Anda di halaman 1dari 26

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Shabu
Shabu atau metamfetamin adalah sejenis obat psikostimulan yang bersifat
sangat adiktif dan bekerja secara aktif dalam sistem saraf pusat. Shabu memiliki
efek paling kuat dibandingkan jenis obat stimulan lainnya seperti amfetamin, kokain,
21
efedrin, dan methylphenidate. Shabu pertama kali disintesa di Jepang pada tahun
1893 dan mulai dikembangkan untuk keperluan medis seperti untuk pengobatan
asma, narcolepsy, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan obesitas
21,23
dengan penggunaan terbatas. Penyalahgunaan shabu pertama kali berkembang
setelah akhir perang dunia kedua (1945-1956) di Jepang. Pada awalnya shabu
digunakan oleh para tentara Jepang untuk melawan rasa lapar, kantuk dan rasa takut
ketika di medan perang akan tetapi pasca perang, shabu diproduksi secara ilegal dan
penyalagunaan menyebar ke Amerika Serikat, Asia, Australia dan belahan dunia
lainnya. 2,13,21

2.1.1 Pecandu Shabu


Pecandu shabu adalah adalah orang yang menggunakan atau
menyalahgunakan shabu dan dalam keadaan ketergantungan pada shabu, baik secara
fisik maupun psikis. Ketergantungan shabu ditandai oleh dorongan untuk
menggunakan shabu secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar
menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan atau
20
dihentikan secara tiba-tiba, akan menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Orang menggunakan shabu dengan berbagai motif dan tujuan misalnya untuk
mencoba-coba (experimental use), bersenang-senang (recreational use), untuk
mengerjakan pekerjaan tertentu (instrumental), dan memang sudah menjadi
kebutuhan (regular use). orang mulai mencoba shabu (experimental use) karena

Universitas Sumatera Utara


8

ditawarkan teman atau hanya untuk memenuhi keingintahuannya mengenai shabu.


Biasanya shabu dikonsumsi untuk mempermudah bersosialisasi dan menambah
kesenangan (recreational use) pada saat pesta di tempat hiburan malam. Selain itu
shabu banyak digunakan oleh para pekerja yang memiliki tugas berat seperti supir,
olahragawan, bahkan pelajar untuk menambah motivasi dan energi mereka
(instrumental use). Tetapi pemakaian yang paling membahayakan adalah pemakaian
dengan motif kebutuhan (regular use) karena sudah ketergantungan pada shabu.
Orang dengan motif ini akan menyalahgunakan shabu secara rutin setiap hari atau
setiap minggunya. Orang dengan motif ini tentunya memiliki resiko paling besar
terkena dampak negatif pemakaian shabu. 22

2.1.2 Jenis Sedian Shabu dan Cara Menyalahgunakan


Seiring perkembangan jaman, shabu adalah zat sintesis yang tersedia dengan
berbagai macam bentuk diantaranya kristal, pasta, bubuk kasar atau halus, tablet dan
cairan (Gambar 1). Shabu berbentuk kristal di jalanan dikenal dengan nama ice,
crystal meth, shabu, glass dan quartz yang biasanya dikonsumsi dengan cara
membakarnya diatas almunium foil sehingga mengalir dari ujung satu ke ujung
lainnya. Kemudian asap yang ditimbulkannya dihisap dengan sebuah “bong” (sejenis
pipa yang di dalamnya berisi air) (Gambar 2). Air bong tersebut berfungsi sebagai
filter karena asap tersaring pada waktu melewati air tersebut, cara ini dikenal juga
dengan istilah snow cone. Shabu berbentuk bubuk dikenal dengan nama speed atau
louie biasanya dikonsumsi dengan cara snorted atau dihirup melalui hidung.

a b c d

e f g h
8
Gambar 1. Shabu jenis powder (a,b,c,d,g) dan jenis kristal (e,f,h) .

Universitas Sumatera Utara


9

Gambar 2. Alat bong yeng terbuat dari kaca, terdiri tabung


yang berisikan air dan sebuah pipet untuk
menghisap asap pembakaran shabu. 13

Shabu berbentuk tablet atau pil biasanya dikonsumsi secara oral. Berdasarkan
penelitian, shabu berbentuk kristal merupakan shabu yang paling sering dikonsumsi
karena dapat digunakan dengan berbagai cara yaitu dihisap, disuntikan intravena
dengan mencampurkan shabu sedian cairan, atau dengan mencampurkan dengan
ganja lalu dibakar seperti rokok. 22

2.2 Farmakologi
Shabu termasuk obat simpatomimetik amin, dengan struktur dasar
feniletilamin yang memiliki sebuah cincin benzen dengan dua rantai karbon (α dan β)
dan sebuah gugus amino seperti tertera pada Gambar 3(i). Baik shabu maupun
amfetamin (Gambar 3.ii), keduanya memiliki gugus metil pada salah satu lengan
karbon feniletilamin, yang membedakan keduanya adalah shabu memiliki gugus
metil tambahan yang terikat pada gugus amino (Gambar 3.iii). Tambahan gugus metil
tersebut menyebabkan shabu sangat mudah larut dalam lemak sehingga mudah
menembus sawar otak dan memberikan efek sentral yang kuat. Selain itu, shabu
memiliki subsitusi gugus metil pada atom karbon-α yang menyebabkan shabu dapat
menghambat oksidasi amin simpatomimetik oleh enzim monoamine oksidasi (MAO).

Universitas Sumatera Utara


10

(i)

( ii )
α
β

( iii )
Gambar 3. Struktur kimia dari feniletilamin dan stereoisomers
dari amfetamin dan metamfetamin. 23

Shabu memiliki rumus kimia C10H15N dengan berat molekul 149,24 a.m.u.
6,23-25
Pada umumnya shabu bersifat asam karena mengandung asam sulfat, asam
fosfat, asam formic, dan asam klorida.6,23,25

2.2.1 Farmakokinetik
Farmakokinetik shabu merupakan aspek farmakologis yang meliputi aspek
absorbsi, penyerapan, distribusi, perubahan kimiawi, penyimpanan dan pengeluaran
shabu dari dalam tubuh. 25
1. Absorbsi
Shabu sangat efisien diserap di saluran cerna, nasofaring, cabang
trakheobronkus dan vagina. Proses penyerapan shabu oleh tubuh berhubungan
dengan cara menyalahgunakan shabu tersebut. Penggunaan intravena akan langsung
mencapai otak dalam hitungan detik, sedangkan dengan cara ditelan setidaknya shabu
memerlukan waktu lebih lama untuk memberikan efek karena melalui proses
pencernaan. Penggunaan shabu secara intravena memberikan efek yang begitu besar
karena memiliki bioavaibilitas mencapai 100% (Tabel 1). Penggunaan dengan cara
dihirup pertama kali dikondensasikan di paru-paru dan secara cepat diabsorbsi ke
dalam pembuluh darah. Shabu mencapai kadar puncak dalam plasma sekitar 20 menit
dan diperkirakan memiliki bioavaibilitas dalam tubuh sebesar 67–90,3 %. 23,26

Universitas Sumatera Utara


11

Tabel.1 Farmakokinetik shabu berdasarkan cara menyalahgunakannya 24


Waktu mencapai efek
Cara konsumsi Dosis Bioavaibilitas
puncak
Intravena 30 mg 100% < 15 menit
Dihisap 30 mg 67%; 90%±10% 18 ± 2 menit
Oral 30 mg 67% ± 3% 180 menit
Intranasal 50 mg 79% ≤ 15 menit

2. Distribusi
Shabu didistribusikan hampir ke seluruh tubuh. Dalam suatu studi melaporkan
setiap dosis 0,25 mg/kg maka volume yang didistribusikan dalam tubuh mencapai
3,73 ± 0,94 L/kg. Shabu memiliki berat molekul yang kecil dan bersifat sangat
lipofilik sehingga mampu melewati jaringan lemak seperti sawar otak dan kelenjar
saliva. Selain itu, shabu diduga dapat mengalami perpindahan dari ibu kepada
janinnya. 23
3. Metabolisme
Shabu mengalami degradasi luas dalam liver dengan melibatkan sistem
sitokrom isoenzim (CYP2D6). Shabu dimetabolisme menghasilkan sejumlah
metabolit, beberapa diantaranya masih memiliki efek farmakologi dan sisanya akan
disekresikan melalui urin. Metabolisme shabu di hati dapat melalui beberapa cara
yaitu jalur aromatik hidroksilasi dan beta hidroksilasi seperti tertera pada Gambar 3.
Jalur aromatik hidroksilasi merupakan jalur utama dalam proses penguraian shabu
dalam liver. Pada proses ini akan dihasilkan fenolik amin yang kemudian akan mudah
diekskresi melalui urin atau terlebih dahulu berkonjugasi dengan sulfat. Enzim
aromatik hidroksilasi (Gambar 4.i) dan N-demethilation (Gambar 4.ii) mengubah
shabu (metamfetamin) menjadi 4-hidroksimetamfetamin dan amfetamin. Sedangkan
proses beta hidroksilasi dipengaruhi oleh aktivitas enzim β-hidroksilasi yang
memiliki kemampuan merobah 4-OH amfetamin menjadi 4-OH norefedrin.

Universitas Sumatera Utara


12

Gambar 4. Ringkasan jalur metabolisme shabu dalam liver


dan beberapa enzim yang berperan di dalamnya:
(i) enzim aromatic hydroxylation, (ii) enzim N-
demethylation, (iii) enzim β-hydroxilation.23

Senyawa 4-OH norefedrin merupakan metabolit terkecil shabu yang dapat


diserap ke dalam ujung-ujung saraf norepinefrin, tetapi metabolit ini masih bersifat
aktif sehingga kemungkinan dapat merangsang saraf pusat kembali. 6,21,23
4. Eliminasi
Shabu secara dominan diekresikan melalui cairan urin dan sisanya melalui
keringat dan feses. Sebesar 90% metabolit shabu diekresikan melalui urin dalam
kurun waktu 2-4 hari paska penggunaan shabu. Proses eliminasi shabu dipengaruhi
oleh dosis penggunaan, laju aliran urin, dan derajat keasaman urin. Semakin asam
keadaan urin maka semakin maksimal proses pengeluaran shabu dari dalam tubuh.
Kemudian shabu akan diionisasi oleh filtrasi glomerulus dan menurunkan reabsobsi
oleh renal tubulus. Hasil studi menunjukkan kecepatan eliminasi shabu dari ginjal
214 ± 120 mL/menit setiap dosis 10 mg shabu. Proses eliminasi melalui urin
merupakan proses terbesar dalam mengeluarkan shabu dari tubuh, shabu juga dapat
dieliminasi ke dalam cairan rongga mulut yaitu saliva. Penelitian terbaru shabu dapat
diekskresikan ke dalam saliva beberapa jam setelah konsumsi shabu.6,23,24,26

Universitas Sumatera Utara


13

2.2.2 Farmakodinamik
Farmakodinamik shabu merupakan aspek farmakologis yang meliputi cara
25
kerja shabu dan efek shabu terhadap berbagai fungsi organ. Shabu termasuk obat
simpatomimetik yang bekerja secara tidak langsung, yang artinya shabu dapat
menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan katekolamin endogen yang
tersimpan dalam ujung saraf adrenergik.6,26 Katekolamin merupakan golongan
neurotransmitter yang memiliki satu cincin benzen, dua gugus etil dan satu gugus
amino, contohnya neurotransmitter golongan ini adalah dopamine, serotonin, dan
norefineprin. Shabu memiliki kesamaan struktur dengan katekolamin endogen
6,24,26
tersebut sehingga mampu memfasilitasi peningkatan pelepasan katekolamin
Mekanisme kerja shabu diilustrasikan pada Gambar 5. Pertama, shabu penetrasi
masuk ke ujung saraf presinaps dengan cara difusi pasif melewati membran lipid
(Gambar 5.i) atau melalui tempat ikatan transporter-neurotransmiter pada membran
tersebut (Gambar 5.ii). Setelah berada dalam sitosol, shabu menghambat fungsi kerja
vesicular monoamine transporter (VMAT2) menyebabkan redistribusi katekolamin
dari vesikel ke dalam sitosol memungkinkan meningkatnya konsentrasi katekolamin
dalam sitosol (Gambar 5.iii).
Kedua, shabu turut serta mengganggu kesetimbangan pH dalam sitosol
akibatnya mempercepat akumulasi molekul-molekul katekolamin ke dalam vesikel
sehingga proses pembentukan katekolamin lebih cepat. Ketiga, shabu mampu
meningkatkan aktivitas enzim tirosin hidroksilase menyebabkan proses reaksi dari
tirosin menjadi L-3,4-dihydroxylphenylalanine (L-DOPA) dan kemudian proses L-
DOPA menjadi dopamin menjadi lebih cepat (Gambar 5.iv). Pada keadaan normal,
setelah katekolamin berada pada celah sinaps, maka katekolamin akan berikatan
dengan reseptor masing-masing di ujung saraf postsinaps baru kemudian katekolamin
tersebut di re-uptake dan dimetabolisme oleh tubuh. Keadaan berbeda ketika
seseorang menggunakan shabu, shabu diketahui memiliki kemampuan untuk
meningkatkan aktivitas katekolamin di celah sinaps dengan cara menghalangi proses
re-uptake oleh saraf presinaps (Gambar 5.iv) dan dengan cara mengubah enzim
monoamin oksidase (MAO) menjadi enzim mandelat yang bersifat tidak aktif.21-25

Universitas Sumatera Utara


14

Gambar 5. Mekanisme kerja shabu dalam ujung saraf: (i) dan


(ii) proses penetrasi shabu ke dalam ujung
presinaps, (iii) dan (iv) shabu merangsang
pembentukan katekolamin secara berlebihan, (v)
shabu menghambat re-uptake katekolamin dari
celah sinaps.23
Keterangan: ▲= shabu, ●=katekolamin (dopamin).

Akibat mekanisme shabu tersebut konsentrasi serotonin, dopamin, dan


norepinefrin meningkat di tempat masing-masing neurotransmitter tersebut dibentuk.
Peningkatan pelepasan dopamin di frontal korteks, sistem limbik, basal ganglia,
talamus, hipofisis posterior, medula spinalis akan mempengaruhi fungsi pergerakan
dan koordinasi, emosional, penilaian, motivasi dan efek euforia. Tetapi dalam jangka
panjang akan menyebabkan skizofrenia dan sifat agresif. Sedangkan peningkatan
pelepasan norepinefrin di sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat seperti talamus,
sistem limbik, hipokampus, serebelum, korteks serebri akan sangat mempengaruhi
fungsi pernafasan, pikiran, persepsi, daya penggerak, fungsi kardiovaskuler, tidur dan
bangun. Serotonin yang dilepaskan berlebihan pada hipotalamus, talamus, sistem
limbik, korteks serebral, serebelum, medula spinalis akan sangat mempengaruhi
fungsi tidur, bangun, libido, nafsu makan, perasaan nyaman, agresi persepsi nyeri,
dan koordinasi. Tetapi dalam jangka panjang shabu akan menyebabkan munculnya

Universitas Sumatera Utara


15

paranoid, hilangnya percaya diri, putus asa dan kecemasan yang berlebihan.6,23,28,29

2.3 Pengaruh Shabu Terhadap Kesehatan


Penyalahgunaan shabu terbukti berdampak pada bio-psiko-sosial seseorang,
dengan kata lain shabu bukan saja berpengaruh terhadap tubuh seseorang saja
melainkan menyebabkan masalah terhadap mental dan juga berpengaruh terhadap
lingkungan sekitar. Komplikasi yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan shabu
sangat luas, memerlukan upaya penanggulangan yang komprehensif dengan
melibatkan kerjasama multidisipliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara
aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten. 22,26,28

2.3.1 Kesehatan Umum


Pengaruh shabu terhadap kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
dosis (ringan, sedang dan berat), durasi pemakaian (akut dan kronik), cara
penyalahgunaan (dihisap, dihirup dan intravena) dan frekuensi penyalahgunaan.
22,23,26
Efek penyalahgunaan shabu secara umum dapat dibedakan dalam dua fase
yaitu fase awal dan fase konsolidasi.26
1. Fase Akut (Short-term Use)
Fase ini dikenal juga dengan efek akut atau immediate effect. Pada manusia
dengan dosis ringan hingga sedang (5-30 mg) akan mempengaruhi kerja sistem saraf
pusat dan perifer. Pengaruh terhadap sistem saraf pusat diantaranya meningkatkan
tenaga, mood, motivasi, kewaspadaan, aktivitas lokomotor, relaksasi atau ketenangan
dan euforia.6-8,24 Efek euforia dan kesenangan disebabkan oleh pelepasan dopamin
dalam nukleus akumbens sedangkan efek ketenangan atau relaksasi diperantarai oleh
stimulasi serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT). Pada fase akut pecandu shabu akan
mendapatkan efek yang nampaknya positif, tetapi bila dosis ditingkatkan menjadi 30-
50 mg maka akan menimbulkan efek kecemasan, disforia, dan talkativeness. Hal
tersebut disebabkan pelepasan monoamin dalam kadar yang tinggi seperti stimulasi
α1-adrenoreseptor di prefrontal korteks, stimulasi serotonergik 5-HT3, dan pelepasan
dopamin di striatum (Tabel 2).8,24,26

Universitas Sumatera Utara


16

Efek shabu di perifer diantaranya peningkatan denyut jantung, tekanan darah,


laju pernapasan, dilatasi pupil, hipertermia, dan penurunan laju aliran saliva. Efek
pada jantung tersebut dipengaruhi oleh rangsangan β-adrenoreceptor dan α-
adrenoreceptor. (Tabel 2). 8,24,26

Tabel 2. Efek Klinis Shabu pada Fase Awal/Akut


Efek klinis Dosis Mekanisme
Euforia, motivasi ≥5 mg Pelepasan dopamin pada nukleus
meningkat, mind racing akumbens
Relaksasi, percaya diri ≥10 mg Stimulasi serotonin 5-HT1 dan 5-HT2B
meningkat
Kegelisahan, disforia, ≥30 mg Pelepasan α1-adrenoreceptor di
nervousness prefrontal korteks, stimulasi
serotonergic 5-HT3
Takikardi, peningkatan ≥10 mg Pelepasan norepinefrin dari
denyut jantung paravertebral ganglia menuju
adrenoreceptor di jantung
Hipertermia 30 mg Pelepasan serotonin, dopamin,
norepinefrin di hipotalamus dan
vasokontriksi di perifer

2. Fase konsolidasi (Long-term Use)


Konsumsi yang lama dan intermiten membuat individu akan meningkatkan
dosis dan frekuensi untuk mendapatkan efek yang lebih besar. Penggunaan dosis
besar (55-640 mg) tentunya sangat berbahaya dan memicu terjadinya overdosis.
Penyalahgunaan shabu jangka panjang memicu komplikasi berbagai organ dalam
tubuh seperti jantung, ginjal, hati, kolon, paru-paru, dan terutama sistem saraf pusat .
6,21,25,28

Sistem saraf pusat merupakan bagian yang paling terkena dampak dari
penyalahgunaan shabu. Penyalahgunaan shabu jangka panjang menunjukkan
perobahan yang nyata pada beberapa bagian otak, meskipun terdapat juga perobahan
yang bersifat reversibel. Sebuah studi neuroimaging menunjukkan pemulihan pada
bagian tersebut setidaknya memerlukan waktu 2 tahun bahkan lebih, sedangkan pada
bagian lainnya menyebabkan kerusakan permanen memicu terjadinya stroke, edema
serebral, perdarahan otak, dan psikosis.7,8,24,26

Universitas Sumatera Utara


17

Dosis tinggi penggunaan shabu dalam sistem in vitro menyebabkan


penurunan konsentrasi dopamin, norepinefrin, serotonin dalam otak dan melemahnya
aktivitas enzim monoamine seperti tirosin dehidroksilase dan triptofan hidroksilase.
Penelitian dengan SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
menunjukkan pada penyalahguna berat terdapat penurunan aliran darah yang bersifat
multipel dibeberapa bagian otak, meskipun tanpa kerusakan parah atau infarksi.
Penurunan aliran darah tersebut diduga akan terus berlanjut meski penggunaan shabu
telah dihentikan. Efek neurometabolik shabu terjadi akibat berkurangnya fungsi
metabolisme glukosa di hemisfer parietal kanan, tempoparietal dan superior
prefrontal korteks menyebabkan menurunnya fungsi kerja otak pada region tersebut.
Sedangkan pada serebelum mengalami hipermetabolisme mengakibatkan terjadinya
25
kecemasan dan kesenangan yang berlebihan. Penelitian pada sistem serotonin 5-
hydroxytryptamine (5-HT) menunjukkan terjadinya penunuran kepadatan 5-HT-
Transporter pada orbitofrontal, temporal, dan anterior cingulate yang dihubungkan
25,27
dengan sifat agresi berlebihan pada penggunaan kronis. Thomson menggunakan
MRI menemukan bukti bahwa terdapat kehilangan korteks serebri dengan rerata
sebesar 11,3% terutama pada bagian singulat, limbik dan paralimbik. 27
Komplikasi pada jantung diawali dengan peningkatan tekanan darah (160/90
mmHg) hingga timbulnya penyakit jantung koroner, perikarditis,dan kardiomiopati.
Resiko kardiomiopati meningkat 3,7 kali pada penggunaan kronis dan berimplikasi
terhadap terjadinya disfungsi ventrikel kiri. Penyalahgunaan jangka panjang
menyebabkan injuri dan kontriksi pada pembuluh darah sehingga memicu
penurunan suplai darah ke jaringan termasuk kulit dan organ dalam. Hal tersebut
9,27,24
meningkatkan resiko terjadinya stroke dan kehilangan ingatan. Stroke diduga
disebabkan perdarahan intraserebral melalui mekanisme vaskulopati ataupun
hipertensi berkelanjutan. Perdarahan intraserebral dapat terjadi setelah pemakaian
shabu secara intravena yang memiliki biavibilitas 100%. 24,26
Pada ginjal penyalahgunaan shabu menyebabkan proliferatif
26
glomerulonephritis akibat dari sistemik nekrose vaskulitis. Sedangkan pada paru-
paru shabu dapat menyebabkan akumulasi cairan pada paru-paru dan menimbulkan

Universitas Sumatera Utara


18

kesulitan dalam bernafas. Pada keadaan yang sangat kronis, kesulitan bernafas ini
dapat mengancam jiwa. 6,23
Tabel 3. Efek Klinis Penyalahgunaan Shabu Berdasarkan Tingkat Keparahannya. 15

Mild Moderate Severe Potentially fatal

Mual, muntah, Hiperaktivitas, Koma, seizures, Infarksi


diare, tremors, pusing, takikardi, gagal ginjal, miokardial,
hiperfleksia, hipotensi, paranoid, fibralasi
dilatasi pupil, hipertensi, sulit kardiomiopati, ventrikular,
bernapas, hiperpireksia, perdarahan otak,
berkeringat, dehidrasi. rabdomiolisis. stroke, edema otak
insomnia.

Manifestasi shabu terhadap kulit disebabkan oleh penurunan suplai darah


dan reaksi kimia pada kulit hasil vasokontriksi ujung saraf. Hal tersebut menimbulkan
sensasi seperti digigit serangga dan rasa gatal yang tak tertahankan pada kulit.
Akibatnya penyalahguna sering menggaruk-garuk bagian tersebut dan memicu
terjadinya lesi yang mudah mengalami infeksi. Lesi ini biasanya terdapat pada wajah,
lengan, dada dan kaki. 27

Gambar 6. Perobahan penampilan pada pemakaian


shabu selama 3 bulan.25

2.3.2 Pengaruh Shabu terhadap Psikis

Universitas Sumatera Utara


19

Pemakaian jangka pendek shabu menimbulkan efek yang menguntungkan


terhadap psikis seseorang misalnya merasa senang, semangat mengerjakan tugas, rasa
percaya diri bertambah, dan penuh gairah atau energik. Tetapi dalam penggunaan
jangka panjang, tubuh akan merespon overexposure katekolamin dengan cara
mengurangi jumlah reseptor dan transporter dari katekolamin tersebut. Bahkan sel
otak akan menghancurkan dirinya sendiri untuk menurunkan kadar katekolamin
dalam otak. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan psikis pecandu. Masalah
kesehatan psikis yang pada umumnya timbul yaitu psikosis, ansietas, dan depresi. 22,26
Psikosis ditandai dengan gejala halusinasi (merasa, melihat, mendengar
sesuatu yang sebenanya tidak ada), delusi, gangguan mood, paranoid, gangguan
berpikir dan memutuskan tindakan, serta merasa asing terhadap diri pribadi dan
lingkungannya. Ansietas ditandai dengan kecemasan yang berlebihan, disertai agitasi,
berkeringat, sulit bernafas, nyeri dada, diliputi rasa panic dan gangguan siklus tidur.
Sedangkan depresi menunjukkan keadaan psikis yang merasa putus asa, pesimis,
kesedihan dan merasa bersalah yang berlarut-larut. Keadaan depresi ini akan persisten
dalam hitungan minggu, bulan dan bahkan tahunan. Penyalahgunaan shabu dalam
jangka panjang dapat menimbulkan masalah sosial seperti tindakan kriminal, dan
kasus bunuh diri. 2,22,26

2.3.3 Pengaruh Shabu terhadap Kesehatan Rongga Mulut


Telah banyak penelitian menunjukkan bahwa shabu dapat meningkatkan
prevalensi penyakit rongga mulut dan pada umumnya pecandu shabu memiliki lebih
7-9,11,27
dari satu kelainan pada rongga mulutnya. Beberapa kelainan rongga mulut
yang sering ditemukan diantaranya xerostomia, atrisi gigi akibat clenching atau
bruksism, karies, penyakit periodontal, kelainan TMJ dan kelainan mukosa oral.
7,8,14,15,10
Patogenesis dari penyakit tersebut tidak lain disebabkan oleh manifestasi
27
shabu baik secara lokal maupun secara sistemik. Dampak penyalahgunaan shabu
pada rongga mulut tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya durasi
22,26
pemakaian dan cara penggunaannya. Rata-rata durasi waktu terjadinya masalah-
masalah gigi yang dialami oleh pecandu shabu yaitu berkisar dari 18 bulan (penyakit

Universitas Sumatera Utara


20

7
periodontal) sampai 77 bulan (masalah TMJ). Selain itu, cara menyalahgunakan
shabu diketahui berpengaruh terhadap tingkat keparahan yang terjadi pada rongga
7,26
mulut. Menyalahgunakan shabu melalui intravena memberikan dampak paling
signifikan terhadap kerusakan rongga mulut bila dibandingkan dengan cara dihisap
dan dihirup secara intranasal. Dengan prevalensi intravena 47,7%, dihisap 28,9% dan
7
dihirup 21,9%. Efek berbahaya intravena dihubungkan dengan bioavaibilitas yang
mencapai 100 %, sehingga menimbulkan efek kecanduan yang lebih tinggi. Hal
tersebut memicu penyalahguna dalam pengaruh shabu berkepanjangan sehingga
7
mengacuhkan kebersihan rongga mulut. Berbeda dengan intravena, shabu yang
dikonsumsi secara dihisap dan dihirup diketahui memberikan efek lokal yang lebih
10,27
berbahaya terhadap rongga mulut. Shabu yang mengandung bahan toksik dan
korosif seperti litium, asam sulfur, eter dan fosfor, akan mudah terakumulasi dan
14,27
mengiritasi jaringan keras dan jaringan lunak pada rongga mulut. Beberapa
pengaruh shabu terhadap rongga mulut :
1. Xerostomia
Xerostomia merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam kasus
penyalahgunaan shabu.7,10,23,25 Xerostomia merupakan efek akut dalam
penyalahgunaan shabu, yang diduga karena rangsangan reseptor α-adrenergik pada
pembuluh darah kelenjar saliva.15 Xerostomia merupakan sensasi subjektif dari
20,29
kekeringan mulut yang disebabkan berkurangnya aliran saliva. Produksi saliva
yang berkurang selalu disertai dengan perobahan dalam komposisi saliva yang
mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya
24% pecandu shabu mengeluhkan kesulitan dalam mengunyah dan menelan
makanan, 35% memerlukan bantuan air minum untuk membantu proses penelanan,
dan 10% kesukaran dalam berbicara. 7,10,11
2. Karies
Karies yang terjadi pada pecandu shabu sangat khas, sehingga dikenal dengan
istilah meth mouth. Meth mouth ditandai dengan kerusakan yang parah pada
permukaan gigi dan melibatkan lebih dari satu gigi. Pada umumnya karies terjadi di
daerah bukal gigi posterior kemudian diikuti karies di daerah interproksimal gigi

Universitas Sumatera Utara


21

anterior sebelum pada akhirnya merusak semua bagian mahkota seperti terlihat pada
7,8,11,15 11
Gambar 7. Rata-rata skor DMFT pada shabu cukup tinggi yaitu 28,6.
Penelitian Shetty dkk. pada tahun 2010 di Los Angles menunjukkan 30,9% pecandu
shabu memiliki lesi karies dan 60% kehilangan gigi akibat karies. 7 Karies tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya penurunan laju aliran saliva, OHIS yang
buruk, diet karbohidrat yang tinggi, dan disebabkan iritasi langsung bahan kimiawi
shabu. 7,8,11,27
3. Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal pada pecandu shabu disebabkan oleh penumpukan plak
dan kalkulus akibat minimnya tindakan membersihkan rongga mulut. Penelitian
Carolyn pada tahun 2012 di San Fransisco menunjukkan 53% pecandu shabu hampir
tidak pernah membersihkan rongga mulut, dan hanya 30% yang mengaku
membersihkan rongga mulut 2 kali sehari. 82% diantaranya mengaku tidak pernah
datang ke dokter gigi dalam kurun waktu beberapa tahun sehingga tidak
mengherankan bila 88% pecandu shabu memiliki skor OHIS yang tidak terlalu baik.
Penelitian Ravenel pada tahun 2012 di South Carolina juga menunjukkan pada 92%
pecandu shabu memiliki penumpukan plak dan kalkulus yang meluas dan 89,2%
diantaranya mengalami infeksi gingiva (Gambar 7). 11,17 Keadaan tersebut diperparah
oleh suplai darah yang cenderung menurun akibat kontriksi kapiler-kapiler.7,8

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 7. Manifestasi oral pada pecandu shabu.38


4. Bruksism
Shabu memiliki kemampuan untuk menstimulasi sistem saraf pusat bagian
prefrontal sehingga mampu meningkatkan aktivitas motorik, termasuk aktivitas otot-
otot mastikasi. Hiperaktivitas pada otot-otot tersebut memicu terjadinya kebiasaan
buruk seperti clenching dan bruksism, bedanya bruksism pada pecandu shabu dapat
terjadi pada keadaan siang dan juga malam. 9,17 Menurut Ravenel pada tahun 2012, di
South Carolina sekitar 30% pada pecandu shabu kronis memiliki kebiasaan buruk
bruksism dan menyebabkan atrisi pada gigi geligi. Hal tersebut sesuai dengan temuan
Shetty dkk. pada tahun 2010 di Iowa bahwa 22,3% pecandu shabu mengalami atrisi
pada giginya. 7,17 Dalam penelitian lebih lanjut, hiperaktivitas otot mastikasi tersebut
dapat menyebabkan kelelahan pada TMJ. 7
5. Infeksi Mukosa Oral
Penelitian Shetty dkk. pada tahun 2010 di Iowa menunjukkan sebanyak 4,3%
penyalahguna memiliki lesi pada mukosa oralnya dan Ravenel dkk. pada tahun 2012
di South Carolina menemukan 39,2% penyalahguna memiliki kelainan pada mukosa
17,27
lidah. Lesi pada mukosa rongga mulut disebabkan oleh efek lokal pemakaian
27
shabu secara dihisap dan intranasal. Asap pembakaran shabu tersebut akan
mengiritasi jaringan lunak secara langsung, menyebabkan efek seperti terbakar dan

Universitas Sumatera Utara


23

mulut terasa kering. Disamping itu, bahan toksik seperti litium dan klorida akan larut
dalam cairan rongga mulut, lalu terakumulasi di dalamnya dan kemudian
menyebabkan iritasi jaringan lunak. Selain efek lokal, shabu juga memicu lemahnya
sistem pertahanan rongga mulut yang disebabkan oleh penurunan suplai darah ke
jaringan. 8,27

2.4 Saliva
2.4.1 Fisiologi Saliva
Saliva adalah cairan eksokrin yang terdiri berbagai komponen yang kompleks,
tidak berwarna, yang disekresikan dari kelenjar saliva mayor dan minor untuk
mempertahankan homestatis rongga mulut.30,31 Setiap hari kelenjar saliva manusia
menghasilkan hampir 1500 mL saliva yang terdiri dari 99 % air, unsur organik dan
unsur anorganik. Unsur Organik saliva terdiri dari urea, asam urea, glukosa bebas,
asam amino bebas, laktat dan asam-asam lemak serta makromolekul ditemukan
dalam saliva seperti protein, amilase, peroksidase, tiosianat, lisozim, lipid, IgA, IgM
dan IgG. Sedangkan unsur anorganik yang utama adalah elektrolit seperti sodium,
21,30,31
potasium, kalsium, kloride, magnesium, bikarbonat dan fosfat. Dalam jumlah
normal berbagai unsur tersebut memiliki fungsi masing-masing dan memungkinkan
31
saliva dapat bekerja sebagai cairan yang multifungsional. Saliva memiliki peranan
yang sangat penting dalam memelihara dan menjaga kesehatan rongga mulut baik itu
jaringan keras maupun jaringan lunak. Beberapa fungsi saliva diantaranya sebagai
lubrikasi dan pelidung jaringan lunak rongga mulut, menjaga kestimbangan pH
rongga mulut dan integrasi enamel gigi, menghambat pertumbuhan bakteri, berperan
dalam proses pencernaan dan sensasi pengecapan. 21,30,31

2.4.2 Persarafan Kelenjar Saliva


Saliva dihasilkan melalui proses persarafan yang dikontrol oleh pusat saliva (
salivary centers) melalui saraf-saraf otonom yang mempersarafi kelenjar saliva.
Tidak seperti sistem saraf otonom di tempat lain, rangsangan simpatis dan
parasimpatis di kelenjar saliva tidak saling bertentangan. Kedua rangsangan tersebut

Universitas Sumatera Utara


24

sama-sama merangsang sekresi saliva, tetapi dalam jumlah, karakteristik dan


35,36
mekanisme yang berbeda. Pusat saliva parasimpatis terletak pada medula
oblongata yang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu superior nuklei salivatorius, inferior
nuklei salivarius dan zona intermediet. Bagian superior nuklei (saraf fasialis)
terhubung dengan kelenjar submandibula dan kelenjar sublingual, sedangkan inferior
nuklei (saraf glossopharyngeal) mempersarafi kelenjar parotid.34,35,36 Serabut saraf
simpatis yang menginervasi kelenjar saliva berasal dari ganglion servikalis superior
dan berjalan bersama dengan arteri yang mensuplai kelenjar saliva. Serabur saraf
simpatis berjalan bersama dengan arteri karotis eksterna ynag memberikan suplai
darah pada kelenjar parotis dan bersama arteri lingualis memberikan suplai darah ke
submandibula, serta bersama dengan arteri fasialis yang mensuplai darah ke kelenjar
sublingualis. Kedua pusat saliva ini mendapat input berupa stimulus atau inhibitor
dari otak depan dan batang otak. Struktur persarafan batang otak berhubungan dengan
stimulus sensor oral, sedangkan otak depan berhubungan dengan regulasi mastikasi,
minum dan suhu tubuh, sehingga masing-masing stimulus tersebut mempengaruhi
dari proses sekresi saliva.34
Komponen kelenjar saliva baik itu sel asinar, duktus dan sel mioepitel
mendapatkan inervasi dari saraf parasimpatis dan simpatis dengan jumlah yang
berbeda-beda. Pada komponen tersebut terdapat reseptor kolinergik dan adrenergik
(α-β). Rangsangan simpatis akan menstimuli reseptor adrenergik menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah pada kelenjar saliva, menyebabkan volume saliva jauh
lebih sedikit dengan konsistensi kental dan kaya mukus. Karena rangsangan simpatis
menyebabkan sekresi saliva dalam jumlah sedikit, mulut terasa lebih kering daripada
biasanya selama keadaan saat sistem simpatis dominan, misalnya pada keadaan stres.
Stimulus ini lebih efektif pada kelenjar yang berada pada dasar mulut yaitu kelenjar
submandibularis dan kelenjar sublingualis. Berbeda dengan rangsangan parasimpatis
yang menstimuli reseptor kolinergik menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah,
menyebabkan volume saliva lebih banyak dan kaya enzim. Rangsangan parasimpatis
dapat meningkatkan aliran darah pada kelenjar saliva sebanyak 20 kali lipat,
menyebabkan aliran saliva meningkat. 34,35,36

Universitas Sumatera Utara


25

2.4.3 Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva


Jumlah saliva memegang peranan penting dalam membantu pelarutan bolus
makanan, remineralisasi gigi, memperlancar dan membantu rasa pengecapan,
menetralisir asam, pelarut dan pelumas serta berperan sebagai pertahanan rongga
mulut. Whole saliva adalah cairan rongga mulut yang merupakan sekresi gabungan
dari kelenjar saliva, cairan gingiva, elemen-elemen sel, dan mungkin juga sisa
makanan. Pengumpulan whole saliva lebih mudah dilakukan, dapat dilakukan pada
saat istirahat (unstimulated/resting), dan pada saat pasien melakukan
pengunyahan/aktivitas (stimulated). Unstimulated saliva normal adalah 0,25-0,35
ml/menit (gr/menit) dan stimulated saliva adalah 1-3 ml/menit (gr/menit). Stimulated
whole saliva dilakukan pada pasien yang telah mengistirahatkan rongga mulutnya
minimal 90 menit, duduk tegak lurus dengan kepala sedikit miring ke depan, pada
situasi yang hening, mata tetap terbuka, kemudian melakukan gerakan pengunyahan
dalam waktu tertentu lamu kemudian diludahkan ke dalam gelas ukur.20,23,31,34 Namun
produksi saliva tersebut dapat terganggu oleh beberapa faktor diantaranya efek
radiasi, perobahan hormonal (menopause), faktor psikologi (rasa cemas dan stres),
penyakit kelenjar saliva, usia, sosioekonomi, jenis kelamin, nutrisi, keadaan rongga
mulut (inflamasi) dan obat-obatan seperti antihipertensi, antikolinergik, antihistamin
dan shabu. 20, 30-32
Pada keadaan normal, unstimulated whole saliva memiliki pH cenderung
bersifat asam yaitu berkisar 6,4–6,9. Konsentrasi bikarbonat pada saliva bersifat
rendah, sehingga suplai bikarbonat kepada kapasitas buffer saliva paling tinggi hanya
mencapai 50%. pH saliva akan meningkat bersamaan dengan kenaikan kecepatan
sekresi. pH pada stimulated whole saliva akan segera meningkat hingga akhirnya
mencapai angka netral yaitu 7,62. Pada kondisi ini sistem bikarbonat menyuplai 85 %
37
dan 15% sisanya disuplai oleh fosfat, protein, dan urea. Selain kapasitas buffer,
faktor–faktor lain yang mempengaruhi derajat keasaman diantaranya adalah irama
siang dan malam, diet, rangsangan kecepatan sekresi, jenis kelamin, status psikologi,

Universitas Sumatera Utara


26

perobahan hormonal, kebersihan rongga mulut dan medikasi tertentu seperti shabu.
33,35,37

Kalsium merupakan salah satu komponen elektrolit di dalam saliva yang


13
terdapat dalam bentuk ion. Kadar normal ion kalsium pada saliva adalah 1-1,4
1
mmol/L. Kadar ion kalsium dapat dipengaruhi oleh; jenis kelenjar, sebagian besar
kalsium saliva berasal dari kelenjar submandibularis; ritme biologis, kadar kalsium
saliva pada pagi dini hari menurun; stimulus, dalam keadaan tanpa stimulasi sebagian
besar saliva berasal dari kelenjar submandibularis, sedangkan dalam keadaan
terstimulasi sebagian besar berasal dari kelenjar parotis; laju alir saliva, merupakan
faktor yang paling berpengaruh terhadap kadar komponen saliva; penyakit-penyakit
13
sistemik.
Kalsium dalam saliva berperan penting dalam proses remineralisasi enamel
dan dentin serta menjaga saturasi saliva terhadap mineral gigi. Ion kalsium berperan
penting pada fisiologi intraselular dan ekstraseluar. Kalsium memainkan peranan
yang sangat penting dalam menjaga gigi agar tetap sehat. Kalsium memproteksi gigi
secara tidak langsung dengan cara menguatkan tulang rahang, menguatkan pertautan
gigi dan tulang, mencegah terjadinya celah dimana bakteri dapat terinvasi ke dalam
gigi, mencegah terjadinya inflamasi dan pendarahan. Konsumsi kalsium yang cukup
diperlukan untuk pertumbuhan struktur gigi yang bagus.20

2.5 Pengaruh Shabu terhadap Saliva


Beberapa penelitian membuktikan bahwa shabu dapat mempengaruhi
perobahan volume, pH dan elektrolit saliva.4,11,17 Shabu dapat mempengaruhi
produksi saliva secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung shabu dapat
mempengaruhi pusat persarafan saliva di otak. Shabu juga mempengaruhi keadaan
umum seseorang yang beberapa diantaranya mempengruhi regulasi saliva. 23,26,27

2.5.1 Pengaruh Shabu terhadap Volume Saliva

Universitas Sumatera Utara


27

Shabu memiliki beberapa mekanisme dalam menurunkan sekresi saliva.


Pertama dengan cara mempengaruhi jalur persarafan simpatis. Sistem persarafan
simpatis lebih mengatur komposisi saliva dibandingkan pengaturan volume saliva
dengan jalan meningkatkan eksositosis dari sel sel tertentu. Penelitian Czermark pada
tahun 2000 di Los Angles menunjukkan stimulasi berlebihan pada persarafan
simpatis berpotensi kuat menurunkan laju aliran saliva.4,36 Shabu meningkatkan
pelepasan norepinefrin dalam jumlah besar dan akan mempengaruhi reseptor α-1, α-
2, β-1 dan β-2 adrenergik di sel asinar kelenjar saliva. Stimulasi reseptor β-1
adrenergik menyebabkan peningkatan tranduksi sinyal melalui aktivasi cAMP,
menghasilkan eksositosis oleh granular dan pembentukan saliva yang kental. Hal
tersebut disebakan oleh karena hipersekresi dari amilase, kallikrein, dan peroksidase.
Akibatnya saliva yang disekresikan lebih hipertonik. Selain norepinefrin, katekolamin
lainnya juga mempengaruhi sekresi saliva yaitu dengan cara menstimulasi saraf
otonom sel asinar dengan cara memindahkan ion kalsium intraselular dari retikulum
endoplasma dan kalsiosom. Hal tersebut meningkatkan konsentrasi dari ion kalsium
dan membuka gerbang intramembran dan memindahkan ion klorida dan natrium dari
cairan menuju lumen asinar. Stimulasi ini hanya mempengaruhi komposisi komponen
elektrolit saliva tanpa mempengaruhi volume saliva.4
Mekanisme kedua, shabu mempengaruhi suplai darah kelenjar saliva. Secara
anatomis, kelenjar saliva kaya akan kapiler-kapiler pembuluh darah. Suplai darah dan
tonus vasomotor dari kelenjar saliva dibawah pengaturan saraf simpatis. Sistem ini
memiliki peranan penting dalam mengatur produksi saliva dengan cara mengatur
cairan ekstraseluler yang dibutuhkan sebagai bahan baku pembentukan saliva.
Stimulasi reseptor α-1 adrenergik menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
sehingga menyebabkan hipoksia jaringan serta membatasi proses reabsorbsi ion
natrium dari lumen duktus. Hal tersebut menyebabkan sekresi saliva dengan jumlah
sedikit dan lebih kental. 4
Mekanisme ketiga, penurunan sekresi saliva diduga diinduksi oleh keadaan
psikologi pecandu shabu. Penyalahgunaan jangka panjang menyebabkan pecandu
shabu memiliki gangguan paranoid, stres dan kecemasan yang berlebihan. Hal

Universitas Sumatera Utara


28

tersebut menyebabkan norefineprin menghambat kerja reseptor α-2 adrenergik di


nukleui salivatory dan pada akhirnya menurunkan sekresi saliva. Mekanisme
keempat, shabu menyebabkan peningkatan indeks basal metabolik, hiperaktivitas
fisik, berkeringat dan hipertermia. Hal tersebut memicu terjadinya dehidrasi sistemik.
Derajat dehidrasi tubuh sangat mempengaruhi regulasi saliva. Ketika cairan dalam
tubuh berkurang sekitar 8% maka aliran saliva berkurang drastis bahkan mendekati
angka nol. 4

2.5.2 Pengaruh Shabu terhada pH Saliva


Hasil temuan Ravenel pada kasus penyalahgunaan shabu, diketahui derajat
keasamaan saliva mengalami penurunan baik saat istirahat maupun ketika
17
terstimulasi. Pada pH saliva istirahat menunjukkan 2 sampel memiliki pH 5,0-5,8
dan 6 sampel memiliki pH 6,0-6,6. Sedangkan pada pH saliva terstimulasi hanya 2
17
orang yang memiliki pH dibawah normal. Hasil tersebut didukung oleh penelitian
Flanigan dkk pada tahun 2012 di Ohio yang menemukan 43% sampel pecandu shabu
memiliki pH saliva istirahat di bawah 6,8 dan 14% pH saliva terstimulasinya adalah
16
6,8. Penurunan pH saliva tersebut diduga karena efek penurunan laju aliran saliva.
Volume saliva yang rendah akan mempengaruhi kuantitatif dan kualitatif komposisi
di dalamnya, terutama ion bikarbonat. Semakin cepat sekresi saliva maka semakin
tinggi konsentrasi bikarbonat sehingga meningkatkan kapasitas buffer dan pH
saliva.30,33,35 Mekanisme efek kerja buffer tergantung pada aliran saliva, dalam
keadaan tingginya aliran saliva, bikarbonat bertindak sebagai buffer yang sangat
efektif terhadap asam dan aksinya dapat digambarkan sebagai berikut.

HCO3- + H+ H2CO3 CO2 + H2O

Apabila ion bikarbonat (HCO3- ) berkontak dengan ion asam (H+), asam karbonat
yang lemah terbentuk (H2CO3). Ini dengan cepatnya berdisosiasi membentuk
karbondioksida (CO2) dan air (H2O). 28,30,38 Tetapi hal tersebut tidak berjalan dengan

Universitas Sumatera Utara


29

normal pada keadaan hiposalivasi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Flanigan
dkk. yang menunjukkan 71% pecandu shabu memiliki kapasitas buffer yang rendah.
16
Penelitian tersebut didukung oleh temuan Ravenel dkk di South Carolina.pada
tahun 2012 yaitu diketahui 71% kapasitas buffer pecandu shabu dikategorikan rendah
yaitu sekitar 6-9 dan 7% diantaranya sangat rendah yaitu 0-5. 17
Secara lokal shabu dapat mempengaruhi kesetimbangan rongga mulut melalui
14
kandungan shabu yang berbahaya. Ketika shabu dikonsumsi secara dihisap dan
dihirup, maka kandungan Fosfat, sulfat, klorida dan asam muriatik akan mengendap
di rongga mulut termasuk di cairan sulkus gingiva dan genangan saliva lainnya. 14,17
Penelitian Grobler dkk pada tahun 2011 di Cape Town terhadap 29 sampel kristal
shabu ( crystal-meth) yang diambil secara random dari berbagai pasar gelap
menunjukkan bahwa nilai median pH kristal shabu setelah dilarutkan dalam cairan
adalah sebesar 4,86. 30% sampel memiliki pH dibawah 4,5 dan 58,6% sampel berada
pada rentang pH 4,0 – 5,0. Derajat keasaman tersebut dibawah pH kritis (pH < 5,5)
sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan kerusakan struktur gigi. 41
Hasil penelitian Navaro dkk pada tahun 2009 di Amerika Serikat menemukan
bahwa MDMA (3,4-Methylenedioxy-N- Methamphetamine) terbukti menurunkan pH
saliva meskipun tidak begitu signifikan. MDMA atau dikenal ekstasi memiliki
struktur yang mirip dengan shabu. MDMA yang terdeteksi dalam saliva
menyebabkan penurunan nilai pH dari 7,4 menjadi 6,9. 12

2.5.3 Pengaruh Shabu terhadap Ion Kalsium


Kadar ion kalsium dalam saliva pecandu narkotika lebih rendah dibanding
pada non pecandu narkotika. Hasil penelitian Multazam pada 30 pecandu narkotika di
Pusat Rehabilitasi BNN (Badan Narkotika Nasional) Makasar pada tahun 2013
memperlihatkan rerata kadar kalsium pada 10 orang pecandu shabu (0,906 mmol/L),
10 orang pecandu ekstasi (0,920 mmol/L) dan pada 10 orang pecandu ganja (1,00
mmol/L). Kadar kalsium yang kurang dari normal dapat disebabkan oleh
20
menurunnya kadar kalsium dalam darah pecandu. Temuan Food and Drug

Universitas Sumatera Utara


30

Administration (FDA) dari tahun 2004 hingga 2012 yaitu terdapat 544 pecandu shabu
yang mengalami penurunan kadar kalsium dalam darah. 43

2.6 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)


Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) merupakan suatu alat yang digunakan
pada metode analisis untuk unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya
berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam
dalam keadaan bebas. SSA terdiri dari komponen sumber cahaya, tempat sample,
monokromator, dan detektor. Prinsip kerja SSA pada dasarnya sama seperti absorpsi
sinar molekul atau ion senyawa dalam larutan. Atom-atom menyerap sinar tersebut
pada panjang gelombang tertentu,tergantung sifat unsurnya SSA meliputi absorpsi
sinar oleh atom- atom, banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang
gelombang tertentu menurut jenis unsurnya .44

2.7 Kerangka teori Pecandu


Shabu Shabu aktif

Obat simpatomimetik amin


bekerja tidak langsung

Peningkatan pelepasan
senyawa katekolamin ↑↑↑

Rangsangan Simpatis ↑↑↑

Stimulasi saraf pusat Stimulasi perifer

Gangguan CNS Hipotalamus Nukleus Kelenjar Organ Tubuh


salivatory saliva lainnya
Pengaturan suhu
tubuh Komplikasi
Hiperaktivitas Inhibisi Aktivasi
α-2- α-adrenergik
Suhu tubuh ↑↑↑, adrenergik Muncul penyakit
Kadar Ca2+ berkeringat pada :
darah ↓↓↓ Vasokontriksi 1. Kardiovaskular
Sekresi pembuluh 2. Paru-paru
Dehidrasi saliva darah 3. Ginjal
Ion kalsium Universitas Sumatera 4. Kulit
Utara
saliva ↓↓↓ 5. Liver
31

Kandungan berbahaya
Shabu

2.7 Kerangka teori


Pecandu Shabu
Rehabilitasi

Tidak ada lagi Berhenti


efek pembakaran menggunakan Shabu
Shabu

Penekanan rangsangan saraf


simpatis ↓↓↓
pH saliva ↑↑

Terjadi pemulihan seiring semakin


lama berhenti Shabu

Pemulihan sel saraf Pemulihan Fungsi liver ↑↑


CNS dan jumlah ketergantungan secara
reseptor ↑↑ psikis

Penekanan rangsangan Stres, cemas, Kadar albumin ↑↑


simpatis terhadap depresi,paranoid ↓↓↓
kelenjar saliva dan
pembuluh darah ↓↓↓ Kadar kalsium darah ↑↑
Universitas Sumatera Utara
32

2.8 Kerangka konsep

• Waktu penggunaan
Pecandu shabu shabu terakhir < 9
Laki-laki bulan

Pengumpulan • 2 jam setelah


saliva stimulated dengan sarapan pagi
metode spitting • Tidak mengonsumsi
apapun selain air
putih
Pemeriksaan saliva

Volume saliva pH saliva yang Kadar ion kalsium saliva


yang distimulasi distimulasi yang distimulasi

Kriteria volume saliva Kriteria pH saliva Penentuan Linearitas Kurva


Kalibrasi Larutan Baku
yang distimulasi: yang distimulasi:
Normal: >5,0 ml/5 Sehat: 6,8-7,8 Kalsium
menit Asam: 6,0-6,6
Rendah: 3,5-5,0 ml/ 5 Sangat asam: 5,0-5,8 Pengukuran kadar ion kalsium
menit menggunakan Spektrofotometer
Hiposalivasi: <3,5 ml/ Serapan Atom (SSA)
5 menit

Kadar normal ion kalsium


dalam saliva yang
distimulasi: 1-1,4 mmol/l

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai