Anda di halaman 1dari 9

Kecantikan Bukan sebagai

Penentu Kesuksesan Perempuan


Oleh :
Gladis Desyani Putri

“Kopi cokelat” begitu kerap saya menyebutnya ketika masih belia. Tidak
pernah terpikirkan bahwa buah yang berbentuk oval dan dominan berwarna hijau
ini ternyata memiliki segudang manfaat dan peran. Siapa yang tidak mengenal
cokelat? Remaja Indonesia tentunya sangat menyukai olahan pabrik yang satu ini.
Bukan hanya manis, tetapi juga lezat dan telah diteliti mampu melepaskan hormon
endorfin ke otak sehingga memicu perasaan bahagia pada konsumenya. Formatted: Highlight

Salah satu penghasil buah kakao di Bali yaitu Kabupaten Jembrana.


Jembrana sebagai salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Bali bukanlah
tempat yang begitu ramai atau sarat dengan kemacetan. Kabupaten ini lebih terasa
sunyi dan tenang seolah semua penduduknya bergerak dengan perlahan. Namun
kini Jembrana tidak akan lagi dipandang sebelah mata. Hal tersebut karena buah
bernama kakao.
Kakao atau yang disebut “makanan para dewa” (the food of the gods),
dikenal sebagai bahan pembuat makanan seperti bubuk cokelat yang dipakai
dalam pembuatan kue, dan permen cokelat. Carolus Linnaeus, ahli botani dari
Swedia, memberikan nama Latin “Theobroma cacao” untuk tanaman kakao pada
tahun 1735. “Theobroma” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “makanan para
dewa” sedangkan “cacao” adalah bahasa Maya yang merujuk pada tanaman
kakao. Linnaeus menggunakan nama ini karena pengaruh dari literatur Bangsa
Spanyol yang menceritakan mengenai bangsa Maya dan Aztek yang
mengasosiasikan kakao dengan para dewa dan sering menggunakannya dalam
ritual keagamaan. Meskipun merupakan tanaman yang berasal dari dataran
Amerika, Kakao kini ditanam di kawasan tropika seperti halnya Indonesia. Kakao Commented [a1]: Pakai “k”, bukan “K”.

telah dibudidayakan secara luas di Indonesia sejak tahun 1970. Kakao menjadi Formatted: Font color: Black, Highlight

salah satu andalan ekspor non migas milik Indonesia (Wardani, 1988).
Menurut Morganelli (2006) cokelat merupakan hasil olahan dari biji
tanaman kakao (Theobroma cacao) yang tumbuh pertama kali di hutan hujan di

1
Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Sejarah mengenai cokelat dimulai dari
ditemukanya cokelat oleh Bangsa Olmek di Amerika Selatan pada tiga ribu tahun
yang lalu. Bertahun-tahun setelah bangsa Olmek punah, cokelat pun masih
dinikmati oleh Bangsa Maya yang menghuni Amerika Selatan. Olahan dari
tanaman kakao ini, secara historis berasal dari Amerika dan disebarkan ke wilayah
Indonesia akibat pengaruh Bangsa Spanyol pada tahun 1560 tepatnya di
Minahasa.
Setelah membaca dari beberapa literatur, penulis menyimpulkan bahwa Commented [a2]: Untuk konsistensi, sebaiknya pilih mau
pakai “penulis” atau “saya”, sebagai sudut pandang dalam
tingkah yang hanya kenal instan dan sukar menerima perubahan dari petani inilah penulisan.

yang menyebabkan kualitas kakao di Indonesia tidak pernah meningkat. Dilansir


dari data Departemen Perindustrian pada tahun 2007, Indonesia menjadi produsen
kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana di Afrika Barat.
Namun sayangnya, kualitas kakao Indonesia masih rendah di pasar internasional.
Kakao Indonesia didominasi oleh biji-biji tanpa fermentasi, biji dengan kadar
kotoran tinggi serta terkontaminasi serangga, jamur dan mikotoksin (Wahyudi, et
al., 2007).
Proses pengolahan biji kakao untuk menghasilkan produk cokelat yang
berkualitas, diperlukan sebuah perhatian khusus terutama dalam tahap fermentasi. Commented [a3]: Hilangkan frasa – Proses pengolahan
biji kakao --- biar lebih jelas pesannya.
Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini tidak
hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp (daging buah) dan
mematikan biji saja, namun tujuan dari proses fermentasi ini yaitu untuk
memperbaiki dan membentuk cita rasa cokelat yang enak serta mengurangi rasa
sepat dan pahit.
Menurut hasil penelitian salah satu peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Savitri pada acara Temu Peneliti dan Pers di Balai Besar
Pengembangan Teknologi Tepat Guna LIPI menyatakan bahwa kurangnya Commented [a4]: Hapus saja ini.

perhatian para petani pada proses fermentasi inilah yang menyebabkan produksi Formatted: Highlight

biji kakao Indonesia kalah dengan produksi Pantai Gading, Ghana, Nigeria, dan
Swiss. Bahkan, di Jepang, biji coklat dari Indonesia hanya untuk makanan ternak Commented [a5]: Benarkah Swiss punya kakao?

karena kualitasnya rendah.


Dewasa ini, salah satu provinsi di Indonesia telah berhasil mewujudkan Commented [a6]: Masukkan sub judul di sini. Biar
memberikan jeda sebelum masuk ke sub topik selanjutnya.
semangat fermentasi dan menyadari peran penting dari fermentasi biji kakao

2
untuk meningkatkan kualitas kakao yaitu Provinsi Bali. Bali merupakan provinsi
yang telah banyak dikenal hingga kancah internasional sebagai pulau dewata dan
daerah pariwisata. Kultur budaya dan keindahan alam yang disuguhkan oleh
provinsi dengan ibukota Denpasar ini telah menarik turis mancanegara untuk
bertandang ke Indonesia. Akan tetapi, Provinsi Bali kini tidak hanya sebagai
daerah pariwisata. Provinsi Bali tepatnya di Kabupaten Jembrana telah mengirim
11 ton kakao fermentasi dengan tujuan 5 ton ke Perancis, 2 ton ke Jepang, dan 4
ton sebagai keberhasilan usaha dari petani yang tergabung dalam Koperasi Kerta
Semaya Samaniya.
Petani kakao yang tidak mengenal lelah dan terus memupuk semangat
dalam dirinya demi Jembrana yang lebih baik adalah kunci sukses utama
keberhasilan yang diperoleh Jembrana. Selain itu, mendengar kata “petani” maka
masyarakat akan cenderung terbayang dengan kehidupan penuh peluh, kotor, dan
tentu saja seorang laki-laki dengan cangkul sebagai senjata utamanya. Namun di
era globalisasi yang sudah mengakui adanya emansipasi wanita, peran petani
tidak hanya diambil oleh laki-laki yang dikatakan serba bisa.
Perempuan sebagai dewi dalam keluarga, mungkin ungkapan ini cocok
dikenakan oleh kaum hawa di seluruh dunia. Standar yang sedari dulu
dipergunakan oleh perempuan hanya tentang kecantikan dan ketrampilan dalam
mengurus suami beserta anak. Tetapi tidakkah perlu untuk memberikan
kesempatan lebih bagi kaum hawa untuk merentangkan sayapnya? Terutama
wanita yang gemar bertani.
Menjadi seorang petani tidak hanya tentang mencangkul di sawah atau
pulang dengan baju lusuh dan kotor. Seorang petani juga memiliki harkat dan
martabatnya sendiri. Tidak dipungkiri bahwa seorang petani merupakan seorang
pengusaha yang bertamengkan kebun dan lahan.
Seorang petani kakao dituntut untuk memiliki ketekunan dan kesabaran.
Perempuan sebagai insan yang lembut tentu saja memiliki kecocokan jika
diberikan kesempatan untuk menekuni bidang ini. Bukan karena keterpaksaan,
melainkan dari hati nurani yang murni ingin mandiri. Seperti dilansir dari sumber-
sumber di internet bahwa diskriminasi gender masih kerap terjadi. Entah itu dalam
hal perbedaan penentuan tugas karena jenis kelamin, bukanya berdasarkan

3
kompetensi dan kemampuan. Sedangkan kesetaraan gender merujuk kepada suatu
keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan
kewajiban.
Menjadi petani tidak mesti tampak lusuh, namun tidak juga sangat takut
akan kotor. Sebuah kerja keras tidak bisa didapat jika setengah-setengah. Maka
dari itu, perempuan belia yang masih muda seperti saya ini supaya jangan takut
untuk mencoba hal baru. Para petani kakao Jembrana telah membuktikanya. Kerja
keras mereka dan kuatnya pemberdayaan perempuan sehingga timbul hubungan
kerja sama yang timbal balik, membuahkan hasil hingga ke kancah dunia.
Secara khusus saya sempat berbincang dengan salah satu petani wanita Commented [a7]: Masukkan sub judul.

yang sudah terjun ke bidang ini sejak ia menikah. “Pernah belajar akuntasi pada
salah satu Universitas di Jakarta, eh tidak disangka malah menjadi petani kakao
untuk membantu suami.” Ungkap Ni Made Budi Ayu Anggreni saat kami datangi Commented [a8]: Penulisan kalimat langsung yang benar
adalah koma (,) dulu baru tanda petik (“). Contohnya, “Saya
di kediamanya. Beliau juga menceritakan pengalaman pertamanya saat mulai tidak mau pulang,” kata Budi. Bukan, “Saya tidak mau
pulang”, kata Budi.
menginjakkan kaki di kebun, sedangkan sedari kecil ia menjadi wanita yang
hanya fokus pada pendidikan dan sesekali membantu keluarga berdagang. Sama
sekali tidak pernah terpikirkan akan menjadi seorang petani seperti sekarang
membuat Kadek Ayu, begitu kerap ia disapa, tidak memiliki pengalaman dan
gambaran pasti mengenai dunia pertanian.
Pengalaman menggelikan pun tidak luput ia rasakan ketika pertama kali
berada di kebun suami yang diwariskan turun temurun tersebut. Salah satunya
yaitu saat salah mengira biji nangka sebagai biji kakao. Kedua biji ini memang
agak mirip hanya saja memiliki perbedaan dari segi ukuran. Biji nangka lebih
besar daripada biji kakao.
“Suami saya sampai tertawa, padahal sudah dapat 1 ember.” Ucap Kadek Formatted: Highlight

Ayu sambil tertawa geli mengingat kejadian itu. Memulai sesuatu dari dasar
ketika sudah menikah begini merupakan sesuatu yang unik dan menantang untuk
Kadek Ayu. Diterangkan bahwa awal mula niatnya hanya untuk membantu suami Commented [a9]: Lebih baik gunakan kalimat aktif
seperti – Dia menerangkan – bukan – Diterangkan bahwa –
karena mertua tidak di rumah dan hanya dirinya seorang diri. Bahkan ketika telah
dikaruniai seorang putri yang cantik jelita, Kadek Ayu tidak vakum dari
kegiatanya bertani kakao. Formatted: Highlight

4
Menurut penuturan Kadek Ayu dengan senyum sumringah mengingat
momen pertama ia mengajak kedua putrinya ke kebun, keduanya tampak senang
dan tidak lupa pula ikut membantu. Kedua malaikatnya itu akan mengumpulkan
biji kakao kemudian dibawa pulang dan dijemurnya. Setelah itu mereka sepakat
untuk menjual biji tersebut kepada guru di sekolah mereka yang juga kebetulan
merupakan pedagang yang kerap membeli biji kakao. Uang hasil penjualan
ditabung di bank, inginya digunakan untuk keperluan masa depan. Kadek Ayu Formatted: Highlight

dan suami telah mengajarkan buah hatinya untuk hidup mandiri dan mencintai
pekerjaan kedua orang tuanya.
Kadek Ayu tersenyum sendu sambil menatap kami. “Saya nggak mau
mereka merasa malu dan terintimidasi oleh ejekan dari teman-temanya karena
kami hanyalah petani kakao. Saya dan suami ingin menanamkan pada mereka
bahwa petani kakao juga pahlawan, tapi di ladang.”. Ajaran itu pun tidak sia-sia
karena kedua putri mereka kini telah sukses dengan jalanya masing-masing. Formatted: Highlight

Sedangkan kini tinggal si bungsu yang masih duduk di sekolah menengah


pertama.
Seorang ibu, istri, sekaligus petani wanita yang mengurus kebun bukanlah
pekerjaan yang dibilang mudah. Bangun di pagi hari, menyiapkan sarapan untuk
anak-anak sekolah. Lalu siangnya berangkat ke kebun hingga sore menjelang.
Belum lagi mengurus pekerjaan rumah seperti bersih-bersih, mencuci, dan
memasak merupakan tanggung jawab besar bagi Kadek Ayu. Beliau tidak ingin
hal tersebut menghalangi jalanya untuk tetap bertani kakao. Ibu beranak tiga itu
yakin jika sesuatu yang dilakukan dengan iklhas dan penuh kesabaran, sesulit
apapun itu pasti akan diberikan jalan oleh-Nya. Benar saja, masa-masa penuh
tantangan ketika harus mengurus si kecil di rumah dan bertani kakao berhasil
Kadek Ayu lewati dengan lancar.
“Dulu saya ini juga termasuk perempuan manja di masa muda. Suka
belanja, berpenampilan cantik, ah pokoknya yang kayak gitu! Tapi sekarang saya
sadar bahwa itu semua bukan segalanya.” Tutur beliau, lagi-lagi dengan senyum Formatted: Highlight

khas di wajahnya. Kadek Ayu menyayangkan pendidikanya yang tidak bisa lancar
hingga usai dikarenakan sakit. Tapi kini ia tidak lagi menyesal karena menyadari
bahwa inilah jalan yang Tuhan tunjukkan. Memiliki suami, 3 anak yang jelita, dan

5
menjadi petani wanita kakao yang berperan dalam memajukan kakao Jembrana
merupakan jawaban Tuhan atas hal-hal malang yang menimpanya dahulu. Ia
sangat bersyukur.
Wanita berumur 45 tahun ini merasa tidak terbebani dengan profesinya
sebagai petani. Malahan merasa sangat menikmatinya. Menurut Kadek Ayu,
petani meskipun lusuh-lusuh begitu sebenarnya juga berjasa dalam menghasilkan
bahan pangan. Penghasilanya pun tidak kalah dengan pekerjaan orang elit jika Commented [a10]: elite

musim panen tiba. Intinya adalah tentang kesabaran dan tekun. Apalagi saat
serangan hama beberapa tahun silam, kala itu keadaan sungguh kacau. Kadek dan
suami kebingungan, padahal sudah mencari di berbagai sumber, tidak juga
membuahkan hasil. Hingga akhirnya kedua pasangan petani ini mengenal system Formatted: Highlight

sambung pucuk, samping, dan batang. Keadaan pun kembali pulih.


Lagi-lagi bicara soal takdir. Tidak lama setelah itu, tepatnya akhir tahun
2015 mereka dipertemukan dengan Koperasi Kerta Semaya Samaniya dan
Yayasan Kalimajari. Mulai dari sini kerja sama dan kerja keras ekstra dari kedua
belah pihak digencarkan. Likau-liku akibat musim yang tidak stabil, serangan Formatted: Highlight

hama TBK, dan belum ditemukanya skill yang tepat dalam memfermentasi biji Commented [a11]: Kepanjangannya apa?

kakao pun dihadapi. Sampai akhirnya kakao fermentasi Jembrana berhasil


mendapatkan perhatian dunia. Sejumlah besar buah kakao hasil fermentasi dari
Jembrana diekspor ke luar negeri dan berhasil menyabet sertifikat Cacao
Excellent Tahun 2017, di Paris.
Kabupaten Jembrana, khususnya di Koperasi Kerta Semaya Samaniya
menjadi daerah pertama di Indonesia yang berhasil menyabet penghargaan kelas
dunia dalam hal fermentasi kakao. Hal ini merupakan sesuatu yang
membanggakan sekaligus mengharukan, mengingat segala dan serta pengorbanan
sejumlah komponen koperasi yang terlibat dalam keberhasilan ini. Tidak luput
juga peran petani kakao yang atas kerja kerasnya mampu menghasilkan biji
berkualitas dan mempertahankan kebun yang terserang hama kala itu. Dalam
konteks yang lebih khusus dari topik yang sedang saya bicarakan, petani wanita
juga memegang andil penting.
Kala itu saya dan rekan saya mengunjungi Koperasi KSS dan bertemu
dengan beberapa petani wanita yang bertugas di penyortiran biji. Semua petani

6
tersebut sangat ramah dan menerima kehadiran kami dengan tangan terbuka.
Ketika ditanya soal peran wanita dalam program kakao lestari, mereka
memberikan jawaban sederhana namun membuat diri saya baru sadar akan
potensi yang dimiliki wanita. Salah satu petani wanita yang bernama Ibu Kerti
menuturkan bahwasanya penyortiran biji memerlukan kesabaran dan ketelitian.
Seorang laki-laki mungkin bisa melakukanya juga akan tetapi bakat wanita yang
merupakan bawaanya dari lahir tentang keterampilan semacam itu tidak bisa
diremehkan. Petani wanita ini secara khusus terjun di bidang pengolahan biji
kakao sedangkan Ibu Kadek Ayu yang merawat pohon kakao di kebun. Keduanya
sama-sama petani wanita kakao di Jembrana dengan peran yang berbeda namun
untuk tujuan yang sama.
Meninjuau dari hal yang telah saya paparkan tadi, menurut saya Formatted: Highlight

pemberdayaan perempuan perlu lebih digencarkan lagi dengan menyadari


kelebihan yang dimiliki insan bernama wanita ini. Dengan memberikan
kesempatan untuk berkembang dan tidak memandangnya sebelah mata seolah
wanita hanya pelengkap dan tidak bisa berdikari, saya rasa cukup dimulai dari diri
sendiri dan lingkungan sekitar. Dari diri saya sendiri yang kebetulan juga
merupakan seorang perempuan yang masih menuntut pendidikan, saya menyadari
betapa pentingnya pendidikan dan kerja keras. Menekuni bidang yang diminati
adalah sebuah pilihan tersendiri. Bila minat saya berada di pertanian kakao,
mengapa tidak? Sedangkan dari lingkungan sekitar saya rasa lebih banyak untuk
melibatkan wanita dalam setiap program, khususnya dalam hal ini yaitu program
kakao lestari. Bahwa potensi yang ada pada diri wanita tidak akan pernah mencuat
jika tidak ada rasa saling menghargai dan membutuhkan. Seseorang akan
memberikan hal yang lebih dari kemampuanya ketika merasa dihargai. Sehingga
harapan ke depanya semoga peran perempuan dalam program kakao lestari dapat
lebih diapresiasi lagi, misalkan dengan tidak mencibir setiap langkah yang ia
tempuh jika tidak merugikan siapapun. Karena sosok dewi ini pun dapat
memimpin tanpa terus harus dipimpin.

7
DAFTAR PUSTAKA

Savitri. 2007. Kualitas Biji Kakao Indonesia Masih Rendah.


http://lipi.go.id/berita/kualitas-biji-kakao-indonesia-masih-rendah.

Wahyudi, T., & Misnawi. (2007). Fasilitasi perbaikan mutu dan produktivitas
kakao Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 23(1), 32-43.

Wawancara dari Ibu Kadek Ayu sebagai petani kakao wanita, 21 Agustus 2019.
Wawancara dari Pak Ratha selaku petani kakao di Jembrana, 5 Agustus 2019.

8
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1.1 Proses pengeringan kakao setelah fermentasi

Gambar 2.1 Buah Kakao di kebun Pak Ratha

Gambar 3.1 Pekerja wanita di pabrik Cau Chocolate

Gambar 4.1 Petani wanita di Koperasi KSS

Catatan:
1. Narasumber hanya satu. Perlu ada tambahan dari narasumber lain, seperti
petani perempuan atau pekerja di koperasi.

Anda mungkin juga menyukai