Anda di halaman 1dari 2

Kebijak an sekolah untuk tidak membawa gadget, yang saya perhatikan malah membuat kalian frustasi,

yang mengindikasikan kekecewaan yang teramat mendalam, entah kenapa.. sepertinya kalian merasa
ada satu hal penting dari hidup kalian yang telah kami renggut.

Karena mungkin kalian setuju bahwa internet telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hamper
seluruh aktivitas kalian. Konektivitas dengan orang lain mau tak mau kalian pantau dan direspon jika
perlu 24 jam di Grup Whatsapp. Di waktu lenggang kalian, seperti pada saat sarapan, makan siang,
makan malam sesekali dibarengi dengna streaming vlog vlog seru di youtube menonton film atau series
kesukaan, membaca webtoon, mengikuti berita-berita terupdate, atau sekedar scroll feed atau stor
instagram following-following kalian semua atau public figure kesukaan. Bahkan saat berkumpul dengan
teman bahkan saat belajar di dalam kelas, setidaknya kegitan perlu didokumentasikan di instatory dan
pembicaraan tak jauh seputar perbincangan netizen di dunia maya.

Coba ambil siisi positif dari kebijakan tersebut, coba kalian lepaskan segala hasrat untuk berinternet,
memalingkan handphone dan mencoba lebih fokus pada hal-hal yang bisa dilakukan. Mungkin kalian
akan menemukan momen singkat yang berkesan dan melekat di ingatan. Rupanya ada fakta yang dapat
menjelaskan ini!

Tanpa Gadget kalian dapat lebih fokus dan berkonsentrasi.Konsentrasi akan memudahkan kalian
untuk menyerap informasi atau apapun yang dibaca, didengar, dan dilihat secara menyeluruh,
serta memberikan dampak pada ingatan jangka panjang. Sebaliknya jika tidak berkonsentrasi,
Kalian cenderung menyerap informasi sepotong-potong dan akan lebih mudah dilupakan dalam
waktu singkat.

Kata Reza Gunawan, pakar penyembuhan holistik mengungkapkan dalam sebuah acara, dahulu
manusia dapat fokus untuk 12 detik dan saat ini mengalami penurunan menjadi 8 detik.

Saya pikir salah satu penyebab kian hari kita semakin sulit untuk belajar, berbicara, atau
melakukan aktivitas dengan fokus adalah ketergantungan kita terhadap gadget.

Jika 1 jam saja tidak mengecek handphone, rasanya sudah gelisah, padahal belum tentu terjadi
sesuatu yang berarti selama jangka waktu tersebut..

Tidak menutup kemungkinan banyak dari kalian yang bertanya-tanya pada diri sendiri, kenapa
sih tidak bisa berprestasi di sekolah? Bisa jadi kalian melewatkan banyak hal penting karena
mementingkan sesuatu yang sebetulnya tidak lebih penting. Saat kita ingin mencapai sesuatu,
maka seluruh pikiran dan energi kita seyogyanya fokus pada apa yang ingin dicapai sehingga
berlaku hukum Mestakung atau Semesta Mendukung.

Mengapa semua orang bersedia mendaftar akun dan gemar sekali bermain media sosial seperti
Instagram, Facebook atau Twitter? Benarkah karena ada informasi-informasi menarik dan
penting pada ketiga contoh aplikasi tersebut sehingga tidak bisa dilewatkan? Atau kita semua
harus mengakui alasannya tak lain karena media sosial memfasilitasi keinginan kita untuk narsis
dan menyanjung kepercayaan diri itu melalui likes?
Keterlibatan semua orang dalam media sosial juga menjadi ajang untuk menunjukkan seberapa
luas jaringan pertemanan dalam dunia nyata atau sehebat apa pengaruh kita yang diindikasikan
dari banyaknya follower?

Namun jika dipikirkan kembali, kecanduan juga tidak ada salahnya selama kita bisa
mengendalikan diri sebagai konsumen yang menyebarkan pengaruh positif (setidaknya tak
termakan dan menyebarkan hoax), serta lebih baik lagi jika bisa menjadi konsumen produktif.

Dari sekian banyak netizen yang berseliweran di dunia maya, berapa banyak sih yang bisa
memanfaatkan internet untuk kegiatan produktif?

Di saat kebanyakan dari kita menggunakan Instagram untuk upload foto narsis, ternyata ada
sebagian orang yang mengambil peluang pemasaran atau berjualan di situs tersebut. Muncul juga
Bukalapak atau GOJEK, keduanya unicorn karya anak bangsa loh!

Mereka melihat netizen sebagai peluang pasar, lebih dari sekadar follower atau corong
pertemanan. Nah apa kabarnya Kitabisa yang memandang netizen sebagai potensi donatur atau
sukarelawan untuk membantu masalah-masalah di banyak sudut negeri melalui community
based?

Begitu pula para blogger Kompasiana telah secara sukarela berbagi inspirasi dan pengetahuan
untuk memperkaya wawasan bangsa mengenai berbagai fenomena di sekitarnya.

Saya pikir tidak semua orang mampu berinisiatif mengambil tindakan ini. Menjadi konsumtif
atau produktif, negatif atau positif, ditentukan karena dan oleh diri sendiri. Setuju?

Anda mungkin juga menyukai