan pengolahan terhadap kandungan kimia dan citarasa kopi robusta Lampung. J.
Tanaman Industri dan Penyegar. 1(1): 57-62
Towaha J, Rubiyo. 2016. Mutu fisik biji dan citarasa kopi arabika hasil
fermentasi mikrob probiotik asal pencernaan luwak. Jurnal TIDP. 3(2) : 61-70.
Wibowo, W. 1985. Evaluasi karakteristik berbagai jenis biji kopi cacat dan
sifat organoleptik seduhannya [Skripsi]. Bogor (ID): IPB University.
Widyotomo. 2005. Penentuan Karakteristik Pengeringan Kopi Robusta
Lapis Tebal. Jember (ID) : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia PU
Yusianto, Mulato S. 2002. Pengolahan dan Komposisi Kimia Biji Kopi:
Pengaruhnya terhadap Cita Rasa Seduhan. Materi Pelatihan Uji Cita Rasa Kopi.
Jember (ID): Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Yusianto, Mulato S. 2002. Pengolahan dan Komposisi Kimia Biji Kopi:
Pengaruhnya terhadap Cita Rasa Seduhan. Jember (ID) : Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai