Anda di halaman 1dari 24

Demam Tifoid

Profil Klinis, Laboratorium dan Tatalaksana


Fedriyansyah
UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI
TOPIK
• Pendahuluan
• Manifestasi Klinis
• Pemeriksaan Laboratorium
• Prinsip Tatalaksana
Pendahuluan
• Demam tifoid: endemis di Indonesia
• Gambaran klinis tidak selalu khas  pemeriksaan penunjang
untuk diagnosis
• Diagnosis pasti: biakan kuman  keterbatasan
Etiologi
Enterobacteriaceae

Shigella Salmonella Escherichia Vibrionaceae

S. cholerae suis S. enteritidis S. typhimurium S. paratyphi A. B. C. S. typhi

Paratyphoid fever Typhoid fever

Septikemia Enteric fever


Gastroenteritis
Diagnosis

Epidemiologi

Pemeriksaan
Klinis
Penunjang

DEMAM
TIFOID
Manifestasi klinis

• Usia >5 tahun


• Demam naik
perlahan, > 7
hari
• Gangguan GIT

Gambar. Perjalan Klinis Infeksi S. typhi

• Gejala klinis: demam, sakit kepala, malaise, anoreksia, nausea, nyeri


abdomen, batuk kering, myalgia, coated tongue, hepatomegali, dan
splenomegali
• Komplikasi: perdarahan GIT, perforasi usus, dan ensefalopati tifoid
• Sekitar 1-5% pasien menjadi karier kronis
Curr Opin Gastroenterol 2014, 30:7–17
Diagnosis Demam Tifoid
• Usia >5 tahun
• Demam naik perlahan lebih dari 1 minggu
• Gangguan GIT
• Eksklusi penyebab lain

Definitif: Sugestif:
• Isolasi S. typhi dari darah, sumsum • Karakteristik gejala klinis demam
tulang, atau lesi anatomi spesifik tifoid atau
• Deteksi respons antibodi spesifik

• Positive rate rendah


Kultur darah merupakan • Terbatas
dasar diagnosis demam • Mahal
tifoid • Lama
• Pengaruh AB

Gejala klinis karena S typhi dan paratyphi tidak dapat dibedakan


Temuan Laboratorium
• Pemeriksaan darah tepi: tidak spesifik
– Anemia
– Lekopenia (terkadang leukositosis), limfositosis relatif, aneosinophilia
– Tidak spesifik
Bukti adanya Salmonella Thypi
• Bakteriologi
– Kultur
– PCR
– Spesimen: darah, feses, urine, sumsusm tulang, organ lain
• Serologi
– Widal (IgM-IgG)
– Elisa
– Serologi Rapid test
• Typhi dot (IgG)
• Typhi dot M (IgM)
• Tubex (IgM)
Kultur Salmonella
Baku emas, “rutin”, mahal, perlu fasilitas dan tenaga khusus

Isolasi organisme
Kapan? Hasil
tidak berhasil
Blood (40 – 54%), limitations of laboratory media
Blood: 1st week
bone marrow
Presence of antibiotics
(80 – 90%),
Urine:
urine (7%), Volume of the specimen
2nd - 3rd week
stool (35 – 37%), Ratio volume of blood to culture
broth
Stool:
duodenal fluid (58%), rose spot
3rd – 4th week (63%) Time of collection
Tabel. Uji Diagnostik Demam Tifoid
Uji Diagnostik Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) Keterangan
Uji Diagnostik Serologi
Widal 47 – 77 50 – 92 Klasik dan murah. Hasil bervariasi di daerah endemis,
perlu standarisasi dan jaminan kualitas reagen
Typhidot 66 – 88 75 – 91 Sensitivitas lebih rendah dari Typhidot-M
Typhidot-M 73 – 95 68 – 95 Sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari Typhidot-M
Tubex 65 – 88 63 – 89 Hasil awal menjanjikan tetapi masih harus diuji secara
luas di komunitas
Lainnya
Deteksi antigen urin 65 – 95 N/A Baru berupa data awal
TPTest 78 – 97 100 Masih dalam pengembangan (metode yg
disederhanakan)

Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan penunjang


Deteksi/diagnosis laboratorium
• Diagnosis laboratorium
– kontroversial
• Peluang penyalah gunaan dan misinterpretasi.
– Ideal: isolasi bakteri S. typhi dari feses, urine atau darah

• PROBLEM:
– Kultur merupakan standar yang sulit dicapai untuk sebagian besar
laboratorium di negara berkembang
– bakteri S. typhi tidak diekskresikan dalam semua cairan sepanjang
perjalanan penyakit.
TES WIDAL
• paling sering dilakukan
• Dikerjakan di semua tingkat fasilitas pelayanan kesehatan
• Seringkali merupakan SATU-SATUNYA modalitas diagnosis
demam tifoid karena murah dan mudah diakses
• Saat sampel akut dan konvalesens berpasangan diteliti,
peningkatan empat kali lipat atau lebih dianggap positif. Hasil
positif dilaporkan pada 46-94% kasus.
Kelemahan Tes Widal
• Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi tes sangat bervariasi ~
lab, nilai dasar titer, metode, merk
• Reaksi Widal indikatif untuk demam tifoid hanya pada 40-60%
pasien pada saat masuk
• Interpretasi tes di daerah endemis sulit
– Ab terdeteksi pada individu sehat
– Tingkat seroprevalensi tinggi didapatkan pada populasi normal
Prinsip Tata laksana
• tirah baring
– Out patient dan in patient
• pemberian cairan adekuat
– IVFD: dehidrasi, intake per oral tidak adekuat, obat-obatan intravena
• dukungan nutrisi optimal
– Gizi seimbang, tanpa serat
• pemberian antibiotika
• Tatalaksana penyulit
Terapi antibibotika

• Drug of Choice: Kloramfenikol

• 1st line: Kloramfenikol, ampisilin, kotrimoksasol

• 2nd line: sefalosporin gen III, macrolide.


Hingga saat ini, penelitian dari RS Pusat Pendidikan di
banyak daerah di Indonesia masih melaporkan
sensitifitas yang baik terhadap kloramfenikol (70-
100%), bahkan laporan department mikrobiologi FK
UI melaporkan sensitifitas kloramfenikol masih
mencapai 100%.
2nd line antibiotic
• Demam Tifoid berat atau dengan komplikasi, atau tidak bisa
oral.
• Respons terapi kloramfenikol tidak adekuat
Antibiotik Time of fever defervescent (hari)
Ampicillin/
5,2 ± 3,2
Amoxicillin
Trimetoprim-
6,5 ± 1,3
Sulfametoxazole
Kloramfenikol 4,2 ± 1,1
Ceftriaxon 5,4 ± 1,5
Cefixime 5,7 ± 2,1

Hadinegoro SR. Strategi pengobatan demam tifoid pada anak. Naskah PKB XLIV. FKUI 2001
Lama pemberian antibiotika
ANTIBIOTIKA DOSIS/hari LAMA PEMBERIAN
Kloramfenikol 50-100mg/kgBB 2 minggu
Ampisilin 100 mg/kgBB 2 minggu
Cefiksim 10-15 mg/kgBB 10 hari
Ceftriakson 75-80 mg/kgBB 5 hari
Simpulan
• Demam Tifoid saat ini masih menjadi penyakit endemis
• Gejala utama adalah demam lebih dari 1 minggu dan gangguan
pencernaan
• Baku emas diagnosis demam tifoid adalah kultur
• Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid adalah
Kloramfenikol
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai