Anda di halaman 1dari 9

INISIASI KE 3

Latar Belakang
Globalisasi mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di dunia.
Dampak globalisasi telah mengancam bahkan menguasai eksistensi negara-negara
kebangsaan, termasuk Indonesia. Akibatnya sekarang ini terjadi pergeseran nilai-
nilai dalam kehidupan kebangsaan.
Permasalahan di Indonesia menjadi semakin kompleks manakala terdapat
ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain muncul masalah
internal yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara obyektif mengalami suatu
kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan sosial.
Nilai-nilai baru yang masuk baik secara subyektif maupun obyektif serta
terjadinya pergeseran nilai di masyarakat pada akhirnya mengancam prinsip-prinsip
hidup berbangsa masyarakat Indonesia.
Prinsip-prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (the founding
fathers) negara Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip
dasar filsafat bernegara itulah Pancasila. Dengan pemahaman demikan maka
Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dari
munculnya nilai-nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi.
Masyarakat atau bangsa harus senantiasa memiliki suatu pandangan hidup
atau filsafat hidup masing-masing , yang berbeda dengan bangsa lain di dunia dan
hal inilah yang disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreatifitas lokal) dan
sekaligus sebagai local wisdom (kearifan lokal) bangsa. Dengan demikian bangsa
Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup
dengan bangsa lain. Jati diri bangsa Indonesia akan selalu bertolok ukur kepada
nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat bangsa.Pancasila yang terdiri atas lima sila
pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Sistem Filsafat
1. Pengertian Sistem
Sistem dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan yang terdiri dari aneka
bagian yang bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh. Tiap-tiap bagian
mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda dengan bagian yang lain, namun
demikian tugas dan fungsi itu demi kemajuan, memperkuat keseluruhan tersebut.

1
2. Pengertian Filsafat
Menurut (Mukhtar Latif, 2014), filsafat ilmu adalah telaah kefilsafatan yang
ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Menurut sejarah filsafat, Plato
menamakan suatu ilmu pengetahuan tentang kegiatan jiwa manusia. Plato
berpendapat bahwa filsafat bukanlah pengetahuan kebijaksanaan dan kepandaian,
melainkan kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan pengetahuan yang luhur-
luhur itu.
Menurut (Iwan Nugroho, 2010), filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran.
3. Ciri-Ciri Berpikir Filsafat
Berfilsafat berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu
secara sistematis dan menyeluruh untuk mencari hakikat sesuatu. Sebelum
seseorang bersikap, bertingkah laku, atau berbuat, terlebih dahulu ia akan berpikir
tentang sikap, tingkah laku, dan perbuatan mana yang sebaiknya dilakukan. Hasil
pemikirannya merupakan suatu putusan yang disebut nilai yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Nilai-nilai sebagai hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya
tentang kehidupan yang dianggap paling baik bagai bangsa Indonesia adalah
Pancasila.

Pengertian Pancasila sebagai Sistem Filsafat.


Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai citacita bersama bangsa
Indonesia. Notonagoro berpendapat bahwa Filsafat Pancasila ini memberikan
pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat Pancasila.
Pancasila sebagai sistem filsafat berarti Pancasila merupakan kesatuan
pemikiran yang mendasar, membawakan kebenaran yang hakiki. Sebagai sistem
filsafat, Pancasila merupakan satu keseluruhan yang terdiri dari sila-sila yang
membentuk satu-kesatuan yang utuh.
Keberadaan mutlak nilai-nilai Pancasila ada dalam adat-istiadat, budaya, dan
religi bangsa Indonesia. Keberadaaan mutlak dari sistem filsafat Pancasila
mempunyai kedudukan yang benar-benar kuat dan tak mudah digoyahkan.
Menolak nilai-nilai dalam Pancasila artinya mengingkari nilai-nilai substansial
hakiki yang telah membudaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2
Landasan Keberadaan Pancasila
1. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman sampai
datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya
sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam
pandangan hidup serta filsafat hidup. Oleh para pendiri bangsa (the founding father)
dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila)
dan diberi nama Pancasila.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif
historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
2. Landasan Kultural
Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya pada suatu asas kultural
yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan
kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila merupakan suatu hasil
karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural. Oleh karena
itu generasi penerus sudah seharusnya mendalami dan mengkaji karya besar
tersebut dalam upaya untuk melestarikan dan mengembangkan sesuai dengan
tuntutan jaman.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi
mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian.
4. Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa
Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara

3
konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini
merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam
pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik,
hukum, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan (A.T. Soegito, 2010).

Pancasila Sebagai Dasar Negara


Pancasila sebagai dasar Negara, ini berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan
bernegara, seperti yang diatur oleh UUD 1945. Nilai-nilai Pancasila telah ada
sebelum Indonesia merdeka dan sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945
mengesahkan pandangan hidup bangsa Indonesia Pancasila sebagai dasar filsafat
Negara.

Pengembangan Pancasila
1. Pengembangan Pancasila Subjektif sebagai Kepribadian Bangsa
Menurut (Ambiru Puji Asmaroini, 2017), Pancasila adalah kepribadian
bangsa yang digali dari nilai-nilai yang telah tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat dan budaya bangsa Indonesia.
Menurut (August Hadiwijono, 2016), pengamalan Pancasila yang subyektif
adalah pelaksanaan dalam pribadi warga negara Indonesia. Pengamalan Pancasila
yang subyektif ini bilamana nilai-nilai Pancasila telah dipahami, diresapi, dan
dihayati maka orang itu telah memiliki moral Pancasila dan jika berlangsung terus
menerus sehingga melekat dalam hati maka disebut dengan kepribadian Pancasila.
2. Pengembangan Pancasila Melalui Penyelenggaraan Negara
Pengembangan Pancasila melalui penyelenggaraan negara dapat tercermin
dari pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
a. Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Setiap penyelenggara pemerintahan, mengimani dan meyakini adanya Tuhan
Yang Maha Esa sesuai agama dan kepercayaannya.
b. Nilai Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

4
Setiap penyelenggara negara, harus memiliki nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab. Dengan demikian, penyelenggara akan mengakui adanya martabat
manusia, adil terhadap manusia, dan bersikap baik dengan lingkungan alam.
c. Nilai Sila Persatuan Indonesia
Persatuan Indonesia adalah persatuan yang mencakup seluruh wilayah
Indonesia dan seluruh suku, ras, dan agama yang berada di Indonesia.
d. Nilai Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan dan/Perwakilan
Mengandung makna demokrasi, dimana kedaulatan berada ditangan rakyat
dan musyawarah dalam setiap keputusan.
e. Nilai Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan harus mencakup semua bidang kehidupan seperti sosial, ekonomi,
ideologi, politik, sosial, dan kebudayaan.

3. Pengembangan Pancasila Melalui Perundang-undangan


Pengembangan Pancasila melalui perundang-undangan dapat dilihat dari
UUD 1945 sebagai berikut :
a. Kedudukan UUD 1945
Seorang ahli tata negara menyatakan bahwa undang-undang dasar
mempunyai peran penting sebab merupakan landasan struktural dalam
penyelnggaraan pemerintahan negara. Oleh karena itu, pada umumnya para
penguasa negara sebelum melaksanakan tugasnya diharuskan bersumpah atau
berjanji setia pada undang-undang dasar.
Setiap undang-undang dasar mempunyai sistem atau bentuk negara serta cara
penyelenggaraan negaranya. oleh karena itu agar penguasa dan negara dan
juga masyarakatnya dapat menyelenggarakan undang-undang dasar agar
tidak menyimpang baik jiwa atau isi atau aturannya, maka hal-hal yang
mutlak diketahui adalah sejarah pembentukan undang-undang dasar itu
sendiri, latar belakang pembentukannya, serta sistem ketatanegaraannya
sebagaimana dimaksud undang-undang dasar tersebut.
Undang-undang dasar 1945 bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hukum
dasar, melainkan hanya merupakan sebagian dari hukum dasar, yaitu hukum

5
dasar yang tertulis. Selain itu masih ada hukum dasar yang lain, yaitu hukum
dasar yang tidak tertulis, yang menurut penjelasan UUD 1945 merupakan
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Aturan semacam itu disebut
konvensi. Konvensi tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945 dan biasanya merupakan aturan sebagai pelengkap atau pengisi
kekosongan yang timbul dari praktik kenegaraan, karena aturan tersebut tidak
terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945.
b. Sifat UUD 1945
Berdasarkan sifatnya sebagai hukum negara tertinggi, yang berisi aturan
pokok atau dasar, undang-undang dasar bersifat mutlak. Karena dengan
pergantian tersebut akan membawa dampak yang fundamental sehingga
hakikatnya akan merupakan pergantian negara. Undang-undang dasar tidak
boleh ketinggalan dengan perkembangan zaman. Dengan tidak mengurangi
sifatnya yang kekal, undang-undang bisa saja mengalami perubahan,
tambahan dan penyempurnaan demi menyesuaikan dengan perkembangan
zaman. Perubahan dan penyempurnaan itu tidak dilakukan dengan semena-
mena melainkan dengan cara istimewa, yaitu dengan membandingkan dengan
peraturan lain mana yang lebih layak dipakai.
c. Fungsi UUD 1945
Sebelum membahas tentang fungsi UUD 1945, terlebih dahulu kita harus
memberikan penilaian konstitusi secara teoretis, menurut Karl Loewenstein,
ada 3 jenis penilaian terhadap konstitusi, yaitu sebagai berikut
1) Nilai normatif
Apabila suatu konstitusi telah resmi diterima oleh suatu bangsa, maka
konstitusi itu bukan saja berlaku dalam arti hukum, melainkan
merupakan suatu kenyataan dan efektif, artinya konstitusi itu
dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
2) Nilai nominal
Suatu konstitusi secara hukum berlaku, namun berlakunya itu tidak
sempurna, karena ada pasal-pasal tertentu yang dalam kenyataan tidak
berlaku, seperti dalam UUD 1945. Seperti contohnya dalam pasal 28

6
UUD 1945 disebutkan adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
Akan tetapi dalam praktiknya pelaksaan pasal tersebut banyak
tergantung kepada kemauan penguasa (pada masa orde baru). Konstitusi
yang demikian bernilai nominal.
3) Nilai semantik
Konstitusi yang secara hukum tetap berlaku, tetapi dalam kenyataannya
hanya sekadar untuk melaksanakan kekuasaan politik. Jadi konstitusi
disini hanya sekadar istilah, sedangkan pelaksanaannya digantikan
dengan kepentingan penguasa. Konstitusi demikian dapat dinilai hanya
semantik atau simbolik. Contohnya pelaksanaan UUD 1945 pada masa
orde lama.
Makna Pancasila menurut UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 dibagi menjadi 3 bagian yaitu Pembukaan
UUD 1945, Batang Tubuh, dan penjelasan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945
merupakan bagian yang penting setelah Batang Tubuh UUD 1945. Batang tubuh
UUD 1945 berisi tentang aturan-aturan hukum yang ada di Indonesia. Sedangkan
pembukaan UUD 1945 berisi tentang motivasi, cita-cita, dan tujuan nasional bangsa
Indonesia kedepannya.
Pembukaan yang telah dirumuskan dalam empat alinea itu mempunyai arti
dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai universal dan lestari. Disebut
universal karena mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa
beradab di seluruh dunia. Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok-pokok kaidah
negara yang fundamental, artinya dasar-dasar pokok yang menjadi landasan dan
peraturan hukum tertinggi bagi hukum-hukum lain.
Kesimpulan
Pancasila sebagai sistem filsafat terdiri dari lima sila yang merupakan satu
keseluruhan yang terdiri dari sila-sila yang membentuk satu-kesatuan yang utuh.
Pancasila sebagai system filsafat merupakan kesatuan pemikiran yang mendasar
yang membawakan kebenaran yang substansial atau hakiki.
Filsafat pendidikan Pancasila harus diimplementasikan secara nyata dan
konsisten agar pembangunan manusia Indonesia sebagaimana yang diamanatkan
dalam cita-cita besar bangsa Indonesia dapat tercapai dengan prinsip-prinsip dasar

7
dari Pancasila, yaitu prinsip religiusitas, perwujudan dan penghargaan atas nilai
kemanusiaan, berpegang teguh pada jiwa perstauan sebagai bangsa, semangat
menghargai perbedaan dan penghormatan pada kehidupan yang demokratis serta
perwujudan nilai-nilai keadilan, yang semuanya harus terwujudkan melalui proses
pendidikan yang bermartabat sebagaimana dicita-citakan Pancasila (Agus Sutono,
2015).

DAFTAR PUSTAKA
Asmaroini, Ambiro Puji. 2017. “Menjaga Eksistensi Pancasila dan Penerapannya
bagi Masyarakat di Era Globalisasi”. JPK: Jurnal Pancasila dan
Kewarganegaraan, Vol.1, Nomor 2. Januari 2017.
Dewantara, Agustinus W. 2017. Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.
Yogyakarta : PT Kanisius.
Fauzi, Achmad, dkk. 1983. Pancasila Ditinjau dari Segi Sejarah, Segi Yuridis
Konstitusional dan Segi Filosofis. Malang: Lembaga Penerbitan Universitas
Brawijaya.
Hadiwijono, August. 2016. “Pendidikan Pancasila, Eksistensinya bagi Mahasiswa”.
Jurnal Cakrawala Hukum Vol.7, Nomor 1. Juni 2016.
Kirom, Syahrul. 2011. “Filsafat Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila:
Relevansinya dalam Mengatasi Persoalan Kebangsaan”. Jurnal Filsafat
Vol.21, Nomor 2. Agustus 2011.
Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi ke Arah Pemahamn Filsafat Ilmu. Jakarta:
Prenamedia group.
Nugroho, Iwan. 2010. “Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Falsafah Pandangan Hidup
Bangsa untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dan
Pembangunan Lingkungan Hidup”. Jurnal Konstitusi Vol.III, Nomor 2.
November 2010.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR. 2013. Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR R
Radjin, Ketut. 2012. Pendidikan Pancasila. Jakarta : PT Gramedia Pustaka.
Soegito, A.T, dkk. 2010. Pendidikan Pancasila. Semarang : UNNES PRESS.
Suprayogi, dkk. 2018. Pendidikan Pancasila. Semarang: UNNES PRESS.

8
Sutono, Agus. 2015. “Meneguhkan Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan
Nasional”. Jurnal Ilmiah CIVIS Vol.5, Nomor 1. Januari 2015.
Syarbaini, Syahrial. 2014. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Wahidin, Samsul. 2015. Dasar-dasar Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ya’qub, Hamzah. 2013. Filsafat Ketuhanan Yang Maha Esa. Bandung: Alma Arif.

Anda mungkin juga menyukai