Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mioma uteri atau kanker jinak yang terdapat di uterus adalah tumor jinak
yang tumbuh pada rahim. Dalam istilah kedokteranya disebut fibromioma uteri,
leiomioma, atau uterine fibroid. Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang
terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadiannya lebih tinggi antara 20% – 25 %
terjadi pada wanita diatas umur 35 tahun, tepatnya pada usia produktif seorang
wanita, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen (Sjamsuhidajat,
2010). Berdasarkan penelitian World Health Organisation (WHO) penyebab dari
angka kematian ibu karena mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 kasus (1,95%)
dan tahun 2011 sebanyak 21 kasus (2,04%). Di Indonesia kasus mioma uteri
ditemukan sebesar 2,39% -11,7% pada semua pasien kebidanan yang di rawat.
Mioma uteri lebih sering ditemukan pada wanita kulit hitam dibandingkan wanita
kulit putih. Data statistik menunjukkan 60% mioma uteri terjadi pada wanita yang
tidak pernah hamil atau hamil hanya satu kali (Handayani, 2013).
Setelah menopause hanya kira –kira 10 % mioma yang masih bertumbuh.
Bahaya mioma uteri ini apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan terjadinya
anemia defisiensi zat besi karena terjadinya perdarahan yang abnormal pada uterus
dan selama usia reproduksi dapat menyebabkan infertilitas (Anwar, 2011). Hasil data
dari rekam medis di RS. PKU Muhammadiyah Surakarta terdapat jumlah pasien
mioma uteri dalam satu terakhir ini pada tahun 2012 adalah sebanyak 104 kasus
penderita mioma uteri, sedangkan dalam satu bulan terakhir yaitu pada bulan April
terdapat 10 kasus penderita mioma uteri. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
merasa tertarik untuk membahas mengenai masalah mioma uteri ini dengan
menggunakan metode pendekatan manajemen “asuhan keperawatan dengan
gangguan sistem reproduksi : post op histrektomi indikasi mioma uteri “.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari mioma uteri ?
2. Apa saja klasifikasi dari mioma uteri
3. Apa etiologi dari mioma uteri
4. Bagaimana manifestasi klinis mioma uteri
5. Bagaimana patofisiologi dari mioma uteri
6. Apa saja komplikasi dari mioma uteri
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari mioma uteri
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada mioma uteri

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari mioma uteri
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari mioma uteri
3. Untuk mengetahui etiologi dari mioma uteri
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari mioma uteri
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari mioma uteri
6. Untuk mengetahui komplikasi dari mioma uteri
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari mioma uteri
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada mioma uteri

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal dengan istilah
Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007)
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah
fibromyoma, leiomyma, ataupun fibroid. Nama lain mioma uteri antara lain leimyoma
yaitu tumor jinak yang berasal dari otot polos, paling sering pada uterus.
Fibromyoma merupakan tumor yang terutama terdiri dari jaringan penunjng yang
berkembang lengkap atau fibrosa (Saefuddin, 2009)
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak
yang sering di temukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah
produksi (menopause). Mioma uteri jarang di temukan pada wanita usia produktif
tetapi kerusakan produksi dapat berdampak karna mioma uteri pada usia prodiktif
berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan premature dan malpresentasi (Aspiani,
2017)

B. Klasifikasi
Mioma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana mereka
tumbuh. Klasifikasinya sebagai berikut :
1. Mioma intramural : merupakan mioma yang paling banyak ditemukan.
Sebagian besar tumbuh di antara lapisan uterus yang paling tebal dan paling
tengah, yaitu miometrium.
2. Mioma subserosa : merupakan mioma yang tumbuh keluar dari lapisan
uterus yang paling luar, yaitu serosa dan tumbuh ke arah rongga peritonium.

3
Jenis mioma ini bertangkai (pedunculated) atau memiliki dasar lebar.
Apabila terlepas dari induknya dan berjalan-jalan atau dapat menempel
dalam rongga peritoneum disebut wandering/parasitic fibroid Ditemukan
kedua terbanyak.
3. Mioma submukosa : merupakan mioma yang tumbuh dari dinding uterus
paling dalam sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat
bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks, yang disebut mioma geburt.

C. Etiologi
Walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun
dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa myoma uteri terjadi
tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya
dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen.
Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah
menopause jarang ditemukan sebelum menarke.

Faktor Risiko terjadinya mioma uteri yaitu:


1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun (Suhatno, 2007). Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada
wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Joedosaputro, 2005).
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada jaringan
miometrium normal. (Djuwantono, 2005)
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. (Parker, 2007)
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)

4
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. (Parker, 2007)
5. Makanan
Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging
babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden
mioma uteri (Parker, 2007).
6. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat
pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2003).
7. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2
(dua) kali (Khashaeva, 1992).
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun
semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus
mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu
mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak
bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma
dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih
keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat,
berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambarankumparan
yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di
dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif
yang jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam
miometrium, sementara yang lain terletak tepat di bawah endometrium
(submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir membentuk
tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor
tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus
untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar

5
memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan
perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat kolagenosa,
bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).

D. Manifestasi Klinik
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak menggangu. Gejala yang dikeluhkan
sangat tergantung pada tempat sarang miomaberada (serviks, intramural, submukus,
sebserus), besarnya tumor, perubahan dan kompilikasi yang terjadi (Wiknjosastro,
2008). Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian
bawah.
2. Pendarahan abnormal
Gangguan pendarahan yang terjadi metroragia.
3. Rasa Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan dari
sirkulasi darah pada sarang mioma, disertai nekrosis setempat dan peradangan.
4. Gejala dan penekanan
Gangguan ini dapat tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan
pada kantung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra akan dapat
menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema
tungkai dan nyeri panggul.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup
atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat
memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk

6
kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi.
Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma uteri akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena adanya kompresi
massa tumor

E. Patofisiologi
Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan berproliferasi hal
tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen. ukuran myoma sangat
bervariasi. sangat sering ditemukan pada bagian body uterus (corporeal) tapi dapat
juga terjadi pada servik. Tumot subcutan dapat tumbuh diatas pembuluh darah
endometrium dan menyebabkan perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat besar tumor
ini dapat menyebabkan penghambat terhadap uterus dan menyebabkan perubahan
rongga uterus. Pada beberapa keadaan tumor subcutan berkembang menjadi
bertangkai dan menonjol melalui vagina atau cervik yang dapat menyebabkan terjadi
infeksi atau ulserasi. Tumor fibroid sangat jarang bersifat ganas, infertile mungkin
terjadi akibat dari myoma yang mengobstruksi atau menyebabkan kelainan bentuk
uterus atau tuba falofii. Myoma pada badan uterus dapat menyebabkan aborsi secara
spontan, dan hal ini menyebabkan kecilnya pembukaan cervik yang membuat bayi
lahir sulit.

7
F. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.

8
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT
scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak
memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang
karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada
beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus;
lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis
serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum,
kreatinin darah.
7. Tes kehamilan.

H. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Anamnesa

9
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri, misalnya
timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama. Kadang-kadang
disertai gangguan haid
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan
organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang perlu dikaji pada rasa
nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi serta kualitas
nyeri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan penggunaan
obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan
dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah
dirawat/dioperasi sebelumnya.
d. Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit
kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu
diketahui adalah
1) Keadaan haid

10
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma
uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami atrofi
pada masa menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma
uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon
estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
f. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor- faktor
budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien
mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang
pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri, peran
diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan terhadap
orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai
pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi sosial
pasien mioma uteri dengan orang lain.
g. Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus dikaji
adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang terjadi.
h. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau.
i. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi
j. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan malam
hari, masalah yang ada waktu tidur.

11
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
c. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
2) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
3) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya pembengkakan
konka nasal/tidak
4) Telinga : lihat kebersihan telinga.
5) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan rongga
mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
6) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya pembengkakan
kelenjar getah bening/tidak.
7) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan
sirkulasi, ketiak dan abdomen.
8) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
9) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas
dan bawah pasien mioma uteri
10) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi, perdarahan diluar
siklus menstruasi.
4. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder akibat tumor.
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat
gangguan hematologis (perdarahan)

12
5. Intervensi
Intervensi
NO. Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
1. Nyeri akut NOC: Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dengan dilakukan tindakan 1) Lakukan
nekrosis atau trauma keperawatan selama 1 pengkajian nyeri
jaringan dan refleks x 24 jam, pasien komprehensip yang
spasme otot sekunder mioma uteri mampu meliputi lokasi,
akibat tumor mengontrol nyeri karakteristik,
dibuktikan dengan onset/durasi,
Definisi: kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
Pengalaman sensori dan intensitas atau
emosional tidak Mengontrol Nyeri beratnya nyeri dan
menyenangkan yang muncul 1) Mengenali kapan faktor pencetus
akibat kerusakan jaringan nyeri terjadi 2) Observasi adanya
aktual atau potensial atau 2) Menggambarkan pentunjuk nonverbal
yang digambarkan sebagai faktor penyebab mengenai ketidak
kerusakan (International nyeri nyamanan terutama
Association for the 3) Menggunakan pada mereka yang
Study of pain) awitan yang tindakan tidak dapat
tiba-tiba atau lambat dari pencegahan nyeri berkomunikasi secara
intensitas ringan hingga efektif
berat dengan akhir yang 4) Menggunakan 3) Pastikan perawatan
dapat diantisipasi atau tindakan analgesik bagi
diprediksi. pengurangan pasien dilakukan
nyeri (nyeri) dengan pemantauan
Batasan karakteristik: tanpa analgesik yang ketat
a) Bukti nyeri 4) Gunakan strategi
dengan menggunakan 5) Menggunakan komunikasi
standar daftar periksa analgesik terapeutik

13
nyeri untuk pasien yang yang untuk
tidak dapat direkomendasika mengetahui
mengungkapannya n pengalaman nyeri
b) Ekspresi wajah nyeri dan sampaikan
(misal: mata kurang 6) Melaporkan penerimaan pasien
bercahaya, tampak kacau, perubahan terhadap nyeri
gerakan mata berpencar terhadap gejala 5) Gali pengetahuan
atau tetap pada satu nyeri pada dan kepercayaan
fokus, meringis) profesional pasien mengenai
c) Fokus menyempit misal: kesehatan nyeri
Persepsi waktu, proses 6) Pertimbangkan
berpikir, interaksi 7) Melaporkan pengaruh budaya
dengan orang dan gejalah yang terhadap respon nyeri
lingkungan) tidak terkontrol 7) Tentukan akibat dari
d) Fokus pada diri sendiri pada profesional pengalaman nyeri
e) Keluhan tentang kesehatan terhadap kualitas
intensitas menggunakan hidup pasien
standars kala nyeri 8) Menggunakan (misalnya, tidur,
f) Keluhan tentang sumber daya nafsu makan,
karakteristik nyeri dengan yang tersedia pengertian, perasaan,
menggunakan standar untuk menangani performa kerja dan
instrumen nyeri nyeri tanggung jawab
g) Laporan tentang perilaku peran)
nyeri/ perubahan aktivitas 9) Mengenali apa 8) Gali bersama pasien
h) Perubahan posisi untuk yang terkait faktor-faktor yang
menghindari nyeri dengan gejala dapat menurunkan
i) Putus asa nyeri atau memperberat
j) Sikap melindungi area nyeri
nyeri 10) Melaporkan nyeri 9) Evaluasi pengalaman
yang terkontrol nyeri dimasa lalu
Faktor yang berhubungan: yang meliputi

14
riwayat nyeri kronik
a) Agens cidera biologis individu atau
b) Agens cidera fisik keluarga atau nyeri
Agens cidera kimiawi yang menyebabkan
disability/ ketidak
mampuan/kecatatan,
dengan tepat
10) Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lainnya,
mengenai efektifitas,
pengontrolan nyeri
yang pernah
digunakan
sebelumnya
11) Bantu keluarga
dalam mencari dan
menyediakan
dukungan
12) Gunakan metode
penelitian yang
sesuai dengan
tahapan
perkembangan yang
memungkinkan
untuk memonitor
perubahan nyeri dan
akan dapat
membantu
mengidentifikasi
faktor pencetus

15
aktual dan potensial
(misalnya, catatan
perkembangan,
catatan harian)
13) Tentukan kebutuhan
frekuensi untuk
melakukan
pengkajian ketidak
nyamanan pasien dan
mengimplementasika
n rencana monitor
14) Berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidak nyamanan
akibat prosedur
15) Kendalikan faktor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu
ruangan,
pencahayaan, suara
bising)
16) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe

16
dan sumber nyeri
ketika memilih
strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan
pasien, orang
terdekat dan tim
kesehatan lainnya
untuk memilih
dan
mengimplementasika
n tindakan penurunan
nyeri
nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan
pengontrolan nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
20) Pastikan pemberian
analgesik dan atau
strategi
nonfarmakologi
sebelum prosedur
yang menimbulkan
nyeri
21) Periksa tingkat
ketidaknyamananbers
ama pasien, catat
perubahan dalam
cacatan medis pasien,

17
informasikan petugas
kesehatan lain yang
merawat pasien
22) Mulai dan
modifikasi
tindakan
pengontrolan nyeri
berdasarkan respon
pasien
23) Dukung
istirahat/tidur yang
adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
24) Dorong pasien
untuk
mendiskusikan
pengalaman
nyerinya, sesuai
kebutuhan
25) Beritahu dokter
jika tindakan tidak
berhasil atau
keluhan pasien saat
ini berubah
signifikan dari
pengalaman nyeri
sebelumnya
26) Gunakan
pendekatan multi
disiplin untuk

18
menajemen nyeri,
jika sesuai

Pemberian analgesik

1) Tentukan lokasi,
karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2) Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuesi obat
analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat
alergi obat
4) Pilih analgesik
atau kombinasi
analgesik sesuai lebih
dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda
vital sebelum dan
setelah memberikan
analgesik pada
pemberian dosis
pertama kali atau
jika ditemukan

19
tanda-tanda yang
tidak biasanya
6) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penuruna nyeri
7) Berikan analgesik
sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat
8) Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping
9) Lakukan tindakan-
tindakan yang
menurunkan efek
samping analgesik
(misalnya, konstipasi
dan iritasi lambung)
10) Kolaborasikan
dengan dokter
apakah obat, dosis,
rute, pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi
khusus

20
bedasarkan prinsip
analgesik
2. Resiko syok NOC: Setelah Pencegahan Syok
berhubungan dengan dilakukan perawatan 1) Monitor adanya respon
perdarahan selama 1x24 jam konpensasi terhadap
Definisi: beresiko terhadap diharapkan tidak syok (misalnya, tekanan
ketidakcukupan aliran darah terjadi syok darah normal, tekanan
kejaringan tubuh, yang dapat hipovolemik dengan nadi melemah,
mengakibatkan disfungsi kriteria: perlambatan pengisian
seluler yang mengancam 1) Tanda vital dalam kapiler, pucat/ dingin
jiwa. batas normal. pada kulit atau kulit
Faktor resiko 2) Tugor kulit baik. kemerahan, takipnea
1) Hipotensi. 3) Tidak ada sianosis. ringan, mual dan munta,
2) Hipovolemi 4) Suhu kulit hangat. peningkatan rasa haus,
3) Hipoksemia 5) Tidak ada dan kelemahan)
4) Hipoksia diaporesis. 2) Monitor adanya tanda-
5) Infeksi 6) Membran mukosa tanda respon sindroma
6) Sepsis kemerahan. inflamasi sistemik
7) Sindrom respon (misalnya, peningkatan
inflamasi sestemik suhu, takikardi,
takipnea, hipokarbia,
leukositosis,
leukopenia)
3) Monitor terhadap
adanya tanda awal
reaksi alergi (misalnya,
rinitis, mengi, stridor,
dipnea, gatal-gatal
disertai kemerahan,
gangguan saluran
pencernaan, nyeri

21
abdomen, cemas dan
gelisa)
4) Monitor terhadap
adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi
oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan
stimulus, peningkatan
kecemasan, perubahan
status mental, egitasi,
oliguria dan akral
teraba dingin dan
warna kulit tidak
merata)
5) Monitor suhu dan status
respirasi
6) Periksa urin terhadap
adanya darah dan
protein sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap
tanda/gejalah asites dan
nyeri abdomen atau
punggung.
8) Lakukan skin-test
untuk mengetahui agen
yang menyebabkan
anaphiylaxis atau reaksi
alergi sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada
pasien yang beresiko
untuk memakai atau

22
membawa tanda
informasi kondisi
medis.
10) Anjurkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda dan
gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan
pasien dan
keluarga mengenai
langkah-langkah
timbulnya gejala syok

23
3. Resiko Infeksi NOC: Setelah Manajemen Alat terapi
berhubungan dengan dilakukan tindakan per vaginam
penurunan imun tubuh keperawatan selama 1) Kaji ulang riwayat
sekunder akibat gangguan 1 x 24 jam, pasien kontraindikasih
hematologis (perdarahan) mioma uteri pemasangan alat
menunjukkan pasien pervaginam pada
Definisi: mampu melakukan pasien (misalnya,
Mengalami peningkatan pencegahan infeksi infeksi pelvis,
resiko terserang organisme secara mandiri, laserasi, atau adanya
patogenik ditandai dengan massa sekitar vagina)
kriteria hasil: 2) Diskusikan
Faktor yang berhubungan: 1) Kemerahan mengenai
a. Penyakit kronis tidak ditemukan aktivitas- aktivitas
1) Diabetes melitus b. pada tubuh seksual yang sesuai
Obesitas 2) Vesikel yang sebelum memilih alat
b. Pengetahuan yang tidak mengeras yang dimasukan
tidak cukup untuk permukaannya 3) Lakukan pemeriksaan
menghindari pemanjanan 3) Cairan tidak pelvis
patogen berbauk busuk 4) Intruksikan pasien
c. Pertahanan tubuh untuk melaporkan
primer yang tidak adekuat 4) ketidaknyamanan,
1) Gangguan peritalsis Piuria/nanah disuria, perubahan
2) Kerusakan tidak ada warna, konsistensi,
integritas kulit dalam urin dan frekuensi cairan
(pemasangankateter 5) Demam vagina
intravena, prosedur berkurang 5) Berikan obat-obat
invasif) berdasarkan resep
3) Perubahan sekresi 6) Nyeri dokter untuk
PH berkurang mengurangi iritasi
4) Penurunan kerja 6) Kaji kemampuan
siliaris 7) Nafsu makan pasien untuk

24
5) Pecah ketuban dini meningkat melakukan perawatan
6) Pecah ketuban lama secara mandiri
7) Merokok 7) Observasi ada
8) Stasis cairan tubuh tidaknya cairan
9) Trauma vagina yang tidak
jaringan (misalnya, normal dan berbau
trauma destruksi 8) Infeksi adanya lubang,
jaringan) laserasi, ulserasi pada
d. Ketidak adekuatan vagina
jaringan sekunder Kontrol Infeksi
1) Penurunan 1) Bersihkan
hemoglobin lingkungan dengan
2) Supresi respon baik setelah digunakan
inflamasi untuk setiap pasien
e. Vaksinasi tidak adekuat 2) Isolasi orang yang
f. pemajanan terhadap terkena penyakit
patogen lingkungan menular
meningkat 3) Batasi jumlah
g. prosedur invasif pengunjung
h. malnutrisi 4) Anjurkan pasien
untuk mencuci tangan
yang benar
5) Anjurkan pengunjung
untuk mencuci tangan
pada saat memasuki
dan meninggalkan
ruangan pasien
6) Gunakan sabun
antimikroba untuk
cuci tangan yang
sesuai

25
7) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarung tangan
sebagaimana
dianjurkan oleh
kebijakan pencegahan
universal
9) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
10) Cukur dan siapkan
untuk daerah
persiapan prosedur
invasif atau opersai
sesuai indikasi
11) Pastikan teknik
perawatan luka yang
tepat
12) Tingkatkan inteke
nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan
yang sesuai
14) Dorong untuk
beristirahat
15) Berikan terapi anti
biotik yang sesuai

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang sering terjadi pada wanita berusia lebih
dari 35 tahun yaitu sekitar 20 hingga 30 persen Hampir separuh dari kasus mioma uteri
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak
mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu
tumor dalam uterus. Karenanya sangat penting untuk melakukan deteksi pribadi secara
dini untuk menghindari dan mencegah timbulnya penyakit ini, kalaupun penyebabnya
genetik pada keluarga paling tidak dapat di deteksi secara dini sebelum penyakit ini
bertambah hebat dan menyebabkan komplikasi yang serius bagi organ organ
disekelilingnya yakni dengan melakukan pemeriksaan ginekologis rutin dan USG,
sedangkan Histeroskopi dan MRI merupakan pilihan lain untuk hasil lebih akurat, namun
dengan USG saja sudah bisa dideteksi Mioma yang berkembang pada rahim seseorang.
B. Saran
1. Apabila seorang wanita mengalami perdarahan diluar siklus menstruasi dan
mengalami nyeri abdomen bagian bawah, maka sebaiknya segera memeriksakan diri
ke petugas kesehatan.Penegakan diagnosa untuk mioma uteri ditunjang dengan
pemeriksaan USG. Pengkajian data juga harus dilakukan lebih dalam dimana petugas
kesehatan melakukan pendekatan kepada ibu dan keluarga agar ditemukan data yang
akurat, baik itu data subjektif maupun objektif, karena dalam menentukan diagnosa
sangatlah penting untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2. Sebagai petugas kesehatan khususnya seorang perawat, diharapkan senantiasa
berupaya untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan yang lebih profesional.

27
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Y, R. (2007). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap menjadi
Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta: EGC

NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi (Budi
Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC

28

Anda mungkin juga menyukai