Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami.
Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah “Periode Islam Pada Masa Arab pra Islam”, Serta tak
luput juga sholawat dan salam kami sampaikan kepada junjungan kami Nabi Besar Muhammad SAW.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah ini. Disamping itu, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga terselesaikan Makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan
baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dadakami buka selebar-
lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki Makalah ini.

Akhirul kalam, penyusun sangat mengharapkan semoga dari Makalah sederhana ini dapat diambil
manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan
lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Bondowoso, 29 Oktober 2019

Penyusun

Mohammad Nuh Bangsa Arab


Pra-Islam| 1
DAFTAR ISI
BAB l..................................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................................................1
I. LATAR BELAKANG.............................................................................................................................1
II. RUMUSAN MASALAH........................................................................................................................1
III. TUJUAN.................................................................................................................................................1
IV. MANFAAT..............................................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN................................................................................................................................................2
1) KONDISI GEOGRAFIS JAZIRAH ARAB...........................................................................................3
2) KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA BANGSA ARAB..........................................................................4
3) KONDISI EKONOMI BANGSA ARAB...............................................................................................7
4) KONDISI POLITIK BANGSA ARAB...................................................................................................8
5) AGAMA BANGSA ARAB PRA-ISLAM..............................................................................................9
BAB III.............................................................................................................................................................11
PENUTUP........................................................................................................................................................11
A. KESIMPULAN.....................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................................12

Mohammad Nuh Bangsa Arab


Pra-Islam| 2
BAB l
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Masa sebelum kedatangan Islam dikenal dengan zaman jahiliyah. Dalam Islam, periode jahiliyah
dianggap sebagai suatu kemunduran dalam kehidupan beragama. Pada saat itu masyarakat Arab jahiliyah
mempunyai kebiasaan-kebiasaan buruk seperti meminum minuman keras, berjudi, dan menyembah
berhala.
Ketika nabi Muhammad SAW lahir (570 M). Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting dan
terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini
dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan Yaman di selatan dan Syiria di utara. Dengan
adanya Ka’bah di tengah kota. Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka
berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala mengelilingi berhala utama, Hubal. Mekah kelihatan
makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat
jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Biasanya, dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa Arab sebelum Islam,
orang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah Arab, padahal bangsa Arab juga mendiami daerah-
daerah di sekitar Jazirah. Jazirah Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang kondisi Bangsa Arab sebelum kedatangan
agama Islam. Khususnya mengenai letak geografisnya, asal-usulnya, agamanya, serta peradabannya.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Islam?
2. Bagaimana kondisi Bangsa Arab dalam hal letak geografi dan budayanya?
3. Seperti apa sejarah kehidupan dan keberagamaan Bangsa Arab sebelum Islam?
III. TUJUAN
1. Mengkaji lebih dalam kehidupan Bangsa Arab sebelum datangnya Islam.
2. Melihat kondisi Bangsa Arab dalam hal letak geografi dan budayanya.
3. Mengetahui sejarah kehidupan dan keberagamaan Bangsa Arab sebelum Islam.
IV. MANFAAT
Agar pembaca mengetahui kondisi Bangsa Arab dari Letak Geografisnya sampai Sejarah
Kehidupan dan Keberagaman Bangsa Arab sebelum Islam.

Mohammad Nuh Bangsa Arab


Pra-Islam| 3
BAB II
PEMBAHASAN

Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa jahiliyyah.1 33. dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu[1215] dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu[1216] dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait[1217] dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

[1215] Maksudnya: isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan
yang dibenarkan oleh syara'. perintah ini juga meliputi segenap mukminat.
[1216] Yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi
Muhammad s.a.w. dan yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi
sesudah datangnya Islam.
[1217] Ahlul bait di sini, Yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah s.a.w.

Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral masyarakat Arab khususnya
Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu dengan padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka
pada umumnya hidup berkabilah dan nomaden. Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan.
Situasi yang penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak
menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan kekayaan
dengan perjudian, membangkitkan peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana
semacam ini terus berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.
Bangsa Arab pada umumnya berwatak berani, keras, dan bebas. Mereka telah lama mengenal agama.
Nenek moyang mereka pada mulanya memeluk agama Nabi Ibrahim as (Hanif). Akan tetapi, akhirnya ajaran
itu pudar. Untuk menampilkan keberadaan Tuhan mereka membuat patung berhala dari batu, yang menurut
perasaan mereka patung itu dapat dijadikan sarana untuk berhubungan dengan Tuhan.2
Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali tidak memiliki
peradaban. Kebudayaan mereka yang paling menonjol adalah bidang sastra bahasa Arab, khususnya syair
Arab. Perekonomian penduduk negeri Mekah umumnya baik karena mereka menguasai jalur darat di
seluruh Jazirah Arab.
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan
ekonomi. Letak geografis yang cukup strategis, terutama kawasan pesisir yang pada waktu itu ramai dilalui
kapal-kapal pedagang Eropa yang hendak menuju India, Asia Tenggara, Cina dan sekitarnya, telah membuat
kawasan ini lebih maju dari pada kawasan Arab yang lain. Makkah pada waktu itu merupakan kota dagang
bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di
1
Al-Qur-an Surat al-Ahzab: 33.
2
http://emhasemarangan.blogspot.com/2010/02/rahasia-sukses-dakwah-rasulullah.html, diunduh 24 Maret 2014.
Mohammad Nuh Bangsa Arab
Pra-Islam| 4
persimpangan jalan penghubung jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.
Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang sangat penting untuk
dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa di dunia yang terlepas dari konteks historis dengan
peristiwa-peristiwa sebelumnya. Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat hubungan
yang erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam dengan situasi dan kondisi Arab pra
Islam.

1) KONDISI GEOGRAFIS JAZIRAH ARAB


Menurut bahasa, Jazirah artinya semenanjung. Jazirah Arab berarti semenanjung
Arab. Sedangkan kata Arab berarti padang pasir, tanah gundul, dan gersang yang
tiada air dan tanamannya. Semenanjung Arab ini terletak di sebelah barat daya Asia.
Wilayahnya memiliki luas 3.004.000 km persegi 3. Semenanjung ini dinamakan jazirah
karena tiga sisinya berbatasan dengan air, yakni di sebelah timur berbatasan dengan
teluk Oman dan teluk Persi, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia
dan teluk Aden, di sebelah barat berbatasan dengan laut merah. Hanya di sebelah
utara, jazirah ini berbatasan dengan daratan atau padang pasir Irak dan Syiria.4

Gambar 1.1. Peta Jazirah Arab dan Penyebaran Agama Islam


Secara geografis, daratan jazirah Arab didominasi padang pasir yang luas, serta
memiliki iklim yang panas dan kering. Hampir lima per enam daerahnya terdiri dari
padang pasir dan gunung batu.5 Luas padang pasir ini diklasifikasikan Ahmad Amin
sebagai berikut:
1.Sahara Langit, yakni yang memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari
timur ke barat. Sahara ini disebut juga sahara Nufud. Di daerah ini, jarang sekali
ditemukan lembah dan mata air. Angin disertai debu telah menjadi ciri khas suasana
3
(al-Mubarakfuri, 2013: 40). Dr. Din Muhammad Zakariya, M.PD.I, Sejarah Peradaban Islam
(prakenabian hingga islam di Indonesia) hal. 47.
4
Fadil, SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, 2008, Malang: UIN Malang Press, hal. 26.
5
Ibid, 43-44.
Mohammad Nuh Bangsa Arab
Pra-Islam| 5
di tempat ini. Hal itulah yang menyebabkan daerah ini sulit dilalui.
2.Sahara Selatan, yakni yang membentang dan menyambung Sahara Langit ke arah
timur sampai selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus,
dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan daerah sepi (al-Rub’ al-
Khali).
3.Sahara Harrat, yakni suatu daerah yang terdiri dari tanah liat berbatu hitam.
Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di seluruh sahara ini.6

Secara garis besar, jazirah Arab dibedakan menjadi dua, yakni daerah
pedalaman(tengah) dan pesisir(tepi). Daerah pedalaman jarang sekali mendapatkan
hujan, namun sesekali hujan turun dengan lebatnya. Kesempatan demikian biasa
dimanfaatkan penduduk nomadik dengan mencari genangan air dan padang rumput
demi keberlangsungan hidup mereka. Seperti juga di tempat-tempat lain, di sini pun terbagi
menjadi dua bagian [di bagian utara disebut “Najed”, dan bagian selatan disebut “al-Ahqaf”] 6,5. dasar hidup
pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan pengembara itu tidak mengenal
suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita kenal. Mereka hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan
keluarga, dan kebebasan kabilah yang penuh.7
Sedangkan daerah pesisir, hujan turun dengan teratur, sehingga para penduduk
daerah tersebut relatif padat dan sudah bertempat tinggal tetap. Oleh karena itu, di
daerah pesisir ini, jauh sebelum Islam lahir, sudah berkembang kota-kota dan
kerajaan-kerajaan penting, seperti kerajaan Himyar, Saba’, Hirah dan Ghassan.8
Ada lima daerah di Jazirah Arab:
1) Hijaz, kotanya adalah Mekah, Madinah, dan Thaif.
2) Yaman, terletak di bagian selatan: di antaranya adalah Sana’ah yang merupakan ibukota Yaman.
3) Najed, terletak di bagian tengah Jazirah Arab.
4) Yamamah, terletak antara Yaman dan Najed. (Hatta, 2012: 13).8,5

2) KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA BANGSA ARAB


Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah. Mereka termasuk ras atau rumpun bangsa
kaukasoid, sebagaimana ras-ras yang mendiami daerah Mediteranian, Nordic, Alpine dan Indic.9

6
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, 1975, Kairo: Maktabah Najdah al-Misriyyah, hal. 1-2.
6,5
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.PD.I, Sejarah Peradaban Islam (prakenabian hingga islam di
Indonesia) hal. 32.
7
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 24 Maret 2014.
8
Ahmad Mujahidin, Maret 2003, “Arab Pra Islam; Hubungan Ekonomi dan Politik dengan Negara-
Negara Sekitarnya”, Jurnal Akademika, Volume 12, Nomor 2, hal. 4.
8,5
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.PD.I, Sejarah Peradaban Islam (prakenabian hingga islam di
Indonesia) hal. 33.
9
Ali Mufrrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, 1997, Jakarta: Logos, hal. 5. Ras lain ialah
Mongoloid, Negroid dan ras-ras khusus.
Mohammad Nuh Bangsa Arab
Pra-Islam| 6
Bangsa Arab hidup berpindah-pindah (nomaden). Demikian ini karena
kondisi tanah tempat mereka hidup terdiri dari gurun pasir kering dan minim
turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat lain mengikuti
tumbuhnya stepa (padang rumput) yang muncul secara sporadis di sekitar oasis
atau genangan air setelah turun hujan. Padang rumput diperlukan badui Arab
untuk kebutuhan makan binatang ternak seperti kuda, onta dan domba.

Berbeda halnya dengan penduduk Arab perkotaan terutama penduduk


pesisir, pertanian, peternakan dan perdangangan, dapat berkembang dengan baik
di daerah tersebut. Hal inilah tentunya yang membuat kehidupan masyarakat pesisir lebih makmur daripada
masyarakat pedalaman (badui). Dari realitas ini, maka timbullah reaksi antara penduduk kota atau pesisir
dengan penduduk Gambar 1.2. Bangsa Arab
Aksi dan reaksi antara penduduk kota dengan masyarakat gurun dimotivasi oleh desakan kuat untuk
memenuhi kebutuhan pribadi. Orang-orang nomad bersikeras mendapatkan sumber-sumber tertentu pada
orang-orang kota terhadap apa yang tidak mereka miliki dari lingkungan mereka tinggal. Hal itu dilakukan
baik melalui kekerasan (penyerbuan kilat) atau jalan damai (barter). Orang-orang badui nomaden dikenal
sebagai perampok darat dan makelar. Gurun pasir, yang merupakan daerah operasi mereka sebagai
perampok, memiliki kesamaan karakteristik dengan laut.10
Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan. Organisasi dan
identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa
keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (trible) dan dipimpin
oleh Shaikh.11 Keadaan itu menjadikan loyalitas mereka terhadap kabilah di atas segalanya. Ciri-ciri ini
merupakan fenomena universal yang berlaku di setiap tempat dan waktu. Bila sesama kabilah mereka loyal
karena masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan antar kabilah. Interaksi antar kabilah tidak menganut
konsep kesetaraan; yang kuat di atas dan yang lemah di bawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan rumah
di Mekah kala itu. Rumah-rumah Quraysh sebagai suku penguasa dan terhormat paling dekat dengan
Ka’bah lalu di belakang mereka menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting
kedudukannya dan diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum budak
dan sebangsa kaum gelandangan. Semua itu bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan sama-
sekali.12
Para wanita dan laki-laki begitu bebas bergaul, malah untuk berhubungan yang lebih dalam pun tidak
ada batasan. Yang lebih parah lagi, wanita bisa bercampur dengan lima orang atau lebih laki-laki sekaligus.
Hal itu dinamakan hubungan poliandri. Perzinahan mewarnai setiap lapisan masyarakat. Semasa itu,
perzinahan tidak dianggap aib yang mengotori keturunan.

10
Philip K. Hitti, History of The Arabs, hal. 28.
11
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 2010, Jakarta: Rajawali Press, hal. 11.
12
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 24 Maret 2014.
Mohammad Nuh Bangsa Arab
Pra-Islam| 7
Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki yang diluar kewajaran, seperti :
1. Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki lain yang
menjadi wali wanita, lalu dia bisa menikahinya setelah menyerahkan mas kawin seketika itu
pula.
2. Para laki-laki bisa mendatangi wanita sekehendak hatinya. Yang disebut wanita pelacur.
3. Pernikahan Istibdha’, seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur kepada laki-laki lain hingga
mendapat kejelasan bahwa istrinya hamil. Lalu sang suami mengambil istrinya kembali bila
menghendaki, karena sang suami menghendaki kelahiran seorang anak yang pintar dan baik.
4. Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan peperangan. Untuk pihak yang
menang, bisa menawan wanita dari pihak yang kalah dan menghalalkannya menurut
kemauannya.
Banyak lagi hal-hal yang menyangkut hubungan wanita dengan laki-laki yang diluar kewajaran.
Diantara kebiasaan yang sudah dikenal akrab pada masa jahiliyah ialah poligami tanpa ada batasan
maksimal, berapapun banyaknya istri yang dikehendaki. Bahkan mereka bisa menikahi janda bapaknya,
entah karena dicerai atau karena ditinggal mati. Hak perceraian ada ditangan kaum laki-laki tanpa ada
batasannya.13 Maka tidak heran, jika peperangan antar suku menjadi ciri khas masyarakat ini. Rendahnya
harga wanita seakan-akan menjadi akibat dari keadaan masyarakat yang suka berperang tersebut.
Akibat tradisi peperangan ini, kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu, bahan-bahan
sejarah Arab pra Islam langka didapatkan di dunia Arab dan dalam bahasa Arab. Ahmad Shalabi
menyebutkan, sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya
agama Islam.14 Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-syair yang beredar di kalangan para pe-rawi syair.
Dengan begitulah sejarah dan sifat masyarakat Arab dapat diketahui, yang antara lain bersemangat tinggi
dalam mencari nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta
kebebasan.
Dengan kondisi alami yang seperti tidak pernah berubah itu, masyarakat badui pada dasarnya tetap
berada dalam fitrahnya. Kemurniannya terjaga, jauh lebih murni dari bangsa-bangsa lain. Dasar-dasar
kehidupan mereka mungkin dapat disejajarkan dengan bangsa-bangsa yang masih berada dalam taraf
permulaan perkembangan budaya. Bedanya dengan bangsa lain, hampir seluruh penduduk badui adalah
penyair.15
Lain halnya dengan penduduk kota yang memiliki kemajuan peradaban, sejarah mereka dapat
diketahui lebih jelas. Mereka selalu mengalami perubahan seiring dengan perubahan situasi dan kondisi
yang melingkupinya. Mereka telah mampu berkarya seperti membuat alat-alat dari besi, bahkan sampai
mendirikan kerajaan-kerajaan. Sampai pada lahirnya Nabi Muhammad, daerah-daerah tersebut masih
merupakan kota-kota perniagaan, sebagaimana diketahui bahwa daerah tersebut merupakan jalur
13
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, diunduh 24 Maret 2014.
14
A. Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, buku I, terj. M. Sanusi Latief , 1983, Jakarta: Pustaka Al-
Husna, hal. 29.
15
Gustav Leboun, Hadarat al-‘Arab, Kairo: Matba‘ah ‘Isa al-Babi al-Halabi, hal. 72.
Mohammad Nuh Bangsa Arab
Pra-Islam| 8
perdagangan antara Eropa dan Asia. Sebagaimana masyarakat badui, penduduk daerah ini juga mahir
bersyair. Biasanya, syair-syair dibacakan di pasar-pasar, semacam pagelaran pembacaan syair, seperti yang
terjadi di pasar ukaz. Bahasa mereka kaya dengan ungkapan, tata bahasa dan kiasan.16
Fakta di atas menunjukkan bahwa pengertian Jahiliah yang tersebar luas di antara kita perlu
diluruskan agar tidak terulang kembali salah pengertian. Pengertian yang tepat untuk masa Jahiliah bukanlah
masa kebodohan dan kemunduran, tetapi masa yang tidak mengenal agama tauhid yang menyebabkan
minimnya moralitas.17

3) KONDISI EKONOMI BANGSA ARAB


Perdagangan merupakan unsur penting dalam perekonomian masyarakat Arab
pra Islam. Mereka telah lama mengenal perdagangan bukan saja dengan orang Arab,
tetapi juga dengan non-Arab. Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra Islam
dimungkinkan antara lain karena pertanian yang telah maju. Kemajuan ini ditandai
dengan adanya kegiatan ekspor-impor yang mereka lakukan. Para pedagang Arab
selatan dan Yaman pada 200 tahun menjelang Islam lahir telah mengadakan transaksi
dengan Hindia, Afrika, dan Persia. Komoditas ekspor Arab selatan dan Yaman adalah
dupa, kemenyan, kayu gaharu, minyak wangi, kulit binatang, buah kismis, dan
anggur. Sedangkan yang mereka impor dari Afrika adalah kayu, logam, budak; dari
Hindia adalah gading, sutra, pakaian dan pedang; dari Persia adalah intan.18
Perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada perdagangan daripada peternakan
apalagi pertanian. Mereka dikenal sebagai pengembara dan pedagang tangguh. Mereka juga sudah
mengetahui jalan-jalan yang bisa dilalui untuk bepergian jauh ke negeri-negeri tetangga.19
Data ini menunjukkan bahwa perdagangan merupakan urat nadi perekonomian
yang sangat penting sehingga kebijakan politik yang dilakukan memang dalam rangka
mengamankan jalur perdagangan ini.
Faktor-faktor yang mendorong kemajuan perdagangan Arab pra Islam
sebagaimana dikemukakan Burhan al-Din Dallu adalah sebagai berikut:
1. Kemajuan produksi lokal serta kemajuan aspek pertanian.
2. Adanya anggapan bahwa pedagang merupakan profesi yang paling
bergengsi.
3. Terjalinnya suku-suku ke dalam politik dan perjanjian perdagangan lokal
maupun regional antara pembesar Hijaz di satu pihak dengan penguasa
Syam, Persia dan Ethiopia di pihak lain.
16
Badri Yatim, Sejarah Peradaban, hal. 12.
17
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 24 Maret 2014.
18
Syafiq A. Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam”, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, I, 2002,
Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, hal. 15.
19
http://pandidikan.blogspot.com/2011/04/pendidikan-islam-pada-masa-rasulullah.html, diunduh 24 Maret 2014.
Mohammad Nuh Bangsa Arab
Pra-Islam| 9
4. Letak geografis Hijaz yang sangat strategis di jazirah Arab.
5. Mundurnya perekonomian dua imperium besar, Byzantium dan Sasaniah,
karena keduanya terlibat peperangan terus menerus.
6. Jatuhnya Arab selatan dan Yaman secara politis ke tangan orang Ethiopia
pada tahun 535 Masehi dan kemudian ke tangan Persia pada tahun 257 M.
7. Dibangunnya pasar lokal dan pasar musiman di Hijaz, seperti Ukaz, Majna, Zu
al-Majaz, pasar bani Qainuna, Dumat al-Jandal, Yamamah dan pasar Wahat.
8. Terblokadenya lalu lintas perdagangan Byzantium di utara Hijaz dan laut
merah.
9. Terisolasinya perdagangan orang Ethiopia di laut merah karena diblokade
tentara Yaman pada tahun 575 M.20
Data-data yang dikemukakan Dallu menunjukkan bahwa antara ekonomi dan
politik tidak dapat dipisahkan dalam konteks kehidupan masyarakat Arab pra-Islam.
Kehidupan politik Byzantium dan Sasaniah turut memberikan sumbangan dalam
memajukan proses perdagangan yang berlangsung di Hijaz, karena kedua kerajaan ini
sangat berkepentingan terhadap jalur perdagangan ini.
Selain itu, di Arab juga terdapat industri tradisional, yaitu tenun yang ditekuni
kaum wanita. Selain itu, kaum hawa juga berprofesi sebagai perajut pakaian dan
penyamak kulit. Di jazirah Arab terdapat beberapa industri, diantaranya Yaman,
Hairah (Irak), dan daerah perkotaan Syam.21

4) KONDISI POLITIK BANGSA ARAB


Keberadaan Ka’bah menjadikan banyak orang berkunjung ke kota mekah. Untuk mengamankan
peziarah yang datang didirikan suatu pemerintahan yang mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa,
Jurhum, sebagai pemegang kekuasaan politik, dan Ismail (keturunan nabi Ibrahim As) sebagai pemegang
kekuasaan Ka’bah. Kekuasaan Ka’bah kemudiah pindah ke suku Khuza’ah dan akhirnya ke suku Quraisy di
bawah pimpinan Qushai. Suku terakhir inilah yang mengurus urusan politik dan urusan yang berhubungan
dengan Ka’bah. Semenjak itu suku Quraisy mendominasi masyarakat Arab.
Suku Quraisy mengembangkan sistem pemerintahan yang membagi-bagikan kekuasaan kepada
kabilah-kabilah suku Quraisy, diantaranya sepuluh jabatan tinggi : hijabah, penjaga kunci-kunci Ka’bah;
Siqayah, penjaga mata air Zam-zam untuk digunakan peziarah; Diyat, kekuasaan hakim sipil dan kriminal;
Rifadah, pengurus pajak untuk orang miskin; Sifarah, kuasa usaha negara atau duta; Liwa’, jabatan
ketentraman; Nadwah, jabatan ketua dewan; Khaimmah, pengurusbalai musyawarah. Khazimah; jabatan
administrasi keuangan; dan Azlam, penjaga panah peramal untuk mengetahui pendapat dewa-dewi (Yatim,

20
Burhan al-Din Dallu, Jazirat al-‘Arab Qabl al-Islam, 1989, Beirut, hal. 129-130.
21
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.PD.I, Sejarah Peradaban Islam (prakenabian hingga islam di
Indonesia) hal. 47.
Mohammad Nuh Bangsa Arab
Pra-Islam| 10
2001: 13-14)..22
Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan paman
kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang banyak, seperti bermurah hati,
menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan keberanian, membela diri dari serangan orang lain,
hingga tak jarang mereka mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan dan pujian tatkala berada
dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah
pada masa itu, hingga kedudukan para penyair itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang
bersaing mencari simpati.23
Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan (model kabilah). Kepala sukunya
disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang dipilih antara sesama anggota. Shaikh dipilih dari suku yang
lebih tua, biasanya dari anggota yang masih memiliki hubungan famili. Fungsi pemerintahan Shaikh ini
lebih banyak bersifat penengah (arbitrasi) daripada memberi komando. Shaikh tidak berwenang memaksa,
serta tidak dapat membebankan tugas-tugas atau mengenakan hukuman-hukuman. Hak dan kewajiban hanya
melekat pada warga suku secara individual, serta tidak mengikat pada warga suku lain.24

5) AGAMA BANGSA ARAB PRA-ISLAM


Faktor alam merupakan satu hal yang dapat mempengaruhi kehidupan beragama pada suatu bangsa.
Hal itu dapat dibuktikan oleh penyelidik-penyelidik ilmiah yang menunjukkan bahwa Jazirah Arab
dahulunya subur dan makmur. Karena faktor alam itu pula boleh jadi rasa keagamaan telah timbul pada
bangsa Arab semenjak lama. Semangat keagamaan yang amat kuat pada bangsa Arab itulah yang menjadi
dorongan mereka untuk melawan dan memerangi agama Islam di saat Islam datang. Mereka memerangi
agama Islam karena mereka amat kuat berpegang dengan agama mereka yang lama yaitu kepercayaan yang
telah mendarah daging pada jiwa mereka. Andaikata mereka acuh tak acuh dengan agama, tentu mereka
membiarkan agama Islam berkembang, tetapi kenyataannya tidak demikian. Agama Islam mereka perangi
mati-matian sampai mereka kalah.
Sampai saat ini pun bangsa Arab, baik dia seorang ulama atau tidak, terhadap agamanya mereka
sangat bersemangat. Agama itu disiarkan serta dibela dengan sekuat tenaganya. Semangat beragama mereka
umumnya bersifat kulitnya saja. Adapun ibadah dan praktik-praktik keagamaan sering ditinggalkan oleh
Arab Badui. Watak mereka yang amat mencintai hidup bebas dari keterikatan menjadi sebab mereka ingin
bebas dari aturan agama. Mereka sudah lama merasa bosan dan kesal terhadap agamanya karena dianggap
sebagai pengikat kemerdekaannya sehingga selalu menyelewengkan agama mereka sendiri.25
Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam. Paganisme, Yahudi, dan Kristen

22
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.PD.I, Sejarah Peradaban Islam (prakenabian hingga islam di
Indonesia) hal. 43.
23
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, diunduh 24 Maret 2014.
24
Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah dari Segi Geografi, Sosial, Budaya dan Peranan
Islam, terj. Said Jamhuri, 1994, Jakarta: Ilmu Jaya, hal. 10.
25
http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/2013/05/kehidupan-bangsa-arab-sebelum-datangnya.html, diunduh 24 Maret
2014.
Mohammad Nuh Bangsa Arab
Pra-Islam| 11
merupakan ragam agama orang Arab pra Islam. Pagan adalah agama mayoritas mereka. Ratusan berhala
dengan bermacam-macam bentuk ada di sekitar Ka’bah. Setidaknya ada empat sebutan bagi berhala-hala itu:
sanam, wathan, nusub, dan hubal.
Sanam berbentuk manusia dibuat dari logam atau kayu. Wathan juga dibuat dari batu. Nusub adalah
batu karang tanpa suatu bentuk tertentu. Hubal berbentuk manusia yang dibuat dari batu akik. Dialah dewa
orang Arab yang paling besar dan diletakkan dalam Ka’bah di Mekah. Orang-orang dari semua penjuru
jazirah datang berziarah ke tempat itu. Beberapa kabilah melakukan cara-cara ibadahnya sendiri-sendiri.26
Ini membuktikan bahwa paganisme sudah berumur ribuan tahun. Sejak berabad-abad penyembahan patung
berhala tetap tidak terusik, baik pada masa kehadiran permukiman Yahudi maupun upaya-upaya kristenisasi
yang muncul di Syiria dan Mesir.27
Agama Yahudi dianut oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman. Tidak banyak data
sejarah tentang pemeluk dan kejadian penting agama ini di Jazirah Arab, kecuali di Yaman. Dzū Nuwās
merupakan penguasa Yaman yang condong ke Yahudi. Dia tidak menyukai penyembahan berhala yang telah
menimpa bangsanya. Dia meminta penduduk Najran agar masuk agama Yahudi. sehingga kalau mereka
menolak, maka akan dibunuh. Namun yang terjadi justru menolak, maka digalilah sebuah parit dan dipasang
api di dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam parit itu, serta dibunuh dengan pedang atau dilukai sampai
cacat bagi yang selamat dari api tersebut. Korban pembunuhan itu mencapai dua puluh ribu orang. Tragedi
berdarah dengan motif fanatisme agama ini diabadikan dalam al-Quran dalam kisah “orang-orang yang
membuat parit” (Ashab al-Ukhdud).28
4. binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit[1567],
5. yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,
6. ketika mereka duduk di sekitarnya,

[1567] Yaitu pembesar-pembesar Najran di Yaman.

Sedangkan Agama Kristen di jazirah Arab dan sekitarnya sebelum kedatangan Islam tidak ternodai
oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang tampak hanyalah pertikaian di antara sekte-sekte Kristen.
Menurut Muhammad ‘Abid al-Jābirī, al-Quran menggunakan istilah “Nasara” bukan “al-Masihiyah” dan
“al-Masihi” bagi pemeluk agama Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi (Katolik, Ortodoks, dan Evangelis)
istilah “Nasara” adalah sekte sesat, tetapi bagi ulama Islam mereka adalah “Hawariyun”. Para misionaris
Kristen menyebarkan doktrinnya dengan bahasa Yunani yang waktu itu madhab-madhab filsafat dan aliran-
aliran gnostik dan hermes menyerbu daerah itu. Inilah yang menimbulkan pertentangan antara misionaris
dan pemikir Yunani yang memunculkan usaha-usaha mendamaikan antara filsafat Yunani yang bertumpu
pada akal dan doktrin Kristen yang bertumpu pada iman. Inilah yang melahirkan sekte-sekte Kristen yang
26
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, 2011. Jakarta; Litera Antar
Nusa, hal. 19-20.
27
M.M. al-A‘zamī, Sejarah Teks al-Quran dari Wahyu sampai Kompilasi, 2005. Jakarta: Gema Insani, hal.
23.
28
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, hal. 10-11. Lihat: Al-Qur-an, 85 (al-Buruj): 4-6.
Mohammad Nuh Bangsa Arab
Pra-Islam| 12
kemudian menyebar ke berbagai penjuru, termasuk jazirah Arab dan sekitarnya.29 sekte Arius menyebar di
bagian selatan jazirah Arab, yaitu dari Suria dan Palestina ke Irak dan Persia.
Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam datang selain tiga agama di atas adalah
Hanifiyah, yaitu sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim yang murni yang tidak terkontaminasi oleh
nafsu penyembahan berhala-berhala, juga tidak menganut agama Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui
keesaan Allah. Mereka berpandangan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Hanifiyah, sebagai
aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar luas ke berbagai penjuru Jazirah Arab khususnya di
tiga wilayah Hijaz, yaitu Yathrib, Taif, dan Mekah.30

29
Muhammad ‘Abid Al-Jābirī, Madkhal ila al-Qur`ān al-Karīm, 2007. Beirut: Markaz Dirāsah al-Waḥdah
al-‘Arabīyah, hal. 38-46.
30
Khalil Abdul Karim, Syari’ah: Sejarah, Perkelahian, Pemaknaan, 2003. Yogyakarta: LKiS, hal. 15-16.
Mohammad Nuh Bangsa Arab
Pra-Islam| 13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari paparan diatas, dapat kita simpulkan bahwa:


1. Bangsa Arab sebelum Islam merupakan bangsa yang hidup secara kesukuan. Mereka hidup
berpindah-pindah. Hal ini disebabkan kondisi geografis yang tidak mendukung, seperti model tanah
yang tandus, berbatu, padang pasir luas serta beriklim panas dan jarang turun hujan. Dalam keadaan
semacam ini, wajar jika mereka memiliki watak keras, suka berperang, merampok, berjudi, berzina,
sehingga terkesan jauh dari nilai-nilai moral-kemanusiaan. Demikian ini seakan-akan menjadi tradisi
masyarakat Arab sebelum Islam. Keadaan semacam inilah yang meniscayakan zaman tersebut
disebut zaman jahiliyyah.
2. Masa sebelum kedatangan Islam dikenal dengan zaman jahiliyah. Dalam Islam, periode jahiliyah
dianggap sebagai suatu kemunduran dalam kehidupan beragama.
3. Sebelum Islam datang, bangsa Arab telah menganut berbagai macam agama, adat istiadat, akhlak dan
peraturan-peraturan hidup.
4. Negeri Yaman adalah tempat tumbuh kebudayaan yang amat penting yang pernah berkembang di
Jazirah Arab sebelum Islam datang.
5. Perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada perdagangan daripada peternakan
apalagi pertanian.
6. Masa Jahiliyah bukan berarti masa dimana Bangsa Arab yang belum mengetahui apapun. Namun
masa ketika kemajuan peradaban Bangsa Arab tanpa disertai kemajuan moralnya.

Mohammad Nuh Bangsa Arab


Pra-Islam| 14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim.
‘Abd al-‘Azīz al-Dawrī, Muqaddimah fī Tarīkh Ṣadr al-Islam, 2007, Beirut: Markaz Dirāsah al-
Waḥdah al-‘Arabīyah.
A. Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, buku I, terj. M. Sanusi Latief , 1983, Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, 1975, Kairo: Maktabah Najdah al-Misriyyah.
Ahmad Mujahidin, “Arab Pra Islam; Hubungan Ekonomi dan Politik dengan Negara-Negara
Sekitarnya”, Maret 2003, Jurnal Akademika, Volume 12, Nomor 2.
Ali Mufrrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, 1997, Jakarta: Logos.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 2010, Jakarta: Rajawali Press.
Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah dari Segi Geografi, Sosial, Budaya dan
Peranan Islam, terj. Said Jamhuri, 1994, Jakarta: Ilmu Jaya.
Burhan al-Din Dallu, Jazirat al-‘Arab Qabl al-Islam, 1989, Beirut.
Fadil, SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, 2008, Malang: UIN Malang Press.
Gustav Leboun, Hadarat al-‘Arab, Kairo: Matba‘ah ‘Isa al-Babi al-Halabi.
Khalil Abdul Karim, Syari’ah: Sejarah, Perkelahian, Pemaknaan, 2003. Yogyakarta: LKiS.
M.M. al-A‘zamī, Sejarah Teks al-Quran dari Wahyu sampai Kompilasi, 2005. Jakarta: Gema Insani.
Montgomery Watt, Muhammad at Mecca, 1956, Oxford: Oxford University Press.
Muhammad ‘Abid Al-Jābirī, Madkhal ila al-Qur`ān al-Karīm, 2007. Beirut: Markaz Dirāsah al-
Waḥdah al-‘Arabīyah.
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, 2011. Jakarta; Litera Antar Nusa.
Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riadi, 2010,
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
R.A Nicholson, A Literary History of The Arabs, 1997, Cambridge: Cambridge University Press.
Syafiq A. Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam”, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, I, 2002,
Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
http://emhasemarangan.blogspot.com/2010/02/rahasia-sukses-dakwah-rasulullah.html, diunduh 24
Maret 2014.
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 24 Maret
2014.
http://pandidikan.blogspot.com/2011/04/pendidikan-islam-pada-masa-rasulullah.html, diunduh 24
Maret 2014.
http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/2013/05/kehidupan-bangsa-arab-sebelum-
datangnya.html, diunduh 24 Maret 2014.
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, diunduh 24 Maret 2014.

Mohammad Nuh Bangsa Arab


Pra-Islam| 15
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.PD.I, Sejarah Peradaban Islam (prakenabian hingga
islam di Indonesia).

Mohammad Nuh Bangsa Arab


Pra-Islam| 16

Anda mungkin juga menyukai