Anda di halaman 1dari 26

CASE REPORT KEPANITERAAN KLINIK

ILMU RADIOLOGI
STROKE INFARK CEREBRAL

Pembimbing:
dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp.Rad

Oleh:
Albert Shanto
406172106

KEPANITERAAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG
PERIODE 11 MARET –14 APRIL 2019
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal
maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler. Istilah
kuno apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks (CVA)
dan Stroke.(1)

Pada dasarnya stroke itu mempunyai 2 tipe yaitu Stroke Perdarahan (Stroke Hemorrhagic)
dan Stroke Sumbatan (Stroke Ischemic/Stroke non Hemorrhagic).

EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001
dengan penderita hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. (2)

Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga penyebab kematian di bawah penyakit
jantung dan kanker. Setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus. Sebanyak 500.000
diantaranya kasus serangan pertama. Sebanyak 75% penderita stroke menderita lumpuh dan
kehilangan pekerjaan.(2) Di Indonesia, stroke menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan
sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan
kecacatan.(2)

Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar kasus dijumpai
pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Semakin tua umur, resiko terjangkit stroke
semakin besar. Stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki daripada perempuan, dan orang
berkulit berwarna berpeluang terkena stroke lebih besar daripada orang berkulit putih.(2)

Faktor-faktor resiko terjadinya stroke:


1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium kiri)

2
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler(4,5)

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Otak merupakan organ yang paling aktif secara metabolik dalam tubuh, dengan ukurannya
yang hanya 2% dari massa tubuh, membutuhkan 15-20% dari curah jantung untuk
menyediakan glukosa dan oksigen untuk keperluan metabolisme.

Pengetahuan tentang anatomi arteri serebrovaskular dan wilayah yang diperdarahinya,


sangat berguna dalam menentukan pembuluh darah yang terlibat pada kasus stroke akut.
Pola atipikal yang tidak sesuai dengan distribusi pembuluh darah, dapat menunjukkan
diagnosis selain stroke iskemik.

Distribusi Arteri

Hemisfer otak diperdarahan oleh 3 pasang arteri utama yaitu a. cerebri anterior, a. cerebri
media, dan a. cerebri posterior. Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem
karotis (arteri karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri
oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior
dan arteri serebri media.

Anterior Cerebral Artery (ACA) memperdarahi bagian medial lobus frontal dan parietal dan
bagian anterior dari ganglia basal dan kapsula interna anterior.

Middle Cerebral artery (MCA) memperdarahi bagian lateral lobus frontal dan parietal, serta
bagian anterior dan lateral lobus temporal, dan menimbulkan perforantes cabang ke globus
pallidus, putamen dan kapsula interna.

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis
servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-
masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya

3
bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat
mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:

Posterior Cerebral Artery (PCA) memperdarahi talamus dan batang otak dan cabang-cabang
kortikal ke lobus temporal medial dan posterior dan lobus oksipital. Cerebellum diperdarahi
Posterior Inferior Cerebellar Artery (PICA) cabang dari arteri vertebralis, dan bagian
superior oleh arteri cerebellaris superior, dan anterolateral oleh Anterior Inferior Cerebllar
Artery (AICA) dari basilar Artery

MCA (merah) memasok aspek lateral dari belahan otak, termasuk parietal frontal lateral,
dan lobus temporal anterior, insula dan ganglia basal. ACA (biru) memasok lobus frontal
dan parietal medial. PCA (hijau) memasok lobus temporal dan oksipital talamus dan inferior.
Arteri Choroidal anterior (kuning) memasok tungkai posterior kapsul internal dan bagian
dari hippocampus memperluas ke permukaan anterior dan superior dari tanduk oksipital
ventrikel lateral.

3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu:(1)

 Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri
media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri
serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans
posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.

4
 Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita,
masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris
eksterna.
 Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah
ekstrakranial).(1)

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju
ke jantung.(1)

FISIOLOGI

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris terutama
memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di
otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor.

 tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena


 tahanan (perifer) pembuluh darah otak.
 viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).(1)

ETIOLOGI

Ada beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya stroke non hemorrhagic, antara lain :

Aterosklerosis: Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)


yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.

Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara :


• Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
• Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus dan perdarahan aterom
•Dapat terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
• Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis
sehingga dapat dengan mudah robek..4

5
2. Emboli: Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya
benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam pembuluh darah
jantung, arteri atau vena.4

3. Infeksi: Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama


yang menuju otak.

4. Obat-obatan: Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit umen pembuluh darah otak.4

5. Hipotensi (penurunan aliran darah serebral): Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang
pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.4
Selain faktor-faktor diatas, penyebab lain bisa karena viskositas darah, sistem pompa darah
dan penyakit jantung (penyakit jantung katup, miocard infark, penyakit jantung ischemic.5

PATOFISIOLOGI

Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemorrhagic dikelompokkan menjadi:


1. TIA (Transient Ischemic Attack): Stroke tipe ini disebut juga stroke sepintas karena
kejadiannya berlangsung sementara waktu, beberapa detik hingga beberapa jam, tapi tidak
lebih dari 24 jam.

2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit): Gejala neurologik yang timbul akan
menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu

3. Progessive stroke (Stroke in Evolution): Deficit neurology yang berlangsung secara


bertahp dari ringan sampai makin lama makin berat.

4. Completed Stroke (Permanent Stroke): Kelainan neurologis sudah menetap dan tidak bisa
berkembang lagi.1

Stroke non hemorragik adalah stroke yang biasanya disebabkan kerana adanya sumbatan
pada pembuluh darah otak yang dapat berupa emboli maupun kalsifikasi ditambah dengan

6
kerusakan vaskuler oleh lipid. Sumbatan ini menyebabkan terjadinya edema di daerah yang
mengalami iskemik berupa edema vasogenik. Stroke jenis ini paling banyak disebabkan oelh
emboli ekstrakranial atau thrombosis intracranial. Namun dapat juga disebabkan oleh
penurunan aliran darah serebri.

Infark merukan kematian jaringan akibat influx Ca2+ dan pelepasan radikel bebas kerana
terjadi suplai O2 ke jaringan terhambat. Bila jaringan otak kekurangan O2, akan terjadi
pelunakan dan edema baik intrasel maupun ekstrasel. Pada daerah otak yang mengalami
infark kita akan menemukan daerah yang disebut Umbra (daerah sel neuronnya sudah mati
dan dikenali sebagai daerah infark) dan Penumbra ( daerah yang neuronnya masih setengah
hidup dan setengah mati dipanggil pre-infark).

Stroke iskemik akut adalah hasil dari oklusi vaskuler sekunder terhadap penyakit
tromboemboli (lihat Etiologi). Iskemia menyebabkan hipoksia sel dan menipisnya adenosin
trifosfat selular (ATP). Tanpa ATP, hasil kegagalan energi dalam ketidakmampuan untuk
mempertahankan gradien ion melintasi membran sel dan depolarisasi sel. Dengan masuknya
ion natrium dan kalsium dan pasif inflow air ke dalam sel, hasil edema sitotoksik [6, 7, 8].
Iskemik inti dan penumbra.

Sebuah oklusi vaskular akut menghasilkan daerah heterogen iskemia di wilayah pembuluh
darah yang terkena. Jumlah aliran darah lokal terdiri dari setiap aliran sisa dalam sumber
arteri utama dan jaminan pasokan, jika ada.

Daerah otak dengan penurunan ADO dari 10 mL/100g jaringan / menit disebut secara
kolektif sebagai inti, dan sel-sel ini diduga mati dalam beberapa menit dari onset stroke.
Zona perfusi menurun atau marjinal (CBF <25 mL/100g jaringan / menit) secara kolektif
disebut penumbra iskemik. Jaringan dalam penumbra dapat bertahan hidup selama beberapa
jam karena perfusi jaringan marjinal.

Iskemik kaskade

Pada tingkat sel, neuron iskemik menjadi depolarized sebagai ATP habis dan membran ion-
sistem transportasi gagal. Masuknya kalsium sehingga menyebabkan pelepasan sejumlah
neurotransmitter, termasuk sejumlah besar glutamat, yang pada gilirannya mengaktifkan N-

7
metil-D-aspartat (NMDA) dan reseptor rangsang lainnya pada neuron lainnya. Neuron ini
kemudian menjadi depolarized, menyebabkan masuknya kalsium lebih lanjut, pelepasan
glutamat lebih lanjut, dan amplifikasi lokal dari penghinaan iskemik awal. Ini masuknya
kalsium besar enzim degradatif juga mengaktifkan berbagai, menyebabkan kerusakan
membran sel dan struktur saraf penting. [9]

Radikal bebas, asam arakidonat, dan oksida nitrat dihasilkan oleh proses ini, yang
menyebabkan kerusakan saraf lebih lanjut. Iskemia juga langsung menyebabkan disfungsi
pembuluh darah serebral, dengan rincian penghalang darah-otak yang terjadi dalam 4-6 jam
setelah infark. Setelah rincian penghalang itu, protein dan air banjir ke dalam ruang
ekstraseluler, menyebabkan edema vasogenic. Edema Vasogenic menghasilkan tingkat
lebih besar dari pembengkakan otak dan efek massa yang puncak pada 3-5 hari dan resolve
selama beberapa minggu berikutnya dengan resorpsi air dan protein [10, 11].

Dalam beberapa jam ke hari setelah, stroke gen-gen tertentu yang diaktifkan, yang mengarah
pada pembentukan sitokin dan faktor lain yang, pada gilirannya, menyebabkan peradangan
lebih lanjut dan kompromi microcirculatory [9]. Pada akhirnya, penumbra iskemik
dikonsumsi oleh penghinaan progresif, penggabungan dengan inti infarcted, sering beberapa
jam setelah timbulnya stroke.

Infark mengakibatkan kematian astrosit serta oligodendroglia dan mikroglia mendukung sel.
Jaringan infarcted akhirnya mengalami nekrosis pencairan dan dibuang oleh makrofag
dengan perkembangan kehilangan volume parenkim. Sebuah wilayah baik dibatasi dari
cairan serebrospinal seperti kepadatan rendah pada akhirnya terlihat, yang terdiri dari
encephalomalacia dan perubahan kistik. Evolusi perubahan kronis dapat dilihat pada minggu
ke bulan setelah infark tersebut.

Gambaran Radiologis

1. Stroke Non-hemoragik : CT-Scan

a. Pada stadium awal sampai 6 jam pertama, tak tampak kelainan pada CT-Scan.
Kadang kadang sampai 3 hari belum tampak gambaran yang jelas. Sesudah 4 hari

8
tampak gambaran lesi hipodens ( warna hitam), batas tidak tegas.
b. Fase lanjut, densitas akan semakin turun, batas juga akan semakin tegas, dan bentuk
semakin sesuai dengan area arteri yang tersumbat.
c. Fase akhir, terlihat sebagai daerah hipodens dengan densitas sesuai dengan densitas
liquordan berbatas tegas.

DIAGNOSIS

Diagnosis stroke ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pmeriksaan


penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan gejala defisit neurologik secara
mendadak tanpa trauma otak dan terdapat faktor resiko gangguan aliran darah otak. Dan
pemeriksaan penunjang seperti CT scan yang sangat berguna pada fase akut dan dapat
ditunjang denganpemeriksaan angiografi serebri. Dan pemeriksaan laboratorium untuk
melihat faktor resiko dan penyakit yang diderita pasien, dan mennetukan terapi.

Gejala utama stroke ischemic akibat trombosis cerebri adalah timbulnya defisit neurologik
yang mendadak, didahului dengan gejala prodromal, terjadi saat istirahat atau bangun pagi
dengan kesadaran yang menurun.

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat.

1) Arteri serebri media (MCA)

Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi kontralateral, hemianopsia


ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia. Karena MCA memperdarahi motorik ekstremitas
atas maka kelemahan tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai bawah
(4,8)

2) Arteri serebri anterior

Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan bicara, timbulnya


refleks primitive (grasping dan sucking reflex), penurunan tingkat kesadaran, kelemahan
kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari pada tungkai atas), defisit sensorik
kontralateral, demensia, dan inkontinensia urine (4,8)

9
3) Arteri serebri posterior

Menimbulkan gejalah seperti hemianopsia homonymous kontralateral, kebutaan kortikal,


agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran, hemiparese kontralateral, gangguan memori.
(4,8)

4) Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)

Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis, serebellar, batang
otak yang luas. Gejalah yang timbul antara lain vertigo, nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia,
peningkatan refleks tendon, tanda Babynski bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria, dan
rasa tebal pada wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah temuan klinis yang saling
berseberangan (defisit nervus kranialis ipsilateral dan deficit motorik kontralateral).(4,8)

5) Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)

Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah bifurkasio arteri
karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Adapun cabang-cabang dari
arteri karotis interna adalah arteri oftalmika (manifestasinya adalah buta satu mata yang
episodik biasa disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior, karoidea anterior, serebri
anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior dan media pun dapat
timbul.(4,8)

6) Lakunar stroke

Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di daerah subkortikal
profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm. Gejala yang timbul adalah hemiparese
motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.(4)

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Computed Tomography (CT)

10
Computed Tomography (CT) akan membedakan perdarahan infark setidaknya lima hari
setelah stroke. Pendarahan baru memiliki gambaran kepadatan tinggi (putih), biasanya bulat
dan menempati ruang. Infark biasanya kepadatan rendah (gelap) dan menduduki wilayah
vaskular dengan swelling. Pada pasien dengan stroke menggambarkan scan yang tidak
normal yaitu perdarahan dan infark diasumsikan.

Tidak ada "optimal" waktu untuk pasien stroke dengan citra CT dan berharap untuk
menunjukkan infark yang pasti. Banyak infark tidak menjadi tampak hipodens sampai jam
atau bahkan sehari setelah stroke, jika infark kecil kurang terlihat daripada yang besar sekitar
90% pasien dengan gejala infark kortikal besar (infark total sirkulasi anterior Taci) memiliki
infark terlihat oleh 48 jam setelah stroke dibandingkan dengan sekitar 40% pasien dengan
lacunar (Laci) atau infark kortikal kecil (parsial sirkulasi anterior infarct PACI). Infark lebih
besar banyak yang terlihat dalam waktu enam jam meskipun penampilan adalah halus dan
tergantung pada seberapa dekat scan yang diperiksa. Pengamatan untuk tanda-tanda spesifik
infark awal (bahkan di kalangan ahli) adalah miskin (gambar 1). Selanjutnya, antara 10 hari
dan tiga minggu setelah stroke, infark longgar hypodensity dan menjadi isodense dengan
otak normal selama beberapa hari untuk dua minggu. Bengkak juga berlalu pada tahap ini,
mereka mungkin sama sekali tak terlihat atau luasnya mereka yang sebenarnya tidak
mungkin untuk menentukan. Fase ini disebut sebagai "fogging". Dengan 2 sampai 3 bulan
infark biasanya menjadi menyusut dan kepadatan cairan serebrospinal dan lebih mudah
terlihat.

Waktu yang terbaik untuk pencitraan pada pasien stroke secara rutin dengan CT sesegera
mungkin, tidak ada yang menunggu, dan mungkin akan hilang. Dalam prakteknya waktu
pemindaian dipengaruhi oleh perawatan apa yang sedang dipertimbangkan dan sumber daya
yang tersedia. Pada pasien dianggap kandidat untuk jaringan rekombinan plasminogen
activator (rt-PA), CT scan adalah wajib untuk menyingkirkan perdarahan intrakranial atau
infark yang cukup besar sebelum obat trombolitik. Saat ini, mengingat potensi bahaya, ada
argumen yang baik untuk hanya mempertimbangkan penggunaan trombolitik dalam
lingkungan klinis yang sangat terorganisir, dengan perawatan yang tepat jalur khusus
didirikan dan ahli meninjau CT Scan dilakukan segera.
Mengingat relatif kurangnya bahaya yang timbul dari beberapa dosis aspirin pada pasien
yang ternyata memiliki perdarahan di IST / Cast (International Stroke percobaan/ percobaan
11
Stroke Cina akut). Dokter harus mempertimbangkan aspirin menunggu memindai jika
mereka menganggap perdarahan yang tidak mungkin atas dasar klinis, dan memperoleh CT
scan pada hari berikutnya. Aspirin kemudian dapat dihentikan jika CT scan menunjukkan
pendarahan. Dokter dan ahli radiologi harus memiliki pedoman yang ditetapkan pada
pemindaian yang mencerminkan sumber daya lokal yang tersedia.

Uses of CT in stroke
 To differentiate vascular from non-vascular disorders
 To differentiate infarct from haemorrhage
 If in doubt, repeat scan a few weeks later without contrast
 Contrast can be misleading and should only be used in special circumstances
Caveats on CT in stroke
 Identifies all parenchymal haemorrhage with near 100 accuracy only within 5–7 days
of stroke—thereafter small haemorrhages are indistinguishable from infarcts
 Only about 50% of infarcts ever become visible
 There is no “optimal” time for “seeing” an infarct
 “Seeing” the infarct is not necessary to diagnose ischaemic stroke

Gambar 1. CT scan otak menunjukkan sirkulasi belahan infark anterior kanan total (A)
empat jam dan (B) pada lima hari setelah onset gejala. Catatan pada (A) tanda- tanda halus
infark awal: kehilangan ganglia basal di sebelah kanan (panah putih bandingkan dengan
caudate dan inti lentiform jelas terlihat), kehilangan deferensiasi materi abu- abu/ putih

12
kortikal (panah hitam), pembengkakan kecil dengan penipisan sulcal (panah hitam dan
membandingkan sisi kiri). Pada hari kelima ada hipodensity jelas dan infark besar dengan
pergeseran pembengkakan garis tengah dan obstruksi dari ventrikel lateral kiri.
Pasien dengan stroke lacunar mungkin kurang dibandingkan dengan infark kortikal yang
memiliki stenosis; sekitar 8% pasien stroke lacunar akan memiliki stenosis di arteri. Dalam
beberapa USG, pencitraan leher dilakukan sebelum Endarterektomi, sementara yang lain
masih mengandalkan intra-arteri angiografi untuk pengukuran definitif stenosis, atau
menggunakan MR atau CT angiografi.

Infark vena mungkin terdiagnosis sebagai penyebab stroke. Meningkatkan kesadaran


mengarah ke yang lebih baik. Infark vena menjadi bengkak dengan gambaran hipodens dan
jauh lebih cepat dari infark arteri serta lebih sering mengandung daerah pusat perdarahan.
Tambahan gambaran seperti sinus vena thrombose (hyperdense sinus pra-kontras, atau
mengisi cacat pada sinus pasca kontras), atau opak sinus paranasal atau mastoids
menunjukkan kemungkinan infeksi sebagai penyebab thrombosis harus dicari.
MR menunjukkan gambaran lebih jelas, meskipun mereka mungkin terlihat pada CT.
Membedakan tumor dari infark pada CT (atau MR) biasanya tidak masalah, tetapi kadang-
kadang tumor yang tumbuh lambat seperti glioma dapat meniru infark kortikal kecil dengan
muncul berbentuk baji yang melibatkan korteks dan materi putih yang berdekatan, sedikit
hipodens, dan tidak meningkatkan dengan kontras.
Kadang-kadang tumor juga dapat hadir sebagai pendarahan dan pendarahan mungkin cukup
luas untuk melenyapkan sementara pada neoplasma yang mendasari di scan. Waktu adalah
alat diagnostik yang berguna, mengulangi pencitraan akan memperjelas diagnosis, infark
dan pendarahan umumnya mendapatkan lebih kecil sedangkan tumor tetap sama atau
menjadi lebih besar.
Lebih lanjut, pasien yang pada awalnya hadir dengan apa yang tampak seperti stroke
langsung, namun yang tidak berperilaku kemudian sebagai stroke khas, harus mengulangi
scan untuk mengidentifikasi sesekali tumor atau lesi nonvaskular. Ensefalitis kadang-
kadang bisa meniru stroke, terutama pada pasien ditemukan tidak sehat dengan kesadaran
berkurang, neurologi fokal, dan tidak ada riwayat dari awal.
Pencitraan, baik CT, MR atau lanjutan MR teknik, tidak selalu andal membedakan antara
klinis. Diagnosis tergantung pada penilaian lainnya. Diseksi dari karotis atau vertebralis

13
arteri harus dicurigai pada pasien dengan nyeri leher dan stroke. MR adalah yang terbaik
karena dapat menunjukkan pembuluh darah dan lesi parenkim. Sebuah gambaran khas
adalah penyempitan aliran arteri karotis atau vertebralis karena sebuah cincin atau sinyal
yang tinggi disebabkan oleh perdarahan di dinding arteri. Penampilan juga dapat menirukan
(lebih sering pada karotid daripada arteri vertebralis) oleh aliran lambat dalam arteri atas
stenosis (ateromatosa) ketat, atau proksimal ke oklusi arteri besar intrakranial, sehingga hati-
hati untuk menegakkan diagnosis yang berlebihan.
Mengingat implikasi terapi mungkin, intra-arteri angiografi harus dipertimbangkan jika ada
keraguan untuk diagnosis dari diseksi. CADASIL (cerebral autosomal dominant
arteriopathy with subcortical infarcts and leucoencephalopathy) menyebabkan kelainan
yang menonjol pada subkortikal memeberikan gambaran putih yang mungkin meniru
beberapa infark lacunar dan atrofi, sering pada pasien yang relatif muda, dan imaging
mendukung diagnosis.
MR menunjukkan lebih detail dibandingkan dengan CT. MELAS (mitochondrial
encephalopathy, lactic acidosis, and stroke) menyajikan dengan stroke pada pasien yang
lebih muda. Pada CT atau MR kortikal seperti infark terlihat di daerah temporal atau
occipito-temporal posterior, sering bilateral dan tidak menempati wilayah pembuluh darah
yang khas.

14
Gambar 3. Trombosis vena serebri dan dan infark(A) dan (B) pasca intravena kontras. Scan
yang diperoleh pada enam jam setelah onset gejala. Perhatikan bahwa hipodensity di
wilayah temporal kiri posterior jauh lebih berkembang daripada untuk infark arteri pada usia
yang sama (1A), dengan tepi yang lebih jelas dan pusat perdarahan (panah putih). Setelah
ada peningkatan pusat (panah putih) dan sinus melintang terlihat trombose (panah hitam).
Wilayah yang terkena dampak tidak sesuai dengan arteri serebral tengah atau serebral
posterior, memberikan petunjuk lebih lanjut untuk asal vena.

CT scan kepala non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan

15
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).(4)

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam
setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di
otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non
hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris
sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.(4,10)

b. CT perfussion

Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi daerah awal
terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari
region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah
tersebut.(4,17)

c. CT angiografi (CTA)

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA).


Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan
lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat
memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan
gambaran hipodense.(4)

d. MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada stroke
akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang
tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.(4,10)

Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2 standar
dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan
perfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi
stroke non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan
dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat

16
mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion.
Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.(4)

e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi arteri
karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna
untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA,
arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi)
dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami
emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta
thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada
atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah
EKG dan foto thoraks.(4)

17
BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat : Semarang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai
Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam

2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis kepada pasien pada hari selasa tanggal 11 Maret 2019 pukul
12:00 WIB di radiologi terpadu RSWN.

Keluhan Utama:

Lemas.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Radiologi sentral RSWN atas rujukan dpjp pemegang pasien
dengan saran untuk dilakukan CT scan brain polos no kontras.

Pasien datang dengan keluhan lemas setengah badan sebelah kanan sejak 4 jam
SMRS, lemas dirasakan mendadak dan tidak membaik dengan seiringnya waktu. Lemas
dirasakan tidak semakin parah, dan lemas dirasakan menganggu aktifitas sehari – hari
pasien sehingga pasien datang ke rumah sakit. Lemas dirasakan pada saat istirahat dan

18
sedang tidak beraktifitas berat. Lemas pada tubuh tidak disertasi rasa baal, pusing, mual,
muntah, demam, dan trauma sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dulu:

Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga:

- Riwayat keluhan serupa disangkal


- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
- Riwayat penyakit diabetes disangkal
- Riwayat penyakit stroke disangkal

3. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan 26 Februari 2019 pukul 06:30 WIB

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum: Tampak sakit berat.

Kesadaran: Sopor, GCS 9, E3M4V2

Tanda Vital

- Tekanan Darah : 150/90 mmHg


- Frekuensi Nadi : 94x/menit, reguler, isi cukup kuat angkat
- Frekuensi Pernafasan : 26x/menit, reguler
- Suhu : 37.1°C
Pemeriksaan Sistem

Kepala : Normocephal, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah


dicabut. Kulit kepala tidak tampak kelainan.

Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), RC langsung dan


tidak langsung (+/+), Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), Rinore (-/-), nyeri tekan sinus
(-)

Telinga : Normotia, nyeri tekan (-), kelainan anatomis (-)

19
Mulut : simetris, pucat (-), sianosis (-) Bibir dan mukosa tidak kering,
mukosa berwarna merah mudah, Tonsil T1/T1, Mukosa faring
hiperemis (-)

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB

Trachea : Deviasi trachea (-)

Cor
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS V Sternal line dextra, Batas
jantung atas di ICS III parasternal line sinistra, Batas jantung
kiri di ICS V midclavicula line sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II, regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Inspeksi : Dada tampak simetris dalam diam maupun dalam


pergerakan, retraksi otot pernafasan (-)

Palpasi : Stem Fremitus kanan dan kiri sama kuat

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikular pada kedua lapang paru, Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Dinding abdomen tampak datar, distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi : Teraba Supel

Anus dan genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

20
Ekstremitas : Ekstremitas atas-bawah, kanan-kiri tidak terdapat
deformitas, akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

Kulit : Tidak ada kelainan

Tulang Belakang : Tidak tampak kelainan, gibbus (-), skoliosis (-), lordosis (-),
kifosis (-)

Kelenjar Getah Bening : Tidak terlihat dan teraba adanya pembesaran, Nyeri
tekan (-)

Pemeriksaan Neurologis

 Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-), Brudzinski I – IV (-), Laseque (-),


Kernique (-)
 Nervus cranialis:
Nervus cranialis I, II, III, IV, VI, IX, X, XI, XII dalam batas normal
Nervus cranialis VIII tidak dapat dinilai
Nervus cranialis V, VII terdapat hemiparese dextra central

- Sistem Motorik:
Kekuatan motorik 3333/5555
3333/5555

- Sistem Sensorik
Taktil
Extremitas superior : tidak dapat dinilai
Extremitas inferior : tidak dapat dinilai
Nyeri
Extremitas superior : (Normal / Normal)
Extremitas inferior : (Normal / Normal)
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Refleks Fisiologis:
Biceps (++/++), Triceps (++/++), Patella (++/++), Achilles (++/++)

21
- Refleks Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim (-/-) Schaeffer (-/-
), Klonus paha (-/-), Klonus kaki (-/-)

Kesan: parese N V, VII dextra central, hemiparese dextra

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab darah:

Eritrosit 4.28 juta/ul


Haemoglobin 12.4 mg/dl
Hematokrit 39.2 %
Trombosit 330 ribu/ul
Leukosit 9.5 ribu/ul
Gula darah sewaktu 128

Elektrolit

Kalium 3.6
Natrium 137
Kalsium 1.12

CT Scan Brain

Pada brain window:

Tampak lesi hipodens di kapsula externa, dan insula kiri, kortikal-subkortikal lobus
parietal kiri.
Deferensiasi substansia alba dan grisea masih baik
Sulkus kortikalisdan fisura Sylvii baik
Sistem ventrikel dan sisterna baik
Batang otak dan cerebellum baik
Tak tampak midline shifting
Pada bone window:
Tak tampak fraktur ossa cranium
Tak tampak lesi litik dan sklerotik pada tulang
Tak tampak penebalan mukosa pada sinus paranasalis yang terlihat

22
Tak tampak kesuraman pada kedua mastoid

Kesan:
Infark pada kapsula externa, dan insula kiri, kortikal-subkortikal lobus parietal kiri.
Tak tampak tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial saat ini.

23
RESUME

Telah diperiksa seorang pasien laki – laki berusia 50 tahun dengan keluhan hemiparese
dextra, timbul secara mendadak dan tidak hilang dalam waktu 24 jam. Riwayat penyakit
tidak ditemukan adanya adanya faktor resiko. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi,
hemiparese dextra central. Pada pemeriksaan penunjang CT scan didapatkan gambaran
hipodens pada kapsula externa, insula kiri, kortikal-subkortikal lobus parietal kiri.
Pemeriksaan lab tidak tampak kelainan bermakna.

DAFTAR MASALAH / DIAGNOSIS

Stroke infark kapsula externa, insula kiri, kortikal-subkortikal lobus parietal kiri.

Rencana Terapi Farmakologis :

- Heparin bolus 7500u dilanjutkan 5000u/24 jam dalam RL500cc


- Clopidogrel extra 4tab dilanjutkan 1x1
- Aspirin extra 4tab dilajutkan 1x1
- Lansoprazole 2x1

Rencana Terapi Non-Farmakologis :


- Total bed rest
- NGT untuk nutrisi
Rencana evaluasi :

- Evaluasi ttv dan kesadaran tiap 3 jam

Edukasi :
- Edukasi keluarga tentang stroke dan tatalaksana serta prognosisnya.

PROGNOSIS

24
Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad functionam : dubia

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunderman., Richard B., Essential Radiology : Clinical Presentation, Pathophysiology,


Imaging. 2006. New York.
2. Herring, W., Learning Radiology : Recognizing the Basics. 2007. Philadelphia: Elsevier
3. Jager R, Saunders D. Cranial and intracranial pathology (2): cerebrovascular disease
and non-traumatic intracranial hemorrhage. In: Grainger RG, Allison D, Adam A,
Dixon AK, editor.Grainger & Allison’s diagnostic radiology: a textbook of medical
imaging. 4th edition. 2001. London:Churchill Livingstone.
4. Moore K L et al. Clinically Oriented Anatomy. 2013. Lippincott Williams & Wilkins.
5. Price, A. S., Wilson M. L., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. 2006. Jakarta: EGC.
6. Rasad, Kartoleksono, Ekayuda. Radiologi Diagnostik. 2000. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran UI.
7. Smith W S, English JD et al. Cerebrovascular Disease. Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. Second Edition. 2010. San Franscisco: Mc Graw Hill.
8. Snoek J, Jennett B, Adams JH, et al: Computerized tomography after recent severe head
injury in patients with acute intracranial hematoma. 1979. Journal Neurosurgery
Psychiatry. p 42:215-225,.

26

Anda mungkin juga menyukai