Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan laboratorium klinik merupakan hal penting dalam

mendiagnosis suatu penyakit. Dimana dalam pemeriksaan biasanya

menggunakan spesimen darah, urin, serum, cairan lambung, cairan

serebrospinal dan feses.

Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi tubuh

manusia karena berfungsi sebagai alat transportasi serta berguna untuk

menunjang kehidupan. Yang terdiri dari air dan sisa-sisa zat metabolisme

lainya. Tidak adanya darah yang cukup dalam tubuh seseorang, maka dapat

berakibat pada kesahatan seseorang bahkan dapat berakibat pada kematian

(Ayuningrum, 2017).

Pada praktikum ini kita memeriksa protein total. Dimana Protein

merupakan molekul yang paling banyak atau yang sering ditemukan di dalam

sel makhluk hidup dan merupakan 50 persen atau lebih dari berat kering sel

sedangkan albumin merupakan salah jenis protein yang terbanyak didalam

suatu plasma darahyang kadarnya mencapai 60%. Yang manfaatnya untuk

membantu jaringan sel baru.

Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi

yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang

dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein berperan penting

dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Kebanyakan

protein merupakan enzim atau subunit enzim. Protein-protein kebanyakan


disintesis di hati. Hepatosit-hepatosit mensintesis fibrinogen, albumin, dan

60–80% dari bermacam-macam protein yang memiliki ciri globulin.

Globulin-globulin yang tersisa adalah imunoglobulin (antibodi) yang dibuat

oleh sistem limforetikuler (Ayuningrum, 2017).

Salah satu metode pemeriksaan ini adalah metode biuret yang

menggunakan prinsip pengukuran dengan spektrofotometri, sehingga jika

sampel yang diperiksa adalah serum lipemik akan memengaruhi hasil

pemeriksaan dan menyebabkan kesalahan diagnosis (Sujono, dkk, 2016).

Berdasarkan uraian di atas, maka akan menentukan kadar protein total

dalam darah. yang mana setelah diketahui hasilnya, kita akan

menginterpretasikan kemudian penyimpulkan apakah kadar protein total

dalam darah dalam keadaan normal atau abnormal.

1.2 Rumusan Masalah

Metode apa yang digunakan dalam pemeriksaan protein total dalam

darah dan berapa kadar dari protein total dalam darah seseorang?

1.3 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui metode yang

digunakan dalam pemeriksaan protein total, mengetahui kadar dari protein

total dalam darah

1.4 Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum ini yaitu memberikan informasi tentang metode

yang digunakan dalam pemeriksaan protein total, mengetahui kadar protein

total dalam darah seseorang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien, tidak seperti

bahan makronutrien lainnya. Protein ini berperan lebih penting dalam

pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila

organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai

sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya

yang selain mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan Fe (Toha,

2012).

Albumin dan globulin disintesis di hati, tetapi sebagian globulin dibentuk

oleh sistem kekebalan tubuh. Albumin berfungsi untuk menjaga darah supaya

tidak bocor keluar dari pembuluh darah, membantu membawa obat atau zat

lain melalui darah, dan penting untuk pertumbuhan serta penyembuhan

jaringan, sedangkan globulin berfungsi untuk mengangkut logam, seperti zat

besi dalam darah dan membantu melawan infeksi. Globulin terdiri dari tipe

protein yang berbeda yaitu tipe alpha, beta, dan gamma (Bintang, 2010).

2.2 Pengertian Total Protein

Total protein merupakan semua jenis protein yang terdapat dalam serum

atau plasma yang terdiri dari albumin (60%) dan globulin (40%) (Nurfahmi,

2014). Protein dalam tubuh yang berbentuk globular disebut protein globular.

Protein globular diklasifikasikan berdasarkan sifat kimiawi yaitu albumin dan

globulin. Albumin merupakan protein utama yang memiliki struktur

sederhana dengan jumlah sedikit di dalam sel, sedangkan globulin merupakan


protein sederhana dengan jumlah banyak di dalam plasma dan sel (Bintang,

2010).

Albumin dan globulin disintesis di hati, tetapi sebagian globulin dibentuk

oleh sistem kekebalan tubuh. Albumin berfungsi untuk menjaga darah supaya

tidak bocor keluar dari pembuluh darah, membantu membawa obat atau zat

lain melalui darah, dan penting untuk pertumbuhan serta penyembuhan

jaringan, sedangkan globulin berfungsi untuk mengangkut logam, seperti zat

besi dalam darah dan membantu melawan infeksi. Globulin terdiri dari tipe

protein yang berbeda yaitu tipe alpha, beta, dan gamma (Bintang, 2010).

2.3 Sifat Protein

Protein merupakan molekul yang sangat besar, sehingga mudah sekali

mengalami perubahan bentuk fisik maupun aktivitas biologis. Banyak faktor

yang menyebabkan perubahan sifat alamiah protein misalnya: panas, asam,

basa, pelarut organik, pH, garam, logam berat, maupun sinar radiasi

radioaktif. Perubahan sifat fisik yang mudah diamati adalah terjadinya

penjendalan (menjadi tidak larut) atau pemadatan, Ada protein yang larut

dalam air, ada pula yang tidak larut dalam air, tetapi semua protein tidak larut

dalam pelarut lemak seperti misalnya etil eter (Farida, 2016).

Daya larut protein akan berkurang jika ditambahkan garam, akibatnya

protein akan terpisah sebagai endapan. Apabila protein dipanaskan atau

ditambahkan alkohol, maka protein akan menggumpal. Hal ini disebabkan

alkohol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein.

Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul

protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan dan bersifat


amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Dalam larutan asam (pH

rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan

positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan

bergerak kearah katoda. Dan sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi)

molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga

molekul protein akan bergerak menuju anoda (Poedjiadi, 2012).

2.4 Struktur Protein

Menurut Poedjiadi dan (Farida, 2016), struktur protein terbagi atas :

2.4.1 Struktur Primer

Strukur primer menunjukkan jumlah, jenis, dan urutan asam amino

dalam molekul protein. Oleh karena ikatan antara asam amino ialah

ikatan peptide, maka struktur primer protein juga menunjukkan ikatan

peptide yang urutannya diketahui. Untuk mengetahui jumlah, jenis, dan

urutan asam amino dalam protein dilakukan analisis yang terdiri dari

beberapa tahap yaitu:

1. Penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri sendiri.

2. Pemecahan ikatan antara rantai polipeptida tersebut.

3. Pemecahan masing-masing rantai polipeptida.

4. Analisis urutan asam amino pada rantai pilipeptida

2.4.2 Struktur Sekunder

Struktur sekunder adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai

rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan

hidrogen. Ikatan hidrogen ini dapat pula terjadi antara dua rantai

polipeptida atau lebih dan akan membentuk konfigurasi α yaitu bukan


bentuk heliks tetapi rantai sejajar yang berkelok- kelok dan disebut

struktur lembaran berlipat (plated sheet structute).

2.4.3 Struktur Tersier

Struktur tersier menunjukkan kecenderungan polipeptida membentuk

lipatan atau gulungan dan dengan demikian membentuk struktur yang

lebih kompleks. Struktur ini dimantapkan oleh adanya beberapa ikatan

antara gugus R pada molekul asam amino yang membentuk protein.

Beberapa jenis ikatan tersebut misalnya (a) ikatan elektrostatik, (b)

ikatan hydrogen, (c) interaksi hidrofob antara rantai samping nonpolar,

(d) interaksi dipole-dipol dan (e) ikatan disulfide yaitu suatu ikatan

kovalen.

2.4.4 Struktur Kuartener

Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit

protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai

polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi

membentuk persekutuan. Sebagai contoh enzim fosforilase terdiri atas

dua unit protein yang apabila terpisah tidak memperlihatkan aktivitas

enzim, tetapi bila bersekutu membentuk enzim yang aktif karena kedua

unit protein ini sama, maka disebut struktur kuartener homogen.

2.5 Penggolongan Protein

Berdasarkan keanekaragaman penyusun struktur protein, maka

penggolongan protein dilakukan dengan berbagai kriteria sebagai berikut:

2.5.1 Menurut Budianto (2009), bentuk morfologisnya protein digolongkan

atas dua golongan yaitu:


1. Protein serabut (fibrous protein) yaitu protein yang berbentuk

serabut atau lempengan, terutama disusun oleh polipeptida primer

dan sekunder. Contoh protein serabut adalah kolagen yang terdapat

pada tulang rawan, miosin pada otot, keratin pada rambut, dan

fibrin pada gumpalan darah.

2. Protein bulat (globular protein) yaitu protein yang berbentuk bulat

atau lonjong, perbandingan panjang dengan tebal kurang dari 10,

tersusun oleh polipeptida struktur tersier dan kuartener. Contoh

protein globular adalah albumin terdapat dalam telur, susu, plasma

dan hemoglobin; globulin terdapat pada otot, serum, kuning telur;

histon terdapat dalam jaringanjaringan kelenjar timus, pankreas,

dan protamin.

2.5.2 Menurut Winarno (2009), dalam kelarutannya di air atau pelarut lain,

protein digolongkan atas beberapa golongan yaitu:

1. Albumin: larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya

adalah ovalbamin (dalam telur), seralbumin (dalam serum),

laktalbumin (dalam susu).

2. Skleroprotein: tidak larut dalam pelarut encer, baik larutan garam,

asam, basa, dan alkohol. Contohnya kolagen (pada tulang rawan),

miosin (pada otot), keratin (pada rambut).

3. Globulin: tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas. Larut

dalam larutan garam encer, dan dapat mengendap dalam larutan

garam konsentrasi tinggi (salting out). Contohnya adalah


miosinogen (dalam otot), ovoglobulin (dalam kuning telur),

legumin (dalam kacang-kacangan).

4. Glutelin: tidak larut dalam pelarut netral, tetapi larut dalam asam

atau basa encer. Contonya adalah glutelin (dalam gandum),

orizenin (dalam beras).

5. Prolamin (gliadin): larut dalam alkohol 70-80 % dan tidak larut

dalam air maupun alkohol absolut. Contohnya adalah prolamin

(dalam gandum), gliadin (dalam jagung), zein (dalam jagung).

6. Protamin: larut dalam air dan tidak terkoagulasi dalam panas.

7. Histon: larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer, dapat

mengendap dalam pelarut protein lainnya, dan apabila terkoagulasi

oleh panas dapat larut kembali dalam asam encer. Contohnya

adalah globin (dalam hemoglobin).

2.5.3 Menurut Budianto (2009), hasil hidrolisanya protein dibagi atas dua

golongan, yaitu:

1. Protein tunggal (protein sederhana): hasil hidrolisa dari asam-asam

amino. Contohnya: albumin, globulin, keratin dan hemoglobin.

2. Protein jamak (protein konyugasi atau protein kompleks): adalah

protein yang mengandung senyawa lain yang non protein, hasil

hidrolisanya asam amino dan bukan asam amino. Contohnya

glikoprotein terdapat pada hati, lipoprotein terdapat pada susu, dan

kasein terdapat pada kuning telur.

2.5.4 Menurut Almatsier (2009), fungsi protein yaitu:

1. Penyusun Enzim, protein merupakan bagian terbesar pada enzim.


2. Protein Pengangkut, mampu mengikat, membawa, dan melepaskan

molekul protein tertentu, misalnya hemoglobin mengangkut O2

dalam darah, lipoprotein mengangkut lipida dalam darah dan

mioglobin mengangkut O2 dalam otot.

3. Protein pembangun, sebagai protein pembangun dan pengganti

protein yang rusak pada organel atau jaringan. Contohnya

glikoprotein, keratin, kolagen dan elastin.

4. Protein otot, protein yang mengontrol gerak oleh otot, misalnya

miosin dalam otot, dinein dalam rambut.

5. Protein pertahanan tubuh, protein ini dikenal dengan imunoglobulin

(Ig), dimana merupakan suatu protein khusus yang dapat mengenal,

mengikat, dan menghancurkan benda-benda asing yang masuk

dalam tubuh seperti virus, bakteri, dan sel asing, misalnya berbagai

antibodi, fibrinogen (dalam proses pembentukan darah).

6. Protein hormon, sebagai pembentuk hormon, contohnya insulin.

7. Protein racun, protein yang bersifat racun, misalnya risin dalam

beberapa jenis beras, racun ular.

8. Protein makanan, protein yang dijadikan sebagai cadangan energi,

misalnya albumin, orizenin, dan sebagainya.

2.6 Metabolisme Protein

Metabolisme adalah semua perubahan kimia dan energi yang terjadi di

dalam jasad hidup atau karena kegiatan jasad hidup.Yang mengalami

perubahan adalah substrat reaksi dan energi. Perubahan dikatalisis oleh

enzim.Fungsi metabolisme adalah mengekstrak energi dari substrat atau


sekelilingnya, menyimpannya dalam senyawa energi tinggi untuk

melaksanakan aktivitas/fungsi kehidupan (Fivi, 2014).

Secara umum metabolisme mengandung arti pemecahan (katabolisme)

dan pembentukan (sintesis/anabolisme) (Fivi, 2014).

2.6.1 Katabolisme : pemecahan enzimatik dari bahan-bahan yang bermolekul

besar (bahan makanan : karbohidrat, lemak dan protein) menjadi

senyawa bermolekul kecil/sederhana, seperti : glukosa, laktat, asetat,

asam urat, amoniak, CO2 dan urea, sehingga terbebaskan energi.

2.6.2 Anabolisme : sintesis enzimatik senyawa molekul besar dari senyawa

yang lebih sederhana, pada umumnya diperlukan energi

2.7 Fungsi dan Peranan Protein

Menurut Fivi (2014) protein memegang peranan penting dalam berbagai

proses biologi. Peran-peran tersebut antara lain:

2.7.1 Transportasi dan penyimpanan

Molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh protein spesifik.

Contohnya transportasi oksigen di dalam eritrosit oleh hemoglobin dan

transportasi oksigen di dalam otot oleh mioglobin.

2.7.2 Proteksi imun

Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan sensitif dapat

mengenal kemudian bergabung dengan benda asing seperti: virus,

bakteri, dan sel dari organisma lain.


2.7.3 Koordinasi gerak

Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua filamen protein.

Misalnya pergerakan kromosom saat proses mitosis dan pergerakan

sperma oleh flagela.

2.7.4 Penunjang mekanis

Ketegangan dan kekerasan kulit dan tulang disebabkan oleh kolagen

yang merupakan protein fibrosa.

2.7.5 Katalisis enzimatik

Sebagaian besar reaksi kimia dalam sistem biologi, dikatalisis oleh

enzim dan hampir semua enzim yang berperan adalah protein.

2.7.6 Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf

Rangsang spesifik direspon oleh selespon sel saraf diperantarai oleh

protein reseptor. Contohnya rodopsin adalah protein yang sensitive

terhadap cahaya ditemukan pada sel batang retina. Contoh lainnya

adalah protein reseptor pada sinapsis.

2.7.7 Pengendali pertumbuhan dan diferensiasi

Protein mengatur pertumbuhan dan diferensiasi organism tingkat

tinggi. Misalnya faktor pertumbuhan saraf mengendalikan pertumbuhan

jaringan saraf. Selain itu, banyak hormon merupakan protein.

2.8 Penyakit Akibat Kelebihan dan Kekragan Protein

Menurut Sutedjo (2010) Akibat Kekurangan dan Kelebihan Protein yaitu :

2.8.1 Akibat Kekurangan Protein

1. Kerontokan rambut (Rambut terdiri dari 97-100% dari Protein -

Keratin)
2. Yang paling buruk ada yang disebut Kwasiorkor, penyakit

kekurangan protein. Biasanya pada anak-anak kecil penderitanya,

dapat dilihat dari yang namanya busung lapar, yang disebabkan oleh

filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga menimbulkan odema

terutama pada perut, kaki dan tangan.

3. Kekurangan yang terus menerus menyebabkan marasmus dan

berakibat kematian. Meramus pada umumnya merupakan penyakit

pada bayi (dua belas bulan pertama). Meramus adalah penyakit

kelaparan, gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak dibawah

kulit berkurang, serta otot-otot berkurang dan melemah. Tidak ada

edema tetapi, kadang-kadang terjadi perubahan pada kulit, rambut

dan pembesaran hati. Sering terjadi gastroenteritis yang diikuti oleh

dehidrasi, infeksi saluran pernapasan, tuberkolosis, cacingan berat

dan penyakit kronis lain. Meramus sering mengalami defisiensi

vitamin D dan vitamin A.

2.8.2 Akibat Kelebihan protein

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang

tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan

obesitas. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi,

diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum darah, dan demam.

Kelebihan dapat menimbulkan masalah lain, terutama pada bayi. Ini

dilihat pada bayi yang diberi susu skim atau formula dengan

konsentrasi tinggi, sehingga konsumsi protein mencapai 6 g/kg BB.


Batas yang dianjurkan untuk konsumsi protein adalah dua kali angaka

kecukupan gizi (AKG) untuk protein.

2.9 Metode Biuret

Prinsip penetapan kadar protein dalam serum dengan metode Biuret

adalah pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari protein

yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana, yang membentuk kompleks

adalah protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi biuret dalam

suasana basa. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap oleh alat maka

semakin tinggi pula kandungan protein yang terdapat di dalam serum tersebut

(Ayuningrum, 2017).

Protein dapat ditetapkan kadarnya dengan metode biuret. Prinsip dari

metode biuret ini adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa kompleks

berwarna ungu dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa. Reaksi

biuret terdiri dari campuran protein dengan sodium hidroksida (berupa

larutan) dan tembaga sulfat. Warna violet adalah hasil dari reaksi ini. Reaksi

ini positif untuk 2 atau lebih ikatan peptide (Ayuningrum, 2017).

Reaksi biuret terdiri dari campuran protein dengan sodium hidroksida

(berupa larutan) dan tembaga sulfat. Warna violet adalah hasil dari reaksi ini.

Reaksi ini positif untuk 2 atau lebih ikatan peptida (Ayuningrum, 2017).

Penyerapan cahaya oleh protein disebabkan oleh ikatan peptida residu

ritosil, triptofonil, dan fenilalanin. Juga turut dipengaruhi oleh gugus-gugus

non-protein yang mempunyai sifat menyerap cahaya. Penyerapan maksimum

albumin serum manusia terlihat pada panjang gelombang kira-kira 230 nm

(peptida) dan dengan puncak lebar pada 280 nm karena serapan residu-residu
asam amino aromatik. Spektrum absorbansi suatu larutan protein berfariasi

tergantung pada pH dan sesuai denagn ionisasi residu sama amino

(Ayuningrum, 2017).

Kerugian dari metode ini adalah hasil penetapannya tidak murni

menunjukkan kadar protein, melainkan bisa saja kadar senyawa yang

mengandung benzena, gugus fenol, gugus sulfhidrin, ikut terbaca kadarnya.

Selain itu, waktu penetapan yang dipergunakan juga lama, sehingga sering

kali kurang effektif (Ayuningrum, 2017).


BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum yang berjudul “Pemeriksaan Protein Total dalam Darah”

dilaksanankan pada hari Senin, 21 Oktober 2019 bertempat di Laboratorium

Kimia Stikes Bina Mandiri Gorontalo.

3.2 Metode

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan protein total yaitu metode biuret.

3.3 Prinsip Kerja

Pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari protein yang

bereaksi dengan pereaksi biuret dimana, yang membentuk kompleks adalah

protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi biuret dalam suasana

basa. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap oleh alat maka semakin

tinggi pula kandungan protein yang terdapat di dalam serum tersebut.

3.4 Pra Analitik

Pra analitik adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang pengambilan,

persiapan sampel maupun alat dan bahan :

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu serum,

tabung reaksi, rak tabung, mikropipet, tip, sentrifuge, dispo, kapas alkohol,

reagen Protein total, reagen standard.

3.5 Analitik

Analitik adalah segala sesuatu yang menyangkut cara kerja pemeriksaan

protein total dalam darah :

3.5.1 Penyiapan Serum


1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Dimasukkan darah ke dalam tabung sentrifuge.

3. Disentrifug selama ± 10 menit pada kecepatan 3500 rpm.

4. Diambil serum darah.

5. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

3.5.2 Tahap Pemeriksaan

1. Dipipet kedalam masing – masing tabung reaksi reagen protein total

sebanyak 1000 µl yang berlabel blonko, standar, dan sampel.

2. Dipipet sebanyak 10 µl reagen standar dan dimasukkan pada tabung

reaksi berlabel standar.

3. Dipipet sebanyak 10 µl sampel dan dimasukkan pada tabung reaksi

berlabel sampel.

4. Dihomogenkan dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 370C.

5. Dibuat program untuk tes protein total dimana tes berjalan secara

automatik.

6. Kemudian blanko diperiksa terlebih dahulu dan diikuti pembacaan

standard an sampel pada alat fotometrik.

7. Dibaca hasil yang diperoleh secara fotomerik

3.6 Pasca Analitik

1. Pasca analitik adalah kegiatan akhir dari proses analisis suatu sampel.

Kegiatan pasca analitik meliputi pembacaan hasil.

2. Nilai Rujukan Pemeriksaan Protein Total : 6,2 – 8,5 gr/L (Arianda, 2016).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan praktikum pemeriksaan protein total yang telah dilakukan

didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar Identitas Metode Hasil Nilai Ket

Pasien Normal

15 gr/dl 6,6-

7,8 mg/dl
15 gr/dl
Nama: Nn M.Z 15 Hasil
Biuret 6,6- 7,8
Umur : 20 Thn gr/dl pemeriksaan
mg/dl
protein total

Abnormal

Tabel 4.1 Pemeriksaan Total Protein Metode Biuret


(Sumber : Data Primer, 2019)
4.2 Pembahasan

Total protein terdiri atas albumin (60%) dan globulin (40%). Bahan

pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan total protein adalah serum.

Bila menggunakan bahan pemeriksaan plasma, kadar total protein akan

menjadi lebih tinggi 3 – 5 % karena pengaruh fibrinogen dalam plasma. Pada

praktikum, dilakukan pemeriksaan kadar protein total yang terdapat di dalam

Serum. Protein total terdiri atas albumin dan globulin. Dimana albumin

memuliki fungsi untuk mempertahankan osmosis dari cairan vaskuler

sedangkan globulin berfungsi untuk memberikan imunisatas tubuh.


Pada penentuan kadar protein total dalam darah, kami menggunakan

metode Biuret dengan menggunakan fotometer. Dimana prinsip dari metode

ini adalah pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari protein

yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana, yang membentuk kompleks

adalah protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi biuret dalam

suasana basa. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap oleh alat maka

semakin tinggi pula kandungan protein yang terdapat di dalam serum

tersebut. Dalam pereaksi biuret terkandung 3 macam reagen yaitu reagen

yang pertama adalah CuSO4 dalam aquadest dimana reagen ini berfungsi

sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks dengan

protein. Reagen yang kedua adalah K-Na-Tartrat yang berfungsi untuk

mencegah terjadinya reduksi pada Cu2+ sehingga tidak mengendap. Reagen

yang ketiga adalah NaOH dimana fungsinya adalah membuat suasana basa.

Suasana basa akan membantu pembentukan Cu(OH)2 yang nantinya akan

menjadi Cu2+ dan 2OH- (Wahyuni, 2015).

Dari hasil percobaan didapat kadar total protein dalam darah sebesar 10

gr/L. Peningkatan konsentrasi protein total dalam darah dapat disebabkan

oleh infeksi kronis, hipofungsi kelenjar adrenal, kegagalan fungsi hati,

penyakit kolagen pada pembuluh darah, hipersensitif (alergi), dehidrasi,

penyakit saluran pernafasan (sesak nafas), hemolisis dan leukemia.

Tinggi atau rendahnya kadar protein tertentu dalam plasma dapat

mengindikasikan adanya suatu keadaan peradangan akut atau akibat adanya

kerusakan jaringan jenis tertentu, misalnya pada C-Reactive Protein, kelainan

atau gangguan fungsi tempat sintesis. Misalnya, pada penyakit hepatitis akut
dan kronis, gangguan imunitas tubuh, gangguan pembekuan darah (Rahmah

dkk. 2010).

Jika terlalu berlebihan mengkomsumsi protein juga akan sangat

membebani kerja ginjal. Protein secara berlebihan tidak menguntungkan

tubuh. Kelebihan protein pada bayi dapat memberatkan ginjal dan hati yang

harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen dan juga dapat

menyebabkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amonia darah, kenaikan

ureum darah, dan demam (Farida, 2015).

Hasil yang didapatakan pada praktikum pemeriksaan kadar protein total

dengan menggunakan sampel Ny. M.Z yakni sebanyak 15 gr/dl Hal ini masuk

kedalam kadar abnormal karena nilai normalnya yaitu 6,6- 7,8 mg/dl.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pemeriksaan protein total menggunakan metode biuret dimana

pemeriksaan menggunakan alat fotometer serapan cahaya kompleks berwarna

ungu dari protein yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana yang

membentuk kompleks adalah protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam

pereaksi biuret dalam suasana basa.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil 15 gr/dl.

Artinya hasil total protein tersebut tinggi yakni dimana nilai normal dari

pemeriksaan total protein adalah 6,6 – 8,7 gr/dl untuk orang dewasa.

5.2 Saran

Sebaiknya pada saat proses persiapan sampel darah dilakukan secara

hati-hati agar darah tidak mengalami lisis, hal ini karena sampel darah yang

lisis dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan yang akan dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Ketujuh. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama. Hal. 77-78.
Ayuningrum, Aufa. 2017. Pengaruh Puasa Ramadhan Terhadap Kadar Albumin
Dan Protein Plasma Total. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta.
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga. Hal. 100, 108-
110.
Budianto, H. A. K. (2009). Dasar – Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Keempat. Malang:
UMM Press. Hal. 55-63.
Farida, Mianur, 2016. Hubungan Total Protein Plasma Dengan Albumin Dan
Kadar Ampisilin Dalam Darah Pasien Anjing. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan Univesitas Gadjah Mada.
Fivi, Diana Melva., 2014., Fungsi dan Metabolisme Protein di dalam Tubuh
Manusia., Indonesia. Universitas Andalas : Padang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat., Vol. 4, No. 1.
Poedjiadi, Anna. 2012. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia:
Jakarta
Rahmah, Huda Miftakhul, Purwahida. 2010. Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar
Praktikum Kimia Klinik Surakarta. Vol. 13 No. 1 Hal:89-97.
Susanti, DA. 2014. Perbedaan Asupan Energi, Protein, dan Status Gizi pada
Remaja Panti Asuhan dan Pondok Pesantren. Jurnal Media Medika
Muda.
Sutedjo, SKM. 2010. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Amara Books : Yogyakarta.
Toha, A, H., 2012, Biokimia Metabolisme Molekul, Alfabeta : Jakarta.
Wahyuni, Sri. 2015. Uji Kadar Protein Dan Lemak Pada Keju Kedelai Dengan
Perbandingan Inokulum Lactobacillus Bulgaricus Dan Streptococcus
Lactis Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Winarno, F. G., Fardiaz, S., dan Fardiaz, D. (2009). Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: PT. Gramedia. Hal. 5-6.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Tujuan Praktikum ............................................................................. 2
1.4 Manfaat Praktikum ........................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3
2.1 Protein .............................................................................................. 3
2.2 Pengertian Total Protein ................................................................... 3
2.3 Sifat Protein ...................................................................................... 4
2.4 Struktur Protein ................................................................................ 5
2.5 Penggolongan Protein ...................................................................... 6
2.6 Metabolisme Protein ........................................................................ 9
2.7 Fungsi dan Peranan Protein .............................................................. 10
2.8 Penyakit Akibat Kelebihan dan Kekurangan Protein ....................... 12
2.9 Metode Biuret ................................................................................... 13
BAB III METODE PRAKTIKUM .................................................................... 15
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 15
3.2 Metode .............................................................................................. 15
3.3 Prinsip Kerja ..................................................................................... 15
3.4 Pra Analitik ...................................................................................... 15
3.5 Analitik ............................................................................................. 15
3.6 Pasca Analitik ................................................................................... 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 17
4.1 Hasil ................................................................................................. 17
4.2 Pembahasan ...................................................................................... 17
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 20
5.1 Kesimpulan....................................................................................... 20
5.2 Penutup ............................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan Total Protein .........................................................17


LAMPIRAN

PEMERIKSAAN TOTAL PROTEIN

Perubahan warna pada saat di inkubasi

Hasil Pemeriksaan

Anda mungkin juga menyukai