Anda di halaman 1dari 16

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KALAM KLASIK DAN

MODERN

Karina Purnama Sari


Bimbingan dan Konseling Islam (FUAD), Institut Agama Islam Negeri Pontianak
E-mail: karinapurnama14@gmail.com

Abstrak
Ilmu kalam merupakan ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan dari segala
sesuatu yang berhubungan dengan-Nya yang dapat memperkuat keyakinan
terhadap-Nya dan mampu memberikan hujjah dan argumentasi.Ilmu kalam klasik
adalah teologi islam yang lebih cenderung kepada pembahasan tentang teosentris
atau ketuhanan yang menjadi pokok pembahasannya.Ilmu kalam modern secara
teologis islam merupakan sistem nilai yang bersifat ilahiyah, tetapi dari sudut
sosiologis, ia merupakan fenomena peradaban, kultural, dan realitas sosial dalam
kehidupan manusia.

Kata kunci : Pemikiran, kalam, klasik,modern, dan kontemporer.

Pendahuluan
Sejarah perkembangan pemikiran dalam Islam. Para ahli membagi sejarah ini
menjadi 3 bagian penting secara periodik, yaiu periode klasik, periode pertengahan
dan periode modern1Pertama, periode klasik (650-1250 M) periode ini merupakan
zaman kemajuan yang dibagi dalam dua fase, yaitu: (1) fase ekspansi dan integrasi;
dan, (2) puncak kemajuan.Periode inilah yang melahirkan ulama-ulama besar,
seperti: Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟i, Imam Ahmad ibn Hambal.
Pada saat yang sama, ilmu kalam pun berkembang seiring dengan kuatnya pengaruh
yang masuk dari tradisi pemikiran filsafat Yunani kuno.Kedua, periode pertengahan
(1250-1800M). Periode ini dibagi menjadi dua fase juga, yaitu: (1) fase kemunduran
(1250-1500M), di mana pada fase ini terjadi desentralisasi dan disintegrasi dalam
tubuh umat Islam; dan (2) fase kemunduran, yang dimulai dengan zaman kemajuan
(1500-1700M). Setelah itu, terjadi kemunduran lagi pada tahun 1700-1800 M,
dengan runtuhnya tiga kerajaan besar yang merupakan simbol kejayaan umat Islam.

1
Elmansyah, Kuliah Ilmu Kalam Formula Meluruskan Keyakinan Umat di EraDigital (Pontianak:
IAIN Pontianak Press, 2017), hlm. 61-62.

63
Karina Purnama Sari
Perkembangan Pemikiran Kalam Klasis dan Modern

Tiga kerajaan itu adalah kerajaan Ottoman Turki, kerajaan Safawi di Persia, dan
kerajaan Mughal di India.Ketiga, periode modern (1800-seterusnya), merupakan
zaman kebangkitan umat manusia dalam pemikiran filsafat ilmu kalam yang semakin
kian berkembang2.
Ilmu kalam klasik adalah teologi islam yang pokok pembahasannya lebih
cenderung kepada pembahasan tentang ketuhanan. Pembahasan pokok teologis yang
terdapat dalam ilmu kalam klasik telah jauh menyimpang dari misinya yang paling
awal dan mendasar, yaitu liberasi dan emansipasi umat manusia..Padahal semangat
awal dan misi paling mendasar dari gagasan teologi islam (tauhid) sebagaimana
tercermin di masa Nabi SAW sangatlah liberatif, progresif, emansipatif, dan
revolutif.3 Ilmu kalam menjadi suatu rangkaian kesatuan sejarah, dan telah ada di
masa lampau, masa sekarang dan akan tetap ada di masa yang akan datang. Beberapa
aliran yang akan diuraikan adalah Khawarij, Jabariyah, Qadariyah, Mu‟tazilah,
Ahlussunnah Waljamaah, Syiah.
Secara teologis Islam merupakan sistem nilai yang bersifat ilahiyah, tetapi
dari sudut sosiologis, ia merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial
dalam kehidupan manusia.ia tidak dapat menghindarkan diri dari kenyataan sosial
lain, yaitu perubahan apalagi, di lihat dari pandanganajaran islam sendiri, perubahan
adalah sunnatullah yang merupakan salah satu sifat asasi manusia dan alam raya
secara keseluruhan. Pandangan umat islam terhadap modernitas barat dapat
dipologikan menjadi 3 kelompok, yaitu modrnis (ashraniyyun hadatsiyun),
tradisionalis atau salafi (salafiyyun) dan kaum elektis (tadzabdzub).
Sementara dalam islam, bermula dari kesadaran umat Islam untuk bangkit
dari ketepurukan pasca keruntuhan Bani Abbasiyah. Periode modern ini terjadi sejak
tahun 1800-an hingga sekarang. Pada periode ini, muncul banak tokoh yang
menyerukan ide-ide sekaligus gerakan pembaharuan yang bermuatan visi peradaban
islam. Mereka ini merupakan para pendakwah rasional.Berbicara tentang corak
pemikiran kalam modern, tentu saja akan sangat bervariasi, sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakanya. Pada masyarakat yang maju, barangkali pemikiran kalamnya

2
Faizal Amin, Ilmu Kalam (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2012), hlm. 145.
3
Drs. Adeng Muchtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik hingga Modern (CV.Pustaka
Setia, 2005), hlm. 33.

64
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 63-78].

cenderung ke arah rasional, yang mengharuskan segala sesuatu dapat bersifat logis
dan empiris.
Banyak pendapat-pendapat yang timbul pada saat pemikiran kalam klasik dan
pendapat inilah sebagai pijak dasar pikiran-pikiran teologi klasik, seperti khawarij,
murjiah, jabariyah, qadariyah, dan aliran ini berkembang dengan berbagai bentuknya
tetapi masih memperdebatkan prinsip-prinsip dasar dalam Islam seperti Asy‟ariyah,
Mu‟tazilah, Maturidiyyah Samarkand dan Maturidiyah Bazdawi, aliran-aliran
pemikiran klasik memiliki kecenderungan ada yang lebih cenderung berpikir kepada
sandaran wahyu dan ada yang lebih cenderung menyandarkan pemikirannya tersebut
menyandarkan kepada akal. Hal ini kemudian berkembang dari waktu ke waktu dan
senantiasa mengalami pergeseran.

PEMBAHASAN
Pengertian Pemikiran Kalam klasik
Ilmu kalam klasik adalah teologi islam yang pokok pembahasannya lebih
cenderung kepada pembahasan tentang ketuhanan. Pembahasan pokok teologis yang
terdapat dalam ilmu kalam klasik telah jauh menyimpang dari misinya yang paling
awal dan mendasar, yaitu liberasi dan emansipasi umat manusia..Padahal semangat
awal dan misi paling mendasar dari gagasan teologi islam (tauhid) sebagaimana
tercermin di masa Nabi SAW sangatlah liberatif, progresif, emansipatif, dan
revolutif.4 Ilmu kalam menjadi suatu rangkaian kesatuan sejarah, dan telah ada di
masa lampau, masa sekarang dan akan tetap ada di masa yang akan datang. Beberapa
aliran yang akan diuraikan adalah Khawarij, Jabariyah, Qadariyah, Mu‟tazilah,
Ahlussunnah Waljamaah, Syiah.5Banyak pendapat-pendapat yang timbul pada saat
pemikiran kalam klasik dan pendapat inilah sebagai pijak dasar pikiran-pikiran
teologi klasik, seperti khawarij, murjiah, jabariyah, qadariyah, dan aliran ini
berkembang dengan berbagai bentuknya tetapi masih memperdebatkan prinsip-
prinsip dasar dalam Islam seperti Asy‟ariyah, Mu‟tazilah, Maturidiyyah Samarkand

4
Drs. Adeng Muchtar Ghazali,Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik hingga Modern (CV.Pustaka
Setia, 2005), hlm. 33.
5
Faizal Amin, Ilmu Kalam Sebuah Tawaran Pergeseran Paradigma Pengkajian Teologi Islam
(Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2012), hlm. 47-48.

65
Karina Purnama Sari
Perkembangan Pemikiran Kalam Klasis dan Modern

dan Maturidiyah Bazdawi, aliran-aliran pemikiran klasik memiliki kecenderungan


ada yang lebih cenderung berpikir kepada sandaran wahyu dan ada yang lebih
cenderung menyandarkan pemikirannya tersebut menyandarkan kepada akal. Hal ini
kemudian berkembang dari waktu ke waktu dan senantiasa mengalami pergeseran.

Pengertian Pemikiran Kalam modern


Secara teologis Islam merupakan sistem nilai yang bersifat ilahiyah, tetapi
dari sudut sosiologis, ia merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial
dalam kehidupan manusia.ia tidak dapat menghindarkan diri dari kenyataan sosial
lain, yaitu perubahan apalagi, di lihat dari pandanganajaran islam sendiri, perubahan
adalah sunnatullahyang merupakan salah satu sifat asasi manusia dan alam raya
secara keseluruhan.Pandangan umat islam terhadap modernitas barat dapat
dipologikan menjadi 3 kelompok, yaitu modrnis (ashraniyyun hadatsiyun),
tradisionalis atau salafi (salafiyyun) dan kaum elektis (tadzabdzub).Yang pertama
menganjurkan adopsi modernitas berat sebagai model yang tepat bagi masa kini.
Artinya sebagai model secara historis memaksakan dirinya sebagai paradigma
peradaban modern untuk masa kini dan amasa depa. Sikap kaum salafi sebaliknya
berupaya mengembalikan kejayaan islam masa lalu sebelum terjadinya
penyimpangan dan kemunduran. Sedangkan yang terakhir (kaum elektif) berupaya
menghadapi unsur-unsur yang terbaik, baik yang terdapat dalam model barat modern
maupun dalam islam masa lalu , serta menyatukan diantara keduanya dalam bentuk
yang dianggap memenuhi kedua model tersebut.Era modern secara umum dimulai
ketika masyarakat Eropa menyadari tentang pentingnya kembali berfikir filsafat.
Para pemikir Eropa kembali bergelut dalam dunia ide yang dikembangkan dalam
tataran praktis menjadi gerakan penciptaan alat-ala yang mampu memudahkan segala
urusan manusia. Mereka menyebutnya dengan „moda‟ atau „modern‟. Era ini terjadi
pada awal-awal abad ke-16, yang dikenal dengan istilah ‘renaissance’.
Sementara dalam islam, bermula dari kesadaran umat Islam untuk bangkit
dari ketepurukan pasca keruntuhan Bani Abbasiyah. Periode modern ini terjadi sejak
tahun 1800-an hingga sekarang. Pada periode ini, muncul banak tokoh yang
menyerukan ide-ide sekaligus gerakan pembaharuan yang bermuatan visi peradaban
islam. Mereka inimerupakan para pendakwah rasional.Berbicara tentang corak

66
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 63-78].

pemikiran kalam modern, tentu saja akan sangat bervariasi, sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakanya. Pada masyarakat yang maju, barangkali pemikiran kalamnya
cenderung ke arah rasional, yang mengharuskan segala sesuatu dapat bersifat logis
dan empiris. Pada masyarakat berkembang, kemungkinan besar berada pada garis
tengahnya. Sementara pada masyarakat tertinggal, pemikiran kalam akan cenderung
mengarah pada konsep jabariyah yang pasrah pada segala sesuatu yang saat itu ada di
hadapannya.6
Hal ini dapat dilihat dari corak pemikiran kalam para tokoh muslim di abad
modern, seperti Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan, Ismail Raji Al-Faruqi,
Hasan Hanafi dan lain sebagainya. Masing-masing menunjukkan corak yang berbeda
dalam memahami teks-teks agama, yang kemudian melahirkan paham kalamnya
sendiri.Salah satu tokoh kunci yang namanya tak pernah luput dari perhatian adalah
Muhammad Abduh, yang diperkenalkan oleh muridnya yang terkenal, yaitu Rasyid
Ridha. Tokoh yang satu itu, juga banyak disorot terkait dengan pemikiran kalamnya.
Ajaran Islam, yang kristalnya berupa Al-qur‟an dan sunnah Nabi, diyakini oleh umat
Islam dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang diproduksi oleh kurun zaman.
Modernitas yang telah menjadi arus utama peradaban dunia di abad 19 dan
seterusnya telah menawarkan berbagai jani-janji kebahagiaan. Namun dalam
praktikya modernitas justru banyak menimbulkan persoalan baru. Peradaban modern
justru banyak melakukan dehumanisasi kehidupan manusia itu sendiri. Dengan cita-
cita kemajuan, peradaban modern banyak melakukan kerusakan dan bencana yang
menyengsarakan orang banyak. Manusia hanya dipandang sebagai entitas fisik yang
tak berdimensi spritual, maka peradaban modern justru menjadikan makhluk yang
teralienasi, dilanda klebingunagan dan kemapanan makna.akibat modernisasi yang
lepas dari dimensi spiritual, maka seperti yang dikatakan oleh Doni Gahral Adian,
manusia dihadapkan pada kenyataan bahwa ia kehilangan kontrol atas hidupnya di
mana ia terdeterminasi oleh hukum-hukum biorkasi, mekanisme pasar, hukum besi
sejarah dan lain sebagainya.

6
Faizal Amin, Ilmu Kalam Sebuah Tawaran Pergeseran Paradigma Pengkajian Teologi Islam
(Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2012), hlm. 89-90.

67
Karina Purnama Sari
Perkembangan Pemikiran Kalam Klasis dan Modern

Pemikiran kalam Modern


Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh, nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh
bin Hasan Khairullah. Dilahirkan di desa Mahallat Nashr di kabupaten Buhairah,
Mesir, pada tahun 1849 M.
Bagi Abduh, di samping mempunyai ndaya pikir, manusia juga mempunyai
kebebasan memilih yang merupakan sifat dasar alaminya. Jika sifat dasar ini
dihilangkan dari manusia maka dia bukan manusia lagi, melainkan makhluk lain.
Manusia dengan akalnya mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya,
kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya dan mewujudkan perbuatannya
dengan daya yang ada dalam dirinya.7Muhammad Abduh hasan khairullah, pernah
menduduki berbagai macam jabatan kenegaraan, kemudian terpilih sebagai Mufti
(ahli hukum) Negara di Mesir. Ia salah seorang ulama besar yang menjadi reformer
dunia Islam, pembawa nafas baru, pembangkit daya ijtihad di zamannya hingga
wafat.Abduh adalah seorang tokoh salaf, yang banyak mencurahkan perhatiannya
pada teks agama (Al-Qur‟an). Kendati demikian, ia sangat menghargai peranan akal.
Ia juga menguasai materi perbedaan yang terjadi di antara kelompok teologi Islam.
Muhammad abduh berpendapat bahwa islam adalah agama tauhid, memahami
tauhid, tidak lepas dari penggunaan akal, di samping wahyu jadi sandaran. Akal
punya ruang gerak yang begitu lebar untuk memahaminya secara hakiki, sesuai
dengan hakikatnya.8
Dalam hal memandang wahyu, Muhammad Abduh sejalan dengan kaum Mu‟tazilah.
Ia tidak sepakat dengan pandangan teologi Maturidiyah Samarkan dan Bukhara,
Asy‟ariyah yang tidak memberi kedudukan bagi wahyu. Dalam masalah wahyu,
untuk menetap suatu keputusan Muhammad Abduh dan Mu‟tazilah tidak
memberikan peran yang mutlak, tapi itu tidak berarti bahwa wahyu tidak diperlukan.
Wahyu tetap merupakan sandaran awal, di mana harus diinterprestasikan dengan akal
pikiran.Mengenal keadilan Tuhan, secara impilisit menggambarkan keyakinan
Muhammad Abduh akan adanya perbuatan-perbuatan wajib bagi Tuhan. Paham akan

7
Elamansyah, Kuliah Ilmu Kalam Formula Meluruskan Keyakinan Umat di Era Digital(Pontianak:
IAIN Pontianak Press, 2017), hlm. 157-160.
8
Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam (Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP, 2014), hlm. 195-243.

68
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 63-78].

adanya kewajiban bagi Tuhan ini sejalan dengan penadapatnya bahwa kehendak
Tuhan tidak bersifat absolute. Teorinya tentang sunah Allah (sunnatullah)
mengandung arti bahwa Tuhan tidak bertindak seperti raja, yang zalim, yang tidak
tunduk kepada hukum, tetapi Tuhan mengatur segalanya sesuai dengan hukum-Nya.
Menurut Abduh jalan yang dipakai untuk mengetahui Tuhan, bukanlah wahyu saja,
tetapi juga akal. Akal dengan kekuatan yang ada dalam dirinya berusaha memperoleh
pengetahuan tentang Tuhan dan wahyu. Untuk memperkuat pengetahuan akal itu dan
untuk menyampaikan kepada manusia apa yang tidak diketahui akalnya. Inilah dasar
sistem teologi Muhammad Abduh yang juga diterapkan kepada aliran-aliran teologi
Islam.Abduh menyebut sifat-sifat Tuhan dalam Risalahnya. Mengenal masalah
apakah sifat itu termasuk esesnsi Tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu
terlretak di luar kemampuan manusia utuk mengetahuinya. Walaupun demikian,
Harun Nasution melihat Abduh cenderung pada pendapat bahwa sifat Tuhan itu
termasuk esensi Tuhan, meski Abduh sendiri tidak tegas mengatakannya.Dengan
demikian, jelaslah bahwa Muhammad Abduh cenderung pada corak teolpgi
Mu‟tazilah, di mana peranan akal sangat dominan dalam menetapkan suatu teori
keputusan-keputusan teologisnya. Hal ini tidak mengherankan, karena pada era
modern, peranan akal sangat kuat dalam teori-teori ilmu pengetahuan. Kondisi ini
disebabkan oleh kuatnya pengaruh filsafat dalam kehidupan modern pasca
kebangkitan filsafat Yunani di Barat.

Sayyid Ahmad Khan


Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1812. Ia berasal dari keturunan
Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah dan Ali. Kakeknya, Sayyid Hadi
adalah pembesar istana (1754-1759).Semangat pembaharuan Islam dari sisi teologis,
sebelumnya telah berkembang di India. Sayyid Ahmad Khan, adalah salah satu tokoh
yang sangat bepengaruh bagi kemajuan India ketika itu. Keberadaannya sangat
diperhitungkan, apalagi ia juga dikenal sebagai bagian dari istana kerajaan Mughal
pada masa pemerintahan Akbar Syah II (1806-1837 M).Keyakinan, kekuatan dan
kebebasan akal menjadikan Khan percaya bahwa manusia bebas menentukan
kehendak dan perbuatan. Ini berarti bahwa ia mempunyai faham yang sama dengan
faham Qadariyah. Menurutnya manusia telah dianugerahi Tuhan bermacam-macam

69
Karina Purnama Sari
Perkembangan Pemikiran Kalam Klasis dan Modern

daya, di antaranya adalah daya berfikir berupa akal dan fisik untuk merealisasikan
kehendaknya.Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikiran dengan
Muhammad Abduh di Mesir setelah berpisah dengan Jamaludin Al-Afaghani dan
sekembalinya dari pengasingan.9
Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama
tentang akal yang mendapat penghargaan yang tinggi dalam pandangannya.
Meskipun demikian, sebagai penganut ajaran Islam yang patuh dan taat percaya
akaan kebenaran wahyu, ia berpendapat bahwa akal bukan segalanya dan kekuatan
akal terbatas.Berdasarkan ide-ide dan aksi-aksi konkrit-nya inilah, muncul bibit-bibit
ide pendirian Negara Pakistan pada abad ke-20. Sehingga jelas bahwa Khan memang
konsen kepada pembaharuan pemikiran Islam dengan berpegang pada prinsip teologi
Qodariyah yang dekat dengan ide-ide Mu‟tazilah.Sejalan dengan paham Qodariyah
yang dianutnya, ia menentang keras paham Taqlid. Khan berpendapat bahwa umat
Islam India mundur karena tidak mengikuti perkembangan zaman. Gaung peradaban
Islam klasik masih melenakan mereka, sehingga tidak menyadari bahwa peradaban
baru sudah timbul di Barat. Peradaban baru timbul dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Inilah penyebab utama dari kemajuan dan kekuatan orang
Barat.Konsekuensi atas penolakan Khan terhadap taqlid adalah munculnya ide-ide
ijtihad untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran Islam dengan situasi daan kondisi
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan. Khan mengemukakan bahwa
Tuhan telah menentukan tabi‟at atau nature (sunnatullah) bagi setiap makhluk-Nya
yang tetap dan tidak pernah berubah. Islam adalah agama yang paling sesuai dengan
hukum alam. Karena hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan al-Qur‟an adalah
firman-Nya, sudah tentu keduanya sejalan dan tidak ada pertentangan.Ide-ide ijtihad
yang berkembang inilah yang kemudian memompa semangat Khan untuk melahir
generasi terbaik umat melalui lembaga pendidikan modern. Menurutnya, umat Islam
terbelakang karena tidak memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern
sebagaimna yang oleh Negara-negaara Eropa. Sampai di sini dapat dikatakan bahwa
teologi Khan adalah teologi pembaharuan dengan dasar al-Qur‟an dan Sunnatullah..

9
Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam (Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP, 2014), hlm. 195-243.

70
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 63-78].

Muhammad Iqbal
Sir Muhammad Iqbal adalah tokoh penyair, filosof dan pembaharu pemikiran
dalam Islam. Lahir di Sialkot, Punjab, India, pada tanggal 22 Pebruari 1873 M. Ia
berasal dari keluaraa kasta Brahmana Khamsir, ayahnya bernama Nur Muhammad
yang terkenaal shaleh dan sufi, sehingga mendorong Iqbal kecil untuk menghafal al-
Qur‟an .Dibandingkan sebagai teolog, Muhammad Iqbal sesungguhnya lebih dikenal
sebagai seorang filosof eksistensialis. Oleh karena itu, kesulitan untuk menemukan
pandangan-pandangannya mengenai wacana-wacana kalam klasik, seperti fungsi
akal dan wahyu, perbuatan tuhan, perbuatan manusia, dan kewajiban-kewajiban
tuhan. Itu bukan berarti ia tidak sama sekali menyinggung ilmu kalam. Sebagaimana
akan terlihat nanti sering menyinggung beberapa aliran kalam yang pernah muncul
dalam sejarah silam.Selain seorang filosof ia juga seorang sastrawan yang dengan
sentuhan syairnya mampu membangkitkan umat Islam. Pemikiran teologinya yaitu
mengkritik tiga dalil kosmologis, ideologis, dan ontologis. Muhammad Iqbal dengan
pemikiran Asrori Khadi-nya, hendak membangun pribadi manusia yang kreatif,
dinamis dan produktif.Dengan demikian, dapat dikategorikan bahwa pemikiran
kalam Muhammad Abduh pendahulunya. Intinya hanya satu, yaitu pemabaharuan
pemikiran Islam ke arah modern dalam berbagai segi kehidupan. Karenanya, ia
menolak bepasrah pada nasib yang dialami dengan tanpa bergerak untuk berbuat
yang lebih baik. Takdir Tuhan dan kehendak mutlak-Nya, harus ditentukan dengan
perbuatan manusia, sehingga Tuhan akan mengamininya. Pemikiran semacam ini
sangatlah Qadari dan jauh dari Jabari yang dikembangkan pada pemikiran kalam
awal Islam.

Hasan Hanafi
Berikutnya adalah Hasan Hanafi, yang terkenal dengan Teologi Tradisional.
Untuk mengatasi kekurangan, teologi kalasik yang dianggap tidak berkaitan dengan
realitas sosial, Hanafi menawarkan 2 teeori, yaitu: peratama, bahsa-bahasa istilah
dalam teologi klasik adalah warisan nenek moyang dalam bidang teologi. Warisan
ini dianalisis ulang, sehingga mampu menghasilkan teologi yang relavan dengan
perubahan zaaman, kedua, realitas teologi masa lalu harus dianalisi kembali, untuk
mengetahui latar belakang historis dan sosiologis munculnya teologi di masa lalu itu

71
Karina Purnama Sari
Perkembangan Pemikiran Kalam Klasis dan Modern

dan bagaimna pengaruh bagi kehidupan masyarakat ataupun para


penganutnya.Gagasan tentang teologi tradisional Hanafi menegaskan perlunya
mengubah orientasi konseptual kepercayaan (teologi). Sesuai dengan perubahan
konteks politik yang terjadi, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
teologitradisional, lahir dalam konteks sejarah ketika itu. Teologi laahir sebagai inti
keislaman yang bertujuan untuk memelihara kemurniannya.Hanafi memandang
bahwa teologi bukanlah, pemikiran murni yang hadir, dalam kehampaan sejarah,
melainkan merelefleksikan konflik sosial politik. Oleh karena itu kritik teologi
merupakan tindakan yang sah dan dibenarkan karena sebagai produk pemikiran
manusia yang terbuka untuk dikritik. Hal ini sesuai dengan pendefinisiaannya
tentang definisi itu sendiri. Menurutnya teologi bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena
tuhan tidak tunduk pada ilmu.Hanafi menganggap bahwa teologi Islam tidak ilmiah
dan tidaak membumi. Itulah sebabnya ia mengajukan teologi yang bukan sekadar
dogma keagamaan yang kosong, melainkan menjelma, sebagai ilmu tentang
pejuangan sosial, menjadikan keimanan berfungsi secara aktual. Tauhid, bagi Hanafi,
bukan berarti sifat dan Zat Tuhan, deskripsi atau sekedar konsep kosong yang hanya
ada dalam angan belaka, tetapi lebih mengarah kepada tindakan konkrit, baik dari
sisi penafsiran maupun penetapan.10

Ismail Raji al Faruqi


Kemudian Ismail Raji Al-Faruqi. Lahir di Jaffa, Palestina, 1 januari 1921 dan
meninggal dunia pada tanggal 27 Mei 1986. Ia adalah seorang pendiri Pusat
Pengkajian Islam di Tempel University, Philadelphia, Amerika Serikat, tokoh Pan-
Islamisme. Ia juga seorang pembaharu yang menginginkan teraktualitasnya ajaran
Islam dalam dunia modern. Gagasan tentang Khilafah Islamiyah yang belakangan ini
dikembangkan umat Islam tertentu di berbagai belahan dunia, pada dasarnya
merupakan hasil pemikiran Faruqi. Baginya, Khilafah adalah prasyarat mutlak bagi
tegaknya paradigm Islam di muka bumi.Ada beberapa gagasan yang dibangun oleh
Faruqi, yaitu: pertama, Tauhid sebagai pandanngan dunia. Tauhid merupakan
pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu sejarah

10
Elamansyah, Kuliah Ilmu Kalam Formula Meluruskan Keyakinan Umat di Era Digital (Pontianak:
IAIN Pontianak Press, 2017), hlm. 167-168.

72
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 63-78].

manusia serta takdir.Kedua, Tauhid sebagai inti pengalaman agama. Tuhan dan
kalimat syahadat menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan tindakan, dan
pemikiran setiap muslim. Kehadiran Tuhan harus mengisi kesadaran muslim dalam
setiap waktu. Ketiga, Tauhid sebagai prinsip metafisika.
Dalam Islam, alam adalah ciptaan dan anugrah, ia merupakan kebaikan yang
tak mengandung dosa yang disediakan untuk manusia. Tujuannya agar manusia
melakukan kebaikan dan mencapai kebahagiaan. Keempat, Tauhid sebagai intisari
Islam. Esensi peradaban Islam adalah Islam sendiri. Tidak ada satu perintahpun
dalam islam yang dapat dilepaskan dari tauhid. Tanpa tauhid Islam tidak ada, tanpa
tauhid bukan hanya Sunnah Nabi yang di patut diragukan bahkan pranata
kenabianpun menjadi hilang. Kelima, Tauhid sebagai prinsip pengetahuan. Berbeda
dengan iman kristen, iman Islam adallah kebenaran yang diberikan kepada pikiran,
bukan kepada perasaan manusia yang mudah percaya begitu saja kebenaran.
Preposisi iman bukanlah misteri, hal yang tidak dapat dipahami dan diketahui, serta
tidak masuk akal, kecuali dengan bersikap kritis dan rasional.Demikianlah beberapa
konsep pemikiran kalam yang berkembang di era modern. Masing-masing tokohnya
berusaha untuk mewujudkan pembahuruan dalam Islam, dengan cara merombak pola
berfikir kalam. Perombakan itu sesuaikam dengan kebutuhan umat di era yang terus
berkembang. Melalui pemikiran-pemikiran mereka inilah, lahir berbagai gagasan
perubahan umat ke arah yang lebih baik, arah di mana Islam dapat bersaing dengan
peradaban global, pasca keruntuhannya setelah era keemasan Islam di Bagdad.

Objek Kajian Ilmu Kalam Klasik


Berkaitan dengan masalah aqidah tersebut, Muzaffaruddin Nadvi melihat
kepada 4 masalah pokok yang menjadi objek kajian penting didalam pemikiran
islam, khususnya ilmu kalam, yakni pertama, masalah kebebasan berkehendak, yaiyu
apakah manusia memiliki kebebasan berkehendak atau tidak, dan apakah manusia
mempunyai kekuasaan berbuat atau tidak. Kedua, masalah sifat Allah, yaitu apakah
Allah memiliki sifat-sifat itu merupakan bagian dari dzat-Nya atau bukan. Ketiga,
batasan iman dan perbuatan, yaitu apakah perbuatan manusia itu merupakan bagian
dari keimanannya atau terpisah. Keempat, perselisihan antara akal dan wahyu, yaitu

73
Karina Purnama Sari
Perkembangan Pemikiran Kalam Klasis dan Modern

apakah kriteria sebenarnya dari kebenaran itu, akalkah atau wahyu. Dengan kata lain,
apakah akal menjadi pokok wahyu sebaliknya.11

Macam-macam Aliran Kalam Klasik


Pertama, Aliran Khawarij, khawarij merupakan sebuah aliran kalam yang
diambil dari kata kharoja dan merupakan bentuk jamak dari khaarij, yang berarti
“keluar dan memisahkan dari barisan Ali”. Tokohnya antara lain Abddullah bin
Wahab Ar-Rasyibi, aliran khwarij merupakan aliran teologi tertua yang merupakan
aliran pertama yang muncul dalam teologi Islam. Menurut ibnu Abi Bakar Ahmad
Al-Syahrastani, bahwa yang disebut khawarij adalah setiap orang yang keluar dari
imam yang hak dan telah disepakati para jama‟ah, baik ia keluar pada masa sahabat
khulafaur rasyidin, atau pada masa tabi‟in secara baik-baik12. Kedua, aliran Murji‟ah,
murji‟ah muncul sebagai reaksi terhadap teori-teori yang bertentangan dengan Syi‟ah
dan Khawarij, dimana kedua aliran yang disebut terahir ini sama-sama menentang
rezim Bani Umayyah, tetaapi dari sudut pandang yang berbeda. Tokohnya antara lain
yaitu Jahm bin Sofwan. Aliran Murji‟ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya
yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir menkafirkan terhadap orang yang
melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran khawari, mereka
menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim
itu dihadapan tuhan, karena hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman
seseorang.13Ketiga, Syi‟ah secara etimologi kata “as-Syi‟ah” dalam bahasa berarti
pengikut atau pendukung. Sementara dalam kajian sekte-sekte islam, secara
terminologi syi‟ah berarti orang-orang yang mendukung, Sayyidina Ali r.a saja yang
berhak menjadi khalifah dengan ketetapan nash dan wasiat dari Rasulullah SAW
baik tersurat maupun tersirat.14 Para ahli pada umumnya membagi sekte syi‟ah dalam
4 golongan besar, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, dan Kaum Ghulat. Syiah

11
Drs. Adeng Muchtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik hingga Modern (CV.Pustaka
Setia, 2005), hlm. 33.
12
Abudin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.29.
13
Hasjmy, Syiah dan Alhusnah, ( Jakarta Selatan: Bina Ilmu, 1983), hlm. 41.
14
Ahmad Qusyairi Ismail dkk, Mungkinkah Sunnah-Syi’ah Dalam Ukhuwah? (Pustaka Sidogiri,
2007), hlm. 33.

74
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 63-78].

secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spritual dan
keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW. Golongan
syiah muncul pada masa akhir masa khalifah ketiga, utsman dan kemudian
berkembang pada masa khalifah ali.15Keempat, aliran Mu‟tazilah sangat berkembang
terutama pada penerintahan AL-Makmun seorang khalifah Dinasti Abasyiyah yang
sangat tertarik pada filsafat Yunani. Aliran Mu‟tazilah didominasi metode rasional
dalam pemikirannya. Tokohnya antara lain yaitu: Washil bin Atha‟. Kata Mu‟tazilah
berasal dari kata I‟tizal yang artinya memisahkan diri, sedangkan Mu‟tazilah adalah
orang-orang yang memisahkan diri. Secara harfifah kata Mu‟tazilah berasal dari kata
I‟tazilah yang berarti berpisah dan memisahkan diri. Secara teknis, istilah Mu‟tazilah
menunjuk kepada dua golongan, golongan pertama disebut mu‟tazilah muncul
sebagai respon politik murni.16 Tokoh aliran Mu‟tazilah banyak jumlahnya dan
masing-masing mempunyai pikiran dan ajaran-ajaran sendiri yang berbeda dengan
tokoh-tokoh sebelumnya atau tokoh-tokoh pada masanya.17Kelima aliran Qdariyah
menurut bahasa kata qadariyah berasal dari kata qadara,yaqduru qaderun, artinya
memutuskan, menentukan atau dari kata qadara,yaqdiru, quderatan, maqduratan,
maqdiratan artinyamemiliki kekuatan dan kekuasaan18. Menurut keterangan ahli-ahli
teologi islam paham Qadariyah kenyataannya ditimbulkan pertama kali oleh seorang
yang bernama Ma‟bad al-Juhany. Para peneliti menegaskan bahwa aliran ini muncul
dalam islam untuk pertama kali di Basrah dalam suasana pertentangan berbagai
pendapat dan pemikiran.19 Dalam ajaran atau fahamnya Qadariyah sangat
menekankan posisi manusia yang amat menentukan dalam gerak laku dan
perbuatannya. Manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya
sendiri atau untuk tidak melaksanakan kehendaknya itu. Dalam menentukan
keputusan yang menyangkut perbuatannya sendiri, manusialah yang menentukan,
tanpa ada campur tangan Tuhan.

15
Imam Muhammad Abu Zahra, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta Selatan: Logos
Publishing House, 1996) hlm. 34.
16
Safni Rida, op.,cit hlm. 187.
17
A. Hanafi, Theology Islam, (Jakarta: Pusdtaka Al-Husna, 2003), cet.ke-2, hlm. 69
18
Hans wehr, A Dictonary of Modern Writen Arabic, Mu’jam al-Lugah al-Arabiyahm al-Mu’ashirah
(Bairut Libanon: Librairie du Liban, 1980) hlm. 745.
19
Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah,(Kairo: Dar al-Fkr al-Arabiyah, 1996), hlm. 11.

75
Karina Purnama Sari
Perkembangan Pemikiran Kalam Klasis dan Modern

Persamaan dan Perbedaan Corak Teologi Klasik dan Modern


Persamaan dan perbedaan corak teologi klasik dan modern adalah jika
dibatasi dengan waktu, maka teologi klasik adalah warisan dari teologi masa lalu
dalam bentangan sejarah islam dan memiliki ciri apologitatik (perdebatan panjang
pada wilayah dosa besar, eskatologi, syurga dan neraka dan kekelan Al-Qur‟an) dan
romantisme (mengenang dan merindukan kehebatan dan keunggulan para teolog
masa lalu tanpa mengisi dan mempersiapkan konpetisi global yang akan dihadapi,
sedangkan corak teologi pemikiran teologi modern adalah lebih mengutamakan
substansi daripada form, dan mengfungsikan nilai-nilai islam untuk mengatasi
persoalan keumatan yang konkrit seperti kebodohan, kemiskinan, pengangguran, dan
keterbelakangan sosial serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan sains dalam
kerangka kesejahteraan dan ketentraman umat manusia dimuka bumi ini

Kesimpulan
Aliran di atas merupakan aliran dalam ilmu kalam klasik. Dimana aliran
tersebut memiliki latar belakang dari berdirinya suatu aliran. Setiap aliran-aliran
tersebut memilki tokoh dan ajaran dalam perkembangannya. Aliran islam banyak
aliran-aliran sempalan dalam islam. Sedangkan yang dimaksud dengan aliran
sempalan dalam Islam adalah aliran yang ajaran-ajarannya menyempal atau
menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya telah disampaikan Rasulullah SAW
atau dalam bahasa agama ini disebut Ahli Bid‟ah. Oleh karena itu, sebagai umat
Islam kita harus cermat serta berhati-hati dalam meyakini dan mempelajari suatu
aliran baik itu Khawarij, Syi‟ah, dan aliran-aliran lainnya. Setiap aliran memiliki
pendapat yang berbeda-beda, pendapat itu mereka yakini walaupun bertentangan
dengan ajaran Islam. Aliran-aliran di atas selalu menganggap bahwa masing-masing
aliran mereka adalah yang sempurna dan patuh untuk dikembangkan dalam ajaran
disekitar mereka.

Daftar Pustaka
Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah,(Kairo: Dar al-Fkr al-Arabiyah, 1996)
A. Hanafi, Theology Islam, (Jakarta: Pusdtaka Al-Husna, 2003)
Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: Setia Pustaka, 2000)

76
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 63-78].

Abudin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
1995)
Ahmad Qusyairi Ismail dkk, Mungkinkah Sunnah-Syi’ah Dalam Ukhuwah? (Pustaka
Sidogiri, 2007)
Al-Gazali, Risalah-Al-Laduniyah, dalam Majmumah Rasail (Beirut:Daral-Fikr,
1966)
Effendi Bachtiar, Teologi Baru Politik Islam (Yogyakarta: Galang Press, 21)
Drs. Adeng Muchtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik hingga
Modern (CV.Pustaka Setia, 2005)
Elamansyah, Kuliah Ilmu Kalam Formula Meluruskan Keyakinan Umat di Era
Digital (Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2017) Elamansyah, Kuliah Ilmu
Kalam Formula Meluruskan Keyakinan Umat di Era Digital (Pontianak:
IAIN Pontianak Press, 2017)
Faizal Amin, Ilmu Kalam (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2012)
Faizal Amin, Ilmu Kalam Sebuah Tawaran Pergeseran Paradigma Pengkajian
Teologi Islam (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2012) Faizal Amin, Ilmu
Kalam Sebuah Tawaran Pergeseran Paradigma Pengkajian Teologi Islam
(Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2012)
Hasjmy, Syiah dan Alhusnah, ( Jakarta Selatan: Bina Ilmu, 1983)
Hans wehr, A Dictonary of Modern Writen Arabic, Mu’jam al-Lugah al-Arabiyahm
al-Mu’ashirah (Bairut Libanon: Librairie du Liban, 1980)
Imam Muhammad Abu Zahra, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta
Selatan: Logos Publishing House, 1996)
Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam (Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP, 2014).

77
Karina Purnama Sari
Perkembangan Pemikiran Kalam Klasis dan Modern

78

Anda mungkin juga menyukai